• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Pembelajaran dalam Program Layanan Holistik Integratif di BKB Permata Hati Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Pembelajaran dalam Program Layanan Holistik Integratif di BKB Permata Hati Yogyakarta"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Program Bina Keluarga Balita (BKB) a. Konsep Dasar BKB

Selama dekade terakhir, perkembangan pengasuhan anak menjadi kebutuhan orang tua dan menjadi aspek integral sosial dan ekonomi kebijakan pemerintah (Ang, 2016:261). BKB adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada orang tua dan anggota keluarga tentang bagaimana mendidik dan mengasuh anak balitanya serta bagaimana membantu memantau pertumbuhan dan perkembangan balitanya. BKB sebagai wadah kegiatan keluarga yang mempunyai anak balita menjadi sangat penting untuk memberdayakan orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam meningkatkan kemampuan pembinaan tumbuh kembang anak, bahkan pembinaannya harus dilakukan sejak anak dalam kandungan dengan tujuan agar dapat dijaga kelangsungan hidup ibu bayi dan anak balita (KHIBA), karena kematian ibu melahirkan tidak hanya merupakan tragedi bagi ibu sendiri, tetapi juga berpengaruh buruk terhadap anggota keluarga terutama anak-anaknya. Oleh karena itu angka kematian ibu melahirkan tidak saja menggambarkan tingkat kelangsungan hidup ibu, bayi, dan anak balita namun juga menggambarkan kualitas ketahanan keluarga (BKKBN, 2013).

(2)

12

Program BKB adalah sebuah program dari pemerintah dalam rangka pembinaan keluarga untuk mewujudkan tumbuh kembang balita secara optimal, dan merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada para ibu dan anggota keluarga lain tentang bagaimana cara mengasuh dan mendidik anak balita. Kegiatan BKB adalah kegiatan pelayanan pada hari buka BKB yang dilakukan satu hari dalam sebulan. Untuk melaksanakan fungsinya dengan baik, sesuai dengan pedoman yang berlaku, maka jumlah kader setiap BKB minimal 10 orang yang dibagi dalam 5 kelompok umur. Setiap kelompok umur dibina kader inti (BKKBN, 2013).

Melalui kegiatan program BKB diharapkan ibu-ibu balita dan anggota keluarga balita lainnya mengetahui tumbuh kembang anak serta cara merangsangnya, sehingga anak-anak tumbuh dan berkembang sebagai anak yang sehat, cerdas, bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkepribadian kuat dan berbudi pekerti luhur. Bina keluarga balita adalah bagian dari pembangunan kualitas sumber daya manusia guna mencapai keluarga kecil yang sejahtera.

Pembentukan BKB melalui tahapan: (1) Bersama PKB/PLKB melapor kepala desa/ lurah dan ketua Tim Penggerak PKK desa/kelurahan; (2) Kader bekerjasama dengan PLKB menyiapan pelatihan kader; (3) Pelatihan kader; (4) Pelantikan kader; (5) SK kader dari kepala desa/Lurah; (6) Pembagian tugas kader; (7) Pendataan orangtua sasaran; (8) Pengelompokan orangtua sasaran; (9) Pertemuan penyuluhan, menyiapkan kegiatan pemanasan, materi, dan alat peraga; (10) Melaksanakan

(3)

13

pertemuan; (11) Melakukan kunjungan rumah, bagi yang 3 kali tidak datang; (12) Melakukan pengamatan; (13) Mengajak orangtua sasaran ikut ber-KB; (14) Membuat laporan (BKKBN, 2013).

Syarat-syarat kader yaitu: (1) Melakukan pengamatan perkembangan Ibu dan Anak; (2) Mengadakan kunjungan rumah; (3) Membantu ibu-ibu sasaran memecahkan masalah; (4) Membantu merujuk balita yang mengalami gangguan/masalah tumbuh kembang ke tempat pelayanan tumbuh kembang; (5)Membuat laporan kegiatan masing-masing kelompok; (6) Menyelenggarakan pertemuan penyuluhan dengan alat bantu, antara lain APE (Alat Permainan Edukatif) (BKKBN, 2013).

Kegiatan Bina Keluarga Balita mempunyai tujuan yaitu: (1) Meningkatkan jumlah ibu balita yang mengikuti penyuluhan Bina Keluarga Balita; (2) Meningkatkan jumlah kelompok-kelompok Bina Keluarga Balita Baru; (3) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga, kesadaranserta kemampuan setiap ibu dan anggota keluarga dalam melakukan kegiatan program BKB untuk anak balitanya; (4) Meningkatkan peran serta dalam pengembangan BKB (BKKBN, 2013).

Pengelompokan peserta berdasar umur anak yaitu: (1) Kelompok peserta BKB yang mempunyai anak 0–1 tahun; (2) Kelompok peserta BKB yang mempunyai anak 1–2 tahun; (3) Kelompok peserta BKB yang mempunyai anak 2–3 tahun. (4) Kelompok peserta BKB yang mempunyai anak 3–4 tahun; (5) Kelompok peserta BKB yang mempunyai anak 4–5 tahun; (6) Kelompok peserta BKB yang mempunyai anak 5-6 tahun.

(4)

14

Pembagian kelompok umur ini sesuai dengan tugas perkembangan anak, dimana tiap-tiap kelompok umur tersebut mempunyai tugas perkembangan anak (BKKBN, 2013).

Terdapat tiga stratifikasi dalam BKB, yaitu dasar, berkembang, dan paripurna. Ciri-ciri stratifikasi dasar yaitu: (a) Belum ada Legalitas; (b) Pengurus 1 orang; (c) penyuluhan 1 kelompok umur; (d) kader terlatih 1 orang; (e) penyuluhan minimal 1 kali dalam 2 bulan; (f) memiliki buku dan media penyuluhan; (g) belum terpadu dengan kegiatan lain; (h) belum ada KKA; (i) laporan dan pencatatan belum lengkap (BKKBN, 2013).

Ciri-ciri stratifikasi berkembang yaitu: (a) sudah ada legalitas; (b) pengurus dua orang; (c) Penyuluhan tiga kelompok umur; (d) jumlah keluarga ikut BKB hadir pertemuan secara aktif 50% dan PUS yang ikut KB 50%-79%; (e) jumlah kader dua orang/kelompok umur dan 50% sudah terlatih; penyuluhan satu kali sebulan; (f) memiliki buku dan media penyuluhan minimal dua jenis; ada dukungan dana APBD/APBN; (g) sudah ada keterpaduan dengan satu kegiatan lain; (h) pencatatan pelaporan lengkap tetapi tidak rutin; (i) telah menggunakan KKA; dan pembinaan oleh Tim teknis Kecamatan (BKKBN, 2013).

BKB paripurna wadah kegiatan kelompok BKB yang sesuai kriteria yang ada sebagai model dan pusat pembelajaran kelompok BKB lainnya. (terpadu dengan lebih dari satu kegiatan) ciri-ciri stratifikasi paripurna yaitu: (a) sudah ada Legalitas (SK); (b) memiliki papan nama kelompok; (c) memiliki jadwal pertemuan; pengurus lebih dari tiga orang; (d) kader

(5)

15

lebih dari dua orang/kelompok umur; (e) kader terlatih 75% dari jumlah kader; penyuluhan lebih dari dua kali/bulan; (f) jumlah keluarga ikut BKB hadir pertemuan secara aktif 80% dan PUS yang ikut KB 80% s.d.100%; (g) memiliki buku penyuluhan; (h) memiliki media penyuluhan minimal tiga jenis dan memiliki tiga jenis media interaksi; (i) ada dukungan dana APBD/APBN dan swadaya; (j) sudah ada keterpaduan dengan lebih dari satu kegiatan lain; (k) telah menggunakan KKA dengan benar dan rutin; (l) terdapat pembinaan rutin oleh kecamatan dan kabupaten/kota; (m) pencatatan/pelaporan sudah lengkap dan rutin (BKKBN, 2013).

Gambar 1. Mekanisme Pembentukan Kelompok BKB Holistik Integratif Berdasarkan ciri-ciri stratifikasi BKB paripurna di atas, stratifikasi menjadi BKB holistik integratif bila terintegrasi dengan program pengembangan anak usia dini lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar anak.

b. Pelayanan Program BKB Holistik Integratif

Program holistik integratif ini antara BKB, PAUD, dan Posyandu. Program Bina Keluarga Balita (BKB) Holistik Integratif

Kelompok Rintisan/Dasar: • Membentuk kelompok BKB baru jika

belum ada kelompok BKB di daerah tersebut.

• Menghidupkan kembali kelompok BKB yang lama tidak aktif.

• Membentuk kelompok BKB di kegiatan anak usia dini, seperti: Pos PAUD dan TPA.

Kelompok Paripurna • Menguatkan kelompok

BKB yang sudah ada

(6)

16

merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orangtua terkait pengasuhan anak yang holistik, yaitu pengasuhan yang menyeluruh dalam memenuhi kebutuhan dasar anak. Kebutuhan dasar akan pendidikan, kesehatan, gizi dan perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan (BKKBN, 2016:3).

Program PAUD, BKB, dan Posyandu memerlukan pengorganisasian yang baik agar menghasilkan bentuk organisasi yang baik, mulai dari sistem kerja, struktur, sumber daya hingga aspek lainnya. Menurut Fattah dalam (Rachman, F., 2015:294) pengorganisasian merupakan proses membagi kerja ke dalam tugas-tugas kecil, membebankan tugas-tugas-tugas-tugas itu kepada orang sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan sumber daya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektifitas pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan menurut Handoko, T.H. pengorganisasian merupakan proses dan kegiatan untuk: 1) penentuan sumber daya sumber daya dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi, 2) perancangan dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok kerja yang dapat membawa hal-hal tersebut ke arah tujuan, 3) penugasan tanggung jawab tertentu, dan 4) mendelegasikan wewenang yang diperlukan kepada individu-individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Fungsi ini menciptakan struktur formal di mana pekerjaan ditetapkan, dibagi, dan dikoordinasikan. Menurut (Rue, L.W. & Byars, L.L., 2000) dalam (Rachman, F., 2015:295) pengorganisasian merupakan pengelompokan kegiatan yang dibutuhkan

(7)

17

untuk mencapai tujuan umum organisasi dan penetapan penanggungjawab untuk masing-masing kelompok kegiatan tersebut yang akan berwenang untuk mengawasi kinerja orang-orang yang ada di dalamnya.

PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (BKKBN, 2013) dan memiliki kemampuan dasar. Kemampuan dasar yang dimiliki akan saling mendukung perkembangan anak satu sama lain (Putra, & Ishartiwi, 2015). PAUD adalah bentuk layanan PAUD yang penyelenggaraannya diintegrasikan dengan layanan BKB dan Posyandu (BKKBN, 2013). Waktu penyelenggaraan dilaksanakan 3-5 kali dalam seminggu, fokus kegiatannya layanan kepada anak untuk mengembangkan seluruh potensi anak melalui kegiatan bermain. Tempat penyelenggaraan kegiatan pendidikan sebaiknya berada di lokasi yang mudah dijangkau masyarakat, menggunakan sarana/bangunan yang ada dengan syarat : aman bagi anak, memiliki ruangan atau halaman untuk bermain. Penyelenggaraan kegiatan PAUD diselenggarakan oleh kader dengan bimbingan Pengelola Program PAUD (BKKBN, 2013). Pada beberapa PAUD telah mengembangkan kurikulum untuk menunjang kemampuan dasar anak dengan mengembangkan keterampilan sosial dan emosional (Wilkinson, & Kao, 2019:1). PAUD menerapkan pendidikan dengan

(8)

18

mengembangkan analisis anak-anak, keterampilan bahasa, motorik, keterampilan berbudaya, etika, dan sosial (Felfe & Lalive, 2018:35). Demi peningkatan kualitas usia dini pemerintah menyambut positif. Pemerintah menginvestasikan dana yang besar untuk mendorong pendidikan anak usia dini (Busse & Gathmann, 2018:1).

Penerapan layanan PAUD HI di satuan PAUD (Kemendikbud, 2015) meliputi:

1) Layanan pendidikan

Layanan pendidikan sebagai layanan dasar yang diselenggarakan di satuan PAUD untuk mengembangkan berbagai potensi anak yang mencakup nilai–nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional dan seni. Penyelenggaraan layanan pendidikan pada satuan PAUD dapat memanfaatkan potensi–potensi yang ada di lakukan sekitar dan bekerjasama dengan instansi dan mitra terkait (Kemendikbud, 2015:10-11).

2) Layanan kesehatan, Gizi dan Perawatan

Layanan kesehatan, gizi, dan perawatan di satuan PAUD menjadi bagian dari kurikulum tingkat satuan PAUD yang diwujudkan dalam kegiatan rutin seperti: penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan yang dicatat dalam KMS secara berkala setiap bulan, pembiasaan makan makanan sehat dan seimbang atau pemberian makanan tambahan secara berkala (disesuaikan dengan kemampuan lembaga), pembiasaan mencuci tangan, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, pengenalan makan gizi seimbang dengan melibatkan

(9)

19

orang tua dalam menyiapkan bekal untuk anak sehari–hari, memantau asupan makanan yang dibawa anak setiap harinya termasuk jajanan yang dikonsumsi anak selama ada di satuan PAUD. Memberi fasilitas kepada tenaga medis untuk melakukan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK)/stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK), perbaikan gizi, seperti pemberian vitamin, pemberian imunisasi, pemeriksaan kesehatan mata, telinga, dan mulut (Kemendikbud, 2015: 12-13). 3) Layanan Pengasuhan

Pengasuhan pada satuan pendidikan anak usia dini holistik integratif dilakukan bekerjasama dengan orang tua melalui program parenting. Program parenting adalah seni yang sulit bagi kebanyakan orang tua dalam rentang masa kehidupan tertentu. Orang tua pun sering kali menanyakan cara paling baik untuk berinteraksi dengan anak–anak (Kemendikbud, 2015: 13-14).

4) Layanan Perlindungan

Perlindungan anak harus menjadi bagian dari misi lembaga, artinya semua anak yang ada di satuan pendidikan anak usia dini harus terlindung dari kekerasan fisik dan kekerasan non fisik, antara lain: memastikan lingkungan, alat, dan bahan main yang digunakan anak dalam kondisi aman, nyaman dan menyenangkan. Kemudian memastikan tidak ada anak yang terkena bully atau kekerasan fisik ataupun ucapan oleh teman, guru, atau orang dewasa lainnya di sekitar lembaga pendidikan anak usia dini. Memberi pengenalan dan

(10)

20

pemahaman kepada anak bagian tubuh yang boleh disentuh dan yang tidak boleh disentuh. Mengajarkan anak untuk dapat menolong dirinya apabila mendapatkan perlakukan tidak nyaman, misalnya meminta pertolongan atau menghindari tempat dan orang yang dirasakan membahayakan. Lingkungan yang terpenting adalah semua area lembaga pendidikan anak usia dini holistik integratif berada dalam jangkauan pengawasan guru (Kemendikbud, 2015: 14-15).

5) Layanan kesejahteraan

Layanan kesejahteraan diartikan bahwa lembaga pendidikan anak usia dini holistik integratif memperhatikan setiap anak terpenuhi kebutuhan dasarnya yakni kepastian identitas, kebutuhan fisik dan kebutuhan rohani (Kemendikbud, 2015: 13-15). Untuk melaksanakan layanan kesejahteraan bagi anak, satuan pendidikan anak usia dini holistik integratif melakukan hal–hal berikut: membantu keluarga yang anaknya belum memiliki akta kelahiran dengan cara melaporkan ke kelurahan untuk diproses pembuatan akte kelahirannya, menyisihkan dana bantuan operasional dan dana dari sumber lainnya untuk program makanan tambahan sehat sederhana berbahan baku lokal. Penyiapan makanan tambahan dilakukan dengan cara melibatkan orang tua, membantu keluarga yang belum memiliki akses layanan kesehatan dengan mendaftarkan keluarga tersebut sebagai penerima jaminan kesehatan. Memperlakukan semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus

(11)

21

sesuai dengan potensi yang dimiliki, kemampuan yang dicapai, dan pemberian dukungan yang sesuai utnuk menumbuhkan rasa percaya diri, keberanian dan kemandirian anak (Hijriyani & Machali, 2017: 123-124).

Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (AKI dan AKB) (BKKBN, 2013). Sasaran adalah bayi, balita, ibu hamil dan Pasangan Usia Subur (PUS). Kegiatan ini dilaksanakan dengan menggunakan sistem 5 meja yaitu meja pendaftaran, penimbangan, pencatatan, penyuluhan dan pelayanan. Penanggung jawab operasional berasal dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) bekerjasama dengan Dinas Kesehatan (BKKBN, 2013).

Posyandu merupakan kegiatan bidang Kesehatan dan Keluarga Berencana dengan kegiatan penimbangan anak balita, pemberian makanan tambahan, pelayanan imunisasi, pelayanan kesehatan dan Keluarga Berencana serta penyuluhan umum tentang kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan. Kegiatan Posyandu meliputi pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB),

(12)

22

gizi, imunisasi dan penanggulangan diare melalui sistem 5 meja, yakni: meja 1 pendaftaran, meja 2 penimbangan, meja 3 pencatatan hasil, meja 4 penyuluhan, dan meja 5 pelayanan professional (BKKBN, 2013). Waktu penyelenggaraan dilaksanakan satu bulan sekali atau hari buka posyandu satu hari dalam sebulan. Hari dan waktunya dipilih sesuai hasil kesepakatan dan fokus kegiatannya pada layanan kesehatan ibu hamil, perbaikan gizi dan peningkatan kualitas bayi dan balita. Tempat penyelenggaraan kegiatan Posyandu sebaiknya berada di lokasi yang mudah dijangkau masyarakat. Penyelenggaraan kegiatan merupakan kegiatan Posyandu diselenggarakan oleh kader Posyandu dengan bimbingan dari Puskesmas (BKKBN, 2013).

Sasaran langsung kegiatan BKB holistik integratif ini adalah (a) Orang tua / anggota keluarga yang lain yang mempunyai anak usia 0-6 tahun; (b) Anak usia 0-6 tahun; Keluarga (keluarga baru, PUS, WUS, remaja, bumil, busui, usia lanjut); dan seluruh masyarakat. Sasaran tidak langsung, meliputi: (a) organisasi pengelola kegiatan yaitu kelompok BKB, kelompok PAUD dan Posyandu; (b) Kader Posyandu, kader SDIDTK, kader BKB, kader PAUD, pendidik PAUD; (c) PKK dan Pokja-pokjanya; (d) Tokoh masyarakat / tokoh agama yang mempunyai potensi dalam pengembangan anak usia dini; (e) Organisasi pemerintah, swasta yang terkait dalam upaya pendidikan anak usia dini (BKKBN, 2013). Waktu penyelenggaraan dilaksanakan satu bulan sekali atau satu bulan 2 kali. Hari dan waktunya dipilih sesuai hasil kesepakatan antara orangtua dan kader dan fokus kegiatannya pada layanan kepada keluarga

(13)

23

tentang pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak. Tempat penyelenggaraan kegiatan BKB sebaiknya berada di lokasi yang mudah dijangkau masyarakat. Penyelenggaraan kegiatan BKB diselenggarakan oleh kader BKB dengan bimbingan Petugas lapangan KB (PLKB) (BKKBN, 2013).

Tujuan program BKB holistik integratif untuk meningkatkan kualitas pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak yang holistik atau terpadu melalui keterpaduan program BKB, PAUD, dan Posyandu. Sedangkan tujuan khusus, yaitu: (a) Meningkatnya peran masyarakat dalam penyelenggaraan ketarpaduan BKB, PAUD, dan Posyandu; (b) Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelenggaraan integrasi BKB, PAUD, dan Posyandu; (c) Meningkatnya jangkauan dan cakupan kegiatan/pelayanan ketarpaduan BKB, PAUD, dan Posyandu; (d) Meningkatkan efektivitas lima program di Posyandu dengan sistem lima meja; (e) Meningkatkan pelayanan posyandu sebagai sarana untuk memantau kondisi kesehatan ibu dan pertumbuhan anak secara dini, terutama yang berkaitan dengan penurunan angka kematian ibu dan bayi (AKI dan AKB); (f) Meningkatkan keberhasilan program BKB dalam upaya membina tumbuh kembang anak usia dini oleh keluarga; (g) Meningkatkan peran orang tua dalam proses pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak usia dini melalui praktek pengasuhan keluarga yang benar; (h) Meningkatkan efektivitas program PAUD melalui pos Pendidikan Anak Usia Dini; (i) Meningkatkan keberhasilan SDIDTK

(14)

24

yang menyeluruh dan terkoordinasi antara orang tua, masyarakat dan tenaga kesehatan (BKKBN, 2013).

(Sumber: BKKBN, 2013)

Gambar 2. Skema Keterpaduan Kegiatan BKB, PAUD, Posyandu Pelayanan holistik terintegrasi merupakan pelayanan utuh, menyeluruh dan terintegrasi untuk memenuhi kebutuhan dasar anak (Hariani, 2019: 139). Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Pelayanan, meliputi: (a) Pelayanan yang holistik dan integratif (kesehatan, gizi, perawatan kesehatan; pendidikan dan pengasuhan secara terpadu); (b) Pelayanan yang berkesinambungan (sejak janin sampai usia 6 tahun ); (c) Pelayanan yang tidak diskriminatif; (d) Partisipasi masyarakat, melibatkan masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi; (e) Pelayanan anak usia dini holistik (mencakup semua kebutuhan essesial anak yaitu aspek perawatan kesehtan, gizi, aspek pendidikan dan aspek Pengasuhan; (h) Integratif (lintas sektor/program, seperti BKB dengan Posyandu, PAUD,TPA; (i) Pelayanan untuk anak meliputi: pelayanan perawatan dilaksanakan

(15)

25

melalui posyandu dan pelayanan pendidikan kepada anak melalui Pos PAUD; (j) Pelayanan untuk keluarga/orangtua, meliputi: Penyuluhan kepada orangtua tentang pemenuhan kebutuhan dasar anak; konsultasi tentang prinsip pengasuhan serta pola asuh yang benar; kunjungan rumah untuk memantau perkembangan anak; membantu keluarga melakukan rujukan bila anak mengalami keterlambatan dalam tumbuh kembang (BKKBN, 2013).

(Sumber: BKKBN, 2013)

Gambar 3. Mekanisme Operasional Bina Keluarga Balita (BKB)

Gambar 4. Mekanisme Operasional

Posyandu

• Satu bulan sekali

• Tempat mudah dijangkau masyarakat • Diselenggarakan oleh fasilitator Posyandu BKB

• Satu bulan atau dua bulan sekali

• Tempat mudah dijangkau asyarakat • Diselenggarakan oleh fasilitator BKB PAUD

• Satu sampai lima kali dalam seminggu • Tempat mudah dijangkau masyarakat, bnagunan aman bagi anak, ada ruang atau halaman bermain

• Diselenggarakan oleh fasilitator PAUD

(16)

26 c. Model Pelayanan Holistik Integratif

1) Pelayanan Lengkap Terintegrasi Satu Atap

Pelayanan dengan jenis layanan yang lengkap dan utuh yang dilaksanakan terintegrasi oleh lembaga penyelenggara di satu lokasi (pelayanan pada hari dan tempat yang sama)

sumber :(BKKBN, 2013)

Gambar 5. Pelayanan Lengkap Terintegrasi Satu Atap 2) Pelayanan Lengkap Terintegrasi tidak satu atap

Pelayanan dengan jenis layanan lengkap dan utuh (kesehatan, gizi, pengasuhan, pendidikan dan perlindungan) yang dilaksanakan terintegrasi oleh masing-masing penyelenggara di lokasi berbeda (Pelayanan pada hari yang sama tempat berbeda). Pelayanan Lengkap Terintegrasi satu atap pelaksanaan pelayanan tidak bersamaan

(17)

27 Sumber: (BKKBN, 2013)

Gambar 6. Pelayanan Lengkap Terintegrasi tidak satu atap

3) Pelayanan dengan jenis layanan lengkap dan utuh

Dilaksanakan pada satu tempat pada waktu yang berbeda (Pelayanan pada hari yang berbeda dan tempat yang sama).

(18)

28

Sumber: (BKKBN, 2013)

Gambar 7. Pelayanan dengan Jenis Layanan Lengkap dan Utuh

Pada pelayanan program holistik integratif Permata Hati menggunakan model pelayanan lengkap terintegrasi satu atap. Pada penyelenggaraannya di satu lokasi (pelayanan pada hari dan tempat yang sama).

2. Kajian Instruksional a. Pembelajaran

Pembelajaran bukanlah aktivitas sesorang ketika tidak melakukan aktivitas yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan, namun dapat dilakukan dimana saja dan pada level yang berbeda secara individual, kolektif, maupun sosial (Wenger, 1998:22). Pembelajaran

(19)

29

merupakan proses modifikasi dalam kapasitas manusia yang bisa dipertahankan dan ditingkatkan levelnya (Gagne, 1977). Pembelajaran merupakan proses alamiah, setiap individu terlibat dalam pembelajaran, berusaha menghubungkan peristiwa kehidupannya dengan makna-makna (Bogner, 1990: 110). Pembelajaran merupakan peristiwa alamiah yang dihasilkan dari situasi alamiah pula (Bogner, 2008:1). Agar pengajaran lebih efektif dan afektif, pembelajar harus secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran yang diarahkan guru menuju lingkungan kelas yang nyaman, kondisi emosional, sosiologis, psikologis, dan fisiologis yang kondusif (Dunn & Dunn, 1978; 1992). Pembelajaran merupakan proses interaktif antara guru dan peserta belajar atau atar kelompok peserta belajar dengan tujuan mendapatkan pengetahuan, keterampilan, sikap (Nasution,1989:102). Sedangkan menurut Raharjo (2005: 10) pembelajaran dapat membawa seseorang pada perubahan diri dan dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial melalui proses aktivitas belajar yang melibatkan perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai bentuk penyesuaian diri dan sosial individu.

Dari uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan pembelajaran merupakan proses alamiah dalam lingkungan individu maupun kelompok yang melibatkan perubahan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

b. Pembelajaran sebagai Objek Formal Teknologi Pendidikan

Belajar merupakan objek formal Teknologi Pendidikan pada manusia tersebut secara pribadi atau organisasi (Miarso, 2013:62). Selama masih

(20)

30

ditemui masalah pendidikan utamanya kelas-kelas pembelajaran, selama itu pula masih dibutuhkannya ilmu teknologi pembelajaran (Trilisiana, & Wahyono, 2017:142)

Teknologi Pembelajaran adalah suatu bidang yang meliputi penerapan proses secara kompleks dan terpadu dalam menganalisis dan memberi solusi pada permasalahan belajar manusia. Belajar tidak hanya di bangku sekolah maupun pelatihan saja. Belajar dapat dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja dengan cara dan apa yang sesuai dengan kondisi dan tujuan (Abdulhak, 2017:116). Learning (belajar) tidak sekedar hanya mengingat, menghafal, namun belajar dimaksudkan ialah bagaimana seorang dapat mengembangkan diri berdasar persepsi yang dia pelajari, berdasar lingkungan, dan berdasar masyarakat tempat ia berada, mencapai impian, dan lainnya. Belajar dalam kawasan teknologi pendidikan meliputi karya dan kerja teknolog pendidikan serta pembelajaran (Prawiradilaga, 2012: 58).

Belajar merupakan esensi teknologi pendidikan. Konsep belajar dipandang berbagai perspektif tergantung aliran mana yang sedang dipakai, seperti: kognitivistik, behavioristik, humanistik, pemrosesan informasi, konstruktivistik, dan konteks sosial.

c. Perencanaan Pembelajaran

Keberhasilan pembelajaran ditentukan rencana pembelajaran dan pengemasan berdasar kondisi peserta belajar, seperti: bakat, minat, maupun kebutuhan. Dalam pembelajaran terpadu perlu dilakukan sebagai tahap

(21)

31

perencanaan, seperti: tahap perencanaan berupa kompetensi dasar, pengembangan silabus, dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (Idi, 2016). Menurut Hadisubroto dalam (Trianto, 2014:63) desain pembelajaran terdapat empat poin yang memerlukan perhatian: (1) menentukan tujuan, (2) menyusun skenario KBM menentukan materi/media, (3) materi/media, (4) evaluasi. Tahapan perencanaan menurut Trianto (2014:64) terdiri: (1) Menentukan jenis mata pelajaran dan jenis keterampilan; (2) Memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator; (3) Menentukan sub keterampilan.

Perencanaan merupakan proses menerjemahkan kurikulum yang berlaku menjadi program-program pembelajaran. Terdapat program yang perlu dipersiapkan instruktur sebagai penerjemahan kurikulum, yaitu penyusunan alokasi waktu, program semester, tahunan, silabus, dan program harian atau RPP (Sanjaya, 2015: 49). Penentuan alokasi waktu merupakan menentukan waktu efektif yang disediakan dalam pembelajaran pada satu tahun ajaran. Hal tersebut perlu dilakukan agar dapat menyesuaikan standar kompetensi dan kompetensi dasar minimal capaian sesuai ketetapan rumusan standar isi. Silabus ialah rencana pembelajaran dalam kelompok mata pelajaran/materi tertentu yang terdiri standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian (Sanjaya, 2015: 49).

Kurikulum yang digunakan mengacu pada kurikulum terintegrasi, batas-batas mata pelajaran satu dengan yang lain sudah tidak terlalu jelas,

(22)

32

karena beberapa materi tersebut sudah dirumuskan dalam bentuk unit. Semua materi terpadu menjadi satu kesatuan yang utuh (Hamalik, 2017:158). Menurut Nasution dalam (Idi, 2016) kurikulum pada dasarnya terletak pada pemecahan suatu masalah, yaitu “problem sosial” yang dianggap menarik dan penting bagi peserta didik.

Pada kurikulum integratif, disusunlah unit sumber (research unit) yang mencakup bahan (subject matter), kegiatan belajar (learning activity), dan sumber-sumber (resources) yang sangat luas. Sumber unit difungsikan sebagai sumber satuan pelajaran (learning unit) yang dipelajari peserta belajar. Perbedaan individu peserta belajar tidak harus mempelajari hal-hal yang sama, dan ada kebebasan peserta belajar untuk memilih materi sesuai minat, kemampuan, dan bakat mereka. Pemahamannya bahwa unit sumber (resource unit) merupakan apa yang ideal dapat dipelajari peserta belajar, sedangkan satuan pelajaran (learning unit) adalah yang secara aktual dipelajari peserta belajar ( Idi, 2016:177).

Ciri-ciri kurikulum terintegrasi yaitu: (1) Berdasar filsafat pendidikan demokrasi; (2) Berdasar landasan sosiologis dan sosio kultural; (3) Berdasar psikologi belajar Gestalt atau organismik; (4) Berdasar minat, kebutuhan, dan tingkat perkembangan peserta belajar; (5) Sistem penyampaian dengan pengajaran unit pengalaman dan unit pelajaran; (6) Kurikulum ini tidak hanya ditunjang semua mata pelajaran tetapi lebih luas, karena mata pelajaran baru bisa saja muncul sebagai pemecahan masalah; (7) Peran fasilitator sama aktifnya dengan peran peserta belajar. Bahkan

(23)

33

peran peserta lebih menonjol, sedangkan fasilitator selaku pembimbing (Hamalik, 2017:159).

Kurikulum dan pedoman pembelajaran menganut dari Buku Panduan Penyuluhan BKB holistik integratif bagi Kader (BKKBN, 2016). Ada 13 pertemuan yang sudah integrasi dengan judul dari setiap pertemuan adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Materi Pembelajaran

Rifa’i (2008: 39) menjelaskan bahwa dalam mendesain kegiatan pembelajaran non formal, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Menciptakan iklim belajar

Pembelajaran dengan kondisi stabil mempunyai fungsi dalam pembelajaran. Suasana kegiatan belajar yang menyenangkan dapat

(24)

34

menarik minat peserta belajar untuk belajar leih optimal. Kebalikannya dengan kondisi belajar yang terkesan formal dan tegang dapat berakibat kurang semangat belajar. Iklim belajar selain dipengaruhi hubungan manusia juga dipengaruhi kondisi fisik lingkungan sekitar peserta belajar seperti setting kursi dan ruang belajar, tersedianya media pembelajaran, bahan ajar, dan alat pembelajaran lain yang berpengaruh terhadap motivasi belajar.

Kegiatan pembelajaran akan menjadi lebih gampang dan memiliki makna dengan memberikan suasana belajar yang bebas dari ancaman. Ancaman tersebut dapat datang dari perilaku fasilitator, evaluasi, maupun tamatan lulusan. Tugas pendidik dalam menjadikan iklim belajar bebas dari ancaman adalah:

a) Mewujudkan keadaan lingkungan lebih menyenangkan , misalnya tersedianya infrastruktur pembelajaran dan interaksi antara peserta belajar.

b) Berpandangan setiap peserta belajar merupakan manusia yang bermanfaat dan menghargai perasaan, dan pendapat.

c) Menjalin hubungan dalam hal saling membantu antara peserta belajar dengan menumbuhkan kegiatan kerjasama dan tidak ada persaingan.

2) Mengidentifikasi dan Mendiagnosis Kebutuhan Belajar

Kebutuhan merupakan kondisi syarat antara apa yang sebenarnya atau yang direka dengan yang seharusnya. Seorang ingin belajar sebab dia merasa kebutuhan yang harus terpenuhi. Pencapaian hasil belajar

(25)

35

dipengaruhi oleh kebutuhan yang dibawa oleh seseorang. Pembelajaran akan menjadi optimal dan sesuai dengan harapan jika pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.

Perumusan tujuan pembelajaran berasal dari kebutuhan belajar yang didesain saat proses belajar. Semakin tepat penetapan kebutuhan belajar maka semakin tepat pula peserta belajar mengidentifikasi tingkat kompetensinya. Oleh sebab itu proses identifikasi dan diagnosis kebutuhan belajar perlu melibatkan fasilitator dan peserta belajar. Fasilitator hanya sedikt membantu peserta belajar dengan tujuan mendorong peserta belajar untuk mendiagnosis kebutuhan belajarnya sendiri supaya dapat mengarahkan belajarnya sendiri.

3) Merumuskan tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran diterjemahkan dari identifikasi kebutuhan belajar. Tujuan pembelajaran yang diselaraskan dengan kebutuhan pembelajaran dapat memberi motivasi pemebelajaran bagi peserta belajar. Tahapan proses penerjemahan kebutuhan belajar ke dalam tujuan pembelajaran meliputi: (a) mengorganisir kebutuhan ke dalam sistem prioritas, (b) memilah kebutuhan melalui filter antara lain filsafat pendidikan, minat peserta belajar terbanyak, (c) menterjemahkan kebutuhan belajar dalam tujuan pembelajaran.

4) Merancang pengalaman belajar

Pengalaman menjadi sumber belajar bagi peserta belajar. Bentuk pengalaman yang dipertimbangkan adalah membuat organisasi kurikulum dan format belajar yang akan diikuti peserta belajar. Dalam

(26)

36

pengorganisasian kurikulum dan format belajar akan diikuti oleh peserta belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum sangat penting memperhatikan prinsip-prinsip adanya urutan dengan pengalaman belajar sebelumnya sehingga memberi kesatuan pandangan dan sikap yang dilandasi oleh aspek-aspek psikologis peserta belajar yang diletakkan pada peserta belajar, bukan pada materi pembelajaran yang harus dipelajari. Penetapan format belajar perlu memperhatikan tujuan pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran, pengelompokan antar peserta belajar yang akurat akan menjamin proses belajar menjadi ebih efektif. Beberapa cara yang dipilih dalam mengelompokkan peserta belajar adalah mengelompokkan berdasarkan kebutuhan, berdasar kesamaan kemampuan, kesamaan karakteristik, pengelompokan berdasar campuran kemampuan atau karakteristik, dan berdasar keeratan hubungan.

5) Mengelola kegiatan belajar

Mengelola kegiatan belajar merupakan penjabaran rancangan pola-pola pengalaman belajar dalam urutan kegiatan belajar dan melakukan pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan fasilitas belajar, dan teknik pembelajran yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kedudukan pendidik sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Rangkaian proses pembelajaran mempunyai tiga tahap, yaitu: pertama kegiatan pendahuluan, kedua berupa kegiatan inti, dan terakhir berupa kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan saat pembelajaran dapat diawali dengan membuat suasana belajar lebih kondusif, memberikan

(27)

37

semangat belajar, memberikan acuan belajar dan mengkaitkan pembelajaran secara konseptual. Sedangkan pada kegiatan inti disesuaikan dengan teknik pembelajaran yang akan dipakai fasilitator dalam memberikan bimbingan belajar dan balikan. Pada kegiatan penutup ada tiga pokok yang dilakukan oleh fasilitator antara lain mengkaji kembali (review), evaluasi, dan tindak lanjut.

6) Evaluasi dan diagnosis kembali kebutuhan belajar

Evaluasi adalah proses pengumpulan, analisis, dan penafsiran data yang hasilnya dimanfaatkan untuk membuat keputusan hasil belajar. Evaluasi pembelajaran berperan penting dalam pembelajaran, sebab evaluasi akan diketahui tingkat keefektian pembelajaran yang telah dirancang dan dilaksanakan. Namun, pelaksanaan evaluasi pembelajaran perlu melibatkan peserta belajar supaya mereka melakukan evaluasi diri (self evaluation) dan mengetahui ketercapaian diri dalam melaksanakan pembelajaran. Evaluasi melibatkan peserta belajar agar memberi kebebasan sehingga menghindarkan dari paksaan belajar. Adanya kesadaran diri mereka mengikuti pembelajaran.

Ada pun komponen sistem yang harus ada dalam perencanaan pembelajaran menurut Suprijanto (2005: 56) adalah:

1) Komponen Raw-Input

Menurut Sardiman (2001: 109) peserta belajar adalah pribadi yang menarik, mereka tiba di institusi pendidikan sudah dibekali potensi psikologis dan latar belakang kehidupan beragam. Tiap personal

(28)

38

memiliki keahlian dan kemampuan yang berbeda. Perbedaan tersebut harus dapat dikembangkan peserta belajar. Berkaitan mengenai perencanaan pembelajaran adalah perencanaan seharusnya sesuai karakteristik tiap peserta belajar, seperti: jenis, umur, minat, bakat, kecerdasan, motivasi belajar, kemampuan konsentrasi, kebiasaan, dan sikap.

2) Komponen Instrumental-Input

Komponen instrumental-Input adalah fasilitas yang berhubungan dengan proses pembelajaran seperti pendidik, kurikulum, metode, dan media pembelajaran.

a) Pendidik

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidian Nasional menjelaskan tenaga pendidik atau guru adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri daan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan menurut Hamalik (2008: 9) tenaga pendidik merupakan elemen dalam bertugas melakukan aktivitas mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan atau memberi pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Tiap tenaga pendidik wajib memiliki keahlian profesional dalam proses pembelajaran dan dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1) Sebagai fasilitator, dengan peran memberikan kemudahan-kemudahan peserta belajar dalam melaksanakan pembelajaran.

(29)

39

(2) Sebagai pembimbing, ikut mendampingi dan menolong peserta belajar mengatasi permaslahan dalam proses pembelajaran.

(3) Sebagai penyedia lingkungan, berusaha membuat suasana lingkungan yang menggembirakan bagi peserta belajar dalam melakukan aktivitas belajar.

(4) Sebagai komunikator, yang melaksanakan dialog antar peserta belajar maupun dengan masyarakat sekitar.

(5) Sebagai model, berupaya menjadi contoh bagi peserta belajar supaya bisa memiliki perbuatan sesuai apa yang semestinya dilakukan.

(6) Sebagai evaluator, yang melaksankan penilaian demi memajukan pembelajaran peserta belajar.

(7) Sebagai inovator, berupaya dalam menyebarluaskan upaya-upaya pembaruan kepada masyarakat.

Peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa upaya fasilitator dalam merencanakan pembelajaran bukan hanya sebagai pemberi wawasan yang sudah tersedia dan sebagai pengambil kebijakan, tetapi peserta belajar bersama melakukan perencanaan saat melangsungkan proses pembelajaran. Dasar perkembangannya ialah mengembalikan pembelajaran kepada peserta belajar.

(30)

40 b) Kurikulum

Hamalik (2008: 17) menjelaskan kurikulum dipandang sebagai keahlian yang berisi materi pelajaran dengan diadakan pemilahan lalu penyusunan secara sistematis yang disampaikan kepada peserta belajar sehingga mendapatkan beberapa ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya.

Ibrahim (2003: 100) menjelaskan kurikulum merupakan sesuatu yang disajikan pendidik untuk diolah lalu dipahami oleh peserta belajar dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Kurikulum adalah sekumpulan beberapa materi belajar dalam wujud pesan atauinformasi yang akan disampaikan oleh pendidik kepada peserta belajar, meliputi: ide, fakta, makna, dan data yang bentuk penyampaiannnya dapat berupa penyampaian kalimat pembicaraan lisan, tulisan, gambar, tanda, dan sebagainya. Depdiknas (2003: 13) menjelaskan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta yang difungsikan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.

Sesuai dengan Sistem Pendidikan Nasional dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 36 ayat (2) menyebutkan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diverifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta belajar. Oleh sebab itu, dalam menyusun materi belajar hendaknya disesuaikan dengan

(31)

41

kebutuhan peserta belajar dan norma yang berlaku di masyarakat sekitar yang diidentifikasi melalui proses assesmen sebelumnya. Materi belajar berlandaskan kurikulum yang berkembang seharusnya melalui cara mengikutsertakan peserta belajar dan masyarakat sekitar secara menyeluruh agar dapat memperoleh materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta belajar untuk dapat menerapkan dalam kehidupan nyata.

c) Metode

Rifa’i (2008: 87) mengemukakan metode pembelajaran atau cara yang digunakan untuk mengelola tugas-tugas belajar agar memperlancar jalannya suatu aktivitas belajar. Sedangkan Hamalik (2008: 80) menjelaskan metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Metode pembelajaran merupakan corak dalam mewujudkan proses pembelajaran yang diyakini efektivitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Peneliti menyimpulkan metode ialah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran harus didesain berdasar tujuan yang hendak dicapai.

Untuk menetukan metode pembelajaran haruslah mampu memotivasi peserta belajar agar beraktivitas sesuai gaya belajar. Gaya belajar sebagai pola-pola sikap dan performa yang tetap yang dipunyai tiap perseorangan supaya mendekati pengalaman belajar

(32)

42

(Keefee, 1983: 56). Gaya belajar ialah gabungan karakteristik afektif, kognitif, dan sikap psikologis cara peserta belajar, berinteraksi, dan merespon lingkungan (Sciering, 1999: 17). Proses pembelajaran perlu dilakukan deengan interaktif, menyenangkan, inspiratif, memberi ruang lingkup bagi pengembangan kreativitas berdasar minat, bakat, psikologi peserta belajar, dan pengembangan fisik (Sanjaya, 2015:61).

Sedangkan menurut Hamalik (2008: 80) faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan metode pembelajaran adalah sebagai berikut:

(1) Tujuan belajar yang digunakan apakah bersifat kognitif, afektif, dan psikomotorik.

(2) Isi atau materi belajar untuk mencapai tujuan belajar yang telah direncanakan.

(3) Keadaan peserta belajar seperti: umur, pendidikan, pengalaman, agama, budaya, dan kondisi fisiknya.

(4) Alokasi waktu yang tersedia seperti jam pelajaran, pagi, siang, dan malam.

(5) Fasilitas belajar yang tersedia seperti ruangan belajar, alat, dan perlengkapan belajar.

(6) Kemampuan fasilitator, pelatih, atau pengajar mengenai metode pembelajaran.

(33)

43 d) Media Pembelajaran

Kamus Bahasa Indonesia (2007: 100) kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Hamdani (2011: 234) menjelaskan media pembelajaran adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan peserta belajar yang dapat merangsang peserta belajar untuk belajar. Media pada proses pembelajaran bisa berarti alat bantu supaya memudahkan capaian tujuan pembelajaran. Pandangan Heinich, Molenda, dan Russel (1990) “media is a channel of communication.” Rossi & Breidle (1966), menyatakan media pembelajaran ialah semua alat dan bahan yang bisa digunakan sebagai tujuan pendidikan, misalnya televisi, radio, buku,majalah, koran, dan lainnya.

Peneliti dapat menyimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat atau bahan sebagai alat bantu dalam memudahkan tercapainya tujuan pembelajaran.

Gerlach mengatakan pada umumnya media terdiri dari: bahan, orang, peralatan maupun kegiatan yang menghasilkan peserta belajar mendapatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Sanjaya, 2015: 2014-205). Pandangan Kemp & Dayton (1985), media mempunyai peranan penting terhadap proses pembelajaran, yaitu: (a) Pembelajaran lebih memiliki daya tarik, transfer pesan pembelajaran sesuai standar; (b) Transfer pesan pembelajaran

(34)

44

sesuai standar; (c) Waktu pembelajaran dapat lebih singkat; (d) Pemelajaran tiak hanya satu arah, namun lebih interaktif; (e) Peningkatan kualitas pembelajaran; (f) Proses pembelajaran bisa dilaksanakan di mana maupun kapan pun; (g) Peranan guru berubah menjadi lebih ke arah positif, maksudnya pendidik bukan satu-satunya sumber belajar; (h) Perilaku positif pada materi lebih meningkat (Sanjaya, 2015: 210). Rudy Brets mengklasifikasi media menjadi yakni: (a) Media audiovisual diam, antara lain film rangkaian suara; (b) Media audiovisual gerak, antara lain: pita video, film, film suara; (c) Media visual bergerak, seperti film bisu; (d) Audio semi gerak, antara lain: tulisan jauh bersuara; (e) Media audio, meliputi: telepon, radio, pita audio; (f) Media visual diam, meliputi: foto, halaman cetak, slide bisu, microphone; (g) Media cetak, meliputi: bahan ajar mandiri, modul, buku (Sanjaya, 2015: 212).

Pengelompokan media menurut Anderson, sebagai berikut: (a) Audio, meliputi: radio (rekaman siaran), piringan audio, pita audio; (b) Cetak, meliputi: buku teks terprogram, buku pegangan/manual, buku tugas; (c) Audio-cetak, meliputi: buku latihan beserta kaset, gambar/poster (disertai audio); (d) proyek visual diam, meliputi: film rangkai (berisi pesan verbal), film bingkai (berisi slide); (e) Proyek visual diam dengan audio, seperti: film bingkai (slide) suara, film rangkai suara; (f) Visual gerak, meliputi: film bisu berjudul (caption); (g) Visual gerak dengan

(35)

45

audio, meliputi: film suara, video/vcd/dvd; (h) Benda, meliputi: model tiruan (mock-up), : benda nyata; (h) Komputer, meliputi: media berbasis komputer, CAI (Computer Assited Instructional), CMI (Computer Managed Instructional) (Sanjaya, 2015: 213). e) Komponen Enviromental-Input

Slameto (2003: 60) mengemukakan bahwa lingkungan belajar peserta belajar berpengaruh terhadap hasil belajar peserta belajar terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Menurut pendapat yang dijelaskan di atas, peneliti dapat simpulkan bahwa perencanaan pembelajaran hendaknya memiliki elemen, meliputi:

a) karakteristik peserta belajar, b) pendidik,

c) kurikulum dengan isi materi belajar sesuai kebutuhan peserta, d) metode hendaknya sesuai tujuan, bahan, dan situasi peserta

belajar,

e) memilih alat bantu media pembelajaran harus sesuai dalam mendukung relevan, efektif, dan efisien proses pembelajaran, f) Situasi lingkungan belajar peserta belajar akan berdampak

terhadap hasil belajar.

Hal-hal yang perlu diperhatkan dalam persiapan pembelajaran (BKKBN, 2016: 6-7) antara lain:

(36)

46

Pengelolaan kegiatan pertemuan BKB dilaksanakan oleh kader/fasilitator. Kader/fasilitator BKB adalah anggota masyarakat yang bekerja secara sukarela dalam membina dan menyampaikan informasi kepada orangtua balita tentang bagaimana mengasuh anak secara baik dan benar.

Syarat-syarat kader/fasilitator BKB HI yaitu: (1) Laki-laki atau perempuan yang tinggal di lokasi kegiatan mempunyai minat terhadap anak; (2) Paling sedikit dapat membaca dan menulis, menguasai bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat; (3) Bersedia bekerja sebagai tenaga sukarela; (4) Bersedia dilatih sebelum melaksanakan kegiatan; (5) Mampu berkomunikasi dengan orangtua balita secara baik.

Kader/fasilitator mempunyai tugas sebagai berikut: (1) Melaksanakan pertemuan sesuai dengan materi dan tahapan kegiatan yang telah ditentukan pada buku pegangan kader ini; (2) Mengadakan pengamatan perkembangan peserta BKB dan anak balitanya; (3) Memberikan pelayanan dan mengadakan kunjungan rumah; (4) Memotivasi orangtua untuk merujuk anak yang mengalami masalah tumbuh kembang anak; (5) Memotivasi orangtua untuk mau melakukan tugas rumah yang ada di setiap pertemuan; (6) Membuat laporan kegiatan dari masing-masing kelompok umur pada formulir yang telah disediakan (BKKBN, 2016).

Pembagian tugas kader/fasilitator pembagian tugas fasilitator. (1) Kader inti adalah penyampai materi pada tahapan kegiatan inti dan kesimpulan dalam pertemuan dengan orangtua peserta BKB dan

(37)

47

bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan. (2) Kader piket yang bertugas mengasuh anak dan balita yang hadir saat pertemuan. (3) Kader bantu adalah penyampai materi pada tahapan kegiatan pembukaan, pengenalan topik, penyampaikan tugas rumah dan penutup. (4) Semua kader bertugas bersama-sama dalam tahapan pengisian KKA (BKKBN, 2016).

b) Tata ruang pertemuan

Sumber (BKKBN, 2016: 7)

Gambar 8. Tata Ruang Pembelajaran c) Pengaturan waktu

Pengaturan dalam pembelajaran sebagai berikut: (1) Selalu buat “waktu tambahan” untuk keterlambatan tidak terduga seperti terlambat mulai atau waktu tambahan untuk menjelaskan dan tanya jawab; (2) Pastikan untuk menyampaikan materi dalam rentang waktu yang telah dituliskan dalam buku pegangan kader; (3) Beri contoh kepada peserta dengan datang ke tempat pelatihan lebih awal dan memulai pelatihan tepat waktu; (4) Minta bantuan relawan atau kader lainnya untuk memastikan pertemuan sesuai jadwal dan memberikan tanda jika waktu hampir habis (BKKBN, 2016).

(38)

48 d) Pencairan Suasana

Pencairan suasana kelas dapat dilakukan dengan cara : (1) Beritahu para peserta tujuan dari kegiatan mencairkan suasana adalah untuk penyegaran agar peserta tidak jenuh; (2) Pastikan kegiatan sesuai dengan umur dan jenis kelamin peserta; (3) Perhatikan batasan fisik para peserta; (4) Lakukan dengan singkat (tidak lebih dari 10 menit); (5) Pastikan kegiatan dapat dilakukan dengan ruangan yang tersedia; (6) Beri setiap peserta pilihan untuk melewatkan gilirannya atau tidak ikut serta; (7) Buatlah contoh dengan antusias ikut serta (jangan minta peserta melakukan hal yang kader sendiri tidak mau melakukannya); (8) Jangan lakukan kegiatan yang terlalu rumit atau sulit (BKKBN, 2016).

e) Penyampaian materi

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian materi: (1) Pastikan kader paham apa yang akan disampaikan; (2) Jangan terburu-buru menyampaikan materi; (3) Berjalanlah berkeliling ruangan (tidak hanya berdiri/duduk pada satu posisi saja) dan buatlah nada dan volume suara yang berbeda sehingga menarik; (4) Sisipi penyampaian materi dengan kegiatan interaktif dan humor (hanya jika pantas dan diperlukan); (5) Pastikan bahwa cerita pribadi dan analogi memiliki detail yang jelas dan pastikan semua mengerti poin penting yang disampaikan; (6) Bagilah peserta yang berbeda-beda dalam setiap diskusi kelompok agar peserta dapat saling berbaur; (7) Berikan informasi mengenai bahan-bahan lain yang kader rasakan berguna

(39)

49

dalam menghadapi anak-anak untuk membantu peserta mengerti materi yang disampaikan (BKKBN, 2016).

f) Penggunaan bahan dan alat (Media dan Sumber Belajar) dalam (BKKBN, 2016) sebagai berikut:

(1) Kantong wasiat

Kantong wasiat terdiri dari 7 kantong dan 13 kotak pertemuan yang berisi kartu-kartu panduan pelaksanaan kegiatan. Tujuan penggunaan kantong dan kartu wasiat adalah sebagai panduan bagi kader dalam melaksanakan tahapan-tahapan kegiatan secara berurutan.

(2) Lembar balik, merupakan lembar balik seri Menjadi Orangtua Hebat sebanyak 8 unit. Tujuan penggunaan lembar balik adalah sebagai alat bantu bagi kader dalam menyampaikan pesan/informasi terkait topik bahasan. Kader perlu memahami penggunaan lembar balik, dimana ada lembaran yang ditunjukan bagi peserta da nada lembaran yang hanya ditujukan bagi kader, untuk menyampaikan informasi kepada peserta.

(3) Alat Permainan Edukatif (APE)

Suatu alat permainan yang khusus digunakan dalam pendidikan anak yang memiliki tujuan tertentu, antara lain untuk merangsang berbagai kemampuan anak balita dalam hal gerakan kasar dan halus (otot tubuh, anggota badan, jari-jari tangan), berbicara dan mengadakan hubungan dengan orang lain, kecerdasan,

(40)

50 (4) Film animasi

Sosialisasi tentang pertemuan BKB dan bahan informasi terkait pengasuhan sejak memulai hidup berkeluarga, masa kehamilan, hingga anak berusia 6 tahun. sebagai bahan diskusi dan penyampaikan informasi yang digunakan pada pertemuan 11,12,13 terkait topik dampak media, dan pembentukan karakter anak. sebagai bahan diskusi dan penyampaikan informasi yang digunakan pada pertemuan 11,12,13 terkait topik dampak media, dan pembentukan karakter anak.

(5) Poster sebagai alat bantu dalam menyampaikan informasi kepada peserta.

(6) KKA (Kartu Kembang Anak)

KKA adalah kartu yang digunakan untuk memantau kegiatan pengasuhan yang dilakukan orangtua dan tumbuh kembang anak. KKA ini diisi oleh kader bersama dengan orangtua dan dilakukan pada saat pertama kali orangtua dan balita hadir di tempat penyuluhan BKB kemudian dilanjutkan setiap bulan pada pertemuan berikutnya (BKKBN, 2016).

(7) Buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak)

Buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) adalah buku yang berisi catatan kesehatan ibu hamil hingga anak lahir dan berusia 5 tahun. Tujuan penggunaan buku KIA dalam pertemuan BKB adalah sebagai alat bantu dalam penyampaian pesan kesehatan dan gizi

(41)

51

pada pertemuan 4,5,6 serta alat bantu dalam menyampaikan informasi terkait perlindungan anak

(8) Alat tulis, berupa: pulpen, spidol, kertas digunkaan untuk membantu peserta dalam mencatat diskusi atau lainnya (BKKBN, 2016). g) Persiapan Materi

Beberapa hari sebelum pembelajaran melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Bacalah buku pegangan kader BKB terutama bagian yang sesuai dengan kebutuhan pertemuan, beri catatan untuk bagian-bagian yang sulit atau kurang jelas; (2) Pelajari bersama kader lainnya bagian-bagian yang sulit tersebut; (3) Kumpulkan semua bahan yang ada dalam daftar bahan dan alat untuk setiap pertemuan; (4) Praktekan bersama kader lainnya setiap permainan atau kegiatan yang ada pada tahapan kegiatan pertemuan, untuk meyakinkan bahwa kader dapat melaksanakannya bersama peserta nantinya; (6) Siapkan materi tambahan lainnya yang mungkin dibutuhkan, seperti alat tulis, pengeras suara dan minuman (BKKBN, 2016).

d. Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran merupakan proses yang diatur sesuai langkah-langkah tertentu agar dalam pelaksanaannya mencapai hasil yang sesuai harapan (Nana Sudjana, 2010). Ali (1983: 4) mengemukakan bahwa proses belajar merupakan sesuatu yang utama dari proses pembelajaran yang di dalamnya terjadi proses interaksi antara berbagai komponen, yaitu: pendidik, materi pelajaran dan peserta belajar. Interaksi lain juga melibatkan metode, media, dan lingkungan tempat belajar, sehingga

(42)

52

melahirkan situasi belajar mengajar yang memungkinkan guna menggapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses pembelajaran perlu dilakukan deengan interaktif, menyenangkan, inspiratif, memberi ruang lingkup bagi pengembangan kreativitas berdasar minat, bakat, psikologi peserta belajar, dan pengembangan fisik (Sanjaya, 2015:61). Pada hakikatnya, pelaksanaan proses pembelajaran adalah mendayagunakan lingkungan dan situasi yang menjadikan perubahan struktur kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta belajar.

Pelaksanaan pembelajaran menurut peneliti adalah cara proses dari perencanaan pengajaran yang sudah disepakati bersama antara fasilitator dan peserta belajar seperti metode, media, dan sumber belajar maka tercapinya tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.

Salah satu tugas pendidik adalah menciptakan situasi kelas sedemikian rupa sehingga membentuk interaksi yang mendorong peserta belajar dapat belajar secara aktif. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 40 ayat (2) menjelaskan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.

Menurut Rusman (2011: 326) pembelajaran menyenangkan merupakan proses pembelajaran yang di dalamnya ada ketertarikan yang kuat antara pendidik dan peserta belajar tanpa ada paksaan atau terekan. Pembelajaran menyenangkan adalah oila hubungan yang baik antara pendidik dan peserta belajar dalam proses pembelajaran. Pendidik memposisikan diri sebagai mitra belajar peserta, bahkan dalam hal tertentu

(43)

53

tidak menutup kemungkinan pendidik belajar dari peserta. Oleh sebab itu perlu menciptakan suasana yang demokratis dan tidak ada beban. Sebaliknya, pembelajaran menjadi tidak menyenangkan apabila suasana tertekan, perasaan terancam, perasaan menakutkan, merasa tidak berdaya, tidak semangat, malas atau tidak berminat, jenuh atau bosan, monoton, dan tidak menarik.

Peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam rangka menciptakan belajar yang menyenangkan, beberapa dapat dilakukan oleh fasilitator yaitu: menyapa anak dengan ramah, menciptakan suasana rileks bebas dari ancaman, memotivasi, bersikap layaknya teman, dan menggunakan metode yang bervariatif.

Sumber belajar (learning resource) adalah informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media yang dapat membantu peserta dalam belajar sebagi wujud dari kurikulum. Bentuknya tidak terbatas pada bentuk cetakan, video, format perangkat lunak atau kombinasi dari berbagai format yang dipergunakan oleh peserta belajar.

Menurut Sardiman (2001: 310) mendefinisikan sumber belajar, yakni dapat berupa orang, pesan, bahan, teknik, dan latar. Sumber belajar ialah sesuatu yang berisi pesan yang dipelajari sesuai materi pelajaran. Sumber belajar dapat berasal dari lingkungan/tempat, orang atau narasumber, objek, maupun bahan cetak maupun non cetak.

Pemilihan sumber belajar berdasarkan karakteristik peserta belajar dan karakteristik daerah setempat (Sanjaya, 2015: 62). Kriteria umum

(44)

54

untuk pemilihan sumber belajar yaitu (a) efisiens, (b) efektif, (c) ekonomis), (d) praktis, dengan analisis alternatif (Darmawan, & Wahyudin, 2018:33).

Berdasarkan pengertian tersebut, maka sumber belajar dapat digolongkan sebagai berikut:

1) Tempat atau lingkungan fisik, baik lingkungan sosial maupun alam. Lingkungan yang dimaksud mengandung makna di mana saja individu dapat melaksanakan belajar atau proses perubahan tingkah laku, maka tempat itu dapat dikategorikan sebagai sumber belajar, misalnya: museum, perpustakaan, pasar, sungai, gunung, sawah, tempat pembuangan sampah, tumbuhan, hewan, dan lain-lain.

2) Benda, yaitu segala benda yang memungkinkan terjadi perubahan tingkah laku bagi peserta, maka benda tersebut dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya: candi, situs, dan benda-benda peninggalan lainnya.

3) Orang atau siapa pun yang memiliki keahlian tertentu agar peserta dapat belajar sesuatu, maka yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya: guru, tutor, ahli geografi, dan ahli lainnya. 4) Buku yaitu segala macam yang dapat dibaca sendiri secara mandiri oleh

peserta. Misalnya: biografi, jurnal, karya ilmiah, buku pelajaran, buku teks, kamus, ensiklopedia, dan lainya.

5) Peristiwa dan fakta yang sedang terjadi. Misalnya kerusuhan, bencana, dan peristiwa-peristiwa atau fakta lain yang dapat dijadikan sumber belajar.

(45)

55

Menurut Baharudin (2011: 19) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor tersebut berperan dalam menghasilkan kualitas hasil belajar.

1) Faktor Internal

Faktor internal dapat diartikan sebagai faktor yang dimiliki dari dalam diri seseorang yang berpengaruh terhadap hasil belajar, faktor-faktor ini meliputi:

a) Kecerdasan

Baharudin (2011: 20) menjelaskan kecerdasan adalah kemampuan psiko-fisik dalam reaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan mellaui cara yang tepat. Kunci seseorang sukses bukan karena dipengaruhi kecerdasan individu. Tingkat kecerdasan peserta belajar di atas normal maka ia akan berpotensi mendapat prestasi tinggi. Semakin tinggi kemampuan kecerdasannya maka makin besar besar peluang menjadi sukses. Sebaliknya semakin rendah kemampuan kecerdasan seseorang maka semakin kecil pula peluang meraih kesuksesan.

b) Motivasi

Thobroni (2011:33) menjelaskan motif menjadikan pendorong seseorang melakukan sesuatu. Hal tersebut mengandung sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberukan arah, dan menjaga perilaku setiap saat. Ada pun Sadiman (Hamdani, 2011:142) menjelaskan bahwa

(46)

56

motivasi adalah menggerakkan peserta belajar untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu.

c) Minat

Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu (Baharudin, 2011:24). Minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek supaya merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang tersebut. Pendapat lain juga disampaikan Slameto (2003: 156) bahwa minat merupakan keinginan untuk memperhatian dan mengenang beberapa kegiatan yang disukai seseorang, diperhatikan terus yang disertai dengan rasa sayang. Oleh sebab itu belajar akan optimal terhadap sesuatu yang ia minati karena minat kaitannya adalah dengan perasaan, terutama perasaan senang.

d) Sikap

Sikap berupa reaksi yang timbul terhadap sesuatu hal, dapat terhadap orang atau benda dengan perasaan suka, tidak suka, acuh, atau tidak acuh. Reaksi sikap seseorang bisa timbul dari faktor keyakinan, pengetahuan, kebiasaan, dan keyakinan. Menurut Baharuddin (2011: 24) sikap adalah gejala internal yang bersifat afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.

(47)

57

Bakat diartikan suatu keahlian atau kondisi kemmapuan seseorang untuk menggapai keinginan pada masa mendatang (Hamdani, 2011:141).

2) Faktor Eksternal

a) Lingkungan pembelajaran

Menurut Baharudin (2011: 26) lingkungan sosial pembelajaran seperti: teman sebaya, pendidik, dan administrasi dapat berpengaruh dalam proses belajar. Hubungan antara tiga komponen tersebut dapat mendorong semangat peserta belajar. Perilaku fasilitator yang pengertian akan menjadi penyemangat peserta belajar untuk belajar. Tempat pembelajaran atau institusi pendidikan memegang penting dalam menunjukkan tingkat kesuksesan hasil belajar. Oleh karena sebab itu kondisi lingkungan pembelajaran yang kondusif menggerakkan untuk belajar lebih semangat. Perilaku simpatik seorang fasilitator dapat menjadi pendorong bagi peserta belajar untuk belajar. Tempat pembelajaran sebagai lembaga pendidikan penting dalam menentukan keberhasilan belajar peserta belajar. Keadaan institusi lembaga pembelajaran ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan pendidik dengan warga belajar, alat-alat pembelajaran, dan dan kurikulum. Hubungan antara fasilitator dengan peserta belajar yang kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajar peserta belajar secara keras. Hubungan antara fasilitator dengan peserta belajar yang kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil peserta belajar.

(48)

58 b) Lingkungan keluarga

Baharuddin (2011- 27) mengemukakan bahwa lingkungan sosial keluarga sangat mempengaruhi kegiatan belajar anak. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar peserta belajar. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak atau adik yang harmonis akan membantu peserta belajar melakukan kativitas belajar dengan baik. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam mempengaruhi keberhasilan belajar. Kondisi perasaan aman yang diberikan dalam keluarga dapat membuat seseorang terdorong untuk belajar aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi seseorang untuk belajar.

c) Lingkungan masyarakat

Menurut Hamdani (2011: 144) lingkungan masyarakat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar peserta belajar dalam proses pelaksanaan pendidikan, kepribadian seorang anak akan mengadaptasi kondisi lingkungan masyarakat. Kartono (1995:5) berpendapat bahwa lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anal-anak yang

(49)

59

sebayanya. Apabila anak-anak yang sebaya merupakan anak-anak yang rajin belajar, anak akan terangsang mengikuti jejak mereka. Tahapan kegiatan pelaksanaan pembelajaran BKB Holistik Integratif (BKKBN, 2016) terdiri dari:

1) Pembukaan dan Tinjauan Kembali

Berisi doa pembuka, informasi tentang KB, tinjauan tentang materi/informasi pada pertemuan sebelumnya, tinjauan terhadap tugas rumah.

2) Pengenalan Topik

Berisi informasi tentang judul dan tujuan pertemuan serta informasi atau pun kegiatan pengantar yang berkaitan dengan topik pertemuan.

3) Kegiatan Inti

Berisi diskusi kelompok, permainan, kalimat-kalimat informasi serta penggunaan media, bahan dan alat pendukung seperti lembar balik, film cerita, poster dan buku KIA.

4) Kesimpulan

Berisi proses penarikan kesimpulan oleh seluruh peserta dan penyampaikan kesimpulan oleh kader.

5) Pengisian KKA (Kartu Kembang Anak)

Merupakan kegiatan pengisian KKA oleh kader dan peserta (orangtua anak), untuk memantau perkembangan anak.

6) Penyampaian Tugas Rumah

Berisi perilaku pengasuhan yang diharapakan untuk dilakukan di rumah oleh peserta BKB.

(50)

60 7) Penutup

Berisi doa penutup, informasi tentang KB dan salam penutup (BKKBN, 2016: 4-5).

Pada setiap pertemuan tersebut di atas peserta BKB tidak dibagi berdasarkan kelompok umur anak, hanya pada saat pengisian KKA dan kegiatan inti pada pertemuan ke 6, 7 dan 8 peserta dibagi ke dalam kelompok berdasarkan umur/usia anak (BKKBN, 2016: 5).

e. EvaluasiPembelajaran

Penilaian adalah rangkaian aktivitas kegiatan bertujuan mendapatkan, menganalisa, dan menafsirkan data mengenai proses serta hasil belajar peserta belajar secara tersistem dan berkelanjutan agar menjadi informasi yang bermakna (Trianto, 2017:123). Sudjana (2000: 256) menjelaskan bahwa penilaian adalah proses pengujian berbagai objek atau peristiwa tertentu dengan menggunakan ukuran-ukuran nilai khusus dengan tujuan untuk menentukan keputusan-keputusan yang sesuai. Menurut Hamdani (2011: 296) evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengetahui efisiensi kegiatan belajar mengajar dan efektivitas dari pencapaian dari instruksi yang telah ditetapkan.

Dari pengertian evaluasi di atas dapat disimpulkan evaluasi yang dimaksud penulis adalah proses sistematis dan berkesinambungan untuk mengetahui efisiensi kegiatan pembelajaran dan efektivitas dari pencapaian tujuan instruksi yang telah ditetapkan sebelumnya.

(51)

61

Evaluasi sebagai alat dalam menilai hasil pencapaian tujuan dalam pengajaran maka hendaknya evaluasi harus dilaksanakan secara terus menerus. Terdapat jenis evaluasi, yaitu:

1) Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang pelaksanaanya dilakukan setiap kali unit peljaran tertentu selesai dipelajari. Manfaat evaluasi ini adalah alat penilaian proses belajar mengajar suatu bahan pelajaran tertentu. Bentuk evaluasi ini dapat berupa tanya jawab antara fasilitator dan peserta belajar.

2) Evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada akhir pelajaran suatu program atau sejumlah unit pelajaran tertentu. Evaluasi ini bermanfaat untuk menilai hasil pencapaian peserta belajar terhadap pencapaian suatu program pelajaran dalam satu periode tertentu, seperti semester akhir tahun pelajaran.

3) Evaluasi diagnotik, yaitu evaluasi yang dilaksanakan sebagai sarana diagnosis. Evaluasi ini bermanfaat untuk meneliti atau mencari sebab kegagalan pengajaran, dimana letak kelemahan dan kelebihan peserta belajar dalam mempelajari sejumlah unit pelajaran tertentu.

4) Evaluasi penempatan, yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk menempatkan peserta belajar pada suatu program pendidikan atau jurusan tertentu.

Data yang diperoleh tentang cara dan hasil belajar peserta belajar maka fasilitator dapat menerapkan penggunaan bermacam teknik penilaian sesuai dengan keahlian yang dinilai. Menurut Badan Standar Nasional ada

(52)

62

beberapa teknik evaluasi yang dapat digunakan dalam melaksanakan evaluasi adalah:

1) Teknik tes

Tes yang digunakan dalam evaluasi ini dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu : (1) tes lisan, (2) Tes tindakan, (3) Tes tertulis, dan (4) Tes kinerja.

2) Teknik bukan tes

Teknik evaluasi bukan tes biasanya menggunakan bentuk pelaksanaan sebagai berikut: (1) demonstrasi, (2) observasi, (3) penugasan, (4) portofolio, (5) wawancara, (6) penilaian diri (self evaluating), dan (7) penilaian antar teman.

Penilaian diri atau evaluasi diri menurut Hayati (2008:54) merupakan teknik dimana peserta belajar diberi kesempatan untuk menilai dirinya sendiri yang berkaitan dengan status, proses, dan tingkat ketercapaian kompetensi yang sedang dipelajarinya. Teknik penilaian ini dapat sekaligus mengukur aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Manfaat dari evaluasi diri terhadap perkembangan kepribadian peserta belajar yaitu: 1) Menumbuhkan rasa percaya diri, sebab peserta belajar diminta untuk

menilai dirinya sendiri.

2) Peserta belajar dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan dirinya sendiri.

3) Memberikan motivasi untuk membiasakan dan melatih peserta belajar agar berbuat jujur dan obyektif dalam menyikapi suatu hal.

Gambar

Gambar 1. Mekanisme Pembentukan Kelompok BKB Holistik Integratif  Berdasarkan ciri-ciri stratifikasi BKB paripurna di atas, stratifikasi  menjadi  BKB  holistik  integratif    bila  terintegrasi  dengan  program  pengembangan anak usia dini lainnya dalam r
Gambar 2. Skema Keterpaduan Kegiatan BKB, PAUD, Posyandu  Pelayanan  holistik  terintegrasi  merupakan  pelayanan  utuh,  menyeluruh  dan  terintegrasi  untuk  memenuhi  kebutuhan  dasar  anak  (Hariani,  2019:  139)
Gambar 3. Mekanisme Operasional Bina Keluarga Balita (BKB)
Gambar 5. Pelayanan Lengkap Terintegrasi  Satu Atap  2) Pelayanan Lengkap  Terintegrasi tidak satu atap
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sebaiknya, komunikasi pemasaran tetap dijalankan dengan memanfaatkan bauran komunikasi yang ada yaitu iklan, sales promotion , public relations , personal selling dan direct

Surat Pernyataan bahwa perusahaan yang bersangkutan dan manajemennya tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut dan tidak sedang dihentikan kegiatan usahanya dibubuhi

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha Para Penerima Pinjaman Modal Usaha.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

*) Nomor registrasi tidak tersedia untuk bahan ini karena bahan atau penggu naannya dibebaskan dari pendaftaran sesuai dengan Pasal 2 peraturan REAC H (EC) No 1907/2006, tonase

Analisis regresi bertingkat (Hierarchical Regrasi Analysis) merupakan teknik statistik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel mediasi (stres kerja)

Sama halnya tolak ukur yang dipakai dalam morfologi derivatif, Parera berpandangan jika sebuah proses morfologis menimbulkan satu perubahan bentuk atau kata bermorfem jamak

Bapak Lutfi, SE., M.Fin selaku Ketua STIE Perbanas Surabaya dan Dosen Wali yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis selama studi di STIE Perbanas Surabaya.. Muazaroh,