• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN BPH YANG

N/A
N/A
Libertus Bambang Hermawan

Academic year: 2023

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN BPH YANG"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Kata Pengantar

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugerah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini merupakan laporan dari kasus yang penulis ambil pada saat penulis melakukan laboatorium lapangan.

Makalah ini disusun dengan judul “Penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien Tn. L dengan Benign Prostat Hyperplasi di unit Lukas”. Adapun makalah ini penulis susun untuk memenuhi penugasan mata ajar DKA 303 Keperawatan Medikal Bedah IV.

Dalam penyususnan makalah ini penulis memperoleh banyak bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih kepada :

1. Ibu Maria Astrid, Skp. Selaku Koordinator mata ajar KMB IV DKA 303.

2. Ibu Chatarina Dwiana, BSN. Selaku dosen pembimbing di unit lukas.

3. Ners. Sr. Lucilla Suparmi, CB, Skp. Selaku dosen pembimbing di unit lukas.

4. Ibu Agnes selaku kepala ruangan di unit lukas.

5. Para perawat di unit lukas yang telah banyak membantu.

6. Teman-teman semester V program D3 keperawatan STIK St. Carols.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun sehingga dapat memperbaiki penyusunan makalah ini dan bagi rekan-rekan mahasiswa khususnya dibidang kesehatan serta para pembaca pada umumnya dalam peningkatkan mutu kesehatan.

Akhir kata penulis ingin mengucapkan terima kasih atas perhatiannya.

Jakarta, September 2005

Penulis

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI...

BAB I. PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang...

B. Tujuan Penulisan...

C. Metode Penulisan ...

D. Sistematika Penulisan...

BAB II. TINJAUAN TEORITIS ...

A. Konsep Medik ...

1. Definisi ...

2. Anatomi Fisiologi ...

3. Etiologi ...

4. Patofisiologi ...

5. Tanda dan gejala ...

6. Pemeriksaan Diagnostik ...

7. Therapi dan Pengelolaan Medik ...

8. Komplikasi ...

B. Konsep Asuhan Keperawatan...

1. Pengkajian...

2. Diagnosa Keperawatan...

3. Perencanaan Keperawatan...

4. Perencanaan Pulang...

C. Patolo Diagram...

BAB III. PENGAMATAN KASUS...

A. Pengkajian...

B. Analisaa data dan Diagnosa Keperawatan...

C. Perencanaan Keperawatan...

D. Pelaksanaan Keperawatan...

E. Evaluasi...

BAB IV. PEMBAHASAN KASUS...

BAB V. KESIMPULAN...

DAFTAR PUSTAKA

i ii 1 1 1 1 2 3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 6 6 8 8 18 19 20 20 20 20 20 20 23 24

(3)

BAB I PEDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembesaran prostat merupakan penyakit tersering kedua diklinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih, Dimana kelenjar periurethra mengalami hyperplasi, sedangkan jaringan prostat asli terdesak keperifer menjadi kapsul.

Penyebab dari pembesaran kelenjar prostat secara pasti belum diketahui, namun para peneliti mendapati bahwa pembesaran pada kelenjar prostat sering terjadi pada umur seorang laki-laki yang meningkat.

Dimungkinkan disebabkan oleh perubahan hormon pada seorang laki-laki yang bertambah umurnya.

Insiden secara pasti dari pembesaran kelenjar prostat di Indonesia belum pernah diteliti. Tetapi, sebagai gambaran hospital prevalensi, di RSCM ditemukan 423 kasus pembesaran prostat yang dirawat, selama 3 tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam periode yang sama.

Dalam hal ini penulis akan memberikan penjelasan secara merinci dan memperjelas penyakit BPH itu sendiri. Adapun peran penulis sebagai perawat akan memberikan penyuluhan dan bantuan pengobatan mengenai tanda dari penyakit BPH dan perkembangannya.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mendapatkan informasi dan gambaran keperawatan secara teoritis penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Benign Hiperplasi Prostat di unit lukas.

2. Mengaplikasikan Askep yang didapat dalam kelas kepada pasien dengan BPH di unit lukas.

3. Memenuhi penugasan mata ajar DKA 303 Keperawatan Medikal Bedah IV.

C. Metode Penulisan

Dalam penyususnan makalah ini pengumpulan informasi dilakukan dengan studi kepustakaan dan pengamatan langsung pada pasien BPH di unit lukas. Dan dengan melakukan wawancara dengan pasien.

Studi kepustakaan dilakukan dengan membaca beberapa literatur mengenai BPH dan akan menjadi perbandingan untuk kasus BPH yang terjadi dilapangan.

(4)

D. Sistematika Penulisan

Secara sistematika untuk mempermudah penyusunan makalah ini dibagi dalam 5 BAB yaitu terdiri dari : BAB I pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II adalah tujuan teoritis dimana dapat dilihat konsep teori yang terdiri dari definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gelaja, penatalaksanaan medik, komplikasi yang dapat timbul dan konsep asuhan keperaawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, dan perencanaan pulang, serta patoflodiagram. BAB III adalah pengamatan kasusu.

BAB IV; pembahasan kasus berupa perbandingan antara tinjauan teoritis yang menyangkut konsep teori maupun konsep asuhan keperawatan dalam pengamatan kasus. BAB V; adalah kesimpulan yang di dapat dalam penyusunan makalah ini secara keseluruhan.

(5)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medik 1. Definisi

 Hiperplasia prostat (BPH) adalah pertumbuhan dari nodula-nodula fibroadenomatosa majemuk dalam prostat. (Sylvia A. Price; Patofisiologi;

1995 hal 1154)

 BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun. (Brunner dan Suddarth; Keperawatan Medikal Bedah; 2001 hal 1625).

 Hipertropi prostat adalah bertambah besarnya sel-sel hiperplasia dai kelenjar periuretral yang akan mendesak kelenjar, sehingga mengakibatkan kelenjar prostat menjadi gepeng dan akan membentuk kapsul prostat.

(Standar Asuhan Keperawatan Pasien Medikal Bedah,. 1997).

2. Anatomi fisiologi

Prostat ialah suatu alat tubuh yang bergantung kepada pengaruh endokrin dan dapat dianggap imbangan dari pada payudara pada wanita.

Berat prostat pada orang dewasa normal kira-kira 20 gram. Prostat terletak retroperitoneal, melingkari leher kandung kemih dan urethra serta dipisahkan dari alat-alat tubuh yang dilingkarinya ini oleh suatu simpai.

Testis terdiri atas 900 lilitan tubulus seminiferus yang masing-masing mempunyai panjang rata-rata lebih dari 5 m, dan merupakan tempat pembentukan sperma. Sperma kemudian dialirkan ke dalam epididimis, suatu tubulus berbentuk lilitan dengan panjang sekitar 6 m.

Epididimis mengarah kedalam vas deferens, yang membesar kedalam ampula vas deferens tepat sebelum vas deferens memasuki korpus kelenjar prostat.

Vesikula seminalis, yang masing-masing terletak disebelah prostat, mengalir kedalam ujung ampula prostat. Dan isi dari ampula dan vesikula seminalis masuk kedalam duktus ejakulatorius terus melalui korpus kelenjar prostat dan masuk kedalam urethra internus. Duktus prostatikus selanjutnya mengalir dari kelenjar prostat ke dalam duktus ejakulatorius. Akhirnya, urethra merupakan rantai penghubung terakhir dari testis kedunia luar.

Fungsi kelenjar prostat

Kelenjar prostat menyekresi cairan encer seperti susu, yang mengandung ion sitrat, kalsium, ion fospat, enzim pembeku, dan profibrinolisin.

(6)

Sifat yang sedikit basa dari cairan prostat mungkin penting untuk suatu keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan sebagai akibatnya, akan menghambat fertilisasi sperma. Kemungkinan juga bahwa cairan prostat menetralkan sifat asam dari cairan lainnya setelah ejakulasi dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma.

3. Etiologi

Penyebab dari BPH tidak pasti, tetapi bukti-bukti menunjukkan bahwa hormon menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen grandular pada prostat.

Sebab lain adalah penimbunan Dihydroxytestosteron yang berlebihan, dan mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh kelenjar adrenal) mempengaruhi bagian tengah prostat.

4. Patofisiologi

Dengan bertambahnya usia dan seiring dalam proses penuaan seorang pria diatas 50 tahun mulai terjadi penambahan ukuran dan berat dari kelenjar

(7)

prostat. Dalam hal ini menyebabkan perubahan hormon pada kelenjar endokrin. Dimana akan mempengaruhi kandungan hormon testosteronnya menurun, manakala hormon-hormon lain estrogen, prolaktin dan lain sebagainya akan naik.

Penurunan kandungan hormon testosteron ini akan mempengaruhi bagian tepi dari prostat.

Hormon-hormon ini mempengaruhi penukaran testosteron menjadi Dyhidrotestosteron (DHT). Hormon DHT inilah yang bertangung jawab menyebabkan BPH.

Kadar Dyhidrotestosteron (DHT) yang berlebihan didalam kelenjar prostat maka akan menyebabkan pembesaran pada kelenjar prostat.

Pembesaran jaringan prostat inilah menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan urethra pars prostatika, yang mengakibatkan berkurangnya aliran kemih dari kandung kemih.

Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya retensi urin dan distensi kandung kemih. Karena terjadi retensi urine maka tekanan akan meningkat pada vesika urinaria, maka terjadilah refluks urine yang mengakibatkan terjadinya hydroureter.

Dalam keadaan kandung kemih yang distensi akan mengakibatkan rusaknya pembuluh darah pada kandung kemih yang menyebabkan terjadinya hematuri, serta distensi kandung kemih, dapat menyebabkan fungsi otot dalam kandung kemih tidak normal maka terjadi peningkatan volume residu urine yang dapat mengakibatkan terjadinya hydronefrosis.

Dari komplikasi tersebut, secara perlahan-lahan dan tidak mendapatkan pengobatan secara baik maka akan menuntun pada gagal ginjal.

5. Tanda dan Gejala

 Sering berkemih.

 Nokturia.

 Urgensi dengan inkontinensia.

 Tersendat-sendat.

 Mengeluarkan tenaga untuk berkemih.

 Rasa tidak lampias.

 Inkontinensia overflow.

 Kemih yang menetes setelah berkemih.

 Azotemia (kelebihan urea atau senyawa nitrogen dalam darah).

 Uremia.

6. Test Diagnostik

Pemeriksaan pertama meliputi :

(8)

 Urine analisa (rutin).

 Urine biakan.

 Ureum darah.

 Kreatinine darah.

 Leukosit.

Pemeriksaan kedua meliputi :

 Sitoskopi

 USG abdomen bawah

 Kateterisasi

7. Penatalaksanaan Medik

 Pemasukan cairan >2000 cc/ hari bila tidak ada kontra indikasi.

 Pemberian antibiotika.

 Monitor pemasukkan dan pengeluaran urine.

 Retensi urine akut:

 Kateterisasi untuk mengurangi tekanan pada kandung kemih.

 Pemberian analgetik untuk mengontrol sakit.

 Infus.

 Operasi

 TURP (Transurethral Resection of the Prostate).

 TUIP (Transurethral Incision of the Prostate).

 Suprapubik Resection

 Retropubik Resection.

 Perineal Resection

 Laser ablation

 TULIP (Transurethral Ultrasound-guided laser-induced Prostatectomy).

 VLAP (Visual Laser Ablation of the Prostate) 8. Komplikasi

 Pyelonephritis.

 Hydronephrosis.

 Hydroureter.

B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

a. Pengkajian Pre-op

1) Persepsi kesehatan dan pemilihara kesehatan

 Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakitnya.

(9)

2) Pola nutrisi-metabolik

 Penurunan BB.

 Mual, muntah.

 Tidak nafsu makan/ anoreksia.

3) Pola eliminasi

 Retensi urine

 Sering berkemih.

 Mengejan saat berkemih.

 Nokturia.

4) Pola aktivitas dan latihan

 Penurunan aktivitas karena nyeri.

5) Pola tidur dan istirahat.

 Kurang tidur (nokturia) 6) Pola persepsi kognitif.

 Nyeri pinggang.

 Rasa tidak nyaman pada abdomen bawah.

 Ketidaknyamanan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas.

7) Pola reproduksi seksual.

 Pernah mengalami penyakit kelamin.

 Berapa kali berhubungan seksual.

b. Pengkajian post operasi

1) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.

 Apakah pasien mengetahui tentang keadaannya saat ini?

2) Pola nutrisi metabolik.

 Apakah ada pembatasan cairan.

3) Pola eliminasi.

 Disuria.

 Hematuria.

4) Pola tidur dan istirahat.

 Apakah ada gangguan tidur.

5) Pola persepsi dan konsep diri.

 Cemas karena perubahan body image.

 Takut.

6) Pola persepsi kognitive.

 Rasa nyeri pada vesika urinaria.

7) Pola reproduksi seksual

 Cemas karena disfungsi seksual

(10)

2. Diagnosa keperawatan a. Pre-op

 Retensi urine berhubungan dengan pembesaran kelenjar prostat.

 Perubahan pola eliminasi urine; bak sering, nokturia, berhubugan dengan pembesaran prostat.

 Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan retensi urine.

 Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria, therapi radiasi.

 Cemas berhubungan dengan tindakan operasi.

 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kuranganya informasi tentang proses penyakit, pengobatan, gejala-gejala penyakit untuk melapor kedokter.

b. Post-op

 Perubahan pada eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanis (bekuan darah, edema, trauma post operasi).

 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan vaskularisasi daerah operasi, sukar pengontrolan perdarahan, dan pembatasan asupan makanan/ cairan pre operasi.

 Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan : salah pengertian tentang informasi.

 Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih.

 Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, peralatan selama operasi, kateter, irigasi kandung kemih.

 Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkotinensia, urine merembes setelah kateter dilepas).

3. Perencanaan a. Pre-operasi

DP 1 : Retensi urine berhubungan dengan pembesaran prostat.

HYD : Buang air kecil dalam jumlah yang cukup, ditandai dengan :

 Tidak ada tanda bahawa kandung kemih penuh (½-1 cc/kg BB/

jam).

 Volume urine yang tersisa (residu) < 75-100 cc Rencana tindakan

 Kaji keluhan pasien tentang inkontinensia stress

R/ Tekanan urethral tinggi menghambat pengosongan kandung kemih atau dapat menghambat berkemih sampai tekanan abdominal meningkat cukup untuk mengeluarkan urine secara tak sadar

(11)

 Kaji kekuatan aliran air seni, frekuensi, waktu yang diperlukan untuk mulai mengalir.

R/ Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi.

 Perkusi/ palpasi area suprafubik.

R/ Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprafubik.

 Anjurkan pasien bak setiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.

R/ Meminimalkan retensi urine, distensi berlebihan pada kandung kemih.

 Dorong masukkan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung, bila diindikasikan.

R/ Meningkatkan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.

 Awasi tanda vital dengan ketat (TD), edema perifer/ dependent, perubahan mental. Timbang tiap hari, pertahankan pemasukkan dan pengeluaran akurat.

R/ Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penururnan eliminasi cairan, dan akumulasi sisa toksik; dapat berlanjut ke penurunan ginjal total.

 Berikan/ dorong kateter lain dan perawatan perineal R/ Menurunkan resiko infeksi asenden.

 Berikan rendam duduk sesuai indikasi

R/ Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema dan dapat meningkatkan upaya berkemih.

DP 2 : Perubahan pola eliminasi urine; bak sering, nokturia, berhubungan dengan pembesaran prostat.

HYD : Pola eliminasi kembali normal, ditandai dengan :

 Urine lampias, tidak menetes, residu urine < 100 cc Rencana tindakan:

 Kaji haluran urine dan sistem kateter/ drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih.

R/ Retensi dapat terjadi karena edema, spasme kandung kemih.

 Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih, contoh : berdiri, berjalan kekamar mandi, dengan frekuensi sering setelah kateter dilepas.

R/ Mendorong pasase urine dan meningkatkan rasa normalitas.

 Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah katerter dilepas. Perhatikan rasa kandung kemih; ketidakmapuan berkemih, urgensi.

R/ Berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema urethral dan kehilangan tonus.

 Ukur volume residu bila ada kateter suprafubik.

(12)

R/ Mengawasi keefektifan pengosongan kandung kemih. Residu > 50 ml menunjukkan perlunya kontinuitas kateter sampai tonus kandung kemih membaik.

 Instruksikan pasien untuk latihan perineal contoh : mengencangkan bokong, menghentikan dan memulai aliran urine.

R/ Membantu meningkatkan kontrol kandung kemih/ sfingter/ urine meminimalkan inkontinensia.

DP 3 : Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan retensi urine.

HYD : Tidak mengalami tanda-tanda infeksi ditandai dengan:

 Suhu dalam batas normal (360C-370C).

 Urine jernih, kuning, tanpa bau.

 Kandung kemih jela tidak penuh/ kembung.

Rencana tindakan :

 Pertahankan sistem kateter steril; berikan perawatan kateter reguler dengan sabun dan air, berikan salap antibiotik disekitar sisi kateter.

R/ Mencegah pemasukkan bakteri dan infeksi/ sepsis lanjut.

 Ambulasi dengan kantong drainase defenden

R/ menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukan bakteri kedalam kandung kemih.

 Awasi tandaa vital; suhu. Perhatikan demam ringan, menggigil.

R/ Peningkatan suhu merupakan salah satu tandaa terjadi infeksi

 Berikan antibiotik sesuai indikasi.

R/ Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada retensi urine, atau pada pemakaian kateter.

DP 4 : Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria, terapi radiasi.

HYD : Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol, ditandai dengan :

 Keluhan rasa nyeri berkurang (intensitas < 5).

 Ekspresi wajah dan posisi tubuh rileks.

Rencana tindakan :

 Kaji nyeri , perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya.

R/ Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/

keefektifan intervensi.

 Plester kateter pada abdomen (bila traksi tidak diperlukan)

R/ Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis- scrotal.

 Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.

(13)

R/ Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.

Namun, ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik.

 Berikan tindakan kenyamanan, contoh : pijatan punggung, membantu pasien melakukan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi/

latihan napas dalam; aktivitas terapeutik

R/ Meningkatkan relaksasi memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

 Dorong menggunakan rendam duduk, sabun hangat untuk perineum.

R/ Meningkatkan relaksasi otot.

 Berikan obat sesuai indikasi; narkotik, contoh eperidin (demerol).

R/ Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental dan fisik.

DP 5 : Cemas berhubungan dengan tindakan operasi.

HYD : Kecemasan pasien berkurang, ditandai dengan:

 Pasien tampak rileks.

Rencana tindakan :

 Selalu ada untuk pasien, buat hubungan salin percaya dengan pasien/ orang terdekat.

R/ Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu.

 Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan terjadi, contoh : kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien.

R/ Membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan, dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan. Termasuk ketakutan akan kanker, namun kelebihan informasi tidak membantu dan dapat meningkatkan ansietas.

 Pertahankan prilaku nyata dalam melakukan prosedur/ menerima pasien.

Lindungi privaci pasien.

R/ Menyatakan penerimaan dan menghilangkan rasa malu pasien

 Dorong pasien/ orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.

R/ Mendefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah.

 Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya.

R/ Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberian informasi.

(14)

DP 6 : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, pengobatan, gejala-gejala penyakit untuk melapor kedokter.

HYD : Pasien dan keluarga atau orang yang membantu lainnya mengungkapkan bahwa mereka mengerti proses penyakit gejala-gejala yang akan dilaporkan kepada dokter, pengobatan, perawatan dirumah dan tindak lanjut instruksi serta demonstrasi mengukur urine.

Rencana tindakan :

 Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien.

R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilih informasi terapi.

 Dorong menyatakan rasa takut/ perasaan dan perhatian.

R/ Membantu pasien mengalami perasaan dapat merupakan rehabilitasi vital.

 Berikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara sexual.

R/ Mungkin merupakan ketakutan yang tak dibicarakan.

 Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, alkohol, mengemudikan mobil lama, pemasukkan cairan cepat (terutama alkohol).

R/ Dapat menyebabkan iritasi prostat dengan masalah kongesti.

Peningkatan tiba-tiba pada aliran urine dapat menyebabkan distensi kandung kemih dan kehilangan tonus kandung kemih, mengakibatkan episode retensi urinaria akut.

b. Post –operasi

DP 1 : Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanis;

bekuan darah, edema trauma.

HYD : Berkemih dalam jumlah normal, ditandai dengan :

 Jumlah urine normal (½-1 cc?kg BB/jam)tanpa retensi.

 Pasien menunjukkan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemih (mampu menahan bak sesuai keinginan)

Rencana tindakan:

 Kaji haluran urine dan sistem kateter/drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih.

R/ Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih.

 Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih, contoh : berdiri, berjalan kekamar mandi, dengan frekuensi sering setelah kateter dilepas.

R/ Mendorong pasase urine dan meningkatkan rasa normalitas.

(15)

 Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas. Perhatikan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan berkemih seperti, urgensi.

R/ Kateter biasanya dilepas 2-5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema urehral dan kehilangan tonus.

 Dorong poasien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2-4 jam per protokol.

R/ Berkemih dengan dorongan mencegah retensi urine, keteratasan berkemih untuk tiap 4 jam (bila ditoleransi), meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih.

 Ukur volume residu bila ada kateter suprafubik.

R/ Mengawasi keefektifan pengosongan kandung kemih. Residu > 50 ml menunjukkan perlunya kontinuitas kateter sampai tonus kandung kemih membaik.

 Pertahankan irigasi kandungkemih kontinu (Continuous Blader irrigation [CBI]) sesuai indikasi pada periode pasca operasi dini.

R/ Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan debris untuk mempertahankan patensi kateter/ aliran urine.

DP 2 : Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan vaskularisasi daerah operasi, sukar pengontrolan perdarahan, dan pembatasan asupan makanan/ cairan pre operasi.

HYD : Mempertahankan hidrasi yang adekuat ditandai dengan:

 Tanda vital stabil.

 Nadi perifer teraba.

 Pengisisan kapiler baik.

 Membran mukosa lembab.

 Keluaran urine tepat (½-1 cc/Kg BB/jam) Rencana tindakan :

 Benamkan kateter, hindari manipulasi berlebihan.

R/ Gerakan/ penarikan kateter dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan darah dan pembenaman kateter pada distensi kandung kemih.

 Awasi pemasukkan dan pengeluaran

R/ Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. Pada irigasi kandung kemih, awasi pentingnya perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluran urine.

 Observasi drainase kateter, perhatikan perdarahan berlebihan/ berlanjut.

(16)

R/ Perdarahan tidak umum terjadi selama 24 jam pertama tetapi perlu pendekatan perineal. Perdarahan kontinue/ berat atau berulangnya perdarahan aktif mnemerlukan intervensi/ evaluasi medik.

 Evaluasi warna, konsistensi urine, contoh : merah terang dengan bekuan darah.

R/ Biasanya mengindikasikan perdarahan arterial dan memerlukan terapi cepat.

 Insfeksi balutan/ luka drain. Timbang balutan bila diindikasikan.

Perhatikan pembentukan hematoma.

R/ Perdarahan dapat dibuktikan atau disingkirkan dalam jaringan perineum.

 Selidiki kegelisahan, kekacauan mental, perubahan prilaku.

R/ Dapat menunjukkan penurunan perfusi serebral (hipovolemia) dan indikasi edema serebral karena kelebihan cairan selam prosedur TURP.

 Dorong pemasukkan cairan 3000 ml/ hari kecuali kontraindikasi.

R/ Membilas ginjal/ kandung kemih dari bakteri dan debris tetapi dapat mengakibatkan intoksikasi cairan/ kelebihan cairan bila tidak diawasi dengan ketat.

 Hindari pengukuran suhu rectal dan menggunakan selang rectal/ enema.

R/ Dapat mengakibatkan penyebaran iritasi terhadap dasar prostat dan peningkatan tekanan kapsul prostat dengan resiko perdarahan.

 Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh: Hb, Ht, Jumlah sel darah merah.

R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/ kebutuhan penggantian.

DP 3 : Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan : salah pengertian tentang informasi.

HYD :

Rencana tindakan :

 Kaji implikasi prosedur dan harapan masa depan.

R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi.

 Menyatakan pemahaman prosedur bedah dan pengobatan.

 Dapat mengungkapkan penmgertian tentang prosedur dan pengobatan.

 Dapat melakukan prosedur yang perlu dengan tepat dan menjelaskan alasan tindakan.

 Bepartisipasi dalam pengobatan

(17)

 Tekankan perlunya nutrisi yang baik; Dorong konsumsi buah.

Meningkatkan diit tinggi serat.

R/ Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi, menurunkan resiko perdarahan pasca operasi.

 Diskusikan pembatasan aktivitas awal, contoh : menghindari mengangkat berat, latihan keras, duduk/ mengendarai mobil terlalu lama, memanjat lebih dari 2 tingkat tangga sekaligus.

R/ Peningkatan tekanan abdominal/ meregangkan yang menempatkan stress pada kandung kemih dan prostat, menimbulkan resiko perdarahan.

 Dorong kesinambungan latihan perineal.

R/ Membantu kontrol urinaria dan menghilangkan inkontinensia.

 Instruksikan perawatan kateter urine bila ada. Identifikasi sumber alat/

dukungan.

R/ Meningkatkan kemandirian dan kompentesi dalam perawatan diri.

 Kaji ulang tanda/ gejala yang memerlukan evaluasi medik contoh : eritema, drainase, purulen dari luka; perubahan dari kateter/ jumlah urine, adanya dorongan/ frekuensi; perdarahan berat, demam/ menggigil.

R/ Intervensi cepat dapat mencegah komplikasi serius. Catat : urine tampak keruh beberapa minggu sampai penyembuhan pasca operasi terjadi dan tampak keruh setelah koitus karena ejakulasi retrograd.

DP 4 : Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih.

HYD : Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol ditandai dengan :

 Pasien mengungkapkan nyeri hilang/ terkontrol (rentang nyeri < 5).

 Mendemonstrasikan penggunaan tehnik relaksasi.

 Ekspresi wajah tampak rileks.

Rencana tindakan:

 Kaji nyeri, perhatiakn lokasi, intensitas (skala 0-10).

R/ Nyeri tajam, intermiten dengan dorongan berkemih/ pasase urine sekitar kateter menunjukkan spasme kandung kemih, yang cenderung lebih berat pada pendekatan suprapubik atau TURP.

 Pertahankan patensi informasi akuat tentang kateter, drainase, dan spasme kandung kemih.

R/ mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem. Menurunkan resiko distensi/ spasme kandung kemih.

 Tingkatkan pemasukkan sampai 3000 ml/ hari sesuai toleransi.

R/ Menurunkan iritasi dengan mepertahankan aliran cairan konstan ke mukosa kandung kemih.

(18)

 Berikan pasien informasi akurat tentang kateter, drainase, dan spasme kandung kemih.

R/ Menghilang ansietas dan meningkatkan kerjasama dengan prosedur tertentu.

 Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.

R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema, dan meningkatkan penyembuhan (pendekatan perineal).

 Berikan antispasmodik, contoh : Oksibutinin klorida (Ditropan) ; B dan O supositoria.

R/ Merilekskan otot polos, untuk memberikan penurunan spasme dan nyeri.

DP 5 : Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, peralatan selama operasi, kateter, irigasi kandung kemih.

HYD : Tidak mengalami tanda infeksi, ditandai dengan :

 Mencapai penyembuhan pada waktunya.

Rencana tindakan :

 Pertahankan sistem kateter steril, beri perawatan kateter regular dengan sabun dan air, berikan salep antibiotik disekitar sisi kateter.

R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/ sepsis lanjut.

 Ambulasi dengan kantong drainase dependent.

R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukan bakteri kedalam kandung kemih.

 Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernafasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.

R/ Pasien yang mengalami sistoskopi dan atau TURP beresiko untuk syok bedah/ septik sehubungan dengan manipulasi/ instumentasi.

 Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik.

R/ Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan resiko untuk infeksi yang diindikasikan degan eritema, drainasi purulen.

 Ganti balutan dengan sering (insisi suprapubik/ retropubik dan perineal).

Pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.

R/ Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memerikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.

 Gunakan pelindung kulit tipe ostomi.

R/ memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah ekskoriasi dan menurunkan resiko infeksi.

 Berikan antibiotik sesuai indikasi.

(19)

R/ Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada prostatektomi.

DP 6 : Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkotinensia, urine merembes setelah kateter dilepas).

HYD :

Rencana tindakan :

 Berikan keterbukaan pada pasien/ orang terdekat untu membicarakan tentang masalah inkontinensia dan fungsi seksual.

R/ Dapat mengalami ansietas tentang efek bedah dan dapat menyembunyikan pertanyaan yang diperlukan. Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan untuk menerima informasi yang diberikan sebelumnya.

 Berikan informasi akuat tentang harapan kembalinya fungsi seksual.

R/ Impotensi fisiologis terjadi bila saraf perineal dipotong selama prosedur radikal; pada pendekatan lain. Aktivitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6-8 minggu.

 Diskusikan dasar anatomi, jujur dalam menjawab pertanyaan pasien

R/ Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior keprostat melalui kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan sterilitas biasanya tidak menjadi konsekuensi, prosedur bedah mungkin tidak memberikan pengobatan permanen, dan hipertropi dapat berulang.

 Diskusikan ejakulasi retrograd bila pendekatan transurethral/ suiprapubik digunakan.

R/ Cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih dan diskeresikan melalui urine. Ini tidak mempengaruhi fungsi seksual tetapi akan menurunkan kesuburan dan menyebabkan urine keruh.

 Instruksikan latihan perineal dan inerupsi/ kontinu aliran urine.

R/ Meningkatkan peningkatan kontrol otot kontinensia urinaria dan fungsi seksual.

 Rujuk kepanasehat seksual sesuai indikasi.

R/ Masalah menetap/ tidak teratasi memerlukan intervensi profesional.

 Ekspresi wajah tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi.

 Mengungkapkan pengertianya tentang situasi individual..

 Mendemonstrasikan kemampuan mengatasi masalah.

(20)

4. Discharge planning

a. Hindari minuman beralkohol, minuman berkarbonasi makan makanan pedas.

Rasional mencegah iritasi pada jaringan prostat.

b. Minum air putih 12-14 gelas (2400-2800 cc/ hari)

c. Selama 2-3 minggu setelah pulang dari RS hindari aktivitas, seperti : menyetir, berjalan lebih dari ½ mill, naik tangga, mengangkut bahan yang berat, intercorse seksual.

d. Perhatikan tanda-tanda perdarahan dalam urine, beraktivitas bertahap, hubungi tenaga kesehatan terdekat bila gejala tidak teratasi.

e. Setelah pasien pulang dari RS hubungi tenaga kesehatan untuk menentukan jadwal kunjungan pemeriksaan.

(21)

C. Patoflodiagram

Usia diatas 50 tahun proses penuaan

Perubahan hormon pada kelenjar endokrin

Hormon testosteron  Hormon estrogen 

Mempengaruhi bagian tepi dari prostat Mempengaruhi bagian tengah dari prostat Mempengaruhi penukaran

testosteron  Dyhidrotestosteron

Hyperplasi kelenjar prostat Dp 1. Retensi urine Dyhidrotestosteron (DHT)

>>> didalam prostat

Obstruksi leher kandung kemih dan urethra pars prostatika

Aliran kemih berkurang dari kandung kemih

Tekanan  vesika urinaria

Retensi urine (nocturia, dribling, anyang-anyangan)

Distensi kandung kemih Refluks urine

Hydroureter

Rusak pembuluh darah pada kandung kemih

Hematuri Anemia Hydronefrosis

Kerusakan fungsi ginjal 

DP 4. Nyeri DP 2. Perubahan

pola eliminasi DP 3. Resiko tinggi infeksi

Pyelonefritis

(22)

BAB III

PEGAMATAN KASUS

Tn. L umur 72 tahun dengan Benign Hyperplasia Prostat, sejak 1 hari yang lalu (22 September 2005) pasien kencing berwarna merah, dan hari ini (23 September 2005) periksa ke dokter Akmal serta disarankan untuk opname.

Pasien dengan riwayat hipertensi. Sebelumnya pernah dirawat di RS Sumber Wras karena susah untuk kencing, pada bulan Januari 2005.

Pasien datang diantar oleh menantunya, dengan diagnosa masuk BPH dengan retensi urine. Pada saat pengkajian didapatkan diagnosa hyperplasi prostat dan cytitis kronis dan divertikulisasi buli,

Dari observasi didapatkan hasil TD : 110/70 mmHg, suhu : 36,60C, nadi: 80x/menit, pernapasan : 20x/menit. Palpasi suprapubik kandung kemih penuh dan terasa nyeri bila ditekan.

Dari hasil laboratorium yang didapatkan adalah sebagai berikut : Tanggal 23 September 2005 Hematologi

Darah rutin Hasil Normal Satuan

Hb 14,6 12,0-18,0 g/ dl.

Ht 44 37-52 %

Leukosit 9.400 4.800-10.800 / µl

Trombosit 372.000 150.000-450.000 / µl

Tanggal 24 September 2005 Hematologi

Darah rutin Hasil Normal Satuan

Hb 13,5 12,0-18,0 g/ dl.

Ht 42 37-52 %

Leukosit 6.300 4.800-10.800 / µl

Trombosit 368.000 150.000-450.000 / µl

Hemostatis rutin

Masa protombin 12,7 11-17 dtk

APTT 32,6 30-40 dtk

Kimia Protein total:

Protein total 7,3 6-8 g/dl

Albumen 3,9 3,5-5 g/dl

(23)

Globulin 3,4 1,5-3,5 g/dl

Fosfatase alkali 125 35-135 µ/L

SGOT 19 10-36 µ/L

SGPT 20 10-45 µ/L

Gamma GT 26 7-40 µ/L

Trigliserida 67 < 150 mg/dl

HDL kolesterol 50 > 40 mg/dl

LDL kolesterol 139 < 120 mg/dl

Natrium 136 145-147 mmol/L

Kalium 4,0 3,5-5,5 mmol/L

Klorida 99 94-111 mmol/L

Asam urat 4,6 P: 3,4-7,0 mmol/L

W: 2,4-5,7 Sero imunologi

PSA 6,5 < 4,0 ng/ml

Urinalisa Urin lemgkap:

Warna : merah

Kekeruhan : Keruh

Analisa dengan klinitex

Bj 1.030 1.005-1.500 g/dl.

pH 5,0 5,0-8,0

Protein ++ Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Darah +++ Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Urobilinogen 3,2 3,2-166 mmol/L

Nitrit Negatif Negatif

Mikroskopik Sedimen :

Sel ephitel + Positif

Leukosit 25-30 0-5 /LPB

Erytrosit > 100 0-1 /LPB

Silinder Negatif Negatif

(24)

Kristal Negatif Negatif

Bakteri ++ Negatif

Masa protombin 14,7 dtk

APTT 38,4 dtk

Kimia:

Ureum 56 10-50 mg/dl

Kreatinin 1,3 0,6-1,2 mg/dl

(25)

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Setelah membandingkan antara teori dan kasus yang ada diruangan, maka didapatkan perbedaan antara teori dan kasus nyata tersebut. Asuhan Keperawatan pada Tn. L dengan BPH disusun sesuai dengan tahapan prosedur keperawatan yang terdiri atas pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pada saat pengkajian menurut teori yang penulis dapatkan akan ditemukan pada pasien seperti kurang pengetahuan, penurunan BB, mual, muntah, tidak nafsu makan, retensi urine, sering berkemih, mengedan saat berkemih, urgensi, pemancaran kurang, hematuri, inkontinensia, penurunan aktivitas, nyeri, kurang tidur, bak tidak tuntas, nyeri daerah pinggang, pengeluaran urine sedikit tapi sering.

Setelah dikaji pada pasien tersebut tidak mendapatkan kesamaan secara keseluruhan sesuai konsep atau teoritis, karena pada saat pengkajian pasien yang dikaji dalam kondisi sakit sedang dengan tanda dan gejala tidak banyak. Selain itu pasien juga mengalami BPH yang tidak begitu kronis.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa yang penulis dapatkan tidak semua ditemukan pada pasien, diagnosa yang didapat antara lain: Retensi urine berhubungan dengan pembesaran kelenjar prostat, resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan retensi urine, dan cemas berhubungan dengan tindakan operasi.

3. Perencanaan keperawatan

Dalam rencana tindakan penulis mencoba membuat sesuai dengan kebutuhan pasien yang diambil dari teori literatur.

4. Implementasi

Implementasi yang dilakukan seperti mengobservasi tanda-tanda vital, membantu memandikan pasien, memberikan penyuluhan, memberi obat, membantu dalam beraktivitas.

5. Evaluasi

Evaluasi yang ditemukan pada pasien, seperti : balance cairan, memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan pasien, terhindar dari tanda-tanda infeksi, serta memberikan informasi atau penyuluhan pada pasien untuk mengurangi kecemasan sehubungan dengan tindakan pembedahan.

(26)

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan teori yang penulis dapat dari berbagai sumber dan literatur, penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit BPH (Benign Prostat Hyperplasi), sangat berbahaya karena dapat menimbulkan komplikasi yaitu infeksi saluran kemih dan yang lebih fatal dapat terjadi gagal ginjal. Pada pasien yang penulis amati Tn. L umur 72 tahun telah terjadinya cystitis karena retensi urine serta dalam pemeriksaan ditemukan hydroureter dan hydronefrosis dekstra.

BPH ini lebih beresiko terjadi pada usia lebih dari 50 tahun, karena terjadi perubahan pada sistem hormonal dan hanya terjadi pada laki-laki. Penyebab pasti dari penyakit ini belum diketahui oleh karena itu pencegahan terbaik adalah melakukan deteksi secara dini, menjaga kesehatan serta merubah pola hidup atau gaya hidup yang tidak baik, dan yang beresiko terjadinya BPH.

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce. M, 1997, Medikal Surgical Nursing,

By WB. Saunders company, united State of America.

Brunner & Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi VIII, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Guyton dan Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi IV Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta

Luckman Joan, Sorensen, Karen creason, 1980, Medikal Surgical Nursing, By WB. Saunders company, United State of America.

Sharon Mantik Lewis, 2000, Medikal Surgical Nursing, vol II, For Library of congress cataloging in Publication data, Mosby st. Louis Missoui.

Syvia A price, 1995, Patofisilogi, Edisi IV, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

WWW.Ecureme.com

Referensi

Dokumen terkait

Asuhan keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru yang dilakukan oleh (Danar, 2015) diagnosa keperawatan yang ditegakkan yaitu pola napas tidak efektif dengan

OPPORTUNITIES ✓ Availability of workers ✓ Arrival of new training technology ✓ Automated data collection and analytics around employees’ activities ✓Demand for flexible compensation