1 POTENSI BUBUK DAN ARANG BIJI NANGKA
TERAKTIVASI ASAM NITRAT (HNO3) SEBAGAI ADSORBEN UNTUK PENJERAPAN ZAT WARNA CRYSTAL VIOLET
Hasri Ariestiya1*, Itnawita2
1Mahasiswa Program S1 Kimia
2Dosen Bidang Kimia Analitik Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya, Pekanbaru, 28293, Indonesia
*hasri.ariestiya0613@student.unri.ac.id
ABSTRACT
The aim of this study was to analyze the adsorption efficiency of activated jackfruit seeds powder and carbon to remove crystal violet in solution. Jackfruit seeds carbon made by carbonization at 400℃ for 3 hour. Jackfruit seed powder and carbon were activated with 0.3 M nitric acid (HNO3) with adsorption efficiency tested by varying the adsorbent doses (0.1, 0.3, 0.5, 0.7 and 0.9 g) and optimum contact times (30, 60, 90, 120, 150, 180 and 210 minutes) which were analyzed using a UV-Vis Spectrophotometer instrument. The adsorbent samples were also characterized for their surface morphology using SEM instruments and functional group determination analysis using FTIR instruments. The results showed that the adsorption efficiency of HNO3 activated jackfruit seed powder to remove crystal violet was achieved at a dose of 0.7 g and a contact time of 90 minutes with an efficiency of 97.50%, while the jackfruit seed carbon was at a dose of 0.5 g and a contact time of 180 minutes with an efficiency of 60.08%. Based on the research that has been done, it can be seen that activated jackfruit seeds powder have the better potential and effectiveness to remove crystal violet dye in solution than activated jackfruit seeds carbon. done
Keywords: adsorption, crystal violet, jackfruit seed
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi adsorpsi bubuk dan arang biji nangka teraktivasi untuk menghilangkan crystal violet dalam larutan. Arang biji nangka dibuat melalui karbonisasi pada suhu 400℃ selama 3 jam. Bubuk dan arang biji nangka diaktivasi dengan asam nitrat (HNO3) 0,3 M dengan efisiensi penjerapan diuji melalui variasi dosis adsorben (0,1, 0,3, 0,5, 0,7 dan 0,9 g) dan waktu kontak optimum (30, 60, 90, 120, 150, 180 dan 210 menit) yang dianalisis menggunakan instrumen Spektrofotometer UV-Vis. Sampel adsorben juga dikarakterisasi morfologi permukaannya menggunakan instrumen SEM dan analisis penentuan gugus fungsi menggunakan instrumen FTIR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi
penjerapan bubuk biji nangka teraktivasi HNO3 terhadap crystal violet tercapai pada dosis 0,7 g dan waktu kontak 90 menit dengan efisiensi 97,50%, sedangkan pada arang biji nangka yaitu pada dosis 0,5 g dan waktu kontak 180 menit dengan efisiensi 60,08%.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa bubuk biji nangka teraktivasi memiliki potensi dan efektivitas yang lebih baik untuk menghilangkan zat warna crystal violet dalam larutan dibandingkan arang biji nangka teraktivasi.
Kata kunci: adsorpsi, crystal violet, biji nangka.
PENDAHULUAN
Provinsi Riau merupakan salah satu daerah yang banyak ditumbuhi oleh tanaman nangka. Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun (2020) total produksi tanaman nangka di Provinsi Riau setiap tahunnya yaitu sebesar 22.944 ton. Tingginya produksi tanaman nangka, diiringi dengan banyaknya limbah dari tanaman nangka yang dihasilkan. Menurut Sugiarti, (2003) dalam pengolahan buah nangka menghasilkan limbah sebanyak 65-80%
dan limbah biji nangka menempati posisi cukup besar yaitu kisaran 30-50% dari total limbah yang dihasilkan. Namun, potensi dan pemanfaatan dari limbah biji nangka tersebut masih belum optimal dilakukan, yang mana biasanya dimanfaatkan sebagai bahan pangan selebihnya hanya terbuang sebagai limbah.
Biji nangka mengandung karbohidrat (36,7 g/100 g), protein (4,2 d/100 g), dan energi (165 kkal/100 g) (Supriyadi dan Pangesthi, 2014).
Berdasarkan kandungan karbohidratnya yang tinggi, maka biji nangka sangat mungkin dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan baku adsorben dalam proses adsorpsi, seperti penelitian yang dilakukan oleh Kooh et al., (2018), yang
menggunakan bubuk biji nangka sebagai adsorben zat warna malachite green dengan efisiensi adsorpsi sebesar 33%, penelitian oleh Prasad et al., (2020), menggunakan biji nangka sebagai bio- adsorben untuk menghilangkan kadmium dalam larutan aquoeus dengan hasil persen penghilangan ion kadmium sebesar 97%, serta penelitian yang dilakukan oleh Dahri et al., (2016), menggunakan biji nangka sebagai adsorben untuk mengadsorpsi zat warna methyl violet 2B dengan efisiensi adsorpsi sebesar 79,95%. Berdasarkan penelitian tersebut membuktikan bahwa biji nangka mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai adsorben yang baik dalam bentuk bubuk maupun arang.
Metode adsorpsi merupakan metode yang sering digunakan sebagai metode dalam mengolah limbah zat warna karena metodenya yang cukup efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal. Dalam proses adsorpsi, diperlukan adanya proses aktivasi baik itu secara fisika maupun kimia yang dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan efisiensi penjerapannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ulfandri, (2021) yaitu menggunakan bubuk biji nangka sebagai adsorben teraktivasi HNO3, diperoleh
3 luas permukaan sebesar 8,3360 m2/g
yang menandakan bahwa pengaktivasian bubuk biji nangka menggunakan HNO3
terbukti meningkatkan luas permukaan bubuk biji nangka dibandingkan dengan yang tanpa aktivasi dengan konsentrasi HNO3 optimum yaitu 0,3 M.
Melihat potensi adsorben dari biji nangka yang lebih luas, maka selanjutnya dilakukan pengkajian efisiensi penjerapan dari adsorben biji nangka dalam bentuk bubuk dan arang teraktivasi HNO3 untuk penjerapan zat warna crystal violet. Zat warna crystal violet merupakan zat warna sintetis dan kationik yang biasa digunakan khususnya pada industri tekstil dan tinta warna yang mana merupakan salah satu zat warna yang terdapat pada limbah cair yang keberadaannya sangat mengganggu dan membahayakan di alam karena sifatnya yang dapat menyebabkan iritasi dan karsinogenik. Maka dari itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai adsorpsi terhadap zat warna crystal violet.
Penelitian ini dalam pengaplikasian proses adsorpsi terhadap zat warna crystal violet dilakukan menggunakan larutan simulasi dengan efisiensi adsorpsinya ditinjau dan dievaluasi optimalisasinya melalui uji dosis dan waktu kontak.
METODE PENELITIAN a. Alat dan bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sentrifuge (Fisher Scientific Centrific Model 228), oven (Memmert), furnace (Vulcan A-130
Furnace), shaker (Daihan Labtech CO LTD), Spektrofotometer UV-Vis (Agilent Cary 60), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (IR Prestige-21 Spectrophotometer Shimadzu), Scanning Electron Microscopy (Hitachi Flexsem 1000), ayakan (CBN test sieve analys) ukuran 100 dan 200 mesh, cawan crucible, magnetic stirrer, hot plate, desikator, kertas saring Whatman 42, lumpang dan alu, spatula, stopwatch, botol semprot, pH meter (Suncare), neraca analitik (Mettler tipe AE200), pisau, dan seperangkat alat gelas lainnya yang umum digunakan di laboratorium.
Adapun bahan-bahan yang digunakan antara lain biji nangka matang yang diambil dari limbah industri keripik nangka Natasyah di Rimbo Panjang Kota Pekanbaru Riau, larutan HNO3 (0,3 M), metilen biru, crystal violet, akua DM (aqua demineralized) dan akuades.
b. Preparasi bubuk biji nangka Sampel biji nangka yang matang sebanyak dikupas untuk mengambil bagian dalam dari biji nangka. Biji nangka tersebut dipotong kecil-kecil menggunakan pisau dan dicuci dengan akuades sebanyak tiga kali pencucian kemudian dikeringkan dengan bantuan panas dari sinar matahari hingga kering.
Sampel biji nangka yang sudah kering selanjutnya digiling halus menggunakan lumpang dan alu sampai berbentuk tepung/bubuk kemudian diayak menggunakan ayakan berukuran 100 mesh dan tertahan pada ayakan ukuran 200 mesh lalu disimpan dalam desikator.
c. Pembuatan arang biji nangka Sampel biji nangka yang matang dikupas untuk mengambil bagian dalam dari biji nangka. Biji nangka tersebut dipotong kecil-kecil menggunakan pisau dan dicuci dengan akuades sebanyak tiga kali pencucian kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari hingga kering.
Setelah kering, biji nangka diletakkan di cawan crusible lalu dikarbonisasi dalam tanur (furnace) pada suhu 400⁰C selama 3 jam. Lalu arang biji nangka hasil karbonisasi didiamkan hingga dingin dalam desikator. Setelah itu arang biji nangka digerus halus menggunakan lumpang dan alu sampai berbentuk tepung atau bubuk kemudian bubuk diayak menggunakan ayakan berukuran 100 mesh dan tertahan pada ayakan ukuran 200 mesh lalu disimpan dalam desikator.
d. Aktivasi bubuk dan arang biji nangka
Bubuk dan arang biji nangka masing-masing ditimbang menggunakan neraca analitik sebanyak 10 gram.
Kemudian disiapkan larutan HNO3 0,3 M sebanyak 100 mL dan dimasukkan kedalam masing-masing sampel.
Campuran diaduk menggunakan batang pengaduk selama 5 menit kemudian direndam dan didiamkan selama 2 jam.
Selanjutnya sampel disaring menggunakan kertas saring Whatman 42 lalu sampel dibilas dengan akua DM hingga pH netral. Setelah pH air pencucian netral, selanjutnya sampel dikeringkan dengan oven pada suhu 70⁰C lalu disimpan dalam desikator.
e. Penentuan daya jerap terhadap metilen biru
(SNI No. 06-3730-1995)
Sampel bubuk dan arang teraktivasi HNO3 masing-masing ditimbang menggunakan neraca analitik sebanyak 0,1 g. Kemudian disiapkan larutan metilen biru 10 ppm dan dipipet sebanyak 25 mL dan dimasukkan kedalam masing-masing Beaker glass yang sudah berisikan sampel dan diberi kode A1, A2 dan A3 untuk menentukan luas permukaannnya.w
Kemudian campuran diaduk selama 15 menit menggunakan magnetic stirrer dan hot plate, lalu didiamkan selama 5 menit dan disentrifugasi selama 10 menit. Cairan yang dihasilkan dipipet dan diuji daya serapnya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang optimum untuk mengetahui kualitas sampel terbaik. Daya jerap metilen biru dan luas permukaan adsorben dihitung melalui persamaan berikut :
Xm (mg/g)= (X0 − Xi)
W 𝐱 V
S (m2/g) = Xm x N x a
BM
Keterangan:
X0 = Konsentrasi awal (mg/L) Xi = Konsentrasi akhir (mg/L) V = Volume larutan (L) W = Berat arang (g)
N = Bilangan Avogadro (6,02 x 1023) a = Luas permukaan metilen biru
(197,197 x 10-20 m2/mol)
BM = Berat molekul metilen biru (319,857 g/mol)
5 f. Karakterisasi bubuk dan arang
biji nangka
Karakterisasi bubuk dan arang biji nangka dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa morfologi bubuk sebelum aktivasi, setelah aktivasi dan setelah adsorpsi menggunakan instrumen Scanning Electron Microscopy (SEM) dan untuk penentuan gugus fungsi menggunakan instrumen Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dengan merk IR Prestige Fourier Transform Infrared Spectrophotometer Shimadzu.
g. Adsorpsi crystal violet
1. Pengaruh dosis bubuk dan arang biji nangka
Sampel bubuk dan arang teraktivasi HNO3 masing-masing ditimbang menggunakan neraca analitik sebanyak 0,1 g, 0,3 g, 0,5 g, 0,7 g dan 0,9 g.
Kemudian sampel dikontakkan dengan larutan crystal violet 100 ppm sebanyak 20 mL didalam Erlenmeyer 100 mL.
Selanjutnya campuran diaduk menggunakan shaker pada kecepatan 200 rpm dalam waktu konstan (180 menit) lalu didiamkan. Filtrat dipisahkan dari adsorben menggunakan centrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Kemudian filtrat hasil sentrifugasi diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
2. Pengaruh waktu kontak
Sebanyak 20 mL larutan crystal violet dengan konsentrasi 100 ppm dimasukkan ke dalam 7 buah Erlenmeyer 100 mL. Bubuk dan arang
dengan dosis optimum masing-masing ditimbang dan dimasukkan ke dalam larutan tersebut lalu diaduk dengan shaker pada kecepatan 200 rpm dalam variasi waktu 30, 60, 90, 120, 150, 180 dan 210 menit. Setelah campuran dikontakkan, filtrat dipisahkan dari adsorben menggunakan centrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Kemudian filtrat hasil sentrifugasi dianalisis diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Uji luas permukaan bubuk dan arang biji nangka
Aktivasi kimia dilakukan dengan harapan dapat memperluas permukaan adsorben sehingga mampu meningkatkan efisiensi penjerapannya.
Aktivasi kimia pada adsorben menggunakan aktivator berupa larutan HNO3 dengan konsentrasi 0,3 M yang disesuaikan dengan penelitian sebelumnya oleh Ulfandri, (2021).
HNO3 dapat dijadikan sebagai aktivator karena HNO3 memiliki ion H+ yang dapat melarutkan pengotor dengan menukar ion logam yang terikat pada adsorben.
Adapun hasil luas permukaan adsorben biji nangka yang teraktivasi maupun non aktivasi menunjukkan bahwa luas permukaan bubuk aktivasi memperoleh nilai rata-rata luas permukaan yaitu sebesar 7,8418 m2/g sedangkan non aktivasi sebesar 7,3409 m2/g. Hasil ini sudah sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh
Ulfandri, (2021) yaitu menggunakan bubuk biji nangka sebagai adsorben teraktivasi HNO3, diperoleh hasil luas permukaan sebesar 8,3360 m2/g yang menandakan bahwa aktivasi pada bubuk biji nangka menggunakan HNO3 terbukti merubah nilai luas permukaan pada bubuk biji nangka. Hasil ini sesuai dengan hasil FTIR pada Gambar 1 yaitu bubuk biji nangka non aktivasi dan aktivasi teridentifikasi beberapa gugus fungsi utama yaitu adanya gugus –OH yang masing-masing muncul pada bilangan gelombang 3323,49 cm-1 dan
3312 cm-1, bilangan gelombang 1651,14 cm-1 mengindikasikan vibrasi ikatan C=O dan bilangan gelombang 1075,36 cm-1 mengindikasikan vibrasi ikatan C- OH. Hasil ini didukung juga oleh hasil analisis morfologi permukaan yang disajikan pada Gambar 3 (a) dan (c) yang menunjukkan bahwa bubuk yang diaktivasi HNO3 membuat luas permukaan menjadi lebih terlihat lebih besar serta terlihat lebih bersih dan terbuka dibandingkan dengan bubuk non aktivasi yang masih terlihat adanya pori yang tertutupi.
Gambar 2. Spektrum FTIR arang biji angka non aktivasi dan teraktivasi
Gambar 3. Morfologi permukaan bubuk biji nangka non aktivasi dan teraktivasi
Gambar 1. Spektrum FTIR bubuk biji nangka non aktivasi dan teraktivasi
Gambar 4. Morfologi permukaan arang biji nangka non aktivasi dan teraktivasi
7 Aktivasi arang biji nangka dengan
HNO3 0,3 M justru membuat luas permukaan menadi lebih kecil yaitu dari 4,9113 m2/g menjadi 2,8521 m2/g., terjadinya penurunan ini disebabkan karena penggunaan aktivator yang membuat pori-pori arang tertutupi dan luas permukaannya kecil. Berdasarkan penelitian oleh Tao et al., (2008), menjelaskan bahwa penggunaan HNO3
oksidasinya yang kuat serta pemakaian bahan kimia sebagai bahan pengaktif juga seringkali dapat mengakibatkan pengotoran pada arang aktif yang dihasilkan yaitu dengan meninggalkan sisa-sisa yang tidak diinginkan seperti adanya ion H+ dari HNO3 yang masih terperangkap di permukaan adsorben (Pari, 2004).
Hal ini juga didukung oleh hasil analisis morfologi permukaan yang dilihat pada Gambar 4 (a) dan (c), dimana jika dibandingkan dengan penelitian oleh Prasad et al., (2020), hasil morfologi luas permukaan arang terlihat lebih besar dibandingkan dengan morfologi permukaan arang pada penelitian ini yang mana tidak terlihat seperti gumpalan bulat namun dengan bentuk seperti telah terjadinya kerusakan pada struktur pori arang dan pori yang masih tertutupi oleh zat-zat pengotor.
Hasil ini sesuai dengan hasil FTIR pada Gambar 2 yaitu arang biji nangka non aktivasi dan aktivasi terdapat beberapa gugus fungsi penting yang teridentifikasi, diantaranya yaitu pada bilangan gelombang 1635,71 cm-1 mengindikasikan adanya vibrasi ikatan C=O, bilangan gelombang 1576,87 cm-1
mengindikasikan vibrasi ikatan C=C aromatik dan bilangan gelombang 1063,79 dan 1075,36 cm-1 pada sampel arang mengindikasikan adanya vibrasi ikatan C-OH.
b. Adsorpsi crystal violet
1. Pengaruh dosis bubuk dan arang biji nangka
Penggunaan dosis adsorben baik bubuk non aktivasi maupun teraktivasi keduanya sama-sama mencapai optimum pada dosis adsorben 0,7 g dengan efisiensi adsorpsi masing-masing yaitu 96,15% dan 97,51% yang mana hasil tersebut menunjukkan bahwa pada bubuk biji nangka teraktivasi mengalami peningkatan efisiensi adsorpsi terhadap zat warna crystal violet seperti yang disajikan pada Gambar 5.
Dosis adsorben itu sendiri merupakan faktor yang menentukan keberhasilan dari proses adsorpsi.
Semakin banyak dosis adsorben yang dibutuhkan, maka luas permukaan dan jumlah situs aktif pori adsorben menjadi lebih banyak tersedia sehingga semakin banyak crystal violet yang terjerap.
Peningkatan ini akan terus terjadi hingga beberapa waktu hingga mencapai peningkatan yang konstan dan dikarenakan situs aktif telah diisi adsorbat serta tidak ada adsorpsi lebih lanjut yang disebut juga sebagai puncak jenuh atau optimum adsorben dalam menjerap. Artinya, dosis bubuk berbanding lurus dengan efisiensi adsorpsi (Putri et al., 2019). Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan antara lain
Gambar 5. Hubungan variasi dosis bubuk dan arang biji nangka non aktivasi dan aktivasi terhadap efisiensi adsorpsi crystal violet
Gambar 6. Hubungan variasi waktu kontak bubuk dan arang biji nangka non aktivasi dan aktivasi terhadap efisiensi adsorpsi crystal violet
oleh Kooh et al., (2018), Dahri et al., (2016) serta Ulfandri, (2021) yang membuktikan bahwa setelah dilakukan proses aktivasi pada penelitian ini diperoleh hasil efisiensi yang lebih besar sehingga aktivasi terbukti efektif untuk meningkatkan efisiensi penjerapan pada bubuk biji nangka.
Dosis optimum arang non aktivasi maupun teraktivasi HNO3 masing- masing optimum pada dosis adsorben 0,7 g dan 0,5 g dengan perolehan efisiensi adsorpsi yaitu 94,31% dan 59,99% seperti yang disajikan pada Gambar 5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa arang teraktivasi memperoleh
0 20 40 60 80 100 120
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Efisiensi Adsorpsi (%)
Dosis Adsorben (g)
Bubuk biji nangka nonaktivasi Bubuk biji nangka aktivasi Arang biji nangka nonaktivasi Arang biji nangka aktivasi
0 20 40 60 80 100 120
0 30 60 90 120 150 180 210 240
Efisiensi Adsorpsi (%)
Waktu Kontak (menit)
Bubuk biji nangka nonaktivasi Bubuk biji nangka aktivasi Arang biji nangka nonaktivasi Arang biji nangka aktivasi
9 efisiensi adsorpsi lebih kecil
dibandingkan dengan sampel lainnya.
Pada Gambar 3 (b) dan (d) serta Gambar 4 (b) dan (d) menunjukkan bahwa pori-pori permukaan dari bubuk dan arang sebelum adsorpsi menjadi terisi oleh zat warna crystal violet, artinya kondisi tersebut menandakan bahwa telah terjadinya interaksi antara adsorben dengan adsorbat secara maksimal.
2. Pengaruh waktu kontak
Pada bubuk biji nangka non aktivasi dan aktivasi diperoleh hasil waktu kontak optimum yaitu pada 180 dan 90 menit dengan efisiensi adsorpsi 96,24%
dan 97,50%, sedangkan pada arang biji nangka non aktivasi dan aktivasi diperoleh hasil waktu kontak optimum masing-masing yaitu pada 150 dan 180 menit dengan efisiensi adsorpsi yaitu 94,64% dan 60,08%, artinya bubuk biji nangka non aktivasi dan arang aktivasi membutuhkan waktu pengontakan lebih lama untuk menjerap crystal violet dibandingkan bubuk aktivasi dan arang non aktivasi seperti yang disajikan pada Gambar 6.
Menurut Pujiana, (2014) semakin lama waktu kontak antara adsorben dengan adsorbat untuk berinteraksi, maka memungkinkan proses difusi penempelan molekul adsorbat pada adsorben berlangsung lebih baik. Waktu kontak antara adsorben dan adsorbat yang terlalu lama dapat menyebabkan kondisi adsorben menjadi jenuh dan adsorbat menjadi terlepas kembali akibat pengadukan secara terus menerus
sehingga setelah kondisi waktu pengontakan optimum terjadi penurunan efisiensi adsorpsi (Zian et al., 2016).
Kondisi ini disebut juga sebagai desorpsi, yaitu kondisi dimana adsorben sudah jenuh atau mendekati jenuh dalam menjerap adsorbat yang ditandai dengan terlepasnya kembali adsorbat yang terjerap menjadi pengotor kembali sehingga terjadinya penurunan efisiensi adsorpsi (Nurhasni, 2012).
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa biji nangka sebagai biomassa terbukti berpotensi untuk dijadikan sebagai bubuk maupun arang untuk menjerap zat warna crystal violet dalam larutan, dimana bubuk teraktivasi HNO3 mempunyai potensi yang lebih baik dalam menjerap crystal violet dibandingkan dengan arang teraktivasi yaitu dengan efisiensi adsorpsi sebesar 97,50% dengan kondisi optimum dosis adsorben 0,7 g dan waktu kontak 180 menit.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2020. Statistik Tanaman Buah-Buahan dan Sayuran Tahunan Indonesia.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Sugiarti. 2003. Pengaruh Asam Sitrat dan Gula Terhadap Mutu Selai dari Dami Nangka Varietas Nangka Kunir (Artocarpus heterophyllus). Skripsi. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.
Supriyadi, A. dan Pangesthi, L. 2014.
Pengaruh substitusi tepung biji
nangka (artocarpus heterophyllus) terhadap mutu organoleptik kue onde-onde ketawa. Jurnal Boga. 3(1): 225 - 233.
Dahri, M. K., Kooh, M. R. R., dan Lim, L. B. L. 2016. Adsorption of toxic methyl violet 2B dye from aqueous solution using artocarpus heterophyllus (Jackfruit) seed as an adsorbent.
American Chemical Science Journal. 15(2): 1-12.
Kooh, M.R.R., Dahri1, M.K., Lim, L.B.L. 2018. Jackfruit seed as low-cost adsorbent for removal of malachite green: artificial neural network and random
forest approaches.
Environmental Earth Sciences.
77: 434.
Prasad, N., Kumar, P., dan Pal, B.
2020. Cadmium removal from aqueous solution by jackfruit seed bio-adsorbent. SN Apllied Science.2:1018.
Ulfandri, D. 2021. Potensi biji nangka teraktivasi HNO3 yang dimodifikasi dengan Ca-Alginat sebagai adsorben metilen biru.
Skripsi. Pekanbaru: Universitas Riau.
Pari, G., Sofyan, K., Syafii, W., dan Buchari. 2004. Pengaruh lama aktivasi terhadap struktur dan mutu arang aktif serbuk gergaji jati (Tectonagrandis L. F).
Jurnal Teknologi Hasil Hutan.
17(1): 33-44.
Pujiana. 2014. Penentuan waktu kontak dan pH optimum penyerapan metilen biru menggunakan abu sekam padi. Jurnal Molekul.
1(1): 41-44.
Putri, D. I., Daud, S., dan Elystia, S.
2019. Pengaruh massa dan waktu kontak adsorben
cangkang buah ketapang terhadap penyisihan logam Fe dan zat organik pada air gambut. JOM FTeknik. 6(2): 1- 13.
Tao, X. U. Dan Xiaokin, L. I. U. 2008.
Peanut shell activated carbon:
characterization, surface modification and adsorption of Pb2+ from aquoeus solution.
Chinese Journal of Chemical Engineering. 16(3): 401-406.
Nurhasni., Firdiyano, F., dan Sya’ban, Q. 2012. Penyerapan ion alumunium dan besi dalam larutan sodium silikat menggunakan karbon aktif.
Valensi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2(4):
516-525.
Zian., Ulfin, I., dan Harmami. 2016.
Pengaruh waktu kontak pada adsorpsi remazol violet 5R menggunakan adsorben Nata de coco. Jurnal Sains dan Seni ITS. 5(2): 2337-3520.