• Tidak ada hasil yang ditemukan

Belajar Dari Kesalahan Fatal Prilaku Manusia

N/A
N/A
Ryan Raharjo

Academic year: 2023

Membagikan "Belajar Dari Kesalahan Fatal Prilaku Manusia"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Belajar Dari Kesalahan Fatal Prilaku Manusia Ari Gusti Sundari

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan, Indonesia

e-mail address:

[email protected]

Abstrak. Manusia yang terdiri dari dua unsur utama, nafsu dan akal, tidak dapat menghindari kesalahan sepanjang hidupnya. Manusia terus berulang kali membuat kesalahan, bahkan yang fatal sekalipun. Namun, kita bisa belajar dan tumbuh dari kesalahan. Dengan rahmat-Nya, Allah SWT memberi manusia cara untuk bertaubat saat mereka terlanjur melakukan kesalahan, sehingga mereka dapat kembali ke jalan yang benar. Al-Qur'an berulang kali menyebutkan perintah bertaubat Ayat-ayat tertentu berbicara tentang taubat yang diterima oleh Allah SWT, sedangkan ayat-ayat lain menyatakan taubat yang tidak diterima.

Kajian ini dilakukan dengan metode induktif, yaitu mencermati seluruh ayat tobat dari berbagai jenis literatur tafsir untuk memperoleh kesimpulan umum yang komprehenif. Oleh karena itu, menurut ayat Al-Quran, taubat terdiri dari empat unsur penting, yaitu taubat, segera berhenti berbuat dosa, mohon ampun, dan tekad kuat untuk tidak mengulangi pelanggaran di kemudian hari.

Penulis ingin menyampaikan pentingnya belajar dari kesalahan manusia dan mempelajari ayat-ayat al-Qur'an tentang taubat. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pemahaman yang kokoh tentang konsep taubat dari sudut pandang al-Qur'an. Menurut ayat-ayat al-Qur'an, taubat terdiri dari empat komponen penting: penyesalan, segera menghentikan perbuatan jahat, permohonan pengampunan, dan tekad yang kuat untuk tidak melakukannya lagi di masa yang akan datang.

kata kunci: kesalahan manusia, taubat, al-Qur’an

(2)

Pendahuluan

Manusia adalah salah satu makhluk yang paling kompleks . Akal dan nafsu adalah dua komponen yang membuat manusia. Setiap orang memiliki kecenderungan yang tidak dapat dihindari. Karena keinginan akal tidak harus sejalan dengan keinginan nafsu. Oleh karena itu, peperangan sengit selalu terjadi antara nafsu dan akal untuk memperebutkan hati sang majikan.

Salah satu potensi paling berharga yang dimiliki manusia adalah akal, yang membedakan manusia dari hewan karena memungkinkan. mereka mengetahui hakikat segala sesuatu dan membedakan mana yang baik dan buruk.

Akal berasal dari kata Arab "وقع", yang berarti mengikat atau mengekang.

Sebuah ilustrasi yang mudah untuk digambar adalah bahwa keinginan itu seperti seekor kuda dan penyebabnya adalah kendalinya. Sedangkan manusia adalah kavaleri. Jika ia tidak berhati-hati dalam menggunakan nafsunya dan tidak mengandalkan akal untuk memuaskan kebutuhan nafsunya, maka ia akan tertarik untuk memuaskan nafsunya tanpa mengkhawatirkan keselamatan nafsunya, keselamatan dirinya sendiri, baik di dunia ataupun di akhirat.

Dilihat dari sudut pandang ini manusia memiliki sisi gairah dan sisi rasional manusia tidak bisa lepas dari kesalahan. Sepanjang hidupnya, manusia pasti akan melakukan kesalahan, baik terhadap Tuhannya maupun terhadap sesama manusia. Oleh karena itu, Allah dengan rahmat-Nya yang besar – menawarkan solusi kepada manusia jika telah melakukan kesalahan, yaitu bertaubat. Bertaubat merupakan jalan keluar bagi manusia ketika terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan. Agar manusia kembali ke jalan yang benar, Allah membukakan pintu taubat seluas-luasnya sepanjang hidup seseorang.

Rasulullah SAW bersabda: “Setiap bani Adam berbuat dosa dan sebaik- baik orang yang berbuat dosa adalah yang bertaubat.

(3)

Dalam islam, kesalahan fatal dapat menjadi alat pengajaran yang ampuh jika kita belajar untuk merenungkan konsekuensinya. Oleh dengan mengakui kesalahan kita, kita dapat mengubah kegagalan menjadi peluang untuk perbaikan diri. Penduan ini mengeksplorasi pentringnya belajar dari kesalahan fatal dalam islam dan memberikan Langkah-langkah praktis untuk menerapkan ajaran-ajaran ini dalam pertumbuhan pribadi.

Taubat sendiri mempunyai banyak penafsiran yang berbeda-beda di kalangan umat Islam. Apalagi jika berbicara tentang kriteria tobat yang diterima oleh Allah SWT, setiap orang tentu mempunyai pandangan yang berbeda-beda.

Perbedaan pemahaman ini bukan hanya disebabkan oleh perbedaan kadar ilmu agama saja, namun juga dipengaruhi oleh situasi kehidupan masing-masing individu sehingga membentuk cara pandangnya terhadap dosa yang dilakukan.

Oleh karena itu, penulis mencoba mengarahkan komentarnya terhadap konsep taubat dari sudut pandang Al-Quran. Sedangkan Al-Quran merupakan pedoman hidup terpenting bagi umat Islam.Mereka yang mengikutinya dijamin keselamatannya. Sebaliknya, orang yang berpaling dari NYA pasti akan merasa tidak bahagia.

Belajar dari kesalahan fatal dalam perilaku manusia adalah suatu proses penting untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadi. Kesalahan-kesalahan fatal dalam perilaku manusia bisa mencakup tindakan atau keputusan yang memiliki dampak serius, seperti kejahatan, kekerasan, atau tindakan yang merugikan diri sendiri atau orang lain. Berikut beberapa langkah yang dapat membantu seseorang belajar dari kesalahan fatal tersebut:

Introspeksi diri: Pertama-tama, penting untuk merenungkan tindakan atau keputusan yang telah diambil dan mengenali kesalahan yang telah dilakukan. Ini memerlukan kejujuran diri untuk memahami kesalahan-kesalahan tersebut.

Tanggung jawab: Setelah mengidentifikasi kesalahan-kesalahan tersebut, seseorang harus mengambil tanggung jawab penuh atas tindakan mereka. Ini

(4)

termasuk menerima konsekuensi yang mungkin timbul akibat kesalahan tersebut.

Menerima kesalahan: Penting untuk menerima kenyataan bahwa kesalahan fatal telah terjadi dan bahwa tidak ada cara untuk mengubah masa lalu. Namun, seseorang dapat mengubah masa depan dengan belajar dari kesalahan tersebut.

Pelajari penyebabnya: Penting untuk menggali lebih dalam dan memahami mengapa kesalahan-kesalahan tersebut terjadi. Apakah itu akibat ketidakmatangan, tekanan emosional, masalah pribadi, atau faktor-faktor lain?

Memahami akar penyebabnya adalah langkah penting untuk mencegahnya terulang di masa depan.

Cari bantuan profesional: Dalam beberapa kasus, kesalahan fatal dalam perilaku manusia bisa menjadi tanda masalah psikologis atau emosional yang lebih dalam. Konsultasi dengan seorang profesional kesehatan mental atau konselor dapat membantu seseorang mengatasi masalah ini.

Perbaiki diri: Setelah memahami penyebabnya, seseorang dapat mulai bekerja pada perbaikan diri. Ini mungkin melibatkan mengembangkan keterampilan interpersonal, manajemen emosi, atau cara-cara lain untuk menghindari kesalahan yang serupa di masa depan.

Berkomitmen untuk perubahan: Belajar dari kesalahan fatal memerlukan komitmen untuk berubah. Seseorang harus tekun dalam upaya untuk menghindari kesalahan yang sama dan mungkin memerlukan dukungan dari orang-orang terdekat untuk membantu mereka dalam perjalanan ini.

Ingatlah bahwa belajar dari kesalahan fatal dalam perilaku manusia adalah proses yang memerlukan waktu dan usaha. Penting untuk bersikap sabar dan terus berusaha menjadi versi yang lebih baik dari diri sendiri.

(5)

Pentingnya Belajar dari Kesalahan Manusia

 Meningkatkan pemahaman kita

Dengan belajar dari kesalahan manusia, kita bisa mendapatkan wawasan dan pemahaman lebih tentang kebenaran dan perintah Allah.

 Menghindari kesalahan yang sama

Dengan belajar dari kesalahan manusia, kita bisa menghindari kesalahan yang sama di masa depan dan tumbuh sebagai individu yang lebih baik.

 Mendekatkan diri pada Allah

Dengan belajar dari kesalahan manusia, kita bisa lebih mendekatkan diri pada Allah melalui pemahaman kita tentang perintah-Nya dan bagaimana kita bisa mematuhi-Nya dengan lebih baik.

Manfaat Belajar dari Kesalahan Manusia

Dengan belajar dari kesalahan manusia, kita bisa mengembangkan keberanian untuk menerima kesalahan kita sendiri dan belajar darinya.

Dalam belajar dari kesalahan manusia, kita juga belajar tentang kesabaran dan tekad untuk terus tumbuh dan berubah ke arah yang lebih baik.

Dengan belajar dari kesalahan manusia dan mengaplikasikan pelajarannya, kita bisa merasakan kepuasan hidup yang lebih tinggi karena kita merasa telah tumbuh dan memperbaiki diri.

Kita semua manusia dan terus berulang kali membuat kesalahan. Namun, kita bisa belajar dan tumbuh dari kesalahan tersebut. Dalam belajar dari kesalahan manusia, kita bisa menghindari kesalahan yang sama di masa depan, mendekatkan diri pada Allah, dan meraih kehidupan yang lebih bermakna.

Dengan cerdasnya belajar dari kesalahan, kita akan menjadi lebih kuat dan lebih bijaksana.

"Setiap anak Adam (manusia) banyak melakukan kesalahan, dan sebaik- baik orang yang berbuat salah adalah yang (mau) bertobat." (HR Timidzi)

(6)

Metode

Kajian ini dilakukan dengan metode induktif, yaitu mencermati seluruh ayat tobat dari berbagai jenis literatur tafsir untuk memperoleh kesimpulan umum yang komprehensif. Oleh karena itu, menurut ayat Al-Quran, taubat terdiri dari empat unsur penting, yaitu taubat, segera berhenti berbuat dosa, mohon ampun, dan tekad kuat untuk tidak mengulangi pelanggaran di kemudian hari.

Diskusi

Definisi Taubat

Secara etimologis taubat adalah masdar dari ةبار – ة٘ازي berarti kembali.

Taubat dalam istilah syariah meliputi menyesali dosa masa lalu dengan sepenuh hati, memohon ampun (istigfar) dengan lisan, menghentikan dosa jasmani, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi di kemudian hari. Sayyidina 'Ali mengatakan bahwa taubat mencakup enam unsur, yaitu penyesalan atas dosa masa lalu atau melakukan perbuatan salah (jika bertaubat karena meninggalkan fardlu), mengembalikan harta yang salah kepada pemiliknya, meminta maaf ada pihak yang dirugikan, berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan berdosa ini lagi dan berjanji untuk mendidik keinginan untuk menaati Allah, karena pernah menyebabkan keinginan menjadi kemaksiatan.

Pertobatan adalah istilah yang terdiri dari tiga komponen, yaitu pengetahuan, benda (keadaan) dan tindakan. Ilmu yang dimaksud disini adalah mengetahui besar kecilnya resiko dosa dan juga meyakini bahwa dosa adalah penghalang antara anda dengan segala sesuatu yang anda cintai. Ketika seseorang memahami secara mendalam ilmu ini di dalam hatinya, maka hatinya akan merasakan sakit karena telah kehilangan segala sesuatu yang dicintainya.

Jika ia sadar bahwa kerugian itu adalah akibat dari perbuatannya, maka ia akan merasa sedih dan susah. Ini disebut penyesalan. Ketika rasa sakit ini semakin

(7)

kuat dan menguasai hati, maka ia akan bertekad untuk melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan masa kini, masa lalu, dan masa depan.

Namun, sudah saatnya ia segera menghentikan perilaku berdosa yang dilakukannya. Masa depan bertekad untuk mengabaikan dosa sampai akhir hayatnya. Masa lalu mengoreksi kesalahan masa lalu dengan kebaikan dan amal shaleh.

(8)

Dari penjelasan di atas, penulis dapat memahami bahwa taubat mempunyai empat unsur penting. Pertama, menyesali kesalahan dan dosa masa lalu Anda. Kedua, segera menghentikan perilaku tidak etis yang dilakukan.

Ketiga, mohon ampun (istigfar) kepada Allah SWT. Keempat, bertekadlah untuk tidak mengulangi kesalahan ini di masa depan. Faktor terakhir inilah yang mendorong manusia untuk selalu meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT dan lebih berhati-hati dalam segala perbuatannya.

Unsur taubat yang kedua, ketiga dan keempat di atas dapat dipahami dari surat Ali Imran ayat 135, yaitu

ْمَلَو ۗ ُ ااا للِا َب ْوُنّذلللا ُرللِفْغلي ْنَمَو ْۗمِهِب ْوُنُذللِل ا ْوُرَفْغَت ْللساَف َ ااا اوُرللَكَذ ْمُه َللسُفْنَا آْوللُمَلَظ ْوَا ًة َللشِحاَف اْوللُلَعَف اَذِا َنْيِذللاَو . َن ْوُمَلْعَي ْمُهَو ا ْوُلَعَف اَم ىالَع اْوّرِصُي

“ Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji atau menzalimi diri mereka sendiri, maka mereka segera ingat kepada Allah lalu memohon ampunan atas dosa-dosa mereka. Siapakah yang mengampuni dosa- dosa selain Allah. Dan mereka tidak terus-menerus atas perbuatan dosa mereka, sedang mereka mengetahui.” Terkadang kata taubat digunakan untuk mengartikan penyesalan, bahkan Rasulullah SAW bersabda: “Penyesalan adalah taubat” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah) Karena penyesalan pasti ada sebab dan akibat. Penyebab penyesalan adalah pemahaman agama atau ma'rifat yang mendalam, sedangkan akibat yang ditimbulkan adalah tekad yang kuat untuk tidak mengulangi kesalahan

Dalam Al-Qur'an, kata pertobatan digunakan sebagai idiom atau

ungkapan. Taubat jika dikaitkan dengan kata ىاايع

artinya menerima taubat, dan

jika dikaitkan dengan kata ىىا

artinya bertaubat. Oleh karena itu, taubat yang

berkaitan dengan يع

selalu berupa penyerahan diri kepada Allah

(9)

Sedangkan taubat yang berkaitan dengan ىىا selalu mempunyai obyek seorang hamba atau manusia.

Ayat-ayat tentang Taubat

Dalam al-Qur’an kata taubat dan segala derivasinya disebutkan sebanyak 87 kali dengan enam bentuk sebagai berikut:

1. 34 kali dalam bentuk fi’il maḍi.

2. 21 kali dalam bentuk fi’il muḍari’.

3. 8 kali dalam bentuk fi’il amr.

4. 8 kali dalam bentuk masdar.

5. 14 kali dalam bentuk isim fa’il.

6. Isim makan, isim zaman atau masdar mim disebutkan hanya 2 kali (ٍ زةب ).

Berikut ini adalah dua ayat tentang taubat yang menurut penulis mengandung unsur-unsur penting seputar taubat:

ْمَلَو ۗ ُ ااا للِا َب ْوُنّذلللا ُرللِفْغلي ْنَمَو ْۗمِهِب ْوُنُذللِل ا ْوُرَفْغَت ْللساَف َ ااا اوُرللَكَذ ْمُه َللسُفْنَا آْوللُمَلَظ ْوَا ًة َللشِحاَف اْوللُلَعَف اَذِا َنْيِذللاَو

َن ْوُمَلْعَي ْمُهَو ا ْوُلَعَف اَم ىالَع ا ْوّرِصُي

135. dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah?

Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.

“Sesungguhnya taubat yang diterima di sisi Allah adalah untuk orang- orang yang melakukan keburukan dengan ketidaktahuan, kemudian mereka bertaubat dalam waktu dekat. Maka mereka itulah orang-orang yang Allah menerima taubat mereka. Dan Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

(10)

Syarat Taubat dalam Perspektif al-Qur’an

Berdasarkan ayat 17-18 Surat Nisa di atas, sebagian besar ahli tafsir mengemukakan dua syarat untuk bertaubat. Pertama, perbuatan buruk harus dilakukan karena ketidaktahuan (jahalah). Kedua, taubat harus dilakukan segera, tanpa penundaan.

Kedua kondisi ini jelas menimbulkan kontroversi di kalangan ahli tafsir, baik klasik maupun kontemporer.

Kondisi pertama tentu bertentangan dengan akal sehat.

Logikanya, mereka yang melakukan kesalahan karena ketidaktahuan tidak boleh dihukum. Maka tidak perlu baginya untuk bertaubat. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah memaklumi umatku atas kesalahan (yang tidak disengaja), kelalaian dan sesuatu yang dibebankan kepada mereka.”

Oleh karena itu, jahalah tidak dapat dipahami sebagai ketidaktahuan akan larangan perbuatan maksiat tersebut. Karena seseorang yang tidak mengetahuinya tidak dapat dinyatakan bersalah atau bersalah. Para ulama berbeda pendapat mengenai penafsiran kata jahalah. Imam Fakhruddin al Razi memberikan tiga penjelasan mengenai hal ini. Pertama, jahalah adalah kemaksiatan. Artinya, siapa pun yang melakukan kejahatan dapat dianggap sebagai orang yang bodoh (orang yang tidak mengetahui), karena akalnya telah dikalahkan oleh hawa nafsunya yang kacau balau. Oleh karena itu, ia seolah tak sadarkan diri saat melakukan maksiat.

Hal ini berdasarkan surat Yusuf ayat 33:

نْيِلِه اجْلا َنِم ْنُكَاَو لنِهْيَلِا ُب ْصَا لنُهَدْيَك ْيِنَع ْفِرْصَت للِاَوۚ ِهْيَلِا ْٓيِنَنْوُعْدَي المِم ليَلِا ّبَحَا ُنْجِسلا ِبَر َلاَق

(11)

“Yusuf berkata: „Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku cintai daripada apa yang mereka serukan padaku. Jika Engkau tidak memalingkanku dari tipudaya mereka, maka aku akan cenderung mengikuti ajakan mereka dan aku pun termasuk orang-orang yang bodoh (jahil)‟.”16

Dalam ayat tersebut Nabi Yusuf memohon perlindungan kepada Allah agar terhindar dari kemaksiatan istri-istri pejabat istana. Dia menggunakan kata

“bodoh” yang berarti “orang yang tidak taat atau bermaksiat.”

Syarat kedua adalah segera bertaubat dalam waktu dekat (ٍتاايشر ِا) – juga membawa wawasan yang beragam. Kebanyakan ahli tafsir menafsirkannya sebagai masa sebelum kematian. Dengan kata lain, waktu dekat adalah jarak antara perilaku asusila dan kematian yang akan datang. Wahbah al Zuḥaili mendukung penafsiran Ibnu 'Abbas bahwa waktu dekat berarti masa antara dosa dan saat dia melihat malaikat maut mengambilnya. Sepanjang waktu sebelum kematian sudah dekat. Oleh karena itu, dimanapun ada orang yang bertaubat di masa ini, maka disitulah orang tersebut akan bertaubat di masa yang akan datang.

Para ulama madzhab Malikiya mengatakan bahwa taubat pada saat ini sah, karena rajanya (perasaan harapan diterimanya taubat) masih ada. Penafsiran ini didasarkan pada berbagai hadis, seperti sabda Nabi SAW:

ُا لله قي ج و ر٘

خث اى ع ذج ٍب

ٌى يْ

شغش

“Allah menerima taubat hamba-Nya selama nafas belum sampai kerongkongan.”

Kedua, ketidaktahuan adalah tidak memahami besarnya hukuman yang akan diakibatkan oleh ketidaktaatan seseorang. Oleh karena itu, manusia mudah terjerumus dalam kemaksiatan. Seandainya dia pernah merasakan pedihnya

(12)

hukuman di akhirat, barangkali orang akan mempertimbangkan kembali perbuatan maksiatnya.

Ketiga, Jahalah sebenarnya tidak mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah kemaksiatan. Namun, dia mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar dan mengetahui bahwa ini adalah ketidaktaatan.

Menurut Imam Fakhruddin al Razi, orang bodoh jenis ini juga patut mendapat hukuman dan harus bertaubat atas dosa-dosanya, apalagi jika melakukannya dengan sengaja.

Macam-macam Taubat dari Segi Maknanya

Berdasarkan pengamatan penulis terhadap ayat-ayat taubat dalam al- Qur’an, taubat – dari segi maknanya – dapat dibagi menjadi tiga bagian.

Pertama, taubat dari kemaksiatan. Taubat ini umum untuk segala macam bentuk kemaksiatan, termasuk taubat dari kekafiran dan kemusyrikan sebelum ajal menjemput. Kedua, taubat orang murtad dan orang munafik. Taubat semacam ini dinyatakan tidak diterima oleh Allah. Ketiga, taubat para nabi. Taubat ini bermakna keridaan dan kasih sayang dan merupakan taubat dari perbuatan yang kurang afdal, bukan perbuatan buruk atau tercela.

Ayat-ayat Alquran menunjukkan bahwa taubat juga dilakukan oleh para nabi yang yakin akan terlindungi dari kejahatan (maksum), seperti Adam, Musa, Dawud, Yunus bahkan Nabi Muhammad SAW. Nabi adalah orang yang sadar akan kezaliman (maksum). Oleh karena itu, taubat dalam ayat seperti ini tidak dapat dipahami sebagai taubat secara umum, khususnya taubat karena kemaksiatan atau taubat karena kekafiran.

Pertaubatan Nabi Adam diriwayatkan dalam surat Al Baqarah ayat 37 sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya. Pertaubatannya terjadi setelah melanggar larangan Allah SWT untuk memakan buah dari pohon

(13)

terlarang. Para ahli berbeda pendapat mengenai pentingnya pertobatan Nabi Adam, karena ia adalah seorang nabi yang maksum. Rashid Riḍo dan Muhammad Abduh menegaskan bahwa maksum dan taubat seorang nabi termasuk dalam mutashab>ihat> (hanya Allah yang mengetahui makna sebenarnya).Bandingkan dengan Dr. Wahbah al Zuhail – bahwa diterimanya taubat Nabi oleh Allah SWT merupakan tanda kegembiraan dan rahmat – yang akan dijelaskan lebih detail kemudian. Terlebih lagi, “pelanggaran” yang dilakukannya mengandung hikmah yang besar, khususnya manusia turun ke bumi untuk menjadi khalifah.

Dikisahkan bahwa Tuhan menyuruh Yunus berdakwah ke kota Nainawa, ibu kota kerajaan Asyur, musuh Israel. Namun, Yunus tidak melaksanakan perintah Tuhan dengan alasan jika kebaikan datang pada penduduk Nainawa, maka Tuhan tidak akan menimpakan azab pada mereka. Oleh karena itu, Yunus melarikan diri menumpangi kapal menuju Taksis. Dalam pelayaran, kapal tersebut hampir tenggelam oleh badai. Pengundian dilakukan dan akhirnya Yunus yang harus dilemparkan ke laut. Tuhan mengirimkan ikan besar untuk menelan Yunus selama 3 hari 3 malam. Selama itu juga Yunus berdoa pada Tuhan meminta Ampun. Kemudian Tuhan menyelamatkan Nabi Yunus as.

“Datanglah firman Tuhan kepada Yunus untuk kedua kalinya:

Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepada- nya seruan yang Kufirmankan kepadamu. Bersiaplah Yunus, lalu pergi ke Niniwe, sesuai firman Allah”.

Yunus menaati perintah Tuhan setelah diselamatkan dari bahaya di laut.

Namun, Yunus tidak menjalankan seruan tersebut dengan penuh hati karena Tuhan lebih memilih memaafkan perbuatan pendudukan Nainawa daripada menghukumnya. Setelah beberapa waktu tetap melaksanakan perintah Tuhan dengan separuh hati, akhirnya atas izin Tuhan, Yunus memahami apa yang

(14)

terjadi sehingga tidak ada alasan baginya untuk marah ketika kaum Nainawa sudah bertaubat.

Taubat Nabi Muhammad SAW.» diriwayatkan dalam Surat Taubat ayat 117. Sebagian besar ahli tafsir menganggap ayat ini dianggap sebagai teguran ringan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW karena telah melakukan perbuatan yang kurang afdal. Tindakannya sebenarnya sangat baik, hanya saja ada hal yang lebih penting yang harus ia lakukan dibandingkan pilihannya.

Misalnya, beliau memperbolehkan orang-orang munafik untuk tidak ikut serta dalam Perang Tabuk berdasarkan ijtihadnya sendiri.19 Akan tapi Allah lebih mengetahui apa yang lebih baik dari pilihan Nabi.

Penting juga untuk diketahui bahwa kata taubat pada ayat ini ada kaitannya dengan ىااايع – sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya – sehingga maksud kata taubat dalam ayat ini adalah Allah menerima taubat Nabi SAW, sahabatnya amal Muhajirin dan Ansar yang mengikutinya pada masa-masa sulit, khususnya perang Tabuk pada musim kemarau dan kekeringan. Wahbah al Zuḥaili mengatakan bahwa taubat bagi Nabi adalah kebahagiaan dan cinta Allah SWT. S edangkan taubat bagi sahabat Muhajirin dan Ansar adalah diterimanya taubat mereka oleh Allah dan petunjuk Allah bagi mereka untuk bertaubat.

Simpulan

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan lima hal penting, yaitu:

1) Taubat yang diterima Allah harus memenuhi dua syarat.

Pertama, pertaubatan segera terjadi dalam waktu dekat dalam arti sebenarnya.

(15)

Kedua, taubat bertujuan untuk memperbanyak amal shaleh, amal shaleh untuk menutupi perbuatan buruk di masa lalu.

2) Ketidaktahuan menjadi syarat taubat karena ketidaktahuan adalah kemaksiatan.

Dengan kata lain, setiap ketidaktaatan harus dilakukan karena ketidaktahuan.

Oleh karena itu, siapa pun yang melakukan kejahatan dapat dianggap bodoh.

3) Taubat dibagi menjadi tiga jenis tergantung waktunya.

Pertama, segera bertaubat, segera setelah berbuat dosa.

Ini diterima sebagai pertaubatan.

Kedua, bertaubat di masa depan yang jauh ketika kematian datang. Pertaubatan ini tidak diterima.

Ketiga, jika bertaubat di tengah jalan, ada risiko perselisihan sengit antara raja dan Khauf.

4) Pertaubatan menurut maknanya juga terbagi menjadi tiga jenis.

Pertama, bertaubat atas ketidaktaatan umum.

Kedua, taubat orang munafik – yaitu dosa maut dalam keadaan kafir.

Ketiga, taubat para nabi, yang bermakna keridaan dan kasih sayang Allah SWT.

5) Taubat dari satu jenis dosa adalah sah, meskipun sedang tenggelam dalam dosa yang berbeda jenis.

Taubat berfungsi untuk menghapus dosa-dosa di masa lalu dan taubat tidak akan batal oleh kemaksiatan di masa yang akan datang.

(16)

Daftar Pustaka

Gazali, (al)Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad, Ihya’ Ulu>m al-Din> , Beirut: Dar al-Fikr, 2013.

Hawwa, Sa’id, al-Asas fi al-Tafsir. Beirut: Dar al-Sala>m, 2003.

Karazkani, Ibrahim, Taman Orang-orang Yang Bertaubat. Jakarta:

Pustaka Zahra, 2005.

Kathir> , Abu al-Fida’ Isma’il Ibn Umar Ibn, Tafsir al-Qur’an al

‘Aẓim. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2012.

Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Syaamil Qur’an, 2011.

Mawardi, Abu al-Hasan Ali Ibn Muhammad, Adab al-Dunya wa al- Din> . Beirut: Dar al-Fikr, 1992.

Surbyabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta:CV Rajawali.

1983.

Nasution, Muhammad Yasir. Manusia menurut Al-Ghazali. Jakarta:

Rajawali pers, 1998.

Qazwaini (al), Muhammad Ibn Yazid, Sunan Ibn Maj> ah. Beirut:

Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2012.

Razi (al), Fakhruddin Muhammad Ibn Umar, Mafa>tih} al- Ghayb. Kairo: al-Maktabah al-Taufiqiyah, 2003.

Riḍa, Muhammad Rasyid dan Muhammad

Abduh,Tafsir>

R . Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999.

Mujahid,U. (2019.1440H). Terjemahan kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Jakarta: Zam Zam Mata Air Ilmu Aini, Qurratul. “Struktur Kepribadian Nabi Yunus dalam Alquran (Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud).” Raushan Fikr: Jurnal Ilmiah Mahasiswa, vol.

10, no. 1 (2021): 35-45.

> .

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, karena manusia biasa hidup berkelompok maka konsep interaksi sosial bukan hanya berlaku pada hubungan antarindividu, melainkan juga antara individu

Dan kesalahan matematika yang dilakukan siswa dengan kemandirian belajar rendah dalam menyelesaikan soal bangun ruang sisi datar (1) kesalahan konsep konsep berupa salah

Pada hakekatnya pendidikan tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Setiap individu akan tumbuh dan

Karya (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengawasan pimpinan sangat penting dilakukan, untuk menghindari terjadinya kesalahan dan penyimpangan, baik

Manusia merupakan makhluk sosial yang akan terus tumbuh dan berkembang seiring bertambahnya usia mereka. Perkembangan manusia terjadi secara bertahap, baik dari fisik

Untuk menghindari kesalahan dalam melakukan pembahasan, maka dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan sebagai berikut : pengaruh kapasitas sumber daya manusia,

Hasil dari penelitian diperoleh bahwa ada dua jenis kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa calon guru dengan gaya belajar visual yaitu kesalahan konseptual dan kesalahan

Sejarah dalam bahasa lain : Bahasa Inggris : History masa lampau, masa lampau umat manusia Bahasa Yunani : Istoria belajar Bahasa Jerman : Geschichte sesuatu yang telah terjadi