• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA SISWA KELAS VA SD NEGERI 1 SRANDAKAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA SISWA KELAS VA SD NEGERI 1 SRANDAKAN."

Copied!
242
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

PADA SISWA KELAS VA SD NEGERI 1 SRANDAKAN

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh:

Novita Dewi Sulistyaningrum NIM 13108241182

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

ii

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

PADA SISWA KELAS VA SD NEGERI 1 SRANDAKAN Oleh:

Novita Dewi Sulistyaningrum NIM 13108241182

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA siswa kelas VA SD Negeri 1 Srandakan melalui penggunaan pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL)tahun pelajaran 2016/2017.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas VA SD Negeri 1 Srandakan, Bantul yang berjumlah 21 siswa. Desain penelitian ini mengacu pada desain penelitian tindakan kelas menurut Kemmis dan Mc Taggart yang meliputi (1) tahapan perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, (4) refleksi. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) tes, (2) observasi, dan (3) studi dokumenter. Teknik analisis data menggunakan analisis data deskriptif kuantitatif dan analisis data deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan CTL dengan delapan komponen berupa making meaningful connections, doing significant

work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking,

nurturing the individual, reaching high standards, dan using authentic assessment

dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA. Rata-rata aktivitas siswa secara keseluruhan pada pra siklus sebesar 23,36%, selanjutnya dengan penerapan pendekatan CTL pada siklus I meningkat menjadi 78,80%. Sedangkan rata-rata capaian hasil belajar pada pra siklus 63,81 (kategori cukup) meningkat menjadi 78,33 (kategori baik) pada siklus I. Setelah dilakukan perbaikan oleh guru berupa memberi penguatan untuk bertanya/berpendapat, membagi kelompok secara heterogen, dan tegas dalam menegur siswa yang ramai dapat meningkatkan aktivitas siswa menjadi 88,43% (kategori sangat baik) pada siklus II. Sedangkan rata-rata capaian hasil belajar pada siklus II meningkat menjadi 85,24 (kategori baik sekali).

(3)

iii

IMPROVING ACTIVITY AND LEARNING ACHIEVEMENT OF SCIENCE THROUGH CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING APPROACH

IN VA CLASS STUDENTS OF SD NEGERI 1 SRANDAKAN By:

This research was a collaborative classroom action research. The subjects in this research were 21 students of VA class SD Negeri 1 Srandakan, Bantul. The design of this research was a classroom action research with Kemmis and Mc Taggart research model which includes (1) planning stages, (2) implementation, (3) observation, (4) reflection. The data was collected by: (1) test, (2) observation, and (3) documentary study. Technique of data analysis used were quantitative descriptive data analysis and descriptive qualitative data analysis.

The results of this research shows that CTL approach with 8 components

(making meaningful connections, doing significant work, self-regulated learning,

collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching

high standards, dan using authentic assessment) can improve activity and learning

achievement of science. The average of student activity in pre cycle was 23,36%, then with the implementation of CTL approach in cycle I increases to 78.80%. While the average of learning achievement in pre cycles was 63,81 (enough category) increases to 78,80 (good category) in cycle I. After conducting reflection by teachers in by giving chance to ask/ giving opinion, divide the group heterogeneously and firmly in admonishing the busy students can increases student activity to 88.43% (very good category) in cycle II. While the average of learning achievement in cycle II increases to 85,24 (very good category).

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

HALAMAN MOTTO

I hear and I forget, I see and I remember, I do and I Understand. (Confucius)

(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.

2. Bapak Robani, S.Pd. dan Ibu Arni Sumiati, S.Pd selaku orang tua yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepadaku.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul

“Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA melalui Pendekatan Contextual

Teaching and Learning pada Siswa Kelas VA SD Negeri 1 Srandakan” dapat

disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Ibu Dr. Pratiwi Puji Astuti, M.Pd selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah

banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Bapak Ikhlasul Ardi Nugroho, M.Pd selaku validator instrumen penelitian TAS yang memberikan saran/masukan perbaikan sehingga penelitian TAS dapat terlaksana sesuai dengan tujuan.

3. Ibu Dr. Pratiwi Puji Astuti, M.Pd, Ibu Haryani, M.Pd, dan Bapak Dr. Slamet Suyanto, M.Ed selaku Ketua Penguji, Sekretaris, dan Penguji yang sudah memberikan koreksi perbaikan terhadap TAS ini.

4. Bapak Drs. Suparlan, M.Pd.I selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya TAS ini.

5. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi.

6. Bapak Wagiya, S. Pd selaku Kepala SD Negeri 1 Srandakan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

7. Bu Suratinah, S.Pd. SD selaku guru kelas VA SD Negeri 1 Srandakan yang telah membantu peneliti melakukan penelitian.

(10)
(11)

xi

LEMBAR PERSETUJUAN... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO. ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN. ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II. LANDASAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang IPA ... 13

1. Hakikat IPA ... 13

2. Komponen IPA ... 14

3. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 16

4. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 17

5. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA SD/MI ... 19

B. Karakteristik Siswa Kelas V SD ... 21

C. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 23

1. Hakikat Pendekatan CTL ... 23

2. Karakteristik Pendekatan CTL ... 25

3. Prinsip Pendekatan CTL ... 27

4. Komponen Pendekatan CTL ... 31

5. Penerapan Pendekatan CTL ... 32

6. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dan Konvensional ... 34

(12)

xii

D. Aktivitas Belajar ... 37

1. Pengertian Aktivitas Belajar ... 37

2. Pentingnya Aktivitas Belajar ... 38

3. Jenis Aktivitas Belajar ... 40

E. Hasil Belajar ... 45

F. Hasil Penelitian yang Relevan ... 47

G. Kerangka Berpikir ... 49

H. Hipotesis Tindakan ... 51

I. Definisi Operasional Variabel ... 51

BAB III. METODELOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Tindakan ... 54

B. Waktu Penelitian ... 55

C. Deskripsi Tempat Penelitian ... 56

D. Subjek dan Karakteristiknya ... 56

E. Skenario Tindakan ... 57

1. Perencanaan ... 57

2. Tindakan dan Pengamatan ... 58

3. Refleksi ... 59

F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 59

1. Teknik Pengumpulan Data ... 59

2. Instrumen Pengumpulan Data ... 60

G. Teknik Analisis Data ... 63

1. Analisis Observasi ... 64

2. Analisis Tes Hasil Belajar ... 65

H. Kriteria Keberhasilan Tindakan ... 67

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 68

1. Deskripsi Pra Siklus ... 69

a. Data Pra Siklus Aktivitas Belajar ... 69

b. Data Pra Siklus Hasil Belajar ... 71

2. Siklus I ... 71

a. Perencanaan Tindakan ... 71

b. Pelaksanaan Tindakan ... 72

c. Pengamatan ... 79

d. Refleksi ... 85

3. Siklus II ... 87

a. Perencanaan Tindakan ... 87

b. Pelaksanaan Tindakan ... 87

c. Pengamatan ... 94

(13)

xiii

B. Pembahasan ... 100

C. Keterbatasan Penelitian ... 106

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 107

B. Implikasi ... 108

C. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. SK dan KD Mapel IPA Kelas V Semester II ... 20

Tabel 2. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dan Konvensional ... 35

Tabel 3. Kisi-Kisi Lembar Observasi Guru Pendekatan CTL ... 61

Tabel 4. Kisi-Kisi Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 62

Tabel 5. Kisi-Kisi Soal Evaluasi Siklus I ... 63

Tabel 6. Kategori Persentase Skor ... 65

Tabel 7. Pengelompokan Nilai Berdasarkan Pendapat Suharsimi Arikunto.. 66

Tabel 8. Persentase Setiap Aspek Aktivitas Siswa pada Pra Siklus ... 70

Tabel 9. Hasil Belajar Pra Siklus ... 71

Tabel 10. Persentase Setiap Aspek Aktivitas Siswa Pada Siklus I ... 81

Tabel 11. Data Laporan LKS Siklus I ... 83

Tabel 12. Data Hasil Observasi Guru pada Siklus I ... 83

Tabel 13. Data Hasil Belajar Siklus I ... 84

Tabel 14. Refleksi Siklus I dan Perbaikan Siklus II... 86

Tabel 15. Persentase Setiap Aspek Aktivitas Siswa Pada Siklus II ... 95

Tabel 16. Capaian Aktivitas Belajar IPA dengan Menggunakan Pendekatan CTL pada Siswa Kelas VA SD Negeri 1 Srandakan ... 97

Tabel 17. Data Laporan LKS Siklus II ... 98

Tabel 18. Data Hasil Observasi Guru pada Siklus II ... 98

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Bagan Kerangka Penelitian ... 50 Gambar 2. Pendekatan Spiral Kemmis Dan Mc. Taggart ... 55 Gambar 3. Diagram Batang Persentase setiap Aspek Aktivitas Siswa pada

Pra Siklus... 70 Gambar 4. Diagram Batang Persentase setiap Aspek Aktivitas Siswa pada

Pra Siklus Dan Siklus I... 82 Gambar 5. Diagram Batang Perbandingan Rata-Rata Capaian Hasil

Belajar Pra Siklus dan Siklus I ... 84 Gambar 6. Diagram Batang Persentase setiap Aspek Aktivitas Siswa Pada

Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II ... 96 Gambar 7. Diagram Batang Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Pada

Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II ... 97 Gambar 8. Diagram Batang Perbandingan Rata-Rata Hasil Belajar

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 120

Lampiran 2. Kisi-Kisi dan Soal Evaluasi ... 161

Lampiran 3. Data Hasil Evaluasi Siswa ... 174

Lampiran 4. Kisi-Kisi dan Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 179

Lampiran 5. Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 183

Lampiran 6. Kisi-Kisi dan Lembar Observasi Guru Pendekatan CTL. ... 203

Lampiran 7. Data Hasil Lembar Observasi Guru Pendekatan CTL... 207

Lampiran 8. Foto Pelaksanaan Pembelajaran ... 209

Lampiran 9. Hasil Pekerjaan Siswa ... 214

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pengetahuan alam memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Keberlangsungan hidup manusia tergantung pada segala sesuatu yang ada di alam baik benda hidup maupun benda mati. Manusia perlu mempelajari tentang alam supaya dapat memenuhi kehidupan hidupnya dengan memanfaatkan segala sesuatu yang ada di alam.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah dasar yang mempelajari tentang alam. Pembelajaran IPA mengajarkan siswa untuk mempelajari alam disekitarnya. Proses pembelajaran IPA diharapkan dapat meningkatkan proses berpikir siswa dalam memahami fenomena-fenomena alam. Pembelajaran IPA memberikan pengetahuan bagi siswa untuk memahami alam secara alamiah. Pembelajaran IPA di SD sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah sebagai bekal hidup siswa di masa depan.

(18)

2

Pembelajaran IPA perlu menekankan pada aktivitas belajar yang nyata agar memberikan pengalaman serta membentuk sikap positif bagi siswa. Melalui berbagai aktivitas nyata maka siswa akan dihadapkan langsung dengan fenomena yang akan dipelajari, dengan demikian berbagai aktivitas tersebut memungkinkan untuk terjadinya proses belajar yang aktif (Samatowa, 2006: 5). Dengan mempelajari fenomena yang ada di sekitarnya siswa akan tertarik dan belajar dengan aktif. Keterlibatan siswa secara aktif dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Proses pembelajaran IPA di SD sebaiknya memberikan aktivitas pengalaman belajar langsung melalui penyelidikan sederhana untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa melalui kegiatan menemukan, memahami, dan memecahkan masalah yang terdapat di sekitar siswa.

(19)

3

Selain guru, keberhasilan pembelajaran IPA dipengaruhi oleh kondisi dalam diri siswa. Menurut Sulistyorini (2007: 5-7) aspek-aspek jiwa (psikis) dalam diri siswa diantaranya: kognitif, afektif, psikomotor, perhatian, minat, bakat, dan cita-cita. Aspek-aspek tersebut yang mempengaruhi akivitas maupun perbuatan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Guru sebaiknya memperhatikan kondisi-kondisi siswa dalam melakukan perencanaan mengajar supaya proses pembelajaran menjadi lebih lancar, berhasil, dan tepat guna. Guru perlu memperhatikan pemilihan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan materi yang dipelajari. Penggunaan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar dapat membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Penggunaan pendekatan pembelajaran yang kurang tepat membuat siswa kesulitan menerima materi yang dipelajari. Sebaliknya, pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan materi ajar serta melibatkan siswa aktif dalam proses pembelajaran akan menciptakan antusiasme bagi siswa. Oleh karena itu, pemilihan pendekatan pembelajaran perlu memperhatikan karakteristik siswa dan kesesuaian dengan materi yang dipelajari.

(20)

4

pembelajaran IPA berlangsung siswa kurang memperhatikan penjelasan guru dan sibuk melakukan aktivitas di luar konteks pembelajaran. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut sudah dilakukan oleh guru. Tindakan tersebut diwujudkan dengan memotivasi siswa untuk memperhatikan penjelasan guru. Namun, kenyataannya hanya beberapa siswa yang terlibat aktif dan memperhatikan penjelasan guru. Aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA masih rendah dikarenakan pembelajaran berpusat pada guru dan kurang melibatkan siswa. Guru menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional yang berupa pemberian pengetahuan dari guru kepada siswa melalui ceramah.

Guru belum menerapkan pendekatan pembelajaran yang variatif yang melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran IPA. Guru sering menggunakan metode ceramah, diskusi, dan tanya jawab dalam pembelajaran IPA. Pada saat pengamatan di kelas, guru menerapkan metode demonstrasi namun hanya mempraktikkan pecobaan yang ada pada buku paket tanpa mengaitkannya dengan keaadaan nyata di sekitar siswa.

(21)

5

sedangkan siswa yang lain hanya memperhatikan. Siswa yang hanya memperhatikan cenderung kurang fokus dan sibuk bemain sendiri.

Pada pengamatan di kelas, guru belum mengaitkan materi pembelajaran dengan pengalaman nyata siswa maupun peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar siswa. Guru kurang memperhatikan pengetahuan awal yang dimiliki siswa berupa pengalaman yang berhubungan dengan lingkungan alam untuk membangun pengetahuan baru siswa tentang alam. Sumber belajar yang digunakan guru hanya dari buku paket dan belum menggunakan sumber belajar lain dari internet maupun lingkungan siswa. Guru belum memanfaatkan lingkungan di sekitar siswa sebagai sumber belajar. Pembelajaran IPA tersebut menyebabkan siswa tidak memiliki pengalaman langsung dan kesulitan dalam memahami materi yang diajarkan. Selain itu siswa kesulitan untuk menghafal materi. Pembelajaran menjadi kurang bermakna karena siswa tidak menemukan sendiri materi IPA yang dipelajari dan tidak memahami hubungan materi IPA tersebut dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari di alam. Siswa menjadi kurang tertarik pada pelajaran IPA dan lebih banyak bermain sendiri ketika pelajaran. Hal tersebut berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang kurang memuaskan.

(22)

6

belum mencapai 75%. Guru telah melakukan upaya perbaikan proses pembelajaran dengan memotivasi siswa dan menggunakan metode demonstrasi, tetapi belum memberikan hasil yang optimal karena guru masih dominan selama proses pembelajaran dan kurang melibatkan semua siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran IPA. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) sehingga siswa dapat menemukan dan membangun sendiri pengetahuannya.

Siswa hendaknya aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran agar dapat memahami materi pelajaran. Selain itu, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan keadaan di sekitar siswa agar mempermudah pemahaman siswa. Pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran perlu diterapkan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pengetahuan sehingga mempermudah siswa untuk memahami materi pelajaran. Menurut Piaget (Sulistyorini, 2007: 6) siswa usia 7 tahun sampai dengan 12 tahun (usia SD) berada pada fase operasional konkret. Siswa pada fase ini berpikir atas dasar pengalaman konkret atau nyata. Karakteristik tersebut perlu digunakan sebagai landasan dalam menyiapkan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran bagi siswa. Pemilihan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa akan memudahkan siswa dalam belajar. Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai adalah pendekatan yang melibatkan siswa aktif dan mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata, yaitu pendekatan CTL.

(23)

7

pendekatan CTL dapat membantu siswa mengaitkan konsep IPA yang dipelajari siswa dengan kenyataan yang ada di sekitar siswa. Pembelajaran IPA sebaiknya melalui pengalaman langsung sehingga siswa mendapatkan pengalaman bermakna dan memudahkan siswa dalam memahami konsep IPA.

Johnson (2002: 24) menyatakan bahwa CTL memiliki delapan komponen yang melandasi pelaksanaan proses pembelajarannya, yaitu: making meaningful connections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical

and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, dan using

authentic assessment. Pendekatan CTL merupakan wahana yang sangat tepat bagi

guru untuk memberdayakan potensi siswa sesuai dengan kebutuhan serta lingkungan sekolah dan kehidupannya. Pendekatan pembelajaran kontekstual tidak bersifat ekslusif akan tetapi dapat digabung dengan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang lain, misalnya: penemuan, keterampilan proses, eksperimen, demonstrasi, diskusi, dan lain-lain (Hasnawati, 2006: 61). Pendekatan CTL dapat dikolaborasikan dengan pendekatan pembelajaran lain yang sesuai materi pembelajaran dan karakteristik siswa.

(24)

8

akan meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Siswa secara alamiah terlibat langsung dalam mempelajari materi pembelajaran. Selain itu, pengetahuan yang di dapatkan siswa merupakan pengalaman langsung yang diperoleh dengan aktivitas pembelajaran dengan pendamping guru. Sejalan dengan pendapat tersebut Trianto (2013: 108) menyatakan bahwa pemanfaatan pendekatan CTL akan menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya. Pendekatan CTL membuat siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya sekedar pasif mendengarkan. Guru dalam pendekatan pembelajaran ini berperan sebagai pendamping siswa dalam mempelajari pelajaran secara langsung bukan hanya sekedar menyalurkan pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa.

Sugiyanto (2010: 16) menyatakan bahwa belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya bukan hanya mengetahuinya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Blanchard (Trianto, 2009: 105) menyatakan bahwa pendekatan CTL adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya. Dengan adanya pembelajaran yang bermakna, siswa akan mudah mengingat materi yang dipelajari. Pembelajaran yang bermakna akan membuat siswa mampu menganalisis permasalahan yang berada di sekitarnya karena siswa mengalami secara langsung suatu pengalaman belajar sehingga meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa.

Daryanto dan Rahardjo (2012: 153) menyatakan bahwa pendekatan

(25)

9

materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata di sekitar siswa dan mampu mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Hartono (2013: 83) menyatakan bahwa pendekatan CTL merupakan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh dalam rangka menemukan materi dan hubungannya dengan realitas kehidupan sosial. Pendekatan pembelajaran ini tidak hanya sekedar proses mendengarkan, mencatat, dan menghafal di dalam kelas, tetapi siswa mengalami proses pembelajaran secara langsung. Siswa akan menghubungkan pengetahuan baru yang ditemukan dengan pengalaman yang dimiliki siswa sebelumnya pada kehidupan sehari-hari. Dengan mengaitkan pengetahuan dengan situasi dunia nyata diharapkan siswa tertarik dan aktif dalam pembelajaran. Oleh karena itu, melalui pendekatan CTL siswa diharapkan memiliki aktivitas pengalaman bermakna sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian

tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA melalui

Pendekatan Contextual Teaching and Learning pada Siswa Kelas VA SD Negeri

(26)

10 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut.

1. Siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran IPA, terlihat siswa yang belum memperhatikan penjelasan guru.

2. Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA masih rendah. 3. Sebagian siswa menganggap materi pelajaran IPA sulit.

4. Pembelajaran IPA kurang bermakna bagi siswa karena proses pembelajaran masih dominan dilakukan oleh guru dan belum melibatkan siswa untuk menemukan dan membangun sendiri pengetahuannya.

5. Guru belum menerapkan pendekatan pembelajaran yang variatif yang melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran IPA.

6. Hasil belajar IPA belum memuaskan.

7. Pendekatan Contextual Teaching and Learning belum diterapkan dalam pembelajaran IPA di kelas VA SD Negeri 1 Srandakan.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah pada aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA yang masih rendah, hasil belajar IPA yang belum memuaskan, dan pendekatan Contextual Teaching and

Learning yang belum diterapkan dalam pembelajaran IPA di kelas VA SD Negeri

(27)

11 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah di atas, rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah: “bagaimana meningkatkan aktivitas dan hasil belajar

IPA melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning pada siswa kelas VA

SD Negeri 1 Srandakan”.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA melalui pendekatan Contextual

Teaching and Learning pada siswa kelas VA SD Negeri 1 Srandakan.

F. Manfaat Hasil Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada dunia pendidikan. Sumbangan tersebut berupa informasi dan pemikiran terkait penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

(28)

12 b. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan memberikan pengalaman bagi guru tentang penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

c. Bagi Peneliti Lain

Memberikan informasi kepada peneliti lain terkait penggunaan pendekatan

Contextual Teaching and Learning dan penerapannya dalam pembelajaran IPA di

(29)

13 BAB II

LANDASAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang IPA

1. Hakikat IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris yaitu Natural Science. IPAmerupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Bundu, 2006: 9). Sejalan dengan pendapat tersebut, Wisudawati dan Sulistyowati, (2015: 22) menyatakan bahwa IPA merupakan rumpun ilmu yang memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa kenyataan (reality) atau kejadian (events) dan hubungan sebab akibat. IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang terjadi di alam. IPA mempelajari tentang hubungan sebab akibat mengenai fenomena yang ada di alam yang berupa kenyataan maupun kejadian.

Samatowa (2006: 2) berpendapat bahwa IPA merupakan ilmu pengetahuan yang membahas gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. IPA merupakan suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu melakukan observasi eksperimental, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait-mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain (Alvy dan Rahma, 2011: 18).

(30)

14

gejala-gejala yang terjadi di alam secara sistematis berdasarkan hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh dari observasi, eksperimental, penyimpulan, dan penyusunan teori yang saling berkaitan.

2. Komponen IPA

IPA merupakan ilmu yang diperoleh melalui proses ilmiah. IPA diperoleh manusia melalui pengamatan pada beberapa komponen. Secara garis besar IPA memiliki tiga komponen yang meliputi: (1) proses ilmiah, misalnya mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, merancang dan melaksanakan eksperimen, (2) produk ilmiah misanya prinsip, hukum, dan teori, dan (3) sikap ilmiah, misanya ingin tahu, hati-hati, obyektif dan jujur (Bundu, 2006:11).

a. IPA Sebagai Proses

IPA sebagai proses merupakan pemerolehan IPA yang disusun dan diperoleh melalui metode ilmiah. Menurut Sulistyorini (2007: 9) IPA diperoleh melalui proses penelitian atau eksperimen yang memerlukan keterampilan dasar yang meliputi: observasi, klasifikasi, interpretasi, presdiksi, hipotesis, mengendalikan variabel, merencanakan dan melaksanakan penelitian, inferensi, aplikasi dan komunikasi. Keterampilan dasar dalam proses IPA disebut juga keterampilan proses.

(31)

15

memberi peluang kepada siswa untuk memperoleh dan menemukan konsep. Pengalaman siswa dalam mengembangkan keterampilan dasar melalui percobaan dan membuat kesimpulan akan mempermudah siswa mempelajari konsep IPA. b. IPA Sebagai Produk

IPA sebagai produk berisi prinsip, hukum, dan teori yang dapat menjelaskan dan memahaami alam beserta fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya. IPA sebagai disiplin ilmu disebut produk sains karena berisi kumpulan hasil kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan para ilmuan. Menurut Iskandar (Bundu, 2006: 11-12) hasil kegiatan empirik dan analitik tersebut membentuk kumpulan pengetahuan yang tersusun sebagai berikut.

a. Fakta IPA: fakta merupakan produk IPA yang paling dasar yang berupa pertanyaan dan pernyataan tentang benda maupun peristiwa yang benar-benar ada dan dibuktikan secara objektif.

b. Konsep IPA: konsep merupakan suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA yang saling berhubungan.

c. Prinsip IPA: prinsip merupakan generalisasi tentang hubungan antara konsep-konsep yang berkaitan.

d. Hukum IPA: hukum merupakan prinsip-prinsip yang sudah diterima kebenarannya yang memiliki daya uji yang kuat.

(32)

16 c. IPA Sebagai Sikap Ilmiah

IPA sebagai sikap merupakan sikap yang dimiliki para ilmuwan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan baru (Bundu, 2006: 13). Sikap ilmiah dibutuhkan dalam proses IPA supaya produk IPA dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Asy’ari (2006: 20) menyatakan beberapa kriteria yang termasuk sikap ilmiah utama dalam IPA ialah: obyektif, teliti, terbuka, kritis, dan tidak mudah putus asa.

3. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Pembelajaran IPA adalah interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi yang telah ditetapkan (Asih Widi Wisudawati dan Eka Sulistyowati, 2015: 26). Pembelajaran IPA harus mencakup semua aspek pengetahuan yang dihasilkan oleh aplikasi metode saintifik, bukan saja fakta dan konsep proses saintifik tetapi juga berbagai variasi aplikasi pengetahuan dan prosesnya seperti pengamatan, pengelompokan, perkiraan serta penilaian dan interpretasi yang seyogyanya sudah diajarkan sejak dini (Semiawan, 2008: 103).

Wisudawati dan Sulistyowati (2015: 26) menyatakan bahwa proses pembelajaran IPA terdiri atas tiga tahap, yaitu perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Tahapan tersebut saling berkaitan dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar.

(33)

17

a. IPA berfaedah bagi suatu bangsa karena kesejahteraan materil suatu bangsa bergantung pada kemampuan bangsa di bidang teknologi. IPA merupakan pengetahuan dasar untuk teknologi.

b. Bila IPA diajarkan dengan cara yang tepat, maka IPA merupakan mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis supaya siswa dapat memecahkan permasalahan.

c. IPA tidak hanya sekedar menghafal pengetahuan apabila diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh siswa.

d. Mata pelajaran IPA memiliki nilai-nilai pendidikan berupa potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi komponen pembelajaran IPA yang mengembangkan rasa ingin tahu dan kemampuan berpikir kritis siswa. Adapun tahapan dalam pembelajaran IPA meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Pembelajaran IPA sangat penting untuk diberikan sejak usia sekolah dasar karena mampu mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir. Pada kurikulum KTSP, IPA lebih menekankan mempelajari alam sekitar serta menerapkannya dalam kehidupan di lingkungannya.

4. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

(34)

18

kebesaran dan kekuasaan penciptanya (Sumaji, dkk., 2009: 35). Dengan adanya pembelajaran IPA di sekolah dasar diharapkan siswa memiliki kemampuan untuk menentukan solusi terhadap permasalahan yang dihadapinya.

Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP agar peserta didik mempunyai kemampuan sebagai berikut.

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

f. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs. (BSNP, 2006: 162).

Bundu (2006: 18) membagi tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar menjadi tiga, yaitu pencapaian IPA dari segi produk, proses, dan sikap keilmuan. a. Dari segi produk: siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep IPA dan

keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitar.

b. Dari segi proses: siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangakan pengetahuan, gagasan, serta mengaplikasikan konsep yang diperoleh untuk menjelaskan dan memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

(35)

19

mawas diri, bertanggung jawab, dapat bekerjasama dan mandiri, serta mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar sehingga menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA memiliki tujuan supaya siswa memahami dan menguasai konsep IPA untuk memecahkan permasalahan yang ditemukan dalam kehidupan siswa. IPA di sekolah dasar memberikan siswa bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan Tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar dapat di lihat dari segi produk, proses, dan hasil. IPA sebagai dasar untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain untuk mengembangkan pengetahuan, IPA bertujuan agar siswa mensyukuri keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

5. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA SD/MI

Ruang lingkup mata pelajaran SD/MI menurut Sulistyorini (2007: 40) adalah sebagai berikut:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan;

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas;

c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana;

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

(36)

20

Tabel 1. SK dan KD Mata Pelajaran IPA Kelas V Semester II Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Energi dan Perubahannya 5. Memahami hubungan antara gaya, gerak dan energi serta fungsinya.

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet).

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat.

6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/ pendekatan.

6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya. 6.2 Membuat suatu karya atau pendekatan,

misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan

sifat-sifat cahaya.

Bumi dan Alam Semesta 7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan

hubungannya dengan

penggunaan sumber daya alam.

7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan.

7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah. 7.3 Mendeskripsikan struktur bumi. 7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan

kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya.

7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air.

7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan.

7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat mengubah

(37)

21

Ruang lingkup dalam penelitian yakni pada lingkup energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. Materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengenai sifat-sifat cahaya.

B. Karakteristik Siswa Kelas V SD

Samatowa (2006: 7) mengklasifikasikan siswa usia sekolah dasar menjadi dua fase, yaitu masa kelas rendah dan masa kelas tinggi. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, sekitar 6-8 tahun, termasuk dalam kelas-kelas I, II, dan III. Sedangkan masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, sekitar 9-12 tahun, termasuk dalam kelas IV, V, dan VI.

Piaget (Asy’ari, 2006: 37-38) menyatakan bahwa perkembangan kognitif siswa dapat dibedakan menjadi beberapa tahap berdasarkan usia sebagai berikut. 1. Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)

2. Tahap praoperasional (2-7 tahun) 3. Tahap operasional konkret (7-11 tahun) 4. Tahap operasional formal (12-15 tahun)

(38)

22

berdasarkan ciri-ciri suatu objek. Proses kognitif siswa tidak lagi egosentris sehingga mampu berpikir, belajar, mengingat, dan berkomunikasi. Izzati (2008: 117) mengemukakan bahwa pada masa ini siswa mampu berpikir logis mengenai objek dan kejadian, meskipun masih terbatas pada hal yang bersifat konkret, dapat digambarkan atau pernah dialaminya sendiri.

Sulistyorini (2007: 7) menyatakan sifat-sifat khas yang terdapat pada siswa SD adalah sebagai berikut.

1. Siswa memiliki rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada dalam dunia realitas di sekitarnya.

2. Tidak lagi semata-mata tergantung pada orang yang lebih tua.

3. Siswa senang melakukan kegiatan-kegiatan yang berguna terhadap lingkungannya.

4. Siswa dapat melakukan kompetisi dengan sehat.

5. Sudah mulai muncul kesadaran terhadap diri sendiri dan orang lain.

Berdasarkan uraian di atas, siswa kelas V sekolah dasar temasuk dalam kelas tinggi yang berada pada tahap operasional konkret yang berpikir secara realistis dan logis sesuai apa yang ada di sekitarnya. Selain itu, siswa sekolah dasar memiliki karakteristik berupa rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada pada dunia realitas di sekitarnya. Siswa kelas V sekolah dasar memerlukan benda-benda yang nyata (konkret) dalam mempelajari pengetahuan.

(39)

23

dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitar. Penyusunan rencana pembelajaran sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik siswa agar dapat memahami materi pembelajaran dengan baik.

C. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Hakikat Pendekatan CTL

Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti hubungan, konteks, suasana, atau keadaan. Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu dalam proses pembelajaran di sekolah. Menurut Hosnan (2014: 267) CTL merupakan konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

Johnson (2002: 25) dalam bukunya Contextual Teaching and Learning menengemukakan “The CTL system is an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting

academic subject with the context of their daily lives.” Kutipan tersebut dapat

(40)

24

CTL merupakan konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi nyata siswa. Selain itu, dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri (Nurhadi, 2010: 14). Sejalan dengan pendapat tersebut, Hamruni (2012: 151) menyatakan bahwa pendekatan CTL adalah pembelajaran yang menekankan keterkaitan antara materi pembelajaran dengan kehidupan dunia nyata siswa sehingga siswa mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensinya dalam kehidupan sehari-hari hingga dapat menemukan makna dari apa yang dipelajarinya.

Hanafiah dan Suhana (2012: 67) menyatakan bahwa CTLmerupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan siswa dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata siswa. Bahan ajar dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa yang berhubungan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi maupun kultural. Sehingga siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.

(41)

25

menekankan pada proses penemuan yang bermakna sehingga pengetahuan yang didapatkan bertahan lama dan dapat diterapkan dalam kehidupan siswa.

2. Karakteristik Pendekatan CTL

Menurut Trianto (2013: 110) pendekatan CTL memiliki karakteristik yang membedakan dengan pendekatan pembelajaran lainnya, yaitu: (a) kerja sama, (b) saling menunjang, menyenangkan, (c) mengasyikkan, (d) tidak membosankan, (e) belajar dengan bergairah, (f) pembelajaran terintegrasi, dan (g) menggunakan berbagai sumber siswa aktif.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Wisudawati dan Sulistyowati (2015: 50) mengungkapkan bahwa pendekatan CTL memiliki sembilan karakteristik yang meliputi: (a) pengalaman nyata, (b) kerja sama, saling menunjang, (c) gembira, belajar dengan bergairah, (d) pembelajaran terintegrasi, (e) menggunakan berbagai sumber, (f) siswa aktif dan kritis, (g) menyenangkan, tidak membosankan, (h) sharing dengan teman, dan (i) guru kreatif.

Menurut Sanjaya (2008: 110) CTL mempunyai lima karakteristik penting sebagai berikut: pembelajaran kontekstual merupakan proses pengaktifan pengetahuan, belajar memperoleh dan menambah pengetahuan baru, pemahaman pengetahuan, mempraktikkan pengetahuan dan melakukan refleksi.

Sa’ud (2013: 163-164) menyebutkan bahwa terdapat lima karakteristik

CTL, meliputi:

(42)

26

yang sudah dipelajari, dengan pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

b. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru, yang diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan cara mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

c. Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan tersebut dikembangkan. d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan

dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siwa.

e. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

Menurut Muslich (2011: 42) pembelajaran CTL memiliki karakteristik sebagai berikut.

(43)

27

b. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).

c. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna bagi siswa (learning by doing).

d. Pembelajaran dilakukan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dan saling mengoreksi antar teman (learning in a group).

e. Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).

f. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together).

g. Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).

CTL diharapkan dapat memudahkan siswa dalam mempelajari materi pelajaran IPA. Pembelajaran dengan pendekatan ini memberikan pengalaman bermakna dalam memperoleh pengetahuan karena bukan hanya sekedar menghafal. Sebab CTL merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa serta berkaitan langsung dengan kehidupan nyata siswa.

3. Prinsip Pendekatan CTL

(44)

28

a. Belajar tidak sekedar menghafal, tetapi siswa mengalami dan harus mengkontruksi pengetahuan.

b. Anak belajar dari mengalami bukan begitu saja diberikan oleh guru.

c. Pengetahuan yang dimiliki siswa terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang suatu persoalan.

d. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.

e. Siswa memiliki sikap yang berbeda dalam menghadapi situasi baru.

f. Siswa dibiasakan untuk menemukan sesuatu yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah dalam kehidupannya.

g. Belajar secara berkesinambungan dapat membangun struktur otak sejalan dengan perkembangan pengetahuan dan keterampilan yang diterima.

COR (Center for Occupational Research) di Amerika menjabarkan konsep pembelajaran CTL menjadi lima yang disingkat REACT, yaitu Relating,

Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transfering (Muslich, 2011: 41-42).

Adapun penjelasan konsep tersebut sebagai berikut.

a. Relating merupakan bentuk belajar dalam pembelajaran dalam konteks

kehidupan nyata atau pengalaman nyata. Pembelajaran menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk dipahami atau dengan permasalahan untuk dipecahkan.

b. Experiencing merupakan belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan

(45)

29

c. Applying merupakan belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar dalam

penggunaan dan kebutuhan praktis. Siswa menerapkan menerapkan konsep dan informasi ke dalam kebutuhan kehidupan mendatang yang dibayangkan.

d. Cooperating merupakan belajar dalam bentuk berbagi informasi dan

pengalaman, saling merespons, dan saling berkomunikasi. Bentuk belajar ini menekankan belajar kotekstual dalam kehidupan nyata. Dalam kehidupan nyata siswa akan menjadi anggota masyarakat yang hidup berdampingan dan berkomunikasi dengan manusia lain.

e. Transfering merupakan kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan

pengetahuan dan pengalaman berdasarkan konteks baru untuk mendapatkan pengetahuandan pengalaman belajar yang baru.

Johnson (2007: 68-85) menyatakan bahwa terdapat tiga prinsip dalam CTL yang meliputi: prinsip saling ketergantungan, prinsip diferensasi, dan prinsip pengaturan diri.

a. Prinsip Saling Ketergantungan

(46)

30

dan konteks kehidupan nyata sehingga peserta didik berkeyakinan bahwa belajar merupakan aspek yang esensial bagi kehidupan di masa datang. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan hubungan antara bahan pelajaran dengan bahan lainnya, menghubungkan antara teori dengan praktik, serta menghubungkan antara konsep dengan penerapan pada kehidupan nyata. Prinsip ketergantungan akan memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa sehingga mendorong untuk membuat hubungan-hubungan yang bermakna.

b. Prinsip Diferensiasi

Prinsip diferensiasi merupakan mendorong siswa menghasilkan keberagaman, perbedaan, dan keunikan. Setiap siswa memiliki perbedaan dalam kemandirian belajar, kemampuan berpikir kritis, maupun kemampuan siswa untuk mengidentifikasi potensi diri. Proses pembelajaran sebaiknya dilaksanakan dengan menekankan kreativitas, keunikan, variasi, dan kolaborasi. Guru dituntut untuk mendidik, mengajar, melatih, membimbing sejalan dengan prinsip diferensiasi.

c. Prinsip Pengaturan Diri

(47)

31

membentuk siswa untuk mencapai keunggulan akademik, penguasaan keterampilan standar, dan mengembangkan sikap dan moral siswa.

4. Komponen Pendekatan CTL

Johnson (2002: 24) mengemukakan bahwa CTL terdiri dari delapan komponen sebagai berikut.

a. Making meaningful connections (membuat hubungan yang bermakna).

Artinya siswa yang mengaitkan pelajaran dengan dunia mereka sehari-hari menjadi siswa yang dinamis.

b. Doing significant work (melakukan pekerjaan yang berarti). Artinya yaitu

siswa melakukan pekerjaan yang berarti serta dapat memberikan pengalaman bagi siswa serta menghubungkan materi pelajaran dan kehidupan nyata.

c. Self-regulated learning (pembelajaran mandiri). Artinya dalam proses

pembelajaran siswa siswa dilibatkan dalam tindakan-tindakan yang meliputi beberapa langkah, dan menghasilkan hasil yang tampak maupun yang tidak tampak. Siswa belajar mandiri dengan bekerja secara individu maupun kelompok.

d. Collaborating (bekerja sama). Artinya bekerja sama, guru berperan sebagai

fasilitator untuk membimbing siswa melakukan kerjasama.

e. Critical and creative thinking (berpikir kritis dan kreatif). Artinya siswa dapat

menggunakan tingkat berpikir kritis dan kreatif serta menggunakan logika.

f. Nurturing the individual (membantu individu untuk tumbuh dan

(48)

32

membantu siswa tumbuh dan berkembang sehingga mencapai prestasi terbaiknya.

g. Reaching high standards (mencapai standar yang tinggi). Artinya siswa

mengenal dan mencapai standar tinggi, mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya.

h. Using authentic assessment (menggunakan penilaian autentik). Artinya

penilaian dilakukan dengan memperhatikan proses pembelajaran dari awal sampai akhir.

5. Penerapan Pendekatan CTL

Pendekatan pembelajaran CTL mempunyai langkah-langkah yang harus dilakukan supaya dalam penerapannya dapat terlaksana dengan baik. Wisudawati dan Sulistyowati (2015: 49-50) mengungkapkan langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut.

a. Kembangkan pikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik IPA baik secara eksperimen maupun non eksperimen.

c. Kembangkan sikap ingin tahu peserta didik dengan teknik bertanya.

d. Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok-kelompok dalam proses pembelajaran IPA).

(49)

33

g. Lakukan asesmen yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam penerapannya siswa diarahkan untuk mendapatkan pemahaman konsep melalui pengalaman langsung dalam kehidupan nyata. Kelas bukanlah tempat untuk mencatat atau menerima informasi dari guru, akan tetapi kelas digunakan untuk saling membelajarkan. Lingkungan kehidupan nyata itulah sebagai sumber informasi dan sebagai tempat belajar siswa.

Adapun langkah pembelajaran IPA menggunakan pendekatan CTL dalam penelitian ini sebagai berikut.

a. Menyampaikan apersepsi dengan mengaitkan peristiwa di sekitar siswa. b. Menyampaikan tujuan pembelajaran.

c. Melakukan tanya jawab dengan siswa terkait materi dengan mengaitkan konteks kehidupan sehari-hari.

d. Membagi siswa ke dalam kelompok belajar yang heterogen untuk melakukan percobaan.

e. Menjelaskan dan mendemonstrasikan percobaan.

f. Membimbing siswa melakukan percobaan secara berkelompok.

g. Membimbing siswa menyajikan hasil percobaan dan melakukan diskusi. h. Mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas.

i. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau tanggapan kepada kelompok yang presentasi.

j. Membahas hasil presentasi bersama siswa.

(50)

34 l. Memberikan soal evaluasi.

m. Melakukan refleksi pembelajaran. n. Memberikan tindak lanjut.

(51)

35

Tabel 2. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dan Pembelajaran Konvensional

Konteks

Pembelajaran Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran Konvensional Hakikat

Isi pelajaran terdiri dari konsep dan teori yang abstrak tanpa pertimbangan manfaat bagi

individual dan komunikasi satu arah, kegiatan dominan objek pembelajaran yang lebih berperan sebagai penerima informasi yang pasif dan kaku.

Kebermaknaan Belajar

Mengutamakan kemampuan yang didasarkan pada pengalaman yang diperoleh siswa dari kehidupan nyata.

Kemampuan yang didapat siswa berdasarkan pada latihan-latihan dan drill yang terus menerus.

Tindakan dan Perilaku Siswa

Menumbuhkan kesadaran diri pada anak didik karena menyadari perilaku itu merugikan dan tidak memberikan manfaat bagi dirinya dan masyarakat.

Tindakan dan perilaku individu didasarkan oleh faktor luar dirinya, tidak melakukan sesuatu karena takut sangsi, kalaupun melakukan sekedar dari hasil pembelajaran bersifat final dan absolut karena

bertujuan untuk nilai.

o. Kelebihan dan Kelemahan

(52)

36 a. Kelebihan

1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan rill karena menuntut siswa untuk menghubungkan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal tersebut sangat penting, materi yang dipelajari siswa akan tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak akan mudah dilupakan.

2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan konsep kepada siswa karena pendekatan CTL menganut aliran konstruktivisme yang menuntun siswa untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme, siswa diharapkan belajar melalui “mengalami”

bukan hanya sekedar “menghafal”.

b. Kelemahan

1. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa. Siswa sebagai individu yang sedang berkembang memerlukan bimbingan guru yang lebih intensif agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

(53)

37 D. Aktivitas Belajar

1. Pengertian Aktivitas Belajar

Aktivitas dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan, keaktifan, dan kesibukan (Badudu dan Zain, 1996: 27). Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi pembelajaran karena pada prinsipnya belajar adalah melakukan kegiatan untuk mengubah tingkah laku (Sardiman A. M., 2007: 95).

Aktivitas siswa dapat dilihat ketika siswa berperan dalam pembelajaran seperti aktif bertanya kepada siswa maupun guru, mau berdiskusi kelompok dengan siswa lain, mampu menemukan masalah serta dapat memecahkan masalah tersebut, dan dapat menerapkan apa yang telah diperoleh untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya (Sudjana, 2009: 61). Hal tersebut sejalan dengan Isjoni (2006: 151) yang menyatakan bahwa belajar di kelas bukan hanya menerima transfer nilai, pengetahuan, dan teknologi oleh guru, namun keterlibatan siswa secara aktif dan langsung dengan penuh kesadaran dalam setiap proses pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran siswa sebaiknya membangun pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang diperoleh siswa bukan sekedar

transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Sebaiknya siswa memperolehnya sendiri

melalui aktivitas yang dialami secara langsung.

(54)

38 2. Pentingnya Aktivitas Belajar

Aktivitas siswa memiliki peranan yang penting dalam proses pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran. Sardiman (2011: 97) mengemukakan dengan jelas bahwa dalam kegiatan belajar siswa harus aktif berbuat karena dalam belajar aktivitas sangat diperlukan dan tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin berlangsung degan baik. Sejalan dengan pendapat tersebut Yamin (2007: 82) mengemukakan bahwa belajar aktif adalah suatu usaha manusia untuk membangun pengetahuan dalam dirinya. Aktivitas belajar yang maksimal diperlukan supaya siswa dapat membangun pengetahuannya melalui pengalaman-pengalaman belajar langsung.

Menurut Hamalik (2010: 91) penggunaan asas aktivitas dalam proses pembelajaran memiliki manfaat tertentu, antara lain:

a. Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. b. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa.

c. Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok.

d. Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri, sehingga sangat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual. e. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan

kekeluargaan, musyawarah, dan mufakat.

(55)

39

g. Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme.

h. Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika.

Aktivitas memiliki perananan yang penting sehingga dalam merencanakan pembelajaran diperlukan upaya agar dapat memaksimalkan aktivitas siswa. Uno dan Mohamad (2011: 33-34) menyatakan bahwa dalam penerapan prinsip pembelajaran yang mengaktifkan siswa terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dalam penerapan dapat efektif dan efisien. Adapun prinsip-prinsip utama tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Mendesain pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif sepenuhnya dalam proses belajar. Keaktifan fisik, mental, dan emosional dapat diupayakan dengan melibatkan sebanyak mungkin indera siswa. Makin banyak keterlibatan indera itu dalam proses belajar, semakin maksimal keaktifan siswa.

b. Membebaskan siswa dari ketergantungan yang berlebihan pada guru. Cara belajar DDCH (Duduk, Dengar, Catat, Hafal) mengakibatkan siswa dalam belajar selalu di bawah arahan guru.

(56)

40

dengan ujian lisan, ujian tertulis, tes buku terbuka, tes yang dikerjakan di rumah, dan lain-lain.

Gagne dan Briggs menjelaskan rangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam kelas meliputi 9 aspek untuk menumbuhkan aktivitas dan partisipasi siswa. Adapun aspek tersebut sebagai berikut.

a. Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

b. Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar) kepada siswa. c. Mengingatkan kompetensi prasyarat.

d. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep) yang akan dipelajari. e. Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.

f. Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. g. Memberikan umpan balik (feed back).

h. Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes, sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur.

i. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran. (Yamin, 2007: 83-84)

3. Jenis Aktivitas Belajar

(57)

41

pembelajaran tersebut (Warsono dan Hariyanto, 2012: 8). Aktivitas siswa dapat dilihat dari partisipasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa yang aktif akan memahami materi yang diajarkan karena siswa mengetahui tujuan pembelajarannya.

Dierich menggolongkan kegiatan siswa menjadi delapan aktivitas sebagai berikut (Sardiman, 2007: 101).

a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca,

memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, dan pekerjaan orang lain.

b. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,

mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, dan diskusi.

c. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan,

diskusi, musik, pidato.

d. Writing activities, spserti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket,

menyalin.

e. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

f. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan

pecobaan, membuat konstruksi, pendekatan mereparasi, bermain, berkebun, beternak.

g. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,

memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

h. Emotional activities, seperti misalnya menaruh minat/serius, merasa bosan,

(58)

42

Menurut Uno dan Mohamad (2011: 34) ciri-ciri siswa yang aktif sebagai berikut.

a. Siswa akan terbiasa belajar teratur walaupun tidak ada ulangan. b. Siswa mahir/memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada.

c. Siswa terbiasa melakukan sendiri kegiatan belajar tanpa adanya perintah dari guru terlebih dahulu.

d. Siswa mengerti bahwa guru bukan satu-satunya sumber belajar.

Sudjana (2009: 61) mengemukakan aktivitas siswa dapat dilihat dalam kegiatan sebagai berikut.

a. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. b. Terlibat dalam pemecahan masalah.

c. Bertanya kepada siswa lain/guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapi.

d. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperoleh untuk pemecahan masalah.

e. Melaksanakan diskusi kelompok.

f. Menilai kemampuan dirinya dari hasil yang diperolehnya. g. Melatih diri dalam memecahkan soal/masalah.

h. Kesempatan menggunakan/menerapkan apa yang diperolehnya dalam menyelesaikan tugas/persoalan yang dihadapinya.

(59)

43

dilakukan dalam pembelajaran IPA disebut dengan keterampilan proses (Bandu, 2006: 23).

Aktivitas pembelajaran IPA menurut Sani (2014: 64-67) dibedakan menjadi tiga, yaitu aktivitas membangun pengetahuan konseptual, aktivitas membangun pengetahuan prosedural, dan aktivitas membangun pengetahuan ekspresi.

Pertama, aktivitas siswa dalam membangun pengetahuan konseptual meliputi: membaca teks, menghadiri presentasi/ demonstrasi, membuat catatan, mengamati benda, berdiskusi, berpartisipasi dalam simulasi, mengeksplorasi topik, mempelajari istilah, mengobservasi fenomena, membedakan pengamatan dengan inferensi, mengembangkan prediksi atau hipotesis serta variabel, memilih prosedur, menata prosedur, mengorganisasi data, menganalisis data, membandingkan temuan dengan prediksi atau hipotesis, dan membuat hubungan antara temuan dan konsep atau pengetahuan.

Kedua, aktivitas siswa dalam membangun pengetahuan prosedural meliputi: belajar dan latihan prosedur keselamatan, mempelajari pengukuran, latihan menggunakan alat, mempersiapkan dan membersihkan peralatan, melakukan prosedur percobaan, melakukan pengamatan, mencatat data, memanipulasi variabel untuk memperoleh data, mengumpulkan data, mengumpulkan sampel, dan menganalisis data.

(60)

44

percobaan, mengembangkan peta konsep, menjalankan permainan pendidikan, mengembangkan permainan, dan mengkreasi produk.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa merupakan keterlibatan siswa atau partisipasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Aktivitas siswa dapat digolongkan menjadi 8, yaitu visual activities, oral activities, listening activities, writing activities, drawing activities,

motor activities, mental activities, dan emotional activities. Aktivitas pada

pembelajaran IPA dapat dilihat dari segi aktivitas membangun pengetahuan konseptual, aktivitas membangun pengetahuan prosedural, dan aktivitas membangun pengetahuan ekspresi.

Aktivitas belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA di SD. Aktivitas belajar dalam penelitian ini meliputi: (1) visual activities: memperhatikan penjelasan guru, membaca langkah percobaan, mengamati dalam eksperimen/percobaan; (2) oral activities: berdiskusi menyampaikan pendapat maupun bertanya; (3) listening activities: mendengarkan penjelasan guru, mendengarkan presentasi, mendengarkan pendapat teman; (4) writing activities: menulis data hasil percobaan, membuat rangkuman; (5) motor activities: menyiapkan alat dan bahan percobaan, melakukan percobaan, (6) mental activities: menganalisis hasil percobaan, menanggapi presentasi kelompok lain, membuat kesimpulan; dan (7) emotional

(61)

45 E. Hasil Belajar

Belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap (Winkel, 2004: 59). Belajar adalah interksi antara individu dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Menurut Siregar dan Nara (2011: 4-5) belajar merupakan proses yang kompleks yang mengandung beberapa aspek sebagai berikut.

1. Bertambahnya jumlah pengetahuan.

2. Adanya kemampuan mengingat dan mereproduksi. 3. Adanya penerapan pengetahuan

4. Menyimpulkan makna.

5. Menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas 6. Adanya perubahan sebagai pribadi.

Gagne & Briggs (Suprihatiningrum, 2013: 37) mengatakan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa. Sedangkan menurut Purwanto (2012: 45), hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan pengajaran.

Sudjana (2009: 22) menyatakan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”.

(62)

46

siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Bloom dalam Sudjana (2009: 22), membagi hasil belajar menjadi 3 ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.

1. Kognitif

Ranah kognitif merupakan hasil belajar yang berkaitan dengan aspek intelektual. Bloom membagi hasil belajar kognitif menjadi enam kategori sebagai berikut (Sani, 2014: 53-54).

a. Pengetahuan (Knowledge): siswa dapat mengingat informasi konkret maupun abstrak.

b. Pemahaman (Comprehension): siswa memahami dan menggunakan informasi yang dikomunikasikan.

c. Penerapan (Applying): siswa dapat menerapkan konsep pada suatu permasalahan.

d. Analisis: peserta didik dapat menguraikan informasi atau bahan menjadi beberapa bagian dan mendefinisikan hubungan antar bagian.

e. Sintesis: siswa menghasilkan produk, menggabungkan beberapa bagian dari pengalaman baru untuk menghasilkan sesuatu yang baru.

f. Evaluasi: siswa memberikan penilaian tehadap ide atau informasi yang baru. 2. Afektif

Gambar

Tabel 1. SK dan KD Mata Pelajaran IPA Kelas V Semester II
Gambar 1. Bagan Kerangka Penelitian
Gambar 2. Model Spiral Kemmis dan Mc. Taggart (Kemmis dan Mc. Taggart, 1988: 11)
Tabel 3. Kisi-Kisi Lembar Observasi Guru Pendekatan CTL
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kinerja guru dalam penggunaan metode demonstrasi pada mata pelajaran IPA siklus II pertemuan 1 ... Kinerja guru dalam penggunaan metode demonstrasi pada mata pelajaran

Pada survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 04-06 januari 2012 dapat diketahui bahwa dalam kegiatan pembelajaran belum secara optimal memberikan

merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. 23 Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah

Data hasil pengamatan aktivitas guru pada siklus II yang dominan adalah aktivitas guru dalam memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang

Dari diskusi dengan guru, terungkap bahwa: (1) Pembelajaran yang dilakukan belum maksimal, karena peneliti baru pertamakali mencoba metode ini, (2) Siswa-siswa

Proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada siklus I secara keseluruhan telah dilaksanakan hampir sesuai

Penelitian ini dilakukan sebagai upaya perbaikan proses pembelajaran dari hasil belajar yang belum optimal pada siswa kelas V SDN Gendongan 03 Salatiga Semester 1 Tahun Pelajaran

Berdasarkan permasalahan diatas maka peneliti melakukan upaya meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa kelas IV dengan menggunakan pendekatan