• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PERTUSIS

N/A
N/A
Rutfida Harun

Academic year: 2024

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PERTUSIS "

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PERTUSIS Dosen Pengampu : Fadila Abdullah, S.Kep, Ns, M,Kep

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5

1. APRIYANTI TIDORA (40503014410122052) 2. FITTRARAMADHANI (405030144101220 3. FITRIYANTI NORAU

4. ISMIYANTI S. SANGAJI 5. MIRANTI RANI

6. PUTRI THALIAN

7. RUKMANA ZULKIFLI

8. RUTFIDA HARUN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Dengan rasa syukur dan hormat, penulis menyampaikan puji dan terima kasih kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa memberikan rahmat dan petunjuk- Nya dalam setiap langkah kehidupan kita.

Makalah ini disusun sebagai bentuk dedikasi terhadap suatu topik tentang “OBAT- OBATAN YANG DIGUNAKAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN JIWA”.

Tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk menggali lebih dalam, mengurai, dan menyajikan informasi yang dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam.

Proses penyusunan makalah ini melibatkan pemahaman dari berbagai sumber informasi. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlepas dari berbagai kendala, namun dengan kerja keras, ketekunan, dan semangat untuk terus belajar, makalah ini dapat diselesaikan.

Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak

yang telah memberikan dukungan, inspirasi, dan bimbingan dalam proses penyusunan

makalah ini.

(4)

Terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berharga. Makalah ini tentunya masih memiliki keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam pemahaman dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat menjadi bahan bacaan yang informatif dan inspiratif bagi pembaca. Semoga ilmu yang terkandung dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat pada umumnya.

Terima kasih.

(5)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pertusis adalah penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh spesies

bakteri Gram negatif Bordetella pertussis (Saudi Medical Journal, 2016). Pertusis sering

disebut sebagai batuk rejan, batuk seratus hari, tussis quinta, atau violent cough. Penyakit

ini merupakan penyakit menular biasanya melalui droplet. Gejala yang muncul setelah

masa inkubasi penderita akan timbul demam, batuk selama lebih dari 2 minggu, dan keluar

cairan di hidung (ICHRC, 2016). Orang yang berisiko terhadap penyakit ini yaitu orang

yang tinggal dengan penderita pertussis dan yang paling rentan terkena adalah anak-anak

(NSW Government of Health,2008).

(6)

Di Amerika Serikat ditemukan sebanyak 15.000 kasus pada tahun 2006 dengan usia tertinggi bayi di bawah 4 bulan. Di Inggris angka kejadian pertussis mengalami penurunan sejak cakupan vaksinasi tinggi pada tahun 1970. Namun, angka kejadian kembali meninggi saat cakupan vaksinasi menurun. Hal ini membuktikan dibutuhkannya vaksinasi untuk mencegah pertussis (Marcdante et al., 2011). WHO (2016) telah melaporkan 200.868 kasus pertusis pada 2012, 95% kasus terjadi di negara berkembang. Berdasarkan data surveilans Kemenkes tahun 2012, angka kasus pertussis tertinggi di Indonesia terdapat di Papua sebanyak 129,87 kasus dan Aceh sebanyak 56,61 kasus.

B. Rumusan Masalah

(7)

BAB II

LANDASAN TEORI 1) Konsep Dasar Medis

1) Pengertian

Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh berdetellah pertusis (Nelson, 2000 : 960)

Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh berdetella pertusisa, nama lain penyakit ini adalah Tussisi Quinta, whooping cough, batuk rejan. (Arif Mansjoer, 2000 : 428).

Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran nafas yang menimbulkan erangan batuk panjang yang bertubi-tubi, berakhir dengan inspirasi berbising.

(Ramali, 2003)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh bordetella pertusis, nama lain penyakit ini adalah tussis Quinta, whooping cough, batuk rejan.

2) Etiologi

Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou. (Arif Mansjoer, 2000). Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain:

a) Berbentuk batang (coccobacilus).

b) Tidak dapat bergerak.

c) Bersifat gram negatif.

d) Tidak berspora, mempunyai kapsul.

e) Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah.

f) Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.

(8)

g) Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap penicillin. Menghasilkan 2 macam toksin antara lain :

 Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin)

 Endotoksin (lipopolisakarida

3) Patofisiologi

Bordetella pertusis diitularkan melalui sekresi udara pernapasan yang kemudian melekat pada silia epitel saluran pernapasan.Basil biasanya bersarang pada silia epitel thorak mukosa, menimbulkan eksudasi yang muko purulen, lesi berupa nekrosis bagian basal dan tengah epitel torak, disertai infiltrate netrofil dan makrofag. Mekanisme patogenesis infeksi Bordetella pertusis yaitu perlengketan, perlawanan, pengerusakan local dan diakhiri dengan penyakit sistemik.

Perlengketan dipengaruhi oleh FHA ( filamentous Hemoglutinin), LPF (lymphositosis promoting factor), proten 69 kd yang berperan dalam perlengketan Bordetella pertusis pada silia yang menyebabkan Bordetella pertusis dapat bermultipikasi dan menghasilkan toksin dan menimbulkan whooping cough. Dimana LFD menghambat migrasi limfosit dan magrofag didaerah infeksi.

Perlawanan karena sel target da limfosist menjadi lemah dan mati oleh karena ADP (toxin mediated adenosine disphosphate) sehingga meningkatkan pengeluaran histamine dan serotonin, blokir beta adrenergic, dan meningkatkan aktivitas insulin

Sedangkan pengerusakan lokal terjadi karena toksin menyebabkan peradangan ringan disertai hyperplasia jaringan limfoid peribronkial sehingga meningkatkan jumlah mucus pada permukaan silia yang berakibat fungsi silia sebagai pembersih akan terganggu akibatnya akan mudah terjadi infeksi sekunder oleh sterptococos pneumonia, H influenzae, staphylococos aureus.

Penumpukan mucus akan menyebabkan plug yang kemudian menjadi obstruksi dan kolaps pada paru, sedang hipoksemia dan sianosis dapat terjadi oleh karena gangguan pertukaran oksigen saat ventilasi dan menimbulkan apneu saat batuk. Lendir yang terbentuk dapat menyumbat bronkus kecil sehingga dapat menimbulkan emfisema dan atelektasis.Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus dan menimbulkan infeksi sekunder, kelaina paru itu dapat menimbulkan bronkiektasis.

(9)

4) Manifestasi Klinik

Masa inkubasi 7-14 hari, penyakit berlangsung 6-8 minggu atau lebih dan berlangsung dalam 3 stadium yaitu :

1.

Stadium kataralis/stadium prodomal/stadium proparoksimal:

Lamanya 1-2 minggu.

a) Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas yaitu timbulnya rinore dengan lender yang jernih.

b) Kemerahan konjungtiva, lakrimasi.

c) Batuk dan panas ringan.

d) Anoreksia kongesti nasalis.

e) Pada tahap ini kuman paling mudah di isolasi.

f) Selama masa ini penyakit sulit dibedakan dengan batuk biasa.

g)

Batuk yang timbul mula-mula malam hari, siang hari menjadi semakin hebat, sekret pun banyak dan menjadi kental dan lengket.
(10)

2.

Stadium paroksimal/stadium spasmodic a) Lamanya 2-4 minggu

b) Selama stadium ini batuk menjadi hebat ditandai oleh whoop (batuk yang bunyinya nyaring) sering terdengar pada saat penderita menarik nafas pada akhir serangan batuk.

Batuk dengan sering 5 – 10 kali, selama batuk anak tak dapat bernafas dan pada akhir serangan batuk anak mulai menarik nafas denagn cepat dan dalam. Sehingga terdengar bunyi melengking (whoop) dan diakhiri dengan muntah.

c)

Batuk ini dapat berlangsung terus menerus, selama beberapa bulan tanpa adanya infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat.

d)

Selama serangan, wajah merah, sianosis, mata tampak menonjol, lidah terjulur, lakrimasi, saliva dan pelebaran vena leher.

e)

Batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosional missal menangis dan aktifitas fisik (makan, minum, bersin dll).

3. Stadium konvaresens

a)

Terjadi pada minggu ke 4 – 6 setelah gejala awal

b)

Gejala yang muncul antara lain :

 batuk berkurang

 nafsu makan timbul kembali, muntah berkurang.

 anak merasa lebih baik

pada beberapa penderita batuk terjadi selama berbulan-bulan akibat gangguan pada saluran pernafasan.

5) Cara Penularan

Cara penularan pertusis meliputi

Droplet infection Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin .

Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari kuman-kuman penyakit tersebut.

Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.

(11)

6) Komplikasi

1. Pada saluran pernafasan

a)

Bronkopnemonia

Infeksi saluran nafas atas yang menyebar ke bawah dan menyebabkan timbulnya pus dan bronki, kental sulit dikeluarkan, berbentuk gumpalan yang menyumbat satu atau lebih bronki besar, udara tidak dapat masuk kemudian terinfeksi dengan bakteri. Paling sering terjadi dan menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 3 tahun terutama bayi yang lebih muda dari 1 tahun. Gejala ditandai dengan batuk, sesak nafas, panas, pada foto thoraks terlihat bercak-bercak infiltrate tersebar.

b) Otitis media / radang rongga gendang telinga

Karena batuk hebat kuman masuk melalui tuba eustaki yang menghubungkan dengan nasofaring, kemudian masuk telinga tengah sehingga menyebabkan otitis media. Jika saluran terbuka maka saluran eustaki menjadi tertutup dan jika penyumbat tidak dihilangkan pus dapat terbentuk yang dapat dipecah melalui gendang telinga yang akan meninggalkan lubang dan menyebabkan infeksi tulang mastoid yang terletak di belakang telinga.

c)

Bronkhitis

Batuk mula-mula kering, setelah beberapa hari timbul lender jernih yang kemudian berubah menjadi purulen.

d)

Atelaktasis

Timbul akibat lender kental yang dapat menyumbat bronkioli.

e)

Emphisema Pulmonum

Terjadi karena batuk yang hebat sehingga alveoli pecah dan menyebabkan adanya pus pada rongga pleura.

f)

Bronkhiektasis

Terjadi pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lender yang kental dan disertai infeksi sekunder.

g)

Kolaps alveoli paru
(12)

Terjadi akibat batuk proksimal yang lama pada anak-anak sehingga dapat menebabklan hipoksia berat dan pada bayi dapat menyebabkan kematian mendadak.

2. Pada saluran pencernaan

a)

Emasiasi dikarenakan oleh muntah-muntah berat.

b)

Prolapsus rectum / hernia dikarenakan tingginya tekanan intra abdomen.

c)

Ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada saat batuk.

d)

Stomatitis.

3.

Pada system syaraf pusat Terjadi karena kejang :

a)

Hipoksia dan anoksia akibat apneu yang lama.

b)

Perdarahan sub arcknoid yang massif.

c)

Ensefalopat, akibat atrof, kortika yang difus.

d)

Gangguan elektrolit karena munta.

7) Pemeriksaan Penunjang

Pembiakan lendir hidung dan mulut.

Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai sejumlah besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-50.000 sel / m³darah.

Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis.

Tes ELISA (Enzyme – Linked Serum Assay) untuk mengukur kadar secret Ig A.

Foto roentgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau emphysema.

8) Penatalaksanaan

1.

Terapi Kausal

a)

Anti Mikroba
(13)

Agen anti mikroba diberikan karen kemungkinan manfaat klinis dan membatasi penyebaran infeksi. Entromisin 40 – 50 mg/kg/34 jam secara oral dalam dosis terbagi empat (max. 29/24 jam) selama 14 hari merupakan pengobatan baku. Beberapa pakar lebih menyukai preparat estolat tetapi etil suksinal dan stearat juga manjur.

a) Salbutamol

Cara kerja salbutamol :

 Stimulan Beta 2 adrenalgik.

 Mengurangi proksimal.

 Mengurangi frekwensi apnea

 Dosis yang dianjurkan 0,3 – 0,5 mg / kg BB / hari di bagi dalam 3 dosis.

2. Globulin imun pertusis

Hiperimun serum dosis intramuskuler besar, rejan sangat berkurang pada bayi yang diobati pada minggu pertama, penggunaan preparat imunoglobulin jenis apapun tidak sdibenarkan.

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita.. Jurnal

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) disebabkan oleh virus dan mikroplasma. Virus influenza merupakan penyebab dari penyakit saluran pernafasan pada anak

Dari ketiga pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa pengertian bronkitis adalah suatu penyakit infeksi akut saluran besar paru yang ditandai oleh inflamasi bronkus..

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun

Pneumonia balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut, yaitu terjadi peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru, disebabkan oleh infeksi

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang terdiri dari infeksi saluran pernafasan atas (sinusitis, faringitis) dan infeksi saluran pernafasan bawah (bronkhitis,

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Thyphi yang mengenai saluran

Pneumonia balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut, yaitu terjadi peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru, disebabkan oleh