• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI BUBUK DAN ARANG BIJI NANGKA TERAKTIVASI ASAM NITRAT (HNO3) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA RHODAMIN B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "POTENSI BUBUK DAN ARANG BIJI NANGKA TERAKTIVASI ASAM NITRAT (HNO3) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA RHODAMIN B"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI BUBUK DAN ARANG BIJI NANGKA TERAKTIVASI ASAM NITRAT (HNO3) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA RHODAMIN B

Aulia Tarra Nazifa1, Itnawita2

1 Mahasiswa Program S1 Kimia

2 Dosen Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia

*aulia.tarra3445@student.unri.ac.id.

ABSTRACT

The potential of jackfruit seeds both in powder form and carbon form activated with HNO3 in adsorption of Rhodamine B from aqueous solution was studied. The synthesized jackfruit seeds were prepared at size that passed at 100 mesh and retained at 200 mesh, for carbon form were carbonized at 400o C for 3 h and the jackfruit seed in powder form and carbon form were activated with HNO3 0,3 M. Surface area of adsorbent was analyzed through methylene blue adsorption tests based on SNI No. 06-3730-1995. Adsorbents were characterized using SEM for surface morphology analysis and FTIR spectroscopy for functional group analysis. Effects of parameters such as dosage of adsorbent and contact time were evaluated and optimized. Based on this study, it was obtained that the activation process was increased the surface area of adsorbent for jackfruit seed powder from 7.8586 m2/g to 8.3862 m2/g and decreased the surface area for jackfruit seed carbon from 4.9015 m2/g to 2.8491 m2/g. The optimum adsorption was achieved for jackfruit seed powder activated HNO3 at 0.9 grams optimum dose of adsorbent and optimum of contact time for 150 minutes, the optimum adsorption efficiency of about 96.53%.

Keywords: adsorbent, jackfruit seed, rhodamine B ABSTRAK

Potensi biji nangka dalam bentuk bubuk maupun dalam bentuk arang yang diaktivasi dengan HNO3 dalam adsorpsi Rhodamin B dari larutan telah dipelajari. Biji nangka disiapkan pada ukuran yang lolos di 100 mesh dan tertahan di 200 mesh, untuk bentuk arang dikarbonisasi pada suhu 400o C selama 3 jam dan biji nangka dalam bentuk bubuk dan bentuk arang diaktivasi dengan HNO3 0,3 M. Luas permukaan adsorben dianalisis melalui uji daya jerap methylene blue berdasarkan SNI No. 06-3730-1995. Adsorben dikarakterisasi menggunakan SEM untuk analisis morfologi permukaan dan spektroskopi FTIR untuk analisis gugus fungsi. Pengaruh parameter seperti dosis adsorben dan waktu kontak dievaluasi dan dioptimalkan. Berdasarkan penelitian ini diperoleh bahwa proses aktivasi dapat meningkatkan luas permukaan adsorben bubuk biji nangka dari 7,8586 m2/g menjadi 8,3862 m2/g dan menurunkan luas permukaan arang biji nangka dari 4,9015 m2/g menjadi 2,8491 m2/g. Kondisi adsorpsi terbaik didapatkan pada bubuk biji nangka yang

(2)

teraktivasi HNO3 dengan dosis optimum adsorben 0,9 gram dan waktu kontak optimum 150 menit, dengan efisiensi adsorpsi optimum sekitar 96,53%.

Kata kunci : adsorben, biji nangka, rhodamin B

PENDAHULUAN

Tanaman nangka merupakan tanaman yang banyak dijumpai dan keberadaannya tersebar hampir di seluruh wilayah tropis, salah satunya di Indonesia. Tanaman nangka dapat berbuah setiap tahunnya dan terus mengalami peningkatan produksi dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, total produksi buah nangka pada tahun 2020 di Riau mencapai sebesar 22.944 ton. Namun, jumlah produksi buah nangka yang meningkat ini tidak disertai dengan pengolahan limbah nangka khususnya pada bagian biji. Ditinjau dari kandungan kimianya, biji nangka kaya akan kandungan senyawa organik dengan komposisi terbesar berupa pati yang mencapai 90-93% (Madruga et al., 2014). Sehingga, melihat kandungannya ini, biji nangka sangat berpotensi dapat dijadikan sebagai hal lain salah satunya sebagai adsorben.

Dewasa ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan pemanfaatan dari biji nangka sebagai adsorben baik dalam bentuk bubuk maupun dalam bentuk arang seperti penelitian Kooh et al., (2016), Kooh et al., (2018) dan Prasad et al., (2020), namun pada penelitian ini masih didapatkan nilai efisiensi penjerapan terhadap zat warna yang masih kecil, maka untuk melihat potensi yang lebih

baik perlu ditingkatkan nilai efisiensinya salah satu caranya melalui proses aktivasi.

Aktivasi merupakan suatu proses modifikasi permukaan suatu adsorben menggunakan suatu aktivator sehingga akan menambah, membuka dan mengembangkan volume pori dari adsorben. Aktivasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu aktivasi secara fisika dan aktivasi secara kimia (Rahmawati et al., 2010). Pada penelitian ini, dilakukan aktivasi adsorben secara kimia dengan menggunakan larutan HNO3 sebagai aktivator. HNO3 dipilih karena kemampuannya yang dapat melarutkan logam-logam yang menutupi permukaan adsorben dan mempunyai kemampuan sebagai oksidator, sehingga dapat menambah jumlah sisi aktif pada adsorben (Sudiarta, 2009). Untuk melihat potensi yang lebih luas dari bubuk dan arang biji nangka yang teraktivasi HNO3

diujikan terhadap zat warna Rhodamin B.

Rhodamin B adalah pewarna sintetik basa bersifat kationik yang termasuk ke dalam golongan xanthenes dyes.

Rhodamin B banyak digunakan dalam dunia industri seperti industri cat, kulit, kertas, tekstil dan industri laboratorium biomedis (Singh et al., 2010; Mehrdad &

Hashemzadeh, 2010). Limbah Rhodamin B sangat berbahaya apabila langsung dibuang ke lingkungan tanpa adanya

(3)

penanganan terlebih dahulu. Rhodamin B merupakan senyawa toksik karena mengandung senyawa klorin yang berbahaya dan reaktif (Hidayah et al., 2017). Rhodamin B memiliki sifat karsinogenik, neurotoksik dan menyebabkan iritasi pada kulit, mata, saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Rhodamin B juga sangat berbahaya pada kehidupan air karena dapat menghambat penetrasi cahaya masuk ke air sehingga akan mengganggu kehidupan dan ekosistem di dalam air.

Melihat dampak yang ditimbulkan oleh limbah Rhodamin B, maka sangat penting dilakukannya penanganan lebih lanjut pada limbah Rhodamin B sebelum dibuang ke lingkungan. Pada penelitian ini akan dilihat potensi biji nangka baik dalam bentuk bubuk maupun dalam bentuk arang yang teraktivasi HNO3 untuk menjerap zat warna Rhodamin B.

Penelitian ini diharapkan selain dapat memanfaatkan ketersediaan biji nangka yang melimpah, juga dapat mengurangi potensi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh zat warna Rhodamin B hasil buangan dari industri.

METODE PENELITIAN a. Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain adalah Spektrofotometer UV-Vis (Thermo Scientific Genesys 20), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (IR Prestige Spectrophotometer Shimadzu), Scanning Electron Microscopy (Hitachi Flexsem 1000), shaker (Daihan Lab Tech Co LTD), Sentrifuge (Fisher Scientific Centrific Model 228), oven (Stericell), furnace (Vulcan A-130 Furnace), pisau, hotplate (Thermo Scientific Cimarec),

magnetic stirrer, desikator, buret, statip, lumpang dan alu, spatula, ayakan 100 dan 200 mesh, stopwatch, botol semprot, pH meter (HANNA HI 98107), timbangan analitik (Kern ABJ-NM/ABS- N), dan peralatan gelas lainnya yang umum digunakan di laboratorium.

Bahan yang digunakan terdiri dari biji nangka matang, larutan asam nitrat (HNO3) 0,3 M, larutan Methylene Blue, larutan Rhodamin B, akuades, Aqua Demineralized (akua DM) dan kertas saring Whattman 42.

b. Preparasi adsorben biji nangka Sampel biji nangka matang dikupas bagian kulit luarnya menggunakan pisau untuk diambil bagian dalam dari biji nangka. Biji nangka dipotong kecil-kecil dan dicuci dengan akuades kemudian dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Sebagian dari biji nangka yang telah dipotong kecil-kecil dan dibersihkan, dikarbonisasi dengan furnace pada suhu 4000 C selama ± 3 jam untuk membentuk arang biji nangka.

Sampel biji nangka baik yang kering maupun yang telah melalui proses karbonisasi kemudian digiling halus sampai berbentuk bubuk menggunakan lumpang dan alu, lalu diayak menggunakan ayakan bertingkat yang lolos di ukuran 100 mesh dan tertahan di 200 mesh. Sampel biji nangka yang telah diayak kemudian disimpan di dalam desikator.

c. Aktivasi adsorben biji nangka Sampel bubuk biji nangka dan arang biji nangka masing-masing sebanyak 10 gram direndam dalam 100 mL larutan HNO3 0,3 M pada gelas beaker 250 mL

(4)

selama ± 2 jam. Setelah proses perendaman, bubuk dan arang biji nangka disaring dan dibilas dengan akua DM hingga pH bilasan mencapai pH yang sama dengan pH akua DM. Sampel hasil bilasan kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 70 ± 20 C untuk bubuk biji nangka dan 100 ± 20 C untuk arang biji nangka. Sampel yang telah dioven kemudian didinginkan lalu disimpan di dalam desikator. Adsorben biji nangka dilakukan uji karakterisasi melalui uji daya jerap terhadap methylene blue. Hasil karakterisasi dibandingkan dengan standar mutu arang aktif menurut SNI No. 06-3730-1995.

d. Pengaruh dosis adsorben

Sebanyak 0,1 g, 0,3 g 0,5 g, 0,7 g, 0,9 g dan 1,1 g sampel bubuk biji nangka dan arang biji nangka masing-masing ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL. Sampel dikontakkan dengan larutan Rhodamin B dengan memasukkan larutan Rhodamin B konsentrasi 25 ppm ke dalam erlenmeyer yang telah berisi sampel sebanyak 25 mL. Campuran diaduk dengan shaker pada kecepatan 250 rpm dalam waktu konstan (150 menit) lalu didiamkan.

Filtrat dipisahkan dari sampel dengan cara sentrifugasi dan dianalisis dengan Spektrofotometer UV-Vis.

e. Pengaruh waktu kontak

Sampel bubuk biji nangka dan arang biji nangka dengan dosis optimum adsorben ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL. Sebanyak 25 mL larutan Rhodamin B dengan konsentrasi 25 ppm dimasukan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi sampel.

Campuran diaduk dengan shaker pada

kecepatan 250 rpm dalam variasi waktu 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 menit.

Setelah dikontakkan, campuran dipisahkan dengan cara sentrifugasi dan filtrat dianalisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.

f. Karakterisasi adsorben biji nangka Karakterisasi adsorben biji nangka dilakukan untuk menganalisis morfologi pada permukaan adsorben sebelum aktivasi, setelah aktivasi dan setelah adsorpsi. Karakterisasi ini dilakukan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dengan merk Hitachi Flexsem 1000, sedangkan untuk penentuan gugus fungsi dari bubuk biji nangka dan arang biji nangka sebelum aktivasi, setelah aktivasi dan setelah adsorpsi dianalisis menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dengan merk IR Prestige Spectrophotometer Shimadzu.

HASIL DAN PEMBAHASAN a. Adsorben teraktivasi HNO3

Penggunaan HNO3 sebagai aktivator untuk proses aktivasi adsorben biji nangka menunjukkan bahwa terjadinya perubahan struktur dari permukaan adsorben. Berdasarkan dari hasil nilai luas permukaan dengan uji daya jerap methylene blue didapatkan bahwa luas permukaan adsorben bubuk biji nangka mengalami peningkatan dari 7,8586 m2/g menjadi 8,3862 m2/g, sedangkan untuk arang biji nangka mengalami penurunan dari 4,9015 m2/g menjadi 2,8491 m2/g.

Hasil ini diperkuat oleh SEM sebagaimana yang terdapat pada Gambar 1.

(5)

(a) (b)

Gambar 1. Hasil SEM adsorben (a) bubuk biji nangka teraktivasi HNO3 (b) arang biji nangka teraktivasi HNO3

Berdasarkan pada Gambar 1 (a) dapat dilihat bahwa pori adsorben bubuk biji nangka teraktivasi HNO3 lebih terlihat bersih dan terbentuk lebih banyak karena semua pengotor yang menutupi permukaan adsorben bubuk biji nangka dilarutkan oleh HNO3 pada saat proses aktivasi, sangat berbeda dengan adsorben arang biji nangka teraktivasi HNO3

sebagaimana pada Gambar 1 (b), terlihat bahwa pori dari adsorben arang biji nangka sudah mengalami kerusakan bahkan hancur karena proses aktivasi. Hasil SEM ini sesuai dengan pernyataan Wardalia (2020) bahwa sifat oksidator kuat yang dimiliki HNO3 dapat merusak struktur penyusun arang yang terdiri dari senyawa karbon sederhana, sehingga berdampak pada pada menurunnya daya jerap dari adsorben arang biji nangka.

Selain faktor diatas, faktor lain yang membuat adsorben bubuk biji nangka memiliki luas permukaan yang lebih baik dibandingkan adsorben arang biji nangka dikarenakan menurut Ulfandri (2021), aktivasi dengan HNO3 mampu menambah situs aktif pada permukaan adsorben yang ditandai dengan terjadinya kenaikan kemampuan penjerapan atau luas permukaannya. Hasil ini diperkuat oleh hasil FTIR sebagaimana yang terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2. Spektrum FTIR adsorben bubuk biji nangka teraktivasi HNO3

Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa bilangan gelombang yang mengindikasikan adanya gugus fungsi pada adsorben bubuk biji nangka yang diduga memiliki peran penting pada proses adsorpsi.

Beberapa diantaranya ditemukan puncak pada bilangan gelombang 3501,92 yang berasal dari vibrasi ikatan gugus N-H stretch yang berasal dari kandungan protein bubuk biji nangka. Hasil ini diperkuat dengan ditemukannya puncak bilangan gelombang 1649,21 dan 1339,62 yang berasal dari vibrasi gugus C=O dan gugus C-N yang mengindikasikan bahwa adanya kandungan protein pada bubuk biji nangka. Puncak bilangan gelombang lain juga ditemukan pada bilangan gelombang 3306,13 yang berasal dari vibrasi ikatan gugus –OH yang berasal dari kandungan pati biji nangka, Hasil ini juga diperkuat dengan ditemukannya bilangan gelombang pada 1078,25 yang berasal dari vibrasi ikatan gugus C-O-C yang berasal dari polisakarida. Gugus- gugus fungsi inilah yang diduga memiliki peran penting dalam proses adsorpsi bubuk biji nangka selain difusi pori.

(6)

Sementara faktor yang membuat kualitas arang menjadi tidak baik selain struktur yang dirusak oleh sifat oksidator kuat yang dimiliki oleh HNO3 adalah karena proses karbonisasi bubuk biji nangka untuk membentuk arang, membuat arang berubah struktur menjadi senyawa karbon yang lebih sederhana.

Hasil ini sesuai dengan hasil spektrum IR pada Gambar 3.

Gambar 3. Spektrum FTIR adsorben arang biji nangka teraktivasi HNO3

Berdasarkan pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa ditemukannya bilangan gelombang berturut-turut pada 1697,43 ; 1650,17 ; 1339,62 ; 1147,69 dan 1026,17 yang mengindikasikan adanya vibrasi ikatan gugus C=O, C=C, C-N stretch, C-C dan C-O-C pada arang.

Banyaknya ikatan karbon sederhana penyusun arang ini saat dilakukannya proses aktivasi dengan HNO3, sifat oksidator kuat dari HNO3 mengoksidasi atom karbon penyusun arang sehingga ikatan karbon yang ada pada arang kehilangan elektron dan menjadi bermuatan positif. Kondisi ini berdampak dengan terjadinya tolak- menolak antara permukaan arang dengan zat warna yang bersifat kationik sehingga proses adsorpsi menjadi berkurang (Setyadhi, 2005). Jadi, yang berperan penting pada proses adsorpsi arang biji nangka adalah difusi pori, namun karena

pori sudah mengalami kerusakan membuat daya jerap dari arang biji nangka semakin tidak baik.

b. Pengaruh dosis adsorben biji nangka terhadap adsorptivitas rhodamin B

Analisis dosis adsorben bubuk biji nangka yang teraktivasi HNO3 dan arang biji nangka yang teraktivasi HNO3

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan dari adsorben untuk dapat menjerap suatu adsorbat yang dapat diketahui melalui pengujian dosis optimum dalam menjerap suatu adsorbat. Variasi dosis rata-rata yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,1

; 0,3 ; 0,5 ; 0,7 ; 0,9 dan 1,1 yang diaplikasi pada zat warna rhodamin B dengan konsentrasi 25 ppm. Hubungan variasi dosis adsorben bubuk dan arang biji nangka yang teraktivasi HNO3 terhadap efisiensi adsorpsi rhodamin B ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan variasi dosis adsorben bubuk dan arang biji nangka terhadap efisiensi penjerapan rhodamin B.

Grafik pada Gambar 4 menunjukkan dosis adsorben optimum untuk bubuk biji nangka teraktivasi HNO3 didapatkan pada dosis optimum 0,9 gram dengan efisiensi 95,60%, sementara untuk arang biji nangka teraktivasi HNO3

didapatkan dosis optimum adsorben pada 0,7 gram dengan efisiensi sebesar

(7)

59,51%. Berdasarkan dari Gambar 4 ini juga dapat dilihat bahwa peningkatan persentase adsorpsi terjadi seiring dengan bertambahnya dosis adsorben.

Peningkatan tersebut berhubungan dengan banyaknya sisi aktif yang tersedia pada permukaan adsorben biji nangka. Semakin banyak sisi aktif yang tersedia maka kontak antara adsorben dan adsorbat semakin besar, sehingga persentase adsorpsi meningkat (Hidayati et al., 2016).

Namun, untuk penggunaan dosis adsorben yang lebih tinggi dari dosis optimum, terjadinya penurunan nilai efisiensi penjerapan. Menurut Nurlaili (2017), pada kondisi tertentu persentase adsorpsi akan konstan bahkan dapat mengalami penurunan karena terjadi kejenuhan adsorben. Hal ini terjadi karena adanya proses tumpang tindih selama proses adsorpsi berlangsung sehingga terjadi kepadatan partikel adsorben. Kepadatan tersebut mengakibatkan luas permukaan adsorben menjadi lebih kecil sehingga sisi aktif pada permukaan adsorben menjadi berkurang.

c. Pengaruh waktu kontak adsorben biji nangka terhadap adsorptivitas rhodamin B

Waktu kontak merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan untuk mengetahui kemampuan suatu adsorben dalam menjerap adsorbat. Penentuan waktu kontak optimum dilakukan dengan mengontakkan 25 ppm zat warna rhodamin B dengan adsorben biji nangka dengan dosis optimum yang telah didapatkan sebelumnya. Berikut hubungan waktu kontak terhadap

efisiensi adsorpsi rhodamin b yang ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan variasi waktu kontak adsorben bubuk dan arang biji nangka terhadap efisiensi penjerapan rhodamin B.

Gambar 5. menunjukkan adanya kenaikan presentasi efisiensi adsorpsi seiring dengan meningkatnya waktu kontak karena adsorben masih mampu menjerap adsorbat di dalam larutan yang menandakan bahwa proses adsorpsi belum mencapai titik optimum dikarenakan gugus aktif dari adsorben belum jenuh. Artinya belum banyak gugus aktif yang digunakan untuk mengadsorpsi zat warna rhodamin b sehingga proses adsorpsi akan terus meningkat hingga mencapai titik optimum. Waktu kontak optimum yang didapatkan pada penelitian ini yaitu pada waktu 150 menit baik untuk bubuk biji nangka yang teraktivasi maupun untuk arang biji nangka yang teraktivasi HNO3

dengan efisiensi penjerapan berturut- turut sebesar 96,53% dan 60,84%.

Setelah mencapai titik optimum, terjadi penurunan efisiensi penjerapan.

Peristiwa ini dapat terjadi karena adsorben yang sudah berada pada kondisi jenuh dan adanya faktor pengadukan pada proses pengontakkan membuat molekul adsorbat menjadi mudah lepas pada adsorben atau desorpsi. Desorpsi merupakan suatu proses pelepasan

(8)

kembali ion ataupun molekul yang sudah berikatan dengan gugus aktif yang terdapat pada adsorben, sehingga dapat menyebabkan penurunan adsorpsi (Purnamawati dan Utami., 2014).

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian ini diperoleh bahwa bubuk biji nangka teraktivasi HNO3 mendapatkan hasil yang lebih baik dalam menjerap zat warna Rhodamin B dibandingkan dengan arang biji nangka yang teraktivasi HNO3, sehingga bubuk biji nangka berpotensi dapat dijadikan sebagai adsorben zat warna Rhodamin B.

Dosis optimum adsorben dalam penjerapan rhodamin B untuk bubuk biji nangka teraktivasi HNO3 yaitu pada dosis optimum adsorben sebesar 0,9 gram, waktu kontak 150 menit dengan efisiensi penjerapan sebesar 96,53%, sementara untuk arang biji nangka teraktivasi HNO3, didapatkan dosis optimum adsorben sebesar 0,7 gram, waktu kontak 150 menit dengan efisiensi penjerapan sebesar 60,84%.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2020. Statistik Tanaman Buah-buahan dan Sayuran Tahunan Indonesia.

Jakarta : Badan Pusat Statistik.

Hidayah, R., Asterina, Afriwardi. 2017.

Hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuam penjual es campur tentang zat pewarna berbahaya dengan kandungan rhodamin b dalam buah kolang kaling di kota padang. Jurnal Kesehatan Andalas.

6(2): 283-288.

Hidayati P., Ulfin I, dan Juwono H.

2016. Adsorpsi zat warna removal

brilliant blue r menggunakan nata de coco: optimasi dosis adsorben dan waktu kontak. Jurnal Sains dan Seni ITS. 5 (2): 2337-2520.

Kooh, MRR., Dahri, MK., dan Lim, LBL. 2016. Jackfruit seed as a sustainable adsorbent for the removal of rhodamine b dye. J Environ Biotechnol Res. 4: 7-16.

Kooh, MRR., Dahri, MK., dan Lim, LBL. 2018. Jackfruit seed as low- cost adsorbent for removal of malachite green: artificial neural network and random forest approaches. Environmental Earth Sciences. 77: 434.

Madruga, M.S., Fabiola, S. M. D. A., Izis, S. A .R., Deborah, S. D. A., Marciane, M dan Vicente, Q. N.

2014. Chemical, morphological and functional properties of Brazilian jackfruit (artocarpus heterophyllus l.) seeds starch. Food Chemistry. 143 : 440–445.

Mehrdad, A., and Hashemzadeh, R.

2010. Ultrasonic degradation of rhodamine B in the presence of hydrogen peroxide and some metal oxide, Ultrason.Sonochem., 17, 168–172.

Nurlaili, T., Kurniasari, L Ratnani, R. W.

2017. Pemanfaatan limbah cangkang telur ayam sebagai adsorben zat warna methyl orange dalam larutan. Inovasi Teknik Kimia. 2(2): 11-14.

Prasad, N., Kumar, P dan Pal, B. 2020.

Cadmium removal from aqueous solution by jackfruit seed bioadsorbent. SN Aplied Science. 2 (1018): 1-10.

(9)

Purnamawati, H dan Utami, B. 2014.

Pemanfaatan limbah kulit buah kakao (Theobroma cocoa l.) Sebagai adsorben zat warna rhodamin b. Prosiding seminar nasional fisika dan pendidikan fisika. Surakarta. 12-18.

Rahmawati, Y.D., Prasetyo I., dan Rochmadi. 2010. Pengaruh penambahan zat pendehidrasi terhadap struktur mikropori material karbon yang dibuat dari pirolisis resin phenol-tert-butyl phenol-formaldehid. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan. Yogyakarta : UGM.

ISSN 1693-4393.

Setyadhi, L., Wibowo, D., dan Ismadji, S., 2005, Modifikasi sifat kimia permukaan karbon aktif dengan asam oksidator dan non-oksidator serta aplikasinya terhadap adsorpsi methylene blue, Then 4th National Concerence: Design and Application of Technology.

Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.

Singh, K. P., Gupta, S., Singh, A. K., and Sinha, S. 2010. Experimental design and response surface modeling for optimization of rhodamine b removal from water by magnetic nanocomposite, Chem.

Eng. J. 165: 151–160.

Sudiarta, W. 2009. Biosorpsi ion Cr(III) pada rumput laut Euchema spinosum teraktivasi asam sulfat.

Jurnal Kimia, 3(2): 93-100.

Ulfandri, D. 2021. Potensi biji nangka teraktivasi HNO3 yang dimodifikasi dengan ca-alginat sebagai adsorben metilen biru.

Skripsi. Riau: Universitas Riau.

Wardalia., Hartono, R., dan Adiwibowo, M.T. 2021. Pengaruh jenis aktivasi pada adsorben cangkang kacang tanah terhadap adsorpsi metil violet. Jurnal Integrasi Proses, 10(2), 115-119.

Referensi

Dokumen terkait

Memandangkan konflik boleh berlaku kepada semua kelompok sama ada pada individu, kumpulan, organisasi atau masyarakat (Darling, 2001) maka pelajar sebagai individu dalam

Untuk mewujudkan hal tersebut, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah bersinergi dengan perguruan tinggi menyelenggarakan Program Penerapan dan Pengembangan Kuliah

Data Output : Sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran (termasuk meng-ekspor-nya ke format yang dikehendaki) seluruh atau sebagian basis data

peneliti ingin meneliti secara mendalam mengenai efektivitas sistem e-filing dan kelayakan sistem e-filing terhadap kepuasan wajib pajak orang pribadi yang

Faktor pertama yang terbentuk dalam penelitian ini terdiri atas sembilan variabel, dimana masing-masing variabel memiliki factor loading di atas 0,3. Faktor ini

I{asil uji daya hambat dari elstrak etanol rimpang lengkuas menh fAlpinia galanga (L.) Swartzl yang telah disimpan sclama 6 minggu menunjukkan penurunan daya

Dari pendapat kedua tokoh agama di atas, Bapak Nur Hasan selaku peternak sapi dan pemilik bisnis penjualan anak sapi dalam kandungan tersebut mengatakan,

Dalam rangka pemanfaatan natrium bentonit sebagai sebagai adsorben tetes tebu untuk mendapatkan komponen gula yang masih banyak terkandung dalam tetes tebu tersebut, telah