ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT STATUS ASTHAMATICUS
Disusun Oleh :
1. Rina Puji Lestari (G2A021029) 2. Katrin Affrilia Isabela (G2A021030) 3. Ika Rahma Aulia (G2A021032) 4. Nala Niam Inayati (G2A021033)
5. Rika Agustin (G2A021035)
6. Elza Ayu Diva Wardha (G2A021036) 7. Ulfi maulidina (G2A021038)
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGHANTAR
Syukur alhamdulilah kami panjarkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul
“ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT STATUS ASTHAMATICUS” ini dengan tepat waktu dala meyelesaikan tugas Keperawatan Gawat Darurat. Kami sadar bahwa Makalah ini belum mencapai kesempurnaan, sebagai bekal perbaikan, penulis akan berterimakasih apabila pembaca berknan memberi masukan, baik dalam bentuk kritikan maupun saran demi kesempurnaan Makalah ini.
Semarang, 07 Oktober 2023
Kelompok 3A
DAFTAR ISI
KATA PENGHANTAR...2
BAB I...4
PENDAHULUAN...4
A. Latar Belakang...4
B. Tujuan Penulis...5
Tujuan umum:...5
Tujuan Khusus...5
C. Rumusan Masalah...5
D. Metode Penulisan...5
E. Sistematika Penulisan...5
BAB II...7
KONSEP DASAR...7
A. Pengertian...7
B. Etiologi...7
C. Manifestasi Klinik...9
D. Patofisiologi...10
E. Pemeriksaan Penunjang...11
F. Penatalaksanaan...13
G. Komplikasi...15
H. Pengkajian Fokus...16
I. Pathway Keperawatan...19
J. Diagnosa Keperawatan...20
K. Fokus Intervensi dan Rasional...20
BAB III...22
PENUTUP...22
A. KESIMPULAN...22
B. SARAN...23
DAFTAR PUSTAKA...24
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit asma berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “ashtma” yang berarti “sukar bernafas”. Asma termasuk masalah kesehatan utama di seluruh negara di dunia. Asma merupakan gangguan yang terjadi pada saluran bronchial dengan ciri bronkospasme periodik (konstraksi spasme pada saluran napas) terutama di percabangan trakeobronkial yang disebabkan olah berbagai stimulus seperti faktor biochemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi (Muttaqin, 2019).
Menurut data dari laporan Global Initiative for Asthma, terdapat 300 juta orang penderita asma di seluruh dunia dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Asma juga merupakan salah satu jenis penyakit yang paling banyak diidap oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2020, sampai dengan akhir tahun 2020, jumlah penderita asma di Indonesia sebanyak 4,5 persen dari total jumlah penduduk Indonesia atau sebanyak 12 juta lebih (Herdman, 2020)
Penyakit asma dapat diderita oleh semua lapisan masyarakat, mulai dari usia anak-anak sampai usia dewasa. Awalnya asma merupakan penyakit genetik yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Namun akhir-akhir ini genetik bukan lagi menjadi faktor utamanya. Asma merupakan salah satu penyakit kegawatan yang sering di jumpai di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Penanganan kegawat daruratan bertujuan untuk menyelamatkan pasien yang mengalami gagal napas akibat asma.
Jika pasien mengalami henti napas maka pertolongan medis dilakukan di Instalasi Gawat Darurat. Henti napas merupakan kondisi gawat darurat yang menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani. (Morton, P. G., Fontaine, D., Hudak, C. M., &
Gallo, 2013)
Penanganan kegawat daruratan yang bertujuan untuk menyelamatkan pasien, dengan memberikan pelayanan medis selama 24 jam, dari berbagai macam kegawat daruratan, secara tepat, di dukung dengan SDM yang profesional, fasilitas yang memadai dan lengkap. Jika pasien dalam keadaan darurat maka pertolongan medis dilakukan di Instalasi Gawat Darurat. Asma memerlukan terapi pengobatan yang tepat, ketidaktepatan diagnosis dan pemberian obat asma dapat menurunkan kualitas
hidup, tidak mendapatkan pengobatan yang tepat sehingga kondisi memburuk, derajat asma meningkat dan meningkatkan resiko kematian. Pada saat ini tersedia banyak jenis obat asma yang dapat diperoleh di Indonesia, tetapi hal ini tidak mengurangi jumlah penderita asma. Hal ini dikarenakan kurang tepatnya penatalaksanaan dan Survei Kesehatan Nasional rendahnya kepatuhan penderita. identifikasi, pencegahan dan pemecahan terhadap timbulnya masalah terkait obat. (Lorensia & Pratiwi, 2021) B. Tujuan Penulis
1. Tujuan umum:
Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien status Asthmaticus.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui definisi penyakit asmatikus b. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi penyakit asmatikus
c. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala penyakit asmatikus d. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi penyakit asmatikus e. Mahasiswa dapat mengetahui pathway penyakit asmatikus
f. Mahasiswa dapat mengetahui Penatalaksanaan dan asuhan keperawatan penyakit asmatikus
C. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka penulis akan melakukan kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan keperawatan pada pasien Asma dengan membuat rumusan masalah “ Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pasien Status Asthmaticus”.
D. Metode Penulisan
Tugas ini dibuat dengan menggunakan sumber pustaka dari buku, jurnal, artikel serta hasil diskusi kelompok kami.
E. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang pembahasan konsep dasar penyakit dari Status Asthmaticus
BAB III TINJAUAN KASUS
Bab ini berisi tentang tinjauan kasus status Asthmaticus BAB IV
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari materi yang sudah dibahas
BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian
Asmatikus adalah suatu serangan asma yang berat dan akut, berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim. Status Asmatikus yang dialami penderita dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (terdapat sara bising ketika bernapas), kemudian dapat berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhiran dengan tachypnea. Menurut (Hudak dan Gallo, 2019)
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pemapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bemapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan.
(Wartini, 2019)
B. Etiologi
Pada penderita asma, penyempitan saluran nafas merupakan respon terhadap rangsangan. Pada paru-paru normal tidak akan memengaruhi saluran pernafasan.
Penyempitan ini terjadi akibat berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga. (Slugroho, 2020).
Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan (inflamasi) dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronchokontriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. (Corwin, 2017)
Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit. Umumnya gejala yang sering timbul yaitu : alergen, yang
berupa ingestan (alergen yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang masuk ke tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang dapat melalui kontak dengan kulit (Slugroho, 2020).
Adapun faktor predisposisi pada asma yaitu (Ariffudin, 2019):
1. Genetik
Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat alergi ini penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar dengan faktor pencetus.
Adapun faktor pencetus dari asma adalah (Mutmainnah, 2020):
1. Alergen
Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-obatan tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
c. Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesoris lainnya yang masuk melalui kontak dengan kulit.
2. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus Influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkhial, diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan.
3. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma, perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma. Inhalasi melalui mulut mengakibatkan udara yang masuk lebih kering dan dingin. Udara dingin dapat menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi
4. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15% klien asma. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu lintas, penyapu jalanan.
5. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan asma.
Serangan asma yang diakibatkan oleh aktivitas fisik disebut juga dengan istilah exercised inducted bronchoconstriction.
6. Stress
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma harus segera diobati penderita asma yang mengalami stres harus diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahnya.
F. Manifestasi Klinik
Menurut (Permatasari, D., & Yanti, 2020) berdasaskan hasil pemeriksaan penunjang pada pasien asma akan ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut.
1. Riwayat kesehatan dan pemeriksaan
Riwayat infeksi saluran pernafasan sering kali diketahui melalui anamnesa.
Hipoksemia berat ditandai dengan keluhan pasien berupa nyeri dada yang hebat, rasa sesak dan gelisah, keringat berlebih, peningkatan frekuensi pernapasan, kelelahan dan kesulitan berbicara dan adanya dahak yang kental akibat batuk. Bunyi “wheezing”
kadang-kadang terdengar keras. Obstruksi ditandai dengan suara napas yang lemah atau tidak ada, waktu ekspirasi yang lebih lama dan kontraksi otot sternokleidomostoid yang ditandai adanya elevasi dari klavikula.
2. Kelainan pasa pemeriksaan laboratorium
Leukosit polimorfonuklear (PMN) >15.00/mm3 biasanya menandakan hipoksemia berat, jumlah eosinophil sering meningkat jika semuanya normal biasanya setelah pemberian steroid.
3. Kelainan pada elektrokardiograf
Pada pemeriksaan EKG biasanya menunjukan sinus takikardi mulai dari ringan hingga berat. Tanda-tanda “strain” atau hipertrofi ventrikel kanan sering terlihat pada asma berat.
4. Anomaly dalam radiologi
Pasien dengan status asmatikus menunjukan hiperinflasi paru pada rontgen dada. Biasanya, Jantung tampak kecil.
5. Pemeriksaan gas darah
Ketika serangan asma dimulai, PaCO2 turun menjadi kurang dari 35 mmHg, sedangkan PaO2 normal atau sedikit lebih rendah. Asidosis respiratorik dapat langsung memperburuk kondisi jika terjadi hipoksemia parah dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg.
G. Patofisiologi
Menurut (Kowalak, 2015) ada dua pengaruh genetik yang ditemukan pada penyakit asma, yaitu kemampuan seseorang untuk mengalami asma (atopi) dan kecenderungan untuk mengalami hipereaktivitas jalan napas yang tidak bergantung pada atopi. Lokasi kro- mosom 11 yang berkaitan dengan atopi mengandung gen abnormal yang mengode bagian reseptor imunoglobin (Ig) E. Faktor-faktor lingkungan berinteraksi dengan faktor- faktor keturunan untuk menimbulkan reaksi asmatik yang disertai bronkospasme.
Pada asma, dinding bronkus mengadakan reaksi yang berlebihan terhadap berbagai rangsangan sehingga terjadi spasme otot polos yang periodic dan menimbulkan konstriksi jalan napas berat.Anti body IgE yang melekat pada sel-sel mast yang mengandung histamin dan pada reseptor membrane sel akan memulai serangan sama instrinsik. Ketika terpajan suatu antigen,seperti polen,antibody IgE akan berikatan dengan antigen ini.
Pada pujanan selanjutnya dengan atigen tersebut,sel-sel mast mengalami degranulasi dan melepaskan mediator. Sel-sel mast dalam jaringan interstisial paru akan terangsang untuk melepaskan histamin dan leukotrien. Histamin ter-ikat pada tempat-tempat reseptor dalam bronkus yang besar tempat substansi ini menyebabkan pembengkakan pada otot polos. Membran mukosa mengalami inflamasi, iritasi,dan pembengkakan. Pasien dapat mengalami dispnea, eks-pirasi yang memanjang dan frekuensi respirasi yang meningkat.
Pembengkakan lokal otot polos. Leukotrien juga menyebabkan prosta-glandin bermigrasi melalui aliran darah ke dalam paru-paru dan dalam organ ini, prostaglandin meningkatkan efek kerja histamin. Bunyi mengi (wheezing) dapat terdengar pada saat batuk semakin tinggi nadanya, semakin sempit lumen bronkus.
Histamin menstimulasi membran mukosa untuk menyekresi mukus secara berlebihan dan selanjutnya membuat lumen bronkus menjadi sempit. Sel-sel goblet menyekresi
mukus yang sangat lengket dan sulit dibatukkan keluar sehingga pasien semakin batuk, memperdengarkan bunyi ronki serta mengi bernada tinggi dan mengalami distres pernapasan yang bertambah berat. Selanjutnya edema mukosa dan sekret yang kental akan menyumbat jalan napas. (Lihat Mempelajari bronkiolus pada asma).
Pada saat inspirasi, lumen bronkus yang sempit masih dapat sedikit mengembang sehingga udara dapat masuk ke dalam alveoli. Pada saat ekspirasi, peningkatan tekanan intratorakal menyebabkan penutupan total lumen bronkus. Udara bisa masuk, tetapi tidak bisa keluar. Dada pasien akan mengembang dan menyerupai tong sehingga diberi nama dada tong (barrel chest) sementara pada perkusi dada, didapatkan bunyi hipersonor (hiperesonan).
Mukus akan mengisi dasar paru dan menghalangi ventilasi alveoli. Darah dipintas ke dalam alveoli pada bagian paru yang lain tetapi pemintasan ini masih tidak mampu mengimbangi penurunan ventilasi. Hiperventilasi dipicu oleh reseptor paru- paru untuk meningkatkan volume paru dan disebabkan oleh udara yang terperangkap serta obstruksi jalan napas. Tekanan gas intrapleural serta alveoler meningkat dan peningkatan ini menyebabkan penurunan perfusi pada alveoli paru. Pening-katan tekanan gas alveoler, penurunan ventilasi
Hipoksia memicu hiperventilasi melalui stimulasi pusat pernapasan yang selanjutnya akan menurunkan te-kanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2) dan mening-katkan pH sehingga terjadi alkalosis respiratorik. Seiring semakin berat obstruksi jalan napas, semakin banyak pula alveoli paru yang tersumbat. Ventilasi serta perfusi tetap tidak adekuat dan terjadilah retensi karbon dioksida.Akibatnya, akan timbul asidosis respiratorik dan akhirnya Sel-sel mart dalam jaringan interstisial paru akan terangsang pasien mengalami gagal napas.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien asma dapat dilakukan berdasarkan manifestasi klinis yang terlihat, riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium.
Pemeriksaan penunjang asma sebagai berikut (Setiyawan, 2019) : 3. Arus Puncak Ekspirasi
APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang obyektif dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam
presentase dari nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat nilai mutak saat pemeriksaan.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflamasi paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diagfragma yang menurun. Pada penderita dengan komplikasi terdapat gambaran sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah b. Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin bertambah c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase paru.
d. Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru
e. Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru 3. Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat bereaksi positif pada asma secara spesifik.
4. Elektrokardiografi
Tanda-tanda abnormalitas sementara dan reversibel setelah terjadi perbaikan klinis adalah: gelombang P meninggi (P pulmonal), takikardia dengan atau tanpa aritmia supraventrikular, tanda-tanda hipertrofi ventrikel kanan dan deviasi aksis ke kanan
5. Analisis Gas Darah Arteri
Perlu dilakukan pada setiap penderita asma akut berat yang ditangani di rumah sakit. Serangan asma akut berat yang mengancam jiwa memperlihatkan gambaran sebagai berikut:
a. PaCO2 normal atau meninggi.
b. Hipoksia berat, PaO2 <60 mmHg.
c. Nilai pH darah rendah
I. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Menurut (Anggraini, 2022) penatalaksanaan status asmatikus dilaksanakan sebagai berikut.
1. Penatalaksanaan Medis:
a. Oksigenasi dengan nasalkanul
b. Inhalasi agnosis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agnosis beta-2 injeksi (terbutaline 0,5 ml subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan).
c. Kortikosteroid sistemik:
Serangan asma berat.
Tidak ada respon segera dengan pengobatan bronkodilator.
Dalam kortikosteroid oral.
Penilaian ulang setelah 1 jam dengan pemeriksaan fisis, saturasi oksigen dan pemeriksaan lain atas indikasi. Jika berespon tidak sempurna, seperti :
a. Risiko tinggi distress.
b. Pem. Fisis: gejala ringan – sedang.
c. APE > 50% tetapi <70%.
d. Saturasi oksigen tidak membaik.
Maka penatalaksanaan lanjutan yaitu dirawat di rumah sakit dengan dilakukan:
a. Inhalasi agnosis beta-2 ± anti koligenerik.
b. Kortikosteroid sistemik.
c. Aminofilin drip.
d. Terapi oksigen (pertimbangkan kanul nasal atau masker) venturi.
e. Pantau APE, Saturasi oksigen, Nadi, kadar teofilin.
Jika setelah 1 jam respon memburuk, maka penatalaksanaan lanjutan adalah memindahkan ke ruang ICU dengan dilakukan:
a. Inhalasi agnosis beta-2 ± antikolinergik.
b. Kortikosteroid IV.
c. Pertimbangkan agnosis beta-2 injeksi SC/IM/IV.
d. Terapi oksigen menggunakan masker venturi.
e. Aminofilin drip.
f. Intubasi dan ventilasi mekanik, jika perlu.
Apabila dalam keadaan mengancam jiwa, tidak berespon dengan pengobatan/keadaan memburuk, gagal nafas, sianosis, kesadaran menurun dan gelisah maka dilakukan analisis gas darah untuk menilai tingkat keparahan gangguan respirasi.
2. Penatalaksanaan Kolaborasi
Menurut (Kartikasari, D., & Sulistyanto, 2020) penatalaksanaan kolaborasi untuk pasien dengan status asmatikus melibatkan serangkaian langkah dari berbagai profesional kesehatan yang bekerja bersama untuk menangani kondisi ini. Beberapa langkah yang umum dilakukan dalam penatalaksanaan kolaborasi ini meliputi :
1. Evaluasi dan Diagnosis
a. Pemeriksaan Klinis : Evaluasi oleh dokter untuk menentukan tingkat keparahan dan respons pasien terhadap terapi saat ini.
b. Tes Fungsi Paru : Untuk menilai fungsi paru dan seberapa jauh pengaruh asma pada pasien.
c. Pemeriksaan Tambahan : X-ray dada atau tes darah jika diperlukan untuk menyingkirkan atau mengidentifikasi penyebab tambahan.
2. Manajemen dan Perawatan
a. Pemantauan Terus-Menerus: Perawat atau petugas medis akan memantau kondisi pasien secara teratur, termasuk detak jantung, saturasi oksigen, dan tekanan darah.
b. Kolaborasi Tim Kesehatan: Kerja sama antara dokter, perawat, dan ahli terapi pernapasan untuk memastikan terapi yang tepat dan koordinasi perawatan yang efektif.
c. Edukasi Pasien: Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya tentang cara mengelola asma, penggunaan inhaler, dan tanda-tanda bahaya untuk diperhatikan.
J. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita asma diantaranya (Setiyawan, 2019):
1. Pneumonia Adalah peradangan pada jaringan yang ada pada salah satu atau kedua paru – paru yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
2. Atelektasis Adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru – paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus).
3. Gagal nafas Terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru – paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan terjadi pembentukan karbondioksida dalam sel – sel tubuh.
4. Bronkhitis Adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru – paru yang kecil (bronkiolus) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan lendir (dahak). Akibatnya penderita 18 merasa perlu batuk berulang – ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan.
5. Fraktur iga Adalah patah tulang yang terjadi akibat penderita terlalu sering bernafas secara berlebihan pada obstruksi jalan nafas maupun gangguan ventilasi oksigen.
K. Pengkajian Fokus 1. Pengkajian Primer
Menurut (Pratiwi, 2019) pengkajian primer pada klien dengan status asmatikus sebagai berikut:
a. Airway
Pada pasien dengan status astmaticus, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan (inflamasi) dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara, sehingga pasien tampak sesak dan oksigen yang diperoleh berkurang.
Terapi yang tepat dilakukan yaitu dengan cara suction kemudian bantu dengan oksigen, jika terapi oksigen tidak teratasi maka penggunaan nebul bisa dilakukan. Identifikasi penyebabnya apakah karan secret bisa menggunakan nebul mukolitik, atau penyempitan bronkus bisa menggunakan nebul bronkodilator guna untuk membuka jalan nafas.
b. Breathing
Adanya penyempitan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya suara tambahan wheezing dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit.
c. Circulation
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Arus puncak ekspirasi (APE) kurang dari 50% nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 It/menit.
Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.
d. Disability
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus mengalami penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang masih dapat berespon hanya dapat mengeluarkan kalimat yang terbata-bata dan tidak mampu menyelesaikan satu kalimat akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan kelelahan Namun pada penurunan kesadaran semua motorik sensorik pasien unrespon.
2. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan fisik pada pasien asma meliputi pemeriksaan fisik yang berfokus pada (Shintiyasmani, 2021):
Thoraks
a. Inspeksi : Pernafasan meningkat, penggunaan oto bantu nafas b. Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama c. Perkusi : Didapatkan suara normal sampai hipersonor
d. Auskultasi : Suara nafas tambahan Wheezing dengan expirasi lebih dari detik atau lebih dari 3 detik inspirasi.
L. Pathway Keperawatan
(Sumber: Muttaqin,2014) Faktor Pencetus Serangan Asma : Alergen, Infeksi Saluran Napas, Tekanan Jiwa,
Olahraga/Kegiatan Jasmani Yang Berat, Obat-Obatan, Polusi Udara, Lingkungan
Hipersekresi mukus Edema mukosa dan dinding
bronkus Hiperaktivitas bronkhus
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,penggunaan otot bantu pernapasan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Keluhan
psikosial,kecemasan,ketidak tahuan akan prognosis Keluhan
sistemis,mual,intake nutrisi tidak adekuat,malaise,kele mahan,dan keletihan
fisik
Kecemasan
Ketidaktahuan/pemenuh an informasi
Gangguan pola tidur
Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan pemenuhan ADL
Peningkatan kerja pernapasan,hipoksemia
secara reversibel
Risiko tinggi
ketidakefektifan pola napas
Gangguan pertukaran gas
Status Asmatikus
Kematian Gagal napas
M. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi mucus N. Fokus Intervensi dan Rasional
No .
Diagnosa Ktriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi mucus
1.Respiratory status : Airway patency
RR stabil
Irama nafas Kembali normal
Jalan nafas seperti tercekik tidak ada 2.Respiratory status : Ventilation
Bernafas melalui hidung
Suara nafas tembahan tidak ada
Airway Management a. Auskultasi suara nafas,catat adanya suara tambahan
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
d. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
e. Berikan bronkodilator bila perlu
f. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
a. mengetahui apakah terdapat suara nafas tambahan
b. meningkatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
c. untuk membersihkan jalan nafas
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asma berasal dari kata Yunani “ashtma” yang berarti “kesulitan bernapas”.
Asma merupakan masalah kesehatan utama di negara-negara di dunia. Asma merupakan suatu permasalahan yang terjadi pada saluran bronkus dan ditandai dengan bronkospasme (kontraksi spasmodik saluran nafas) yang bersifat periodik, terutama pada cabang trakeobronkial, yang disebabkan oleh berbagai rangsangan seperti biokimia, endokrin, infeksi, otonom dan psikologis. Menurut data laporan Global Asthma Initiative (GINA) tahun 2017, terdapat 300 juta orang menderita asma di seluruh dunia dan jumlah ini akan terus meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025.
Asma juga merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita di Indonesia.
Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2020, jumlah penderita asma di Indonesia mencapai 4,5 persen dari total penduduk Indonesia atau lebih dari 12 juta jiwa.Asma dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat. dari anak-anak hingga orang dewasa. Asma pada awalnya merupakan penyakit genetik yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Namun belakangan ini, faktor genetik bukan lagi menjadi faktor utama. Polusi udara dan lingkungan yang tidak sehat di perkotaan menjadi faktor utama meningkatnya serangan asma. Udara buruk akibat knalpot mobil, polusi pabrik, bahkan pola hidup tidak sehat seperti merokok menjadi salah satu penyebab meningkatnya jumlah penderita asma. Asma dapat menetap dan menghambat aktivitas bahkan mengakibatkan hilangnya hari sekolah dan hari kerja produktif, yang berarti juga berdampak pada berkurangnya aktivitas sosial dan dapat mengganggu tumbuh kembangnya, dalam keadaan tertentu. Asma juga bisa menyebabkan kematian. Gejala asma adalah kesulitan bernapas (sesak napas), batuk produktif terutama pada malam atau dini hari, dan rasa tertekan di dada. Gejala ini memburuk pada malam hari, akibat adanya alergen seperti debu, asap rokok, daging, polusi. Dilihat dari keadaan klinis dan penyebabnya, asma dapat menimbulkan masalah keperawatan seperti ventilasi yang tidak efektif, pertukaran gas yang buruk, ventilasi yang tidak memadai.
Serangan asma biasanya diawali dengan batuk dan dada sesak, disertai napas cepat, mengi, dan sesak. Pernafasan biasanya lebih kuat dan lebih lama daripada pernafasan.
Peningkatan dahak di saluran napas akibat hiperreaktivitas akibat alergen membuat
dahak sulit dikeluarkan. Kemungkinan reaksi akibat penumpukan dahak atau lendir yang dihasilkan oleh hiperreaktivitas akibat reaksi alergi dapat mengarah pada diagnosis keperawatan disfungsi saluran napas otoritas.
B. SARAN
Saat melaksanakan pengkajian pada klien status asmatikus untuk mempertahankan keluhan yang dirasakan oleh klien,dan yang paling penting adalah terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien dan keluarga klien.Dan sebelum membuat perencanaan hendaknya perawat mempertahankan aspek perawatan yaitu bio,psiko,sosio,dan spiritual.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini. (2022). Asuhan Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Dengan Pemberian Fisioterafi Dada Pada Pasien Asma Bronkial. Jurnal Ilmu Kesehatan Mandira Cendikia, 45–53.
Ariffudin. (2019). Faktor Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Asma di Wilayah Kerja Puskesmas Singgani Kota Palu. Jurnal Kesehatan Tadulako, 5(1), 1–62.
Corwin. (2017). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Herdman. (2020). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi. EGC.
Kartikasari, D., & Sulistyanto, B. A. (2020). Gambaran Respirasi Rate (RR) Pasien Asma.
Jurnal Penelitian IPTEKS, 5(2), 277–281.
Kowalak. (2015). Buku Ajar PATOFISIOLOGI. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lorensia, A., & Pratiwi, A. D. (2021). Analisis Permasalahan Terkait Obat Pada Pengobatan Pasien Asma Rawat Inap. Farmasains : Jurnal Ilmiah Ilmu Kefarmasian, 8(2), 93–104.
https://doi.org/10.22236/farmasains.v8i2.5399
Morton, P. G., Fontaine, D., Hudak, C. M., & Gallo, B. M. (2013). Keperawatan Kritis.
Jakarta: EGC.
Mutmainnah. (2020). Faktor Alergen Inhalan Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Pada Penderita Asmadi Desa Sipi Kecamatan Sirenja Kabupaten Donggala. Pustaka
Katulistiwa: Karya Tulis Ilmiah Keperawatan., 1(2), 44–48.
Muttaqin. (2019). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Permatasari, D., & Yanti, B. (2020). Perbedaan diagnosis asma, penyakit paru obstruktif kronik dan asthma-COPD overlap syndrome. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 20(3).
Pratiwi, S. . (2019). HUBUNGAN RESPON TIME DENGAN TRIASE DAN PENATALAKSANAAN PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT. DIII KEPERAWATAN.
Setiyawan. (2019). Status Asthmaticus. Journal of Chemical Information and Modeling, 53 (9), 1689–1699.
Shintiyasmani. (2021). Asuhan Keperawatan Pasien Asma Bronkial Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi. 1–10.
Slugroho, S. (2020). T E R a P I P E R N a P a S a N Pada P E N D E R I T a a S M a.
Medikora, v(1), 71–91.
Wartini, A. (2019). Asma Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan di Indonesia. Balai Penerbit FKUI.