• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Teori operant conditioning dalam Pembelajaran Tahfidzul Quran di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi Yogyakarta

N/A
N/A
Andito Febrian

Academic year: 2023

Membagikan "Implementasi Teori operant conditioning dalam Pembelajaran Tahfidzul Quran di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi Yogyakarta"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN: 2338-4131 (Print) 2715-4793 (Online) DOI: 10.37542/iq.v3i02.135

183

Implementasi Teori operant

conditioning dalam Pembelajaran Tahfidzul Quran di PPTQ

Muhammadiyah Ibnu Juraimi Yogyakarta

Ary Asyari

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia [email protected]

Abstrak:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi teori operant conditioning dalam pembelajaran tahfidzul quran di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi Yogyakarta, Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriftif, pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara yaitu: pertama observasi partisipan dimana peneliti ikut langung berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang ada di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi karena peneliti memang bertugas sebagai wadir keesantrian di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi, kedua wawancara mendalam dengan Para muhafidz, Ketiga dokumentasi yaitu dengan cara mencatat setiap kegiatan, materi dan lainya yang ada kaitanya dengan penelitian. Teknik analisis data dilakukan dengan mereduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Kesimpulan yang didapat dapat diuji kebenaranya dengan cara triangulasi data dan review informan. Hasil penelitian teori operant conditioning tentang pentingnya reinforcement terhadap suatu respon yang timbul akibat dari stimulus dapat membantu meningkatkan prestasi santri dalam menghafal al quran.

Kata Kunci: Tahfidzul Quran, Operant Conditioning

Abstract:

This study aims to determine how the implementation of operant conditioning theory in learning tahfidzul quran at PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi Yogyakarta. The research

(2)

184 | IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020

method used is descriptive qualitative research. is in PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi because the researcher is indeed a wadir of beauty at the PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi, the second is in-depth interviews with Muhafidz, the third documentation is by recording every activity, material and other things that are related to research. The data analysis technique is done by reducing the data, presenting the data and drawing conclusions. The conclusions obtained can be tested for correctness by means of data triangulation and informant reviews.

The results of the operant conditioning theory research on the importance of reinforcement of a response arising from the stimulus can help improve the performance of students in memorizing the Qur'an.

Keywords: Tahfidzul Quran, Operant Conditioning

Pendahuluan

Belajar merupakan suatu kegiatan terstruktur yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, sejak manusia lahir sampai meninggal pasti akan mengalami proses belajar, bahkan dalam agama islam belajar merupakan suatu kewajiban bagi setiap kaum muslim. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, sebaliknya tanpa belajar manusia akan kesulitan survive dan bertahan serta tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya karena setiap aktifitas keseharian membutuhkan ilmu yang hanya didapat melalui proses belajar. Pendidikan sejatinya merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi yang ada pada drinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

Dalam setiap proses pembelajaran pasti ada interaksi antara peserta didik dengan guru, maka guru mempunyai peran untuk menciptakan situasi yang menyenangkan agar peserta didik tidak merasa jenuh dan dapat dengan mudah memahami materi yang disampaikan, disamping itu perbedaan individu dari setiap peserta didik, baik perbedaan psikologis, intelektual, biologis dll harus menjadi hal penting yang diperhatikan oleh guru. Karena setiap peseta didik mempunyai kondisi yang berbeda maka dalam hal ini guru dituntut untuk menguasai berbagai macam teori belajar agar guru mampu menciptakan suasana nyaman dan menyenangkan dalam proses pembelajaranya.

Kajian tentang teori belajar memiliki kedudukan yang sangat penting dikarenakan proses belajar akan terlaksana dengan baik, efektif dan efisien, jika didukung dengan pengetahuan tentang teori belajar yang memadai. Teori belajar merupakan sumbangsih ilmu psikologi pendidikan yang mempunyai peranan besar terhadap praktek pendidikan terutama

(3)

IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020 | 185 dalam bidang kurikulum dan pengajaran1, secara teoritik, sumber dari teori pengajaran adalah teori belajar. Teori tentang belajar ini sangat baik diterapkan dalam setiap proses pembelajaran karena akan membantu individu untuk terjadi perubahan tingkah laku sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai2.

Dengan demikian pemilihan teori belajar yang cocok untuk diterapkan di suatu lembaga pendidikan merupakan langkah awal yang sangat perlu dilakukan agar tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai. Salah satu teori belajar yang menarik untuk diterapkan dalam pembelajaran tahfidzul quran adalah teori belajar operant conditioning, teori ini menarik untuk dikaji karena teori operant conditioning ini memusatkan perhatian pada perilaku peserta didik3, akan menarik jika diterapkan dalam pembelajaran tahfidzul quran karena para penghafal al quran mempunyai perilaku yang unik dan menarik untuk diteliti. Adapun Pondok Pesantren yang dijadikan tempat penelitian adalah Pondok Pesantren Tahfidzul Quran (PPTQ) Muhammadiyah Ibnu Juraimi yang beralamatkan di Jatimulyo Baru A2 kelurahan kricak kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan melakukan observasi pada tanggal 1-3 maret 2020 peneliti menemukan program tahfidzul quran di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi sudah sangat bagus, kurikulum tahfidz sudah disusun sedemikian rupa agar santri dapat menyelesaikan hafalan al quran 30 juz selama kurang lebih 2 tahun dengan target banyaknya hafalan perbulan 1 juz ¼ , akan tetapi dalam implementasinya masih banyak santri yang hafalan al quranya tidak mencapai yang ditargetkan oleh Pondok Pesantren setiap bulanya, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: pertama kurang ketatnya pengawasan yang dilakukan oleh muhafidz dan musyrif sehingga dalam proses pembelajaran tahfidz itu sendiri kurang maksimal, kedua tidak adanya reward yang dapat meningkatkan motivasi santri untuk menghafal al quran tepat waktu. Ketiga tidak adanya metode khusus yang diwajibkan kepada santri sehingga santri tidak mempunyai acuan baku dalam proses menghafal al quran tersebut, Maka peneliti tertarik untuk menerapkan teori operant conditioning dalam pembelajaran tahfidzul quran di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi dengan harapan berbagai permasalahan diatas dapat teratasi.

Review literatur

1 Nana Sudjana, Teori Teori Belajar Untuk Pengajaran (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1991), 1.

2 Sudjana, Teori Teori Belajar Untuk Pengajaran, 1.

3 Chris Kyriacou, Effective Teaching Theory and Practice. (Bandung: Nusa Media, 2011), 57.

(4)

186 | IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020

Peneliti yang telah melakukan penelitian tentang teori operant conditioning ini diantaranya dilakukan oleh Rifnon Zaini4, penelitianya berjudul Studi atas pemikiran B. F.

Skinner Tentang Belajar, hasil penelitianya hanya mendeskripsikan bagaimana teori operant conditioning tersebut, padahal akan lebih baik jika ditulis juga bagaimana cara kerja teori operant conditioning ini, selain itu dalam penelitianya hal terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan, baik penguatan positif maupun penguatan negatif, penguatan positif akan menimbulkan terjadinya pengulangan tingkah laku sedangkan penguatan negatif akan menghilangkan perilaku (extincing).

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ica Efilia Natasya dan Mulkan Mulyadi HD 5 yang berjudul pengaruh penerapan teori operant conditioning dalam mata pelajaran PKN terhadap perbaikan perilaku peserta didik di SMP Negeri 6 Kayuagung. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik analisis regresi, hasil penelitianya menunjukan bahwa teori operant conditioning berpengaruh signifikant terhadap perubahan dan perbaikan perilaku peserta didik.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriftif, pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara yaitu: pertama observasi partisipan dimana peneliti ikut langung berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang ada di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi karena peneliti memang bertugas sebagai wadir kesantrian di PPTQ PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi, kedua wawancara mendalam dengan Para muhafidz dan santri. Ketiga dokumentasi yaitu dengan cara mencatat setiap kegiatan, materi dan lainya yang ada kaitanya dengan penelitian. Teknik analisis data dilakukan dengan mereduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Kesimpulan yang didapat dapat diuji kebenaranya dengan cara triangulasi data dan review informan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Deskripsi teori operant conditionig

Secara terminologi operant conditioning terdiri dari dua kata yaitu operant dan conditioning, dalam kamus psikologi yang dimaksud dengan operant adalah respon yang

4 Rifnon Zaini, “STUDI ATAS PEMIKIRAN B.F. SKINNER TENTANG BELAJAR,” TERAMPIL: jurnal pendidikan dan pembelajaran dasar 1 (2014).

5 Natasya Ica Efilia dan Mulkan Mulyadi HD, “pengaruh penerapan teori operant confitioning dalam mata pelajaran PKN terhadap perbaikan perilaku peserta didik di SMP Negeri 6 Kayuagung,” Jurnal Bhineka Tunggal Ika 2, no. 1 (2015).

(5)

IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020 | 187 bersifat intsrumental dalam menimbulkan akibat akibat tertentu, seperti hadiah, makanan atau suatu kejutan. Respon tersebut beroperasi kedalam lingkungan, sementara conditioning mempunyai arti mempelajari respon tersebut6. Sementara menurut Reber dalam Muhibbin Syah operant mempunyai pengertian sebagai suatu respon yang timbul yang memberikan efek yang sama terhadap lingkungan di sekitar7 sementara conditioning adalah kemampuan individu untuk merespon suatu rangsanagan kemudian mampu dipindahkan pada rangsangan lainya.8 Sementara secara menyeluruh pengertian operant conditioning dikemukakan oleh Margareth E dan Bell Gredler sebagai proses yang dilakukan untuk mengubah perilaku suatu individu melalui penguatan (reinforcement) atas respon yang diberikan oleh subjek atas kehadiran sttimulus yang cocok9.

Dapat ditarik suatu kesimpulan dari beberapa pengertian diatas bahwa operant conditioning ialah penciptaan suatu kondisi yang bertujuan untuk mengubah perilaku subjek hasil dari suatu respon positif dengan cara memberikan penguatan (reinforcement) atas respon yang diberikan oleh subjek.

Dasar dari teori operant conditioning ini digagas oleh E. L. Thorndike sekitar tahun 1911 tak lama setelah muncul teorinya Ivan Pavlov tentang clasical conditionig. Awalnya Thorndike melakukan percobaan kepada tikus yang dimasukan kedalam sebuah kotak, kemudian setelah beberapa kali percobaan ternyata tikus tersebut mampu meloloskan diri semakin cepat dari yang sebelum sebelumya, maka thorndike membuat suatu kesimpulan

“apabila suatu respon berakibat menyenangkan, ada kemungkinan respon yang lain dalam keadaan yang sama” yang dikenal dengan hukum akibat“ low of effect.

Kemudian dari teori yang dikemukakan oleh E. L. Thorndike tersebut B. F. Skinner mengemukakan pendapatnya sendiri dengan cara memberikan masukan berupa unsur penguatan kedalam hukum akibat tersebut, yaitu perilaku yang dapat menguatkan cenderung akan diulangi sedangkan perilaku yang tidak menguatkan cenderung akan menghilang dan terhapus. Skinner menggunakan nama operant conditioning untuk suatu proses yang dilakukan oleh seseorang dalam lingkungan tertentu untuk mengontrol tingkah laku subjek dengan cara memberikan penguatan penguatan tertentu10.

6 Muhammad Asrori, Psikologi Pembelajaran (Bandung: Wacana Prima, 2007), 39.

7 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Logis Wacana Ilmu, 1999), 107.

8 Walker, Conditioning dan Proses Belajar Instrumental (Jakarta: UI, 1973), 25.

9 Bell Gredler dan Margareth E, Belajar dan membelajarkan, terjemahan Munandar (Jakarta: Rajawali Press, 1991), 125.

10 Walker, Conditioning dan Proses Belajar Instrumental, 127.

(6)

188 | IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020

Jadi Inti dari teori operant conditioning ialah dalam hal pengendalian suatu respon yang muncul dari stimulus yang diberikan sesuai konsekuensi yang mana subjek tersebut akan cenderung mengulangi respon respon tersebut apabila diberika suatu reinforcement.

Dalam kaitanya dengan respon yang timbul dari stimulus, skinner menyebutkan ada dua jenis respons yaitu:

1. Respondent response, yaitu respon yang timbul akibat adanya perangsang tertentu, perangsan ini disebut dengan eliciting stimuli, respon yang ditimbulkan pun akan cenderung tetap sama.

2. Operant respons, yaitu respon yang timbul diikuti oleh berkembangnya perangsang tertentu. Perangsang inilah yang disebut dengan reinforcing stimuli atau reinforcer.

Respon yang demikian ini timbul karena perangsang tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan suatu objek. Jika sesorang yang berprestasi mendapatkan hadiah maka ia akan lebih giat lagi ( respon yang timbul mejadi lebih kuat).11

Biografi Singkat Burrhus Frederic Skinner

Burrhus Frederic Skinner dilahirkan di kota Susquwhanna Pennsylvania pada tanggal 20 Mei 1904, kehidupan kanak kanaknya dilalui dengan penuh kedisiplinan yang diterapkan oleh ayahnya yang berprofesi sebagai pengacara sedangkan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa, di masa muda nya skinner memiliki ketertarikan kepada bidang seni dan pengetahuan intelektual, ketika di Hamilton Collgge Skinner mempelajari sastra modern dan kelasik, menulis puisi, berlatih musik, menjadi pelukis, dan pemain saksofon yang handal.

Skinner lulus kuliyah dan mendapatkan gelar sarjana muda di Hamilton College, New York, dalam bidang sastra Inggris, pada tahun 1928. Setelah lulus ia katif menulis sastra meskipun saat itu ayahnya mendesak agar ia meninggalkan karis kepenulisanya tersebut, setahun setelah itu ia melanjutkan studinya di harvard university dan mengikuti program studi psikologi dengan mengkonsentrasikan pada perilaku hewan dan merah gelar doktor bidang psikologi pada tahun 193112

Cara kerja teori operant conditioning

Adapun cara kerja teori operant conditioning ini menurut B.F. Skinner stimulus sangat mempengaruhi tingkah laku individu, adapun rumus yang dikemukakan skinner yaitu B

11 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 27-271.

12 Rifnon Zaini, “STUDI ATAS PEMIKIRAN B.F. SKINNER TENTANG BELAJAR,” TERAMPIL: jurnal pendidikan dan pembelajaran dasar 1 (2014)m 119–20.

(7)

IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020 | 189 (behavior) = F (fungsi) dari S (stimulus). R (Respon) akan muncul sebagai reaksi terhadap S (stimulus), respon yang dimaksud merupakan respon yang berkondisi yang dikenal dengan sebutan respons operant sedangkan stimulusnya adalah stimulus operant13

Dalam rangka memotivasi atau memodifikasi tingkah laku harus dilakukan dengan penguat yang dalam teori operant conditioning disebut dengan reinforcement , dalam hal ini ada dua jenis reinforcement yaitu reinforcement positif yaitu segala sesatu yang memperkuat hubungan stimulus dan respon, selanjutnya reinforcement negatif yakni sesuatu yang dapat memperlemah timbulnya respons-respons14 maksudnya adalah setiap penguat yang menimbulkan sikap aversif misalnya : ujian tahfidz dilaksanakan secara tiba-tiba.

Reinforcement negatif yang diberikan cenderung akan memunculkan sikap emosional dari subjek bahkan dapat menghilangkan respon (extinction)15.

kaitanya dengan pembelajaran tahfidzul quran maka untuk mencapai keberhasilan pembelajaran tahfidz reinforcement dari seorang muhafidz sangat diperlukan, karena reinforcement tersebut akan mendorong individu untuk meningkatkan prestasinya. Sebagai contoh jika santri sudah selesai menyetorkan hafalan al quran nya sebanyak 1 lembar maka muhafidz memberikan reinforcement positif berupa senyuman atau pujian, maka respon yang akan timbul dari santri tersebut ia akan kembali berusaha menghafal satu lembar lainya untuk disetorkan di lain kesempatan. Maka dapat kita simpulkan dari penjelasan diatas bahwa stimulus, respon dan reinforcement dalam teori operant conditioning ini merupakan element penting yang satu sama lainya saling berhubungan dan tidak bisa dihilangkan.

Pada teori operant conditioning ini, muhafidz diarahkan untuk menghargai setiap santrinya dengan cara mengilangkan hukuman yang dapat mempengaruhi mental santri, disamping itu harus didukung juga oleh pembentukan lingkungan yang baik yang dapat membantu meminimalisir santri untuk berbuat kesalahan, dengan adanya penguatan yang diberikan akan membuat santri termotivasi untuk berperilaku sesuai dengan yang diinginkan.

Gambaran singkat PPTQ Muhamadiyah Ibnu Juraimi Yogyakarta

Secara geografis Pondok Pesantren Tahfidzul Quran (PPTQ) Muhammadiyah Ibnu Juraimi terletak di perumahan Jatimulyo Baru A2, Kelurahan Kricak Kecamatan Tegalrejo

13 Sudjana, Teori Teori Belajar Untuk Pengajaran, 85.

14 Rohani, Pengelolaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 13.

15 Gredler dan E, Belajar dan membelajarkan, terjemahan Munandar, 115.

(8)

190 | IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020

Kota yogyakarta, letaknya sangat strategis tidak jauh dari pusat kota dan dapat ditempuh kurang lebih 10 menit dari terminal jombor yogyakarta menggunakan angkutan umum.

Berdirinya PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi dilatarbelakangi oleh kurangnya kader persyarikatan muhammadiyah yang hafal al quran 30 juz, sehingga untuk mengatasi masalah tersebut Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota yogyakarta mendirikan PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi dengan visi dan misi diantaranya:

Visi

Mencetak kader hafidz Al-Qur’an yang ber-akhlak mulia, berjiwa da’i dan memiliki pemahaman serta pengamalan Islam yang lurus.

Misi

a. Menjalankan dan mengembangkan pola pendidikan tahfidzul qur’an terpadu yang berbasis nilai-nilai keislaman dan Kemuhammadiyahan

b. Membekali santri dengan keilmuan Al-Qur’an dan kajian keislaman sehingga memiliki khazanah keilmuan memadai untuk terjun di masyarakat

c. Memberikan pemahaman tafsir Al-Qur’an dan pengamalannya

d. Mempromosikan tradisi menghafal Al-Qur’an di persyarikatan Muhammadiyah Mensyi’arkan dan menanamkan nilai-nilai Al-Qur’an di tengah-tengah masyarakat16 Pondok PesantrenTahfidzil Quran Muhammadiyah Ibnu Juraimi menyelenggarakan pendidikan tahfidz berasrama dengan target menyelesaikan hafalan 30 juz dalam waktu 2 tahun dan 1 tahun untuk pengabdian di amal usaha muhammadiyah (AUM). Santri disamping dibekali khazanah keilmuan Al-Qur'an seperti Qira'ah Shahihah bersanad, tafsir, ulumut tafsir, dan ulumul Qur'an juga dibekali khazanah keilmuan lainnya sebagai penunjang bekal dakwah di masyarakat. Program ma’had dibagi menjadi dua yaitu program tahfidz berasrama dan program tahfidz non asrama. Santri pada masing-masing program mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan aturan yang berlaku17.

16 Charis Tohari Rohman, “Profil Dan Kurikulum PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi” (PPTQM Ibnu Juraimi, 2014).

17 Charis Tohari Rohman, Charis Tohari Rohman, “Profil Dan Kurikulum PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi”

(9)

IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020 | 191 Kurikulum Pembelajaran Tahfidzul Quran PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi

Sebagai pondok pesantren tahfidzul quran, PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi memiliki kurikulum tahfidz tersendiri yang disusun dengan memperhatikan kemampuan santri baik kemampuan intelektual, maupun psikologis. Adapun target waktu menyelesaikan hafalan al qur’an 30 juz di Ma’had Ibnu Juraimi adalah 2 tahun. Target 30 juz tersebut dapat selesai dalam waktu 2 tahun apabila para santri mampu menyetorkan hafalan Al-Qur’an secara kontinue (istiqamah) minimal 2 halaman perhari. Sehingga ditargetkan dalam waktu 1 bulan santri mampu menyelesaikan hafalan Qur’an 1 1/4 juz dan 1 semester mampu mencapai hingga 9 Juz. Dengan demikian target 2 tahun khatam bisa terealisasi.

Untuk merealisasikan dan mempercepat target 2 tahun khatam, maka intensitas pertemuan talaqqi tahfidz adalah 3 kali. Yakni: setelah shubuh sampai jam 07.00 pagi, kemudian setelah dhuhur sampai jam 13.30, dan setelah isyak sampai jam 21.00. Setiap menyelesaikan hafalan 1 juz akan diadakan tes kemantapan (mutqin) hafalan. Setelah dinyatakan lulus tes, hafalan harus dibaca 1 juz penuh bil ghaib (tanpa melihat Al-Qur’an) dengan disima’ para santri agar diketahui kualitasnya. Jika hafalan telah mencapai 5 juz hingga kelipatannya, maka semua hafalan harus dibaca bil ghaib (tanpa melihat Al-Qur’an) dengan disima’kan kepada para santri dan diketahui oleh asatidz atau pengasuh. Santri tahfidz yang dalam proses awal menghafal diharuskan membiasakan diri untuk memperbanyak muraja’ah (mengulang hafalan) dalam berbagai kondisi aktifitas demi mendapatkan kualitas kelancaran (mutqin) hafalan, dengan target muraja’ah maksimal 3 juz perhari.

Implementasi Teori Operant Conditioning dalam pembelajaran Tahfidzul Quran Di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi.

Salah satu peran pendidikan adalah menciptakan kondisi agar tingkah laku peserta didik berubah dari semula belum baik menjadi baik, dari semula belum tahu menjadi tahu dan seterusnya, sedangkan peran utama seorang pendidik adalah menciptakan kondisi agar tingkah laku yang diinginkan bisa terwujud dan proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik, efektif dan efisien, maka dari itu untuk merealisasikan hal tersebut dibutuhkan seorang pendidik yang profesional.

PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi sebagai salah satu pondok pesantren Muhammadiyah yang memiliki program unggulan Tahfidzul Quran maka harus mencari pendidik dalam hal ini Muhafidz yang profesional dan berintegritas yang mampu membantu

(10)

192 | IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020

mewujudkan visi dan misi pondok pesantren untuk mencetak kader muhammadiyah yang faham agama sekaligus hafal al quran 30 juz.

Pelaksanaan program tahfidzul quran di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi dilaksanakan dengan sistem halaqoh, halaqoh secara bahasa dapat diartikan lingkaran, halaqoh ini biasanya disematkan untuk menyebut proses pengajaran islam (tarbiyah islamiyah), Ta’lim, pengajian kelompok atau mentoring,18 selain itu istilah halaqoh juga digunakan untuk menggambarkan adanya kelompok muslim tertentu dalam jumlah kecil yang mengkaji ajaran islam dengan adanya bimbingan dari seorang murabbi yang menaungi kelompok tersebut19, dalam setiap halaqoh masing masing muhafidz memegang 10-15 santri untuk dibina dan dibimbing agar mampu untuk menghafal al quran 30 juz20.

Penerapan teori operant conditioning ini memang sangat terbatas, akan tetapi skinner sendiri mengatakan bahwa teori ini memiliki implikasi yang sangat kuat dengan pendidikan, terutama dalam praktik pembelajaran teori ini dapat membantu menstimulus peserta didik agar ia termotivasi untuk meningkatkan prestasinya. Skinner mengungkapkan bahwa kontrol positif yang diberikan mengandung sikap yang menguntungkan karena belajar memberikan respon respon bertingkat dan berkelanjutan21.

Langkah langkah pembelajaran yang dapat ditempuh berdasarkan teori operant conditioning adalah sebagai berikut;

1. Guru mempelajari keadaan kelas, mencari dan menemukan sikap positif dan atau negatif siswa.

2. Membuat daftar penguat positif, mencari perilaku yang lebih disukai oleh siswa, dan kegiatan diluar yang dapat dijadikan penguat.

3. Memilih dan menentukan urutan tingkah laku dan jenis penguatnya.

4. Membuat program pembelajaran yang berisi urutan perilaku yang dikehendaki, waktu mempelajari perilaku dan evaluasi. Dalam hal ini guru mencatat perilaku penguat yang berhasil dan tidak berhasil, ketidakberhasilan tersebut menjadi catatan penting untuk memodifikasi perilaku selanjutnya22.

18 Fadhol Hadi dan mibtadin, “Masjid, halaqoh, dan islamic aktivism potret halaqoh di masjid masjid kota surakarta,” Jurnal SMaRT, Studi mayarakat, religi dan tradisi 4, no. 1 (2018), 42.

19 Satria Hadi lubis, Menggaiarahkan perjalanan halaqoh. kiat agar halaqoh lebih dahsyat full manfaat (Jakarta:

Pro You, 2011), 16.

20 Farhan Al Hijri, wawancara program tahfidz di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi, 2 Maret 2020.

21 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 9.

22 Gredler dan E, Belajar dan membelajarkan, terjemahan Munandar, 154-156.

(11)

IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020 | 193 Maka selanjutnya untuk menerapkan langkah langkah pembelajaran berdasarkan teori operant conditioning diatas disusunlah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebagai berikut:

Tabel 1

RPP pembelajaran tahfidzul quran PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi a. Tujuan pembelajaran

• Mengahafal sekurang kurangnya 1 halaman al quran per hari .

• Melancarkan hafalan yang telah disetorkan sebelumnya.

b. Kegiatan pembelajaran.

• Halaqah dimulai dengan sama sama membaca doa terlebih dahulu.

• Santri diberikan kesempatan untuk menghafal al quran selama 45 menit.

• Santri kemudian menyetorkan hafalanya kepada muhafidz.

• Setelah selesai setoran hafalan santri wajib mengulang hafalanya tersebut dan menyetorkanya kembali kepada santri yang lainya.

c. Kegiatan penutup.

• Muhafidz memberikan motivasi .

• Halaqoh ditutup dengan membaca doa.

d. Penilaian.

• Penilaian berdasarkan jumlah hafalan yang disetorkan dan kelancaranya.

sumber: dokumentasi PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi

Selanjutnya prinsip pengajaran yang dapat digunakan berdasar teori operant conditioning menurut Nana Sudjana adalah sebagai berikut:

1. Harus ada tujuan yang jelas dan tingkah laku apa yang diharapkan.

2. Tekanan pada individu perlu diberikan dengan catatan harus sesuai kesanggupanya.

3. Penilaian secara terus menerus sangat penting untuk menetapkan tingat kemampuan siswa.

4. Prosedur pembelajaran dilakukan dengan modifikasi atas dasar hasil evaluasi dan kemajuan yang dicapai siswa.

5. Penggunaan reinforcement positif dilakukan secara sistematis dan bervariasi serta dilakukan dengan segera jika terjadi respon.

6. Prinsip belajar tuntas digunakan agar penguasaan belajar siswa diperoleh sesuai dengan tingkatanya.

(12)

194 | IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020

7. Guru hanya berperan sebagai arsitek dan pembentuk tingkah laku.23

Dalam proses pembelajaran, operant conditioning memberikan jaminan adanya respons terhadap setiap stimulus yang diberikan, karena jika sesuatu tidak menunjukan adanya reaksi terhadapat stimulus maka guru tidak mungkin membimbing tingkah laku siswa ke arah yang diinginkan.

Kaitanya dengan pembelajaran tahfidz di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi, teori operant conditioning ini dapat membantu santri yang tidak mencapai target hafalan perbulan untuk meningkatkan prestasinya. Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa teori operant conditioning ini berfokus pada pemberian reinforcement terhadap subjek setelah subjek tersebut memberikan respon dari stimulus yang diberikan. Pemberian reinforcement ini diprogramkan sedemikian rupa dengan tahapan yang sistematis supaya terjadi pengulangan atau peningkatan respons. Dalam dunia pendidikan pemberian reinforcement ini berarti pemberian penghargaan, penghargaan tidak hanya diberikan kepada yang berprestasi saja tapi dapat juga diberikan kepada peserta didik yang kurang berprestasi untuk memberikan semangat dan motivasi agar dapat meningkatkan prestasinya. Dengan demikian jika penghargaan itu diberikan kepada santri yang berprestasi maka reinforcement tersebut akan diterima sebagai stimulus yang dapat memacu siswa tersebut mengulangi perbuatanya, jika reinforcement tersebut diberikan kepada siswa yang kurang berprestasi maka siswa tersebut akan terpacu untuk meningkatkan prestasinya.

Skinner berpendapat pemberian reinforcement ini merupakan unsur yang paling penting dalam proses pembelajaran , maka pemberian reinforcemenet oleh seorang pendidik sangat diperlukan guna merangsang setiap siswanya untuk berprestasi, sayangnya kesadaran untuk memberikan reinforcement tersebut masih sangat kecil di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi akibatnya masih banyak santri yang belum mencapai target hapalan setiap bulanya, namun setelah teori operant conditioning ini diterapkan dan peneliti memberikan pemahaman akan pentingnya pemberian reinforcement ini maka hasilnya sudah mulai ada dampak yang sangat signifikant yaitu peningkatan prestasi jumlah hafalan santri perbulan meningkat dari bulan sebelumnya, data dapat dilihat pada kolom dibawah ini.

23 Sudjana, Teori Teori Belajar Untuk Pengajaran, 93.

(13)

IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020 | 195 Table 2

Rekapitulasi bulanan santri PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi no Nama santri Jml hafalan baru

bulan Maret

Total hafalan

Jml hafalan baru bulan April

Total hafalan

1 Fitran 2.5 lembar 17 juz 1.5 juz 18.5 juz

2 Azhar 1 lembar 24 juz 2 juz 26 juz

3 Ilham akbar 1 juz 7 juz 1.5 Juz 8.5 juz

4 Razzak 8 lembar 4 juz 1.5 juz 5.5 juz

5 Trii wiranto 5 lembar 5 juz 1.5 juz 6.5 juz

Sumber: dokumentasi PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi

Data diatas menunjukan di bulan februrari kelima santri dari total 60an santri yang ada di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi tidak mencapai target bulanan yang harus menyetorkan hafalan baru sebanyak 1 ¼ juz, salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya reinforcement yang diberikan oleh para muhafidz kepada santri tersebut, tetapi di bulan berikutnya terjadi peningkatan prestasi yang sangat signifikant hal ini terjadi setelah teori operant conditioning ini diterapkan di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian reinforcement dalam interaksi belajar mengajar sangat bermanfaat untuk meningkatkan perhatian siswa, melancarkan dan memudahkan proses belajar mengajar, membangkitkan motivasi, mengontrol dan mengubah sikap ke arah yang lebih baik24

Reinforcement yang dilakukan oleh para muhafidz di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi pun beragam bentuknya, misal dengan memberikan kata kata pujian , memberikan senyuman setelah santri selesai menyetorkan hafalan barunya, bahkan setiap akhir bulan santri yang sebelumnya tidak berprestasi kemudian menunjukan peningkatan diberikan semacam hadiah sebagai bentuk apresiasi terhadap peningkatan prestasinya.

Selanjutnya apabila teori operant conditioning ini dikaitkan dengan motivasi maka reinforcement dalam konteks skinner ini merupakan motivasi yang timbul dari luar diri siswa (motivasi eksternal). Pemberian motivasi ini sering dilakukan di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi setiap malamnya setelah semua santri menyetorkan hafalanya.25 Motivasi yang diberikan biasanya berupa pemberian materi yang berkaitan dengan bagaimana teknik untuk

24 Hasibuan dan Mudiono, strategi belajar mengajar: pencapaianya dalam pembelajaran pendidikan agama (Surabaya: Remaja Karya, 1998), 58.

25 Muhammad Andi Nur Qadri, wawancara program tahfidz di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi, 2 Maret 2020.

(14)

196 | IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020

menghafal al quran dengan cepat26, Maka dalam hal ini muhafidz di PPTQ Muhammmadiyah Ibnu Juraimi memiliki peran yang sangat penting dalam mengontrol langsung kegiatan pembelajaran tahfidz. Selain itu dalam pandangan teori operant conditionig ini seorang muhafidz dituntut untuk mengetahui tingkah laku dari setiap santrinya agar dalam proses penyampaian motivasi tadi muhafidz menyampaikan secara bertahap dengan pertimbangan tingkat kesulitan dan kemampuan dari masing masing peserta didiknya.

Kesimpulan

Menurut teori operant conditioning ini hal terpenting dalam proses belajar adalah penguatan (reinforcement), baik penguatan positif maupun penguatan negatif. Kedua penguatan tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu memperkuat tingkah laku atau respon dari stimulus yang diberikan, respon akan semakin kuat apabila diberikan penguatan, dan dalam teori ini hukuman dihilangkan diganti dengan penguatan negatif karena hukuman cenderung mengurangi bahkan menghilangkan tingkah laku.

Bahwa teori operant conditioning yang digagas oleh B.F Skinner, berdampak signifikant ketika diterapkan dalam proses pembelajaran tahfidzul quran di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi Yogyakarta dan yang memiliki peranan besar dalam keberhasilan penerapan teori operant conditioning dalam pembelajaran tahfidz di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi Yogyakarta ini ialah para muhaffidz yang dengan sabar dan tekun terus memberikan reinforcement positif kepada para santri.

Saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan terkait dengan hasil penelitian ini antara lain:

1. kepada para muhaffidz di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi dalam rangka mempertahankan prestasi hafalan santri alangkah lebih baik jika penerapan teori operant conditioning ini selalu diterapkan dalam proses pembelajaran tahfidz dengan selalu memberikan reinforcement kepada para santri sehingga para santri dapat mempertahankan prestasi hafalanya.

2. Dalam rangka pengembangan penelitian, maka peneliti yang akan datang kami sarankan untuk dapat melakukan penelitian tentang teori operant conditioning ini untuk mencari kendala atau faktor faktor penghambat penerapan teori operant conditioning dalam proses pembelajaran.

26 Andi Nur Qadri, wawancara program tahfidz di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi, 2 Maret 2020

(15)

IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020 | 197 Daftar Pustaka

Al Hijri, Farhan. wawancara program tahfidz di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi, 2 Maret 2020.

Andi Nur Qadri, Muhammad. wawancara program tahfidz di PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi, 2 Maret 2020.

Asrori, Muhammad. Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima, 2007.

Dimyati, dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.

Gredler, Bell, dan Margareth E. Belajar dan membelajarkan, terjemahan Munandar. Jakarta:

Rajawali Press, 1991.

Hadi, Fadhol, dan mibtadin. “Masjid, halaqoh, dan islamic aktivism potret halaqoh di masjid masjid kota surakarta.” Jurnal SMaRT, Studi mayarakat, religi dan tradisi 4, no. 1 (2018): 42.

Hasibuan, dan Mudiono. strategi belajar mengajar: pencapaianya dalam pembelajaran pendidikan agama. Surabaya: Remaja Karya, 1998.

Ica Efilia, Natasya, dan Mulkan Mulyadi HD. “pengaruh penerapan teori operant confitioning dalam mata pelajaran PKN terhadap perbaikan perilaku peserta didik di SMP Negeri 6 Kayuagung.” Jurnal Bhineka Tunggal Ika 2, no. 1 (2015).

Kyriacou, Chris. Effective Teaching Theory and Practice. Bandung: Nusa Media, 2011.

lubis, Satria Hadi. Menggaiarahkan perjalanan halaqoh. kiat agar halaqoh lebih dahsyat full manfaat. Jakarta: Pro You, 2011.

Rohani. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1995.

Sudjana, Nana. Teori Teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1991.

Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: Logis Wacana Ilmu, 1999.

Tohari Rohman, Charis. “Profil Dan Kurikulum PPTQ Muhammadiyah Ibnu Juraimi.”

PPTQM Ibnu Juraimi, 2014.

Walker. Conditioning dan Proses Belajar Instrumental. Jakarta: UI, 1973.

Zaini, Rifnon. “STUDI ATAS PEMIKIRAN B.F. SKINNER TENTANG BELAJAR.”

TERAMPIL: jurnal pendidikan dan pembelajaran dasar 1 (2014): 119–20.

(16)

198 | IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam| Volume 3 No.01 2020

Referensi

Dokumen terkait

karakteristik siswa – siswi dimana pembelajaran sedang berlangsung. Dalam pendidikan khususnya proses belajar mengajar, fungsi pendidikan yang paling penting adalah

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,