ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn A. DENGAN ASMA DI INSTANSI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT PATOK BEUSI
DISUSUN OLEH:
ALIA DWI SEPTIANI XI KEPERAWATAN 2
PROGRAM KEAHLIAN KEPERAWATAN SMK SEHATI KARAWANG
2021
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan laporan ini dengan semaksimal mungkin. Dalam penyusunan laporan ini begitu banyak kesulitan yang di alami, namun berkat ridha tuhan Yang Maha Esa serta bimbingan dari pihak guru, akhirnya semua itu dapat teratasi, untuk itu pada kesempatan kali ini mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah mendukung dan memberi arahan atas penyusunan laporan ini, terutama pada:
1. Kedua orang tua yang telah memberikan do’a dan dukungan
2. Bpk H. Kuswanda, SE.MM. selaku kepala sekolah SMK Sehati Karawang 3. Ibu sarini, S,Kep, Ns. Selaku guru pembimbing
Penyusun menyadari, bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak kekurangan atau kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu diharapkan kepada berbagai pihak untuk memberikan kritik dan saran yang membangun dari kesempurnaan di masa yang akan mendatang.
Akhir penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi siswa-siswi pada umumnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
Asma adalah penyakit heterogen yang biasanya di tandai dengan adanya peradangan saluran nafas kronis di tandai dengan adanya bunyi wheezing, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk. Peradangan ini biasanya terjadi secara berulang di sertai dengan terjadinya obstruksi aliran nafas.
(Lyrawati & Leonita, 2012. GINA, 2015)
Pada tahun 2013, RISKESDAS melaporkan prevalensi asma dengan metode wawancara. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan (6,7%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah terdapat di Lampung (1,6%), Riau (2,0%) dan Bengkulu (2,0%). Provinsi Sumatera Utara sendiri mempunyai prevalensi asma sebesar 2,4%. Menurut Oemiati (2010), prevalensi asma di Indonesia sebesar 3,32%. Prevalensi tertinggi penyakit asma di Indonesia terletak di provinsi Gorontalo (7,23%).
Faktor resiko penyakit asma terdiri dari faktor Predisposisi (alergi, hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin, RAS/etnik, obesitas), faktor lingkungan (allergen dalam rumah dan allergen luar rumah), faktor pencetus (allergen makanan, obat-obatan dan bahan iritan dll)
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2 yaitu, penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan asma akut atau saat serangan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana Konsep Teori dari Penyakit Asma?
1.2.2 Bagaimana proses perjalanan penyakit Asma?
1.2.3 Begaimana penatalaksanaan pada pasien Asma?
1.2.4 Bagaimana Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan pada Pasien Asma?
1.3 TUJUAN PENULISAN 1.3.1 TUJUAN UMUM
Mahasiswa dapat memahami teori tentang Asma dan melaksanakan asuhan kegawat daruratan pada pasien dengan Asma
1.3.2 TUJUAN KHUSUS
Setelah diberikan materi konsep teori tentang Asma dan asuhan keperawatan kegawat daruratan pada asma
1. Mengetahui tentang Konsep Teori dari Penyakit Asma 2. Mampu memahami penatalaksanaan pada pasien Asma 3. Mampu memahami asuhan keperawatan kegawat daruratan
pasien Asma 1.4 MANFAAT PENULISAN
1.4.1 Bagi Penulis
1. Sebagai pemenuhan tugas dari Kegawat Daruratan Sistem 2. Sebagai bahan pembelajaran dalam meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan dalam pemberian Asuhan Kegawatdaruratan pada Pasien Asma
1.4.2 Pembaca
1. Sebagai bahan kajian dalam pengembangan ilmu yang berkaitan dengan Asuhan Kegawatdaruratan pada Pasien Asma
2. Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang Asuhan Kegawatdaruratan Asma
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 DEFINISI
Asma adalah kelainan peradangan kronis pada saluran nafas dimana beberapa sel yang berbeda (sel mast, eosinofil. Limfosit T, neutrofil dan sel epitel) memegang peranan. Peradangan ini menyebabkan episode berulang dari obstruksi aliran nafas yang luas namun bervariasi, dimana akan menyebabkan peningkatan respon dari trakhea dan bronkus terhadap berbagai stimulus (iritan fisik, kimia, imunologis, dan farmakologis). (Lyrawati &
Leonita, 2012)
Asma adalah penyakit heterogen, yang biasanya ditandai dengan peradangan saluran nafas kronis. Di tandai dengan adanya gejala pernapasan seperti mengi (wheezing), sesak napas, dada terasa berat dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu. (GINA, 2015)
Kesimpulan dari kelompok, asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktifitas rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan dan penyempitan pada bronkus sehingga menimbulkan suara wheezing, dan sesak nafas.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Saat ini penyakit asma masih menunjukan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (2011), di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita Asma dan tahun 2015 diperkirakan jumlah pasien asma mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar merupakan penyakit yang underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita asma. Data dari berbagai negara menunjukan bahwa prevalensi penykit asma berkisar antara 1-18% (GINA, 2011).
Pada tahun 2013, RISKESDAS melaporkan prevalensi asma dengan metode wawancara. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan (6,7%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah terdapat di Lampung (1,6%), Riau (2,0%) dan Bengkulu (2,0%). Provinsi Sumatera Utara sendiri mempunyai prevalensi asma sebesar 2,4%. Menurut Oemiati (2010), prevalensi asma di Indonesia sebesar 3,32%. Prevalensi tertinggi penyakit asma di Indonesia terletak di provinsi Gorontalo (7,23%).
2.3 FAKTOR RESIKO
Secara umum faktor resiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor lingkungan.
1. Faktor Predisposisi a. Alergi
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF (platelet activating factor) yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi. Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.
b. Hipereaktivitas bronkus
Hiperaktivitas di sebabkan oleh peradangan bronkial yang persisten, yang mengakibatkan hipersekresi mukus dan hipertrofi otot polos bronkus.
c. Jenis kelamin d. Ras/etnik
e. Obesitas
Obesitas menyebabkan penurunan sistem komplians paru, volume paru, dan diameter saluran napas perifer. Akibatnya, terjadi peningkatan hiperreaktivitas saluran napas, perubahan volume darah pulmoner, dan gangguan fungsi ventilasi perfusi.
2. Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, bulu binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
3. Faktor pencetus a. Alergen makanan
b. Alergen obat-obatan tertentu c. Bahan yang mengiritasi d. Ekspresi emosi berlebih
Stresor mempunyai kemampuan untuk mengaktifkan SNS (sympatic nervus system). Stimulasi SNS menghasilkan pelepasan sistemik epinefrin dan norepinefrin. Reseptor adrenergik berada pada sel T dan B, reseptor tersebut dapat mengatur bentuk respons humoral yang terlibat dalam asma meliputi pelepasan interleukin (IL)-4, IL-5 dan IL- 13 mengikuti paparan alergen, pelepasan histamin oleh aktivasi sel mast, perekrutan eosinofil dan aktivasi eosinofil di jalan napas.
Aktivasi PNS (pharasimpatic nervus system) akan menyebabkan pelepasan neurotransmiter asetilkolin yang menyebabkan bronkokonstriksi dan sekresi mukus
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru.
f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan g. Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas /olahraga tertentu.
h. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. ( Rengganis, 2008 )
2.4 KLASIFIKASI
Asma dibedakan jadi 2 jenis yakni : 1. Asma bronkial : hipersensitif terhadap rangsangan dari luar seperti
debu, bulu binatang, asap dan bahan lain penyebab alergi
2. Asma kardial : asma yang timbul akibat kelainan jantung dimana asma ini terjadi karena adanya gangguan pada jantung yang menyebabkan penurunan suplai darah ke paru-paru, dengan gejala sesak nafas hebat pada malam hari atau di sebut nocturnal paroxymul dyspnea.
Klasifikasi Menurut Derajat Asma
Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan obat yang diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar asma diklasifikasikan sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat.
Menurut GINA :
1. Intermiten : gejala kurang dari 1x/minggu dan serangan singkat 2. Persisten ringan : gejala lebih dari 1x/minggu tapi kurang dari 1x/hari 3. Persisten sedang : gejala terjadi setiap hari
4. Persisten berat : gejala terjadi setiap hari dan sering terjadi serangan
2.5 TANDA GEJALA
Tanda dan gejala umum Asma ( Lyrawati & Leonita, 2012)
1. Tanda
a. Rekuren dan episodic b. Nafas cuping hidung c. Wheezing / Mengi
d. Penggunaan otot-otot tambahan untuk bernafas e. Meningkatnya laju pernafasan
f. Peningkatan VEP1 >20% (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik n : 80%)
2. Gejala a. Dipsnea b. Takipnea c. Batuk
d. Dada seperti tertekan
2.6 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi menurut Wong (2009) Inflamasi berperan dalam peningkatan reaktifitas jalan napas. Mekanisme yang menyebabkan inflamasi jalan napas cukup beragam, dan peran setiap mekanisme tersebut bervariasi dan satu anak ke anak lain serta selama perjalanan penyakit. Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi hiperreaktivitas bronkus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma menghasilkan imonoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding sel mast yang disebut sel mast akan mengalami degranulasi, sel mast yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin dan bradikinin.
Mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul edema mukosa, peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini akan menyebabkan proliferasi akibatnya terjadi sumbatan
dan daya konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik.
Hal ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida sehingga menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi dimana oksigenisasi ke jaringan tidak memadai sehingga akan terjadi hipoksemia dan hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis
2.7 PATHWAY
Reaksi antigen dan antibodi Pencetus serangan (allergen, emosi/stress,
obat-obatan, infeksi) Peningkatan permeabilitas
kapiler Release vasoactive substance (histamine, bradikinin, anafilatoxin)
Edema mukosa, sekresi produktif, kontriksi otot polos meningkat
Konsentrasi O2 dalam darah menurun
Spasme otot polos sekresi dan kelenjar bronkus
Hipoksemia dan hiperkapnea Obstruksi bronkus
Gangguan pertukaran gas Tekanan parsial
oksigen di alveoli menurun
Sekresi mucus berlebih, wheezing, batuk, sesak nafas
Penyempitan jalan nafas Ketidak efektifan bersihan
jalan nafas
Suplai darah dan O2 ke otak, jaringan & jantung - Koma
- Perfusi jaringan
- Penurunan cardiac out put Peningkatan kerja
otot pernafasan Kebutuhan O2
meningkat Ketidak efektifan
pola nafas
hiperventilasi Penurunan curah jantung Retensi o2
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Spirometri. Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter)
b. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma.
c. Petanda inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran nafas dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan nafas.
Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinophil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma.
d. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB. Pada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan dengan berbagai tes provokasi.
Provokasi bronkial dengan menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi saluran napas pada penderita yang sensitif.
e. Faal Paru. Pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:
2. Reversibiliti kelainan faal paru
3. Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes- ponsif jalan napas
f. Tes darah : tes Blood Gas Analisis untuk mengetahui normal atau terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2.9 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi :
1) Edukasi : Edukasi di berikan kepada penderita dan juga keluarga agar dapat memahami tentang asma dan melakukan pencegahan
2) Menilai dan monitor berat asma secara berkala : Penilaian klinis berkala 1- 6 bulan dan monitoring asma oleh penderita
3) Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus : Mengidentifikasi faktor yang menyebabkan asma dan melakukan pencegahan
4) Pengobatan jangka panjang
a. Medikasi : untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan nafas, terdiri dari obat pengontrol dan pelega
1. Obat Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah obat asma yang digunakan jangka panjang untuk mengontrol asma, karena mempunyai kemampuan untuk mengatasi proses inflamasi yang merupakan patogenesis dasar penyakit asma. Obat ini diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten, dan sering disebut sebagai obat pencegah. Berbagai obat yang mempunyai sifat sebagai pengontrol, antara lain:
a) Corticosteroid inhalasi
b) Corticosteroid sistemik c) Sodium chromoglicate d) Methylxanthine
e) Agonis β2 kerja lama (LABA) inhalasi 2. Obat Pelega (Reliever)
Merupakan bronkodilator yang melebarkan saluran pernapasan melalui relaksasi otot polos, untuk memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut asma, seperi mengi, rasa berat dada dan batuk. Obat pelega tidak memperbaiki inflamasi atau menurunkan hiperesponsif pada saluran pernapasan. Oleh karena itu, penatalaksanaan asma yang hanya menggunakan obat pelega, tidak akan menyelesaikan masalah asma secara tuntas. Obat-obat yang termasuk obat pelega adalah:
1. Agonis β2 kerja singkat dan kerja lama
2. Anticholinergic (atrophine sulphate, ipratropium, tiotropium, dan lain-lain)
3. Xanthine (Aminophylline)
4. Simpatomimetik lainnya seperti adrenaline, ephedrine, dan lain-lain.
b. Penanganan asma mandiri (pelangi asma) Hijau
- kondisi baik, asma terkontrol - tidak ada/gejala minimal - APE 80-100% nilai terbaik
Prinsip pengobatan di lanjutkan bila tetap berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi
Kuning
- Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut atau eksaserbasi
berat baik saat aktivitas maupun istirahat) APE 60-80% nilai terbaik Membutuhkan peningkatan medikasi atau perubahan medikasi Merah
- Berbahaya
- Gejala asma terus menerus dan membatasi aktivitas - APE <60% nilai terbaik
Penderita membutuhkan pengobatan segera, hubungi dokter atau rumah sakit
Tabel pelangi asma
5) Pola hidup sehat : yaitu olah raga, mengurangi rokok dan mengenali lingkungan kerja.
Kriteria asma terkontrol pada anak dan dewasa,yaitu : 1) Tidak ada gejala atau minimal
2) Tidak ada serangan asma pada malam hari 3) Tidak ada keterbatasan aktifitas
4) Tidak ada pemakaian obat-obat pelega atau minimal
5) Variasi harian APE (Arus Puncak Ekspirasi) kurang dari 20%
6) Nilai APE normal atau mendekati normal 7) Efek samping obat minimal
8) Tidak ada kunjungan ke unit gadar
Penyakit asma tidak dapat di sembuhkan dan obat-obatan yang ada saat ini hanya berfungsi menghilangkan gejala. Namun dengan mengontrol penyakit asma penderita bisa bebas dari gejala penyakit asma yang mengganggu.
Karena adanya faktor resiko yang mempengaruhi prioritas pengobatan di tujukan untuk mengontrol gejala, kontrol yang baik di harapkan dapat mencegah terjadinya kekambuhan.
Algoritma tata laksana asma di fasilitas kesehatan tingkat pertama
nilai derajat serangan
tata laksana awal: β-2 agonis kerja singkat, 3x, interval 20 menit, selama 1 jam.
Serangan berat: ( nebulasi 3x, respon buruk)
Sejak awal berikan oksigen saat/di luar nebulisasi
Pasang infuse
Nilai ulang klinisnya, jika sesuai dengan serangan berat, rawat inap
Foto toraks Serangan ringan:
(nebulisasi 1x, respon baik, gejala hilang)
Observasi 1-2 jam
Jika efek bertahan, boleh pulang
Sebagai serangan sedang
Serangan sedang : (nebulisasi 2-3x, respon parsial)
Berikan oksigen
Nilai kembali derajat serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di ruangan rawat sehari
Pasang infus Boleh pulang:
Bekali obat β-agonis (hirupan/oral)
Jika sudah ada obat pengontrol, teruskan
Jika inveksi virus sebagai pencetus, dapat diberi steroid oral
Dalam 24-48 jam control ke poliklinik untuk evaluasi
Ruang rawat inap:
Oksigen teruskan
Atasi dehidrasi/asidosis jika ada
Steroid IV awal, lanjutkan rumatan
Jika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam
Jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang
Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti nafas, alihkan ke ICU Ruangan rawat sehari/control
fasilitas kesehatan:
Oksigen teruskan
Berikan steroid oral
Nebulisasi tiap 2 jam
Bila dalam 8-12 jam
perbaikan klinis stabil, pasien boleh pulan
Jika dalam 12 jam klinis belum membaik, alih rawat ke ruang rawat inap
2.10 PENCEGAHAN
1. Kenali penyebab munculnya asma
2. Lakukan penanganan pertama pada asma dengan pemberian obat asma (inhalasi)
3. Hindari faktor pemicu terjadinya asma
4. Lakukan istirahat yang cukup dan latihan (senam asma atau latihan pernafasan)
5. Hubungi dokter jika serangan asma masih berlanjut setelah pengobatan 6. Bersihkan rumah untuk mengurangi faktor pemicu asma sekurang-
kurangnya sekali seminggu 7. Gunakan obat asma secara teratur
8. Hindari asap rokok dan berhenti merokok
BAB III TINJAUAN KASUS 3.1 PENGKAJIAN
1. PENGKAJIAN UMUM a. Identitas pasien
1) Nama : Ny.A
2) Umur :25 tahun
3) Jenis kelamis : perempuan 4) Status perkawinan : menikah
5) Pendidikan : SMA
6) Agama : islam
7) Suku : sunda
8) Alamat : Patok Beusi
b. Identitas Penanggung jawab / pengantar
1) Nama : Tn.R
2) Pendidikan : SMA
3) Hubungan dengan klien : Istri
4) Alamat : Patok Beusi
5) Umur : 29 tahun
6) Pekerjaan : IRT
c. utama
Klien mengeluh sesak napas.
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Sesak nafas, biasanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk dan dada terasa berat sampai mengganggu aktivitas.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Memiliki riwayat alergi debu, alergi terhadap asap, makanan, bulu binatang, serbuk sari, obat-obatan, dan alergi cuaca dingin
3) Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga tidak pernah menderita penyakit tertentu.Tidak ada anggota keluarga yang kecanduan obat/alcohol.
2. Pengkajian Primer
a. Airway : jalan nafas
Pada pasien asma biasanya di temukan adanya obstruksi jalan nafas yang di sebabkan oleh adanya peradangan pada bronkus sehingga bronkus menyempit dan sekresi lendir berlebihan.
Keadaan ini di tandai dengan adanya suara wheezing, dipsnea, dan batuk yang di sertai dahak atau tidak.
Pengkajian yang di lakukan adalah : 1) Kaji dan pertahankan jalan napas
2) Kaji adanya sumbatan (secret atau darah) 3) Kaji adanya kesulitan dalam bernafas b. Breathing : pernafasan
Pada pasien asma biasanya akan di temukan dipsnea yang di karenakan adanya hiperventilasi akibat obstruksi, pada asma juga terlihat adanya penggunaan otot bantu pernafasan, dan suara nafas wheezing dan pernafasan cepat.
Pengkajian yang di lakukan adalah : 1) Kaji suara nafas adanya wheezing
2) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen >92%
4) Kaji respiratory rate
5) Jika pasien mampu, rekam Peak Expiratory Flow 6) Kesimetrisan pergerakan dada
7) Retraksi dinding dada c. Circulation : sirkulasi
Karena adanya penurunan suplai O2 dalam darah akibat adanya obstruksi sehingga terjadi hipoksemia, darah tidak mampu menyuplai O2 salah satunya ke jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung di tandai dengan penurunan tekanan darah.
Pengkajian yang di lakukan adalah : 1. Kaji TTV pasien
2. Kaji denyut jantung adanya suara tambahan
3. Pemeriksaan cappilary refille time untuk memastikan adanya sianosis
4. Kaji keadaan akral dingin atau tidak d. Disability : kesadaran
Pada pasien asma dengan penurunan kesadaran, di sebabkan oleh transport oksigen ke otak menurun. Suplai darah akan sulit mencapai jaringan otak sehingga otak tidak memperoleh nutrisi dan oksigen sehingga terjadi penurunan kesadaran.
Pengkajian yang di lakukan : Pemeriksaan GCS dengan menilai :
1. Eye 2. Verbal 3. Motoric 3. Pengkajian sekunder
a. Exposure/ Environman control
Mengontrol lingkungan dengan mengkaji adanya faktor yang dapat memperparah kondisi dengan menghindari pasien dari faktor pencetus asma seperti debu.
b. Full set of vital sign
1) Tekanan Darah : Hipotensi
2) Suhu : Hipertermi jika terjadi inflamasi
3) Nadi : Takikardi
4) Respirasi : Meningkat c. Give Comfort
Pasien merasa tidak nyaman karena sesak nafas.
d. Head to toe
1) Kepala : simetris, tidak ada pembengkakan, tidak bermasa 2) Rambut : tebal/tipis, bersih, hitam/beruban, tidak rontok.
3) Muka : simetris 4) Mata :
a) Conjungtiva : tidak anemis b) Pupil : isokhor
c) Sklera : tidak ada ikterik d) Penglihatan : tidak ada visus e) Bola mata : menonjol
5) Hidung : simetris, tidak ada sumbatan, tidak ada polip, bersih, tidak ada deformitas, dan terdapat pernapasan cuping hidung.
6) Telinga : bersih, tidak ada serumen, tidak mengalami penurunan pendengaran, tidak ada polip.
7) Mulut : terdapat secret dalam rongga mulut, dan membran mukosa kering.
8) Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
9) Thorax dan paru-paru : takipnea, dipsnea, pernapasan dangkal, suara nafas tambahan (wheezing).
10) Perut : bersih, lembek, bising usus normal, tidak ada masa, nyeri tekan (-)
11) Genetalia : bersih, tidak ada iritasi, tidak terpasang kateter.
12) Ekstremitas :
1. Atas : tidak terdapat edema, tidak ada luka, tangan bisa digerakkan. Ada atau tidak tanda sianosis
2. Bawah : tidak terdapat edema, tidak ada luka, dan kaki bisa digerakkan. Ada atau tidak tanda sianosis
13) Integument : bersih, turgor kulit baik, warna sawo matang.
e. Inspect the posterior surface
Tidak terdapat luka atau jejas pada daerah posterior 3.2 ANALISA DATA
N
o Symptom Etiologi Problem
1. Ds : pasien mengeluh sulit bernafas, dada terasa tertekan, dan batuk.
Do : pasien tampak sulit bernafas, adanya penggunaan otot bantu pernafasan dan dari hasil pemeriksaan di dapatkan adanya wheezing, dan dipsnea
Aktifasi mediator imflamasi
Kontriksi otot polos
Bronkospasme
Peningkatan sekresi mucus
Obstruksi bronkus
Sekresi mucus berlebih, wheezing, batuk, sesak
nafas
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
sulit bernafas, dada terasa tertekan, dan batuk.
Do : pasien tampak sulit bernafas, adanya penggunaan otot bantu pernafasan, dari hasil pemeriksaan terdapat suara nafas wheezing,
dan frekuensi
pernafasan cepat, pasien tampak lemah.
imfalamasi
Kontraksi otot polos dan sekresi mucus
meningkat
Obstruksi saluran nafas
Peningkatan kebutuhan oksigen
Hiperventilasi
pola nafas
3. Ds : pasien mengeluh sulit bernafas, dada terasa tertekan, dan batuk
Do : pasien tampak sulit bernafas, adanya hipoksemia, dari hasil pemeriksaan terdapat suara nafas wheezing,
dan frekuensi
pernafasan cepat dan penurunan tekanan darah.
Aktifasi mediator imflamasi
Kontraksi otot polos dan sekresi mucus
meningkat
Obstruksi saluran nafas
Hiperventilasi
Hypoxemia
Gangguan Pertukaran gas
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas : spasma jalan nafas, mucus dalam jumlah berlebihan
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan : Hiperventilasi 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi difusi pada
alveoli
3.4 INTERVENSI
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC) 1 Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas : spasma jalan nafas, mucus dalam jumlah berlebihan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x30 menit, di harapkan mampu mempertahankan bersihan jalan nafas pasien dengan indikator :
a. Respiratory status : Ventilation b. Respiratory status : Airway
patency Kriteria hasil :
Suara nafas bersih, mampu mengeluarkan sputum, tidak ada sianosis atau dipsnea
Airway suction:
a. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
b. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
c. Berikan O2
d. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam e. Monitor status oksigen
pasien
Airway Management f. Buka jalan nafas
g. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi h. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
i. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
j. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
k. Berikan bronkodilator l. Monitor status
hemodinamik
m. Monitor respirasi dan
status o2 Kolaborasi
n. terapi antibiotik
o. intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
2 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan : Hiperventilasi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 2x30 menit
diharapkan pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dengan indikator:
a. Respiratory Status : Gas exchange
b. Respiratory Status : ventilation
c. Vital Sign Status Kriteria hasil :
a. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
b. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Airway Management
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi b. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara tambahan
c. Monitor respirasi dan status O2
Oxygen Therapi
d. Pertahankan jalan nafas yang paten
e. Pertahankan posisi pasien f. Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
g. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi Vital Sign Monitoring
h. Monitor vital sign i. Monitor frekuensi dan
irama pernafasan j. Monitor suara paru k. Monitor pola pernafasan
abnormal
l. Monitor suhu, warna dan kelembapan kulit
m. Monitor sianosis perifer n. Informasikan pada pasien
dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas.
3 Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi difusi pada alveoli
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 2X30 menit
diharapkan gangguan pertukaran gas pasien teratasi dengan indikator :
a. respiratory status : gas exchange
b. respiratory status : ventilation c. vital sign status
kriteria hasil:
a. Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat b. Memelihara kebersihan paru
paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan c. Suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu d. Tanda tanda vital dalam
rentang normal
e. AGD dalam batas normal f. Status neurologis dalam batas
normal
Airway Management
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi b. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara tambahan
c. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
d. Monitor respirasi dan status O2
Respiratori Monitoring e. Catat pergerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
f. Monitor suara nafas, seperti wheezing
g. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
h. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan status mental
i. Observasi sianosis khususnya membran mukosa
j. Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang
persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction,
Inhalasi)
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asma adalah penyakit heterogen yang biasanya di tandai dengan adanya peradangan saluran nafas kronis di tandai dengan adanya bunyi wheezing, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk. Peradangan ini biasanya terjadi secara berulang di sertai dengan terjadinya obstruksi aliran nafas.
Faktor resiko penyakit asma terdiri dari faktor Predisposisi (alergi, hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin, RAS/etnik, obesitas), faktor lingkungan (allergen dalam rumah dan allergen luar rumah), faktor pencetus (allergen makanan, obat-obatan dan bahan iritan dll)
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2 yaitu, penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan asma akut atau saat serangan.
4.2 Saran – saran
Sya yakin dalam penyusunan askep ini belum begitu sempurna karena saya dalam tahap belajar, maka dari itu saya berharap bagi kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga askep ini menjadi sederhana dan bermanfaat. Dan apabila ada
kesalahan dan keganjalan kami mohon maaf karena kami hanyalah memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas. Semoga askep ini dapat memberikan wawasan bagi siswa lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jurnal, Rengganis Iris, 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial, Jakarta.
2. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia, PDF
3. Lirawati, Leonita, 2012. Sistem Pernafasan: Assessment, Patofisiologi, Dan Terapi Gangguan Pernafasan, FKUB, Malang.
4. Infondation (Pusat data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI), 2015. You Can Control Your Asthma, Jakarta.
5. Jurnal, Global Strategy for Asthma Management and Prevention, PDF
6. Nurarif AH dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Jilid I.Jogjakarta:Medication