DIKLAT RS JANTUNG & PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. T PASCA OPERASI CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG) DENGAN
INTRA AORTIC BALLOON PUMP ( IABP) DI RUANG ICU BEDAH DEWASA RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA
STUDI KASUS
Disusun untuk Menyelesaikan Tugas Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Lanjut ICU Pasca Bedah Jantung Dewasa
Tahun 2024
Riko Rinaldi, A.Md., Kep
RSUP DR M Djamil Padang
PROGRAM PELATIHAN KEPERAWATAN
KARDIOVASKULAR TINGKAT LANJUT ICU PASCA BEDAH DEWASA
RS JANTUNG & PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA NOVEMBER 2024
HALAMAN PENGESAHAN
Studi kasus ini diajukan oleh :
Nama : Riko Rinaldi A.Md., Kep
Program : Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Lanjut ICU Pasca Bedah Jantung
Judul Studi Kasus : Asuhan keperawatan pada Tn. T Pasca Operasi Coronary A rtery Bypass Graft ( CABG) dengan Intra Aortic Balloon P ump ( IABP)
Studi Kasus Ini Telah Diuji dan Disetujui Oleh Tim Penguji Pada Tanggal, November 2024
TIM PEMBIMBING
Pembimbing : Rahmat Basuki, S. Kep., Ners (...)
Penguji I : Novel Rina, S. Kep., Ners (...)
Penguji II : Tandang Susanto, S. Kep., Ners.,M.Kep(………….…….……..)
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : November 2024
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan studi k asus dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn. T Pasca Operasi Coronary Arter y Bypass Graft ( CABG) dengan Intra Aortic Balloon Pump ( IABP) Di Ruang ICU Bedah Dewasa Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta”.
Penulisan studi kasus ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas sebagai peser ta Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Lanjut di Rumah Sakit Jantung d an Pembuluh Darah Harapan Kita. Penulisan studi kasus ini tidak terlepas dari duku ngan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terim a kasih kepada :
1. Dr.dr.Iwan Dakota, Sp.JP(K)., MARS., FACC., FESC selaku Direktur Utama R S Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
2. Rahmat Basuki, S. Kep., Ners selaku Pembimbing Klinik.
3. Novel Rina, S. Kep., Ners selaku Penguji I.
4. Tandang Susanto, S. Kep., Ners.,M.Kep selaku Penguji II.
5. Perawat ruang ICU Bedah Dewasa yang memberikan pengarahan dan bimbinga n.
6. Staf pengajar DIKLAT yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat dala m penulisan studi kasus ini.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian studi kasus ini.
Akhir kata, kepada seluruh pihak yang membantu penyusunan makalah ini, k hususnya kepada team pembimbing, penulis sampaikan banyak terima kasih. Semo ga studi kasus ini diterima dan bermanfaat. Penulis memohon kritik dan saran yang membangun agar studi kasus ini dapat lebih baik dalam pengembangan ilmu kepera watan.
Jakarta, November 2024
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN...ii
KATA PENGANTAR...iii
DAFTAR ISI...iii
DAFTAR GAMBAR...vii
DAFTAR TABEL... viii
BAB I... 1
PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah...3
1.3 Tujuan penulisan... 3
1.3.1 Tujuan Umum...3
1.3.2 Tujuan Khusus...3
1.4 Metode Penulisan...3
1.5 Sistematika Penulisan...3
BAB II...5
TINJAUAN PUSTAKA...5
2.1 Pengertian Coronary Artery Bypass Graft (CABG)...5
2.2 Indikasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)...6
2.3 Kontraindikasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)...6
2.4 Patofisiologi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)...6
2.5 pathoflow Coronary Artery Bypass Graft (CABG)...8
2.6 Teknik penatalaksanaan Coronary Artery Bypass Graft (CABG)...9
2.7 Pembuluh Darah yang Dapat Digunakan Sebagai Bypass...11
2.8 Pemeriksaan penunjang Coronary Artery Bypass Graft (CABG)...12
2.9 Komplikasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)...13
2.10 Konsep Dasar IABP...16
2.10.1 Definisi...16
2.10.2 Tujuan... 16
2.10.3 Indikasi...16
2.10.4 Kontra Indikasi...17
2.10.5 Jenis Pemasangan...17
2.10.6 Prinsip Kerja... 18
2.10.7 Gelombang...19
2.10.8 Trigger...20
2.10.9 Timing...20
2.10.10 Weaning...22
2.10.11 Komplikasi...22
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan...23
2.11.1 Pengkajian...23
2.11.2 Diagnosis Keperawatan...25
2.11.3 Rencana Asuhan Keperawatan...26
BAB III...41
TINJAUAN KASUS... 41
3.1 Pengkajian...41
3.2 Analisa Data...50
3.3 Diagnosis Keperawatan...54
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan...55
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan...59
BAB IV... 70
PEMBAHASAN... 70
4.1 Pengkajian...71
4.2 Diagnosis keperawatan...72
4.3 Intervensi Keperawatan...74
4.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan...75
BAB V...77
PENUTUP...77
5.1 Kesimpulan...77
5.2 Saran...77
DAFTAR PUSTAKA...79
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Coronary Artery Baypass Graft...5
Gambar 2. Vena Saphena Magna... 11
Gambar 3. Arteri Mammari Interna...12
Gambar 4. Arteri Radialis...12
Gambar 5. Intra Aortic Balloon Pump...16
Gambar 6. Gelombang IABP...20
Gambar 7. Hasil Foto Thoraks...47
Gambar 8. Hasil Perekaman EKG... 48 Gambar 9. Lokasi Graft...Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Ukuran Volume Balon IABP Berdasarkan Tinggi Badan ...………..… 17
Tabel 2. Nilai ABI (Ankle / Brachial Index)………. 18
Tabel 3. Rencana Asuhan Keperawatan Teori (SLKI, SIKI, 2018)…………..… 24
Tabel 4. Daftar obat ………..…... 32
Tabel 5. Penilaian Tingkat Kesadaran SAS (Sedation Agitation Scale)……...….39
Tabel 6. Intake, Output Cairan dan Perdarahan……….…... 40
Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Laboratorium………..…….. 40
Tabel 8. Tanda – Tanda Vital ……….…..… 41
Tabel 9. Analisa Data………...…. 45
Tabel 10. Rencana Asuhan Keperawatan Kasus (SDKI, SLKI, &SIKI)…...… 48
Tabel 11. Implemtasi dan Evaluasi Keperawatan Hari 0……….. 52
Tabel 12. Implemetasi dan Evaluasi Keperawatan Hari 1 ………...…… 57
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit yang terjadi akibat adanya sumbatan a tau penyempitan pada arteri coroner yang mengakibatkan terjadinya kekurangan suplai oksi gen pada otot jantung yang apabila tidak segera ditangani dapat mengakibatkan kerusakan j aringan otot jantung.
Menurut WHO,pada tahun 2019, menyebutkan bahwa penyakit tersebut merupakan penyeb ab pertama kematian saat ini. Pada 2019 diperkirakan,17 juta orang meninggal karena PJK.
Kematian di Indonesia akibat penyakit Kardiovaskular mencapai 651.481 penduduk, diman a penyakit jantung koroner 245.343 kematian. (IHME, 2019). Data Riskesdas 2018 menunj ukkan Prevalensi Penyakit Jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 1,5%
Penanganan yang digunakan untuk mengatasi sumbatan atau penyempitan tersebut yait u dengan cara reperfusi ataupun revaskularisasi. Metode yang digunakan yaitu Percutaneu os Coronary Intervention (PCI), terapi trombolitik maupun dengan Teknik Coronary Arter y Bypass Graft (CABG). CABG merupakan prosedur revaskularisasi pembedahan yang dip erkenalkan pada tahun 1960-an. Tujuan dari tindakan CABG adalah untuk memperbaiki da n meningkatkan aliran darah dari aorta ke arteri koroner dengan membuat jalan pintas (bypa ss) dari aorta ke bagian koroner jantung yang tersumbat sehingga memungkinkan suplai dar ah dari jantung memintas kebagian coroner jantung yang obstruktif. (Kulick & Shiel, 2014).
Angka kejadian pasien dengan Tindakan CABG di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPD Harapan Kita) dalam Laporan akuntabilitas kinerja instansi pe merintah Rumah Sakit jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Pada periode Januari sa mpai Desember 2022 sebanyak 661 kasus,. (Register ICU, RSJPD Harapan Kita, 2022). Pa da periode bulan januari sampai Desember 2023 sebanyak 1.084 kasus, (Register ICU, RSJ PD Harapan Kita, 2023). Sedangkan pada periode bulan Januari sampai bulan Oktober 202 4 sebanyak 800 kasus CABG baik secara on pump ataupun off pump, ( Register ICU, RSJP D Harapan Kita, 2024).
Prosedur CABG ini selain memiliki manfaat yang berarti untuk peningkatan kualitas hi dup pasien, namun juga memiliki resiko tindakan. Komplikasi CABG yaitu seperti komplik asi kardiak, komplikasi paru, disfungsi diafragma, gangguan fingsi ginjal, pressure ulcus k
volemia, perdarahan, hipotermia, hipotensi, aritmia, disfungsi kontraktil, dan postoperative miokardial infark. (Unairnews, 2021).
Pasien dengan tindakan CABG saat ini banyak menjalani prosedur dengan modal Ejekti on Fraction (EF) rendah dan penurunan curah jantung. Komplikasi kardiak berupa penurun an curah jantung ini bukan hanya terjadi pasca operasi saja namun dapat terjadi pada pasien sebelum menjalani tindakan operasi ataupun sesaat akan menjalani prosedur insisi daerah o perasi bahkan pada saat dalam keadaan prosedur operasi sedang berlangsung. Kondisi ini m emerlukan penanganan berupa pemasangan IABP. Pemasangan IABP dapat dilakukan sebe lum operasi, saat operasi ataupun sesudah operasi. Pemasangan IABP dilakukan apabila set elah pemberian volume cairan dan obat-obatan Inotropik tidak membantu dalam meningkat kan curah jantung pasien.
Intra Aortic Balloon Pump (IABP) adalah alat bantu sirkulasi mekanik yang digunakan untuk memperbaiki sirkulasi darah coroner, meningkatkan perfusi oksigen ke miokard, men ingkatkan curah jantung dan delivery oksigen ke seluruh tubuh. Menurut data Laporan Kine rja Instalasi Bedah Dewasa dan Intensif Paska Bedah RS Jantung dan Pembuluh Darah Hara pan Kita, tindakan bedah CABG yang dilakukan pada tahun 2023 sebanyak 1084 kasus, den gan pemasangan IABP sebanyak 144 pasien. Sedangkan periode Januari sampai Oktober 2 024 tindakan bedah CABG sebanyak 800 kasus,dengan pemasangan IABP sebanyak 63 kas us. Baik dengan penggunaan IABP pada saat pre operasi (CVC), pre insisi / intra operasi (O K) dan post operasi/saat di ICU.
Pasien post operasi CABG dengan terpasang alat IABP ini setelah menjalani prosedur o perasi kemudian dirawat di ruang ICU tentu saja memerlukan pengawasan dan perhatian ya ng lebih ketat. Hal ini diharapkan agar tujuan dari pemasangan IABP tersebut dapat tercapai dengan baik sehingga berbagai komplikasi yang terjadi post operasi CABG dapat teratasi d engan pemasangan IABP. Perawat sebagai pemberi asuhan yang senantiasa 24 jam bersama pasien dituntut agar mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif dan m enyeluruh serta melayani dengan sepenuh hati dan memiliki pengetahuan yang baik tentang perawatan pasien Pasca Operasi CABG dengan Pemasangan IABP sehingga kualitas hidup pasien pasca operasi CABG dapat meningkat.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis mengambil judul studi kasus yaitu As uhan Keperawatan Pada Pasien Pasca Operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) de ngan Intra Aortic Balloon Pump (IABP) di Ruang ICU Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dalam studi kasus ini penulis membatasi pemba hasan hanya “ Asuhan Keperawatan pada Tn.T Dengan Pasca Operasi Coronary Arteri Byp ass Grafting ( CABG ) dengan menggunakan Intra Aortic Balloon Pump ( IABP ) Di Ruang ICU Bedah Dewasa Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta”.
1.3 Tujuan penulisan 1.3.1 Tujuan Umum
Perawat mampu mengetahui dan melakukan asuhan keperawatan pada pasien Pasc a Operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) dengan Intra Aortic Balloon Pu mp (IABP).
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Perawat mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pasien dengan Pasca Operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
b. Perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien Pasca Operasi Cor onary Artery Bypass Graft (CABG) dengan assist device Intra Aortic Balloon P ump (IABP)
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ini penulis menggunakan metode deskriptif, dengan cara pengumpulan data, menganalisa data, pengambilan kesimpulan, membuat rencana, pendokumentasian pelaksanaan dan evaluasi yang kemudian disajikan dalam bentuk narasi.
Adapun teknik memperoleh informasi atau data dengan mempelajari buku-buku sumber dan internet. Untuk memperoleh data dasar ilmiah dan studi kasus yaitu dengan mengadakan wawancara, observasi serta melakukan perawatan langsung kepada pasien.
1.5 Sistematika Penulisan 1 BAB I Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
2 BAB II Tinjauan Teori
Terdiri dari konsep dasar dan asuhan keperawatan.
Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
3 BAB III Tinjauan Kasus
Terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi.
4 BAB IV Pembahasan
Merupakan ulasan kesesuaian dan kesenjangan masalah yang muncul berdasarkan teori dan kenyataan yang terjadi pada pasien.
5 BAB V Penutup.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan prosedur pembedahan penyakit jantung koroner dengan cara membuat saluran baru melewati bagian arteri koronaria yang mengalami penyempitan atau penyumbatan sehingga aliran lancar kembali ke jantung.
Rekomendasi untuk melakukan CABG didasarkan atas beratnya keluhan angina dalam aktifitas sehari-hari. Respon terhadap intervensi non bedah PCI atau stent dan obat-obatan serta harapan hidup pasca operasi yang didasarkan atas fungsi jantung secara umum sebelum operasi. Jadi, CABG adalah operasi pembedahan yang dilakukan dengan membuat pembuluh darah baru atau bypass terhadap pembuluh darah yang tersumbat sehingga melancarkan kembali aliran darah yang membawa oksigen untuk otot jantung yang diperdarahi pembuluh tersebut (Hodge, 2019).
CABG adalah operasi bedah besar di mana penyumbatan ateromatosa di arteri koroner pasien dilewati dengan saluran vena atau arteri yang diambil dari bagian tubuh lain.
Bypass ini akan mengembalikan aliran darah ke miokardium yang telah terjadi iskemik, untuk mengembalikan fungsi, kelangsungan hidup, dan mengurangi gejala angina (Manna B & Bachar, 2022).
2.2 Indik asi C oron ary Arte ry By pass Graf t (CA
BG) GAMBAR 1. CORONARY ARTERY BAYPASS GRAFT
Menurut Lawton JS, et. al (2022) indikasi dilakukan tindakan CABG adalah:
a. Penyempitan >50% pada cabang utama arteri koroner kiri.
b. Penyempitan >70% pada pangkal cabang arteri koroner kiri yang menuju ke bagian depan jantung (Left Anterior Descending/LAD) dan pangkal cabang yang melingkar ke belakang jantung (Left Circumflex/LCx).
c. Penyempitan bermakna pada ketiga cabang arteri koroner (three-vessel disease/3VD).
d. Penyempitan bermakna pada cabang arteri koroner yang menyuplai darah ke area yang luas pada otot jantung, dengan fungsi pompa jantung kiri yang sangat menurun.
e. Kerusakan otot jantung yang terus berjalan pada pasien yang mengalami serangan jantung yang tidak respon terhadap obat-obatan dan tidak bisa dilakukan pemasangan stent (pasang ring) atau telah dicoba melakukan pemasangan stent namun gagal.
2.3 Kontra indikasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Kontra indikasi CABG menurut Manna B & Bachar (2022) adalah:
a. Penolakan pasien,
b. Sumbatan kecil di koroner bagian distal.
c. Stenosis aorta yang berat.
d. Disfungsi ventrikel kiri yang berat.
e. Pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner kronik akibat diabetes mellitus dan EF yang sangat rendah
f. Sklerosis aorta yang berat.
g. Struktur arteri koroner yang tidak mungkin untuk disambung
2.4 Patofisiologi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Penyumbatan pada arteri koroner ini akan menyebabkan iskemik pada otot jantung dan akan menimbulkan beberapa gejala diantaranya: nyeri dada (angina pektoris) yang stabil atau tidak stabil, perubahan pola EKG berupa ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) dan NonSTEMI, sesak nafas, diaphoresis, pusing, kelelahan serta mual dan muntah, (Lemone, P, 2019). Kondisi ini disebut dengan CAD (Coronary Artery Disease) dan perlu mendapatkan penanganan berupa revaskularisasi yang salah satunya adalah CABG.
CABG adalah penatalaksanaan revaskularisasi dengan pembedahan yang dimaksudkan untuk membuat aliran baru ke daerah otot jantung yang mengalami iskemik akibat sumbatan yang terjadi pada pembuluh darah. Tindakan CABG sendiri dapat dilakukan dengan berbagai teknik, yang masing-masing mempunyai keuntungan dan
kerugian tersendiri. Ada 2 teknik jenis penatalaksanaan CABG, yaitu on pump CABG dan off pump CABG.
Teknik “on pump” paling sering dilakukan adalah bedah pintas arteri koroner konvensional karena metode ini memerlukan pemakaian mesin pintas jantung paru atau Cardio-Pulmonary Bypass (CPB), yang bertugas mengambil alih fungsi jantung dalam
“memompa” darah selama operasi berlangsung. Pada metode ini jantung benar-benar dihentikan dengan menggunakan cairan akrdioplegi dan dikosongkan dari darah, sehingga memudahkan dalam melihat serta melakukan bypass pembuluh darah ke pembuluh darah jantung. Akan tetapi, metode ini memiliki kekurangan, yaitu risiko terjadinya reaksi inflamasi akibat kontak darah dengan benda asing yang merupakan komponen dari mesin pintas jantung paru tersebut, yang nantinya dapat menimbulkan komplikasi pasca operasi antara lain gangguan irama jantung, gangguan kesimbangan elektrolit, gangguan pembekuan darah, atau reaksi sepsis menyeluruh.
Teknik Off-Pump Coronary Artery Bypass (OPCAB) digunakan tanpa menggunakan mesin pintas jantung paru. Teknik CABG ini dipilih karena dapat mengurangi insiden komplikasi pasca operasi yang disebabkan oleh penggunaan mesin pintas jantung paru, seperti yang telah disebutkan diatas. Pada metode ini, jantung tetap dibiarkan berdetak selama operasi dengan hanya menstabilkan area-area tertentu yang sedang dikerjakan oleh dokter bedah dengan menggunakan alat-alat khusus.
2.5 pathoflow Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
PemasanganIABP PenurunanCurah Jantung
2.6 Pembuluh Darah yang Dapat Digunakan Sebagai Bypass
Ada 3 pembuluh darah yang sering digunakan sebagai bypass yaitu vena savena magna, arteri mammaria interna, dan arteri radialis.
a. Vena savena magna
Ada dua vena safena yang terdapat pada tungkai bawah yaitu vena safena magna dan parva. Namun yang sering dipakai sebagai saluran baru pada CABG adalah vena safena magna. Vena safena sering digunakan karena diameter ukurannya mendekati arteri coroner, dan dicangkokkan secara terbalik pada arteri koroner.
b. Arteri Mammaria interna (AMI)
Biasanya berasal dari dinding bawah arteri subklavia, melewati bagian atas pleura dan tepat lateral terhadap sternum. Penggunaan AMI dengan ujung proksimal masih dihubungkan ke arteri subklavia. AMI kiri lebih panjang dan lebih besar sehingga sering digunakan sebagai bypass arteri koroner. AMI sering digunakan karena memiliki kepatenan pembuluh darah yang baik. Studi menunjukkan bahwa sekitar 96% kasus CABG yang menggunakan AMI dapat bertahan lebih dari 10 tahun. AMI sering di gunakan untuk bypass arteri Left anterior ascendent. Hal ini disebabkan karena jarak / lokasi LIMA dan LAD berdekatan serta berada pada sisi yang sama.
GAMBAR 2. VENA SAPHENA MAGNA
GAMBAR 3. ARTERI MAMMARI INTERNA
c. Arteri Radialis
Arteri ini melengkung melintasi sisi radialis tulang Carpalia dibawah tendon Musculus Abductor Pollicis Longus dan tendon Musculus extensor Pollicis Longus dan Brevis. Arteri radialis diinsisi lebih kurang 2 cm dari siku dan berakhir 1 inchi dari pergelangan tangan. Biasanya sebelum tindakan dilakukan pemeriksaan Allen Test untuk mengetahui kepatenan arteri ulnaris jika arteri radialis diambil. Pada pasien yang menggunakan arteri radialis harus mendapatkan terapi Ca Antagonis selama 6 bulan setelah operasi menjaga agar arteri radialis tetap terbuka lebar. Sebuah studi menunjukkan bahwa arteri radialis memberikan lebih banyak kemampuan revaskularisasi dalam waktu yang lebih lama dibandingkan vena safena.
GAMBAR 4. ARTERI RADIALIS
2.7 Pemeriksaan penunjang Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Berikut ini tes atau prosedur diagnostik sebelum CABG untuk menentukan seberapa serius penyakit jantung iskemik Anda dan dimana arteri koroner menyempit (NHLBI, 2021):
a. Elektrokardiogram (EKG untuk merekam aliran listrik aktivitas jantung. EKG dapat menunjukkan tanda-tanda kerusakan jantung.
b. Tes stres untuk mengukur seberapa baik jantung Anda bekerja selama stres fisik. Stres mungkin latihan fisik, seperti: berjalan di atas treadmill, atau mungkin obat yang diberikan untuk efek yang sama bagi pasien yang memiliki kontraindikasi seperti pasien dengan angina pektoris tidak stabil, aritmia yang tidak terkontrol, endocarditis akut, diseksi aorta akut, dan disabilitas fisik.
c. Ekokardiogram untuk menilai fungsi jantung. ini termasuk apakah katup atau pemompaan tidak normal.
d. Angiografi koroner untuk melihat bagaimana darah mengalir melalui arteri koroner. Ini dilakukan bersama dengan kateterisasi jantung, Angiogram menunjukkan seberapa parah penyakitnya, arteri mana terpengaruh, dan lokasi arteri yang terkena.
e. CT angiografi untuk mengambil gambar pembuluh darah koroner, tindakan ini adalah alternatif untuk kateterisasi jantung yang menggunakan suntikan pewarna di lengan bersama dengan pencitraan computed tomography (CT). Karena itu tidak melibatkan memasukkan kateter ke dalam jantung sebagai kateterisasi jantung, CT angiografi mungkin lebih aman untuk beberapa pasien
2.8 Komplikasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Komplikasi pada bedah jantung adalah suatu keadaan yang tidak diharapkan terjadi.
Untuk bedah jantung walaupun tehnik yang dipakai saat ini dikatakan cukup aman, akan tetapi komplikasi tetap dapat terjadi. . Komplikasi tersebut antara lain (Dakota, I., et all, 2020):
a. Perdarahan
Perdarahan pasca operasi jantung terbagi 2 yaitu medical dan surgical.
Perdarahan medikal terjadi karena gangguan pembekuan darah akibat rusak dan pecahnya trombosit. Selain itu mekanisme pembekuan darah juga akan terganggu bila pasien dalam keadaan hipotermi. Kedua, perdarahan surgical terjadi karena factor pembedahan seperti jahitan yang bocor atau dari dinding dada akibat tusukan kawat
sternum. Jumlah drainase tidak boleh melebihi 3cc/kgBB/jam selama 3 jam berturut- turut.
b. Tamponade jantung
Merupakan kondisi dimana terkumpulnya cairan di lapisan pericardium jantung yang menekan jantung dari luar sehingga menghalangi darah untuk masuk ke ventrikel.
Manifestasi klinisnya adalah terjadi hipotensi arteri, bunyi jantung lemah, penurunan produksi urine, tekanan PCWP dan CVP meningkat, takikardi, drainase berkurang, pulsus paradoksus (penurunan lebih dari 10 mmHg selama inspirasi), akral dingin.
c. Hemolisis.
Hemolisis dapat terjadi pada penggunaan alat bypass yang lama, sehingga mengakibatkan kerusakan faktor pembekuan dan sel darah merah atau trombosit.
d. Kegagalan pernapasan.
Hal ini dapat terjadi karena gangguan mekanik pernapasan seperti pneumotorak hematorak/hidrotorak atau karena edema paru.
e. Gangguan irama jantung
Gangguan irama paska bedah dapat terjadi berupa gangguan irama yang berasal dari atrium seperti atrial fibrilasi dan junctional, irama yang berasal dari ventrikel seperti premature ventrikel kontraksi, ventrikel takikardi dan ventrikel fibrilasi atau yang diakibatkan karena masalah hantaran seperti AV (atrio ventrikuler) blok derajat 1 sampai dengan total AV blok
f. Penurunan curah jantung
Penurunan curah jantung dapat terjadi pada pasien post operasi di akibat kan manipulasi pada jantung saat intra operasi, penurunan curah jantung juga dapat diakibatkan oleh aritmia yang tidak tertangani, penurunan curah jantung juga dapat mengakibatkan kegagalan jantung, selain itu juga dapat diakibatkan Infark miokard paska operasi, gejala yang dapat ditemui adalah perfusi perifer yang kurang ditandai dengan ektermitas yang dingin, oliguria, hipotensi. Harus dilihat apakah ada hipovolemia Bila tidak ada, maka dapat diberikan inotropik seperti dopamin, dobutamin atau adrenalin. Bila dosis inotropik makin meningkat mungkin diperlukan pemasangan intra aortic ballon pump (IABP) Keuntungan pemakaian IABP adalah penggunaan inotropik biasanya berkurang sampai minimal, tekanan diastolik meningkat dan after load menurun.
g. Gagal ginjal
Gagal ginjal pada pasien paska bedah jantung dapat terjadi karena penurunan curah jantung, pasien dengan riwayat pra bedah dengan fungsi ginjal yang menurun bahkan pasien dalam kondisi gagal ginjal (CKD).
h. Infeksi
Penurunan imunitas sebagai akibat dari penggunaan mesin jantung paru, perawatan lama di ICU (Intensive Care Unit), dapat menyebabkan terjadinya infeksi paska bedah, baik regional seperti infeksi pada luka operasi atau sistemik.
i. Gangguan neurologi
Kebanyakan pasien mulai pulih kesadarannya dari efek anastesi dalam 1 sampai 6 jam setelah operasi. Pasien yang tidak mampu mengikuti perintah sederhana dalam 6 jam atau menunjukkan perbedaan kemampuan antara tubuh kanan dan kiri harus dievalusi kemungkinan stroke.
Defisit neurologi yang dihasilkan dari prosedur intra operasi biasanya terjadi 24–48 jam pertama setelah operasi. Selain dari penggunaan CPB, gangguan neurologis yang terjadi setelah beberapa hari perawatan biasanya dikarenakan tidak stabilnya hemodinamik pasca operasi atau terjadi AF (Atrial Fibrilasi).
j. Pendarahan traktus digestivus
Pendarahan dapat minimal/tersembunyi (occult bleeding) yang positif dengan tes benzidin, atau melena yang menyebabkan gangguan hemodinamik.
k. Gangguan fungsi hati.
Gejalanya ikterus dan gangguan faal hati: biasanya temporer.
l. Dekubitus atau luka tekan
Dapat terjadi pada daerah yang tertekan selama operasi seperti kepala, sakrum dan tumit.
m. Luka bakar.
Hal ini bisa disebabkan penggunaan elektrosurgical diatermi. Untuk itu ground pad harus ditempatkan di lokasi yang sesuai dan bebas dari genangan air.
Dari berbagai kondisi dan komplikasi operasi CABG salah satunya adalah penurunan curah jantung yang dapat terjadi bukan hanya pada pasien pasca bedah jantung namun juga dapat terjadi sebelum pasien menjalani operasi ataupun saat menjalani operasi. Saat penanganan kond isi penurunan curah jantung menggunakan volume cairan maupun obat-obatan Inotropik tidak
dapat menolong, maka diperlukan suatu tindakan pemberian inotropic mekanik yaitu pemasang an IABP (Intra Aortic Balloon Pump).
2.10... Konsep Dasar IABP
1 Definisi
Intra Aortic Balloon Pump (IABP) adalah alat bantu sirkulasi mekanik, digunakan untuk memperbaiki sirkulasi darah coroner, meningkatkan perfusi oksigen ke myokard dan selanjutny a dapat meningktkan curah jantung/ cardiac output dan juga delivery oksigen. (Modul PKKvTD 2019).
Menurut McPherson (2010) Intra Aortic Ballon Pump merupakan suatu dukungan sirkula si mekanik sementara yang mencoba menciptakan keseimbangan yang lebih baik antara penyed iaan dan kebutuhan oksigen ke otot jantung dengan menggunakan konsep systolik unloading d an diastolic augmentasi (Oktaviono 2020).
2 Tujuan
Ada beberapa tujuan yang diharapkan tercapai melalui pemasangan Intra Aortic Bal loon Pump (IABP) yaitu :
a. Meningkatkan tekanan aorta selama fase diastole dengan mengembangkan balon IA BP sehingga perfusi ke arteri coroner meningkat.
b. Menurunkan tekanan aorta selama fase systole dengan mengempiskan balon, sehing ga beban akhir (afterload) ventrikel kiri menurun.
c. Meningkatkan oksigen suplai ke miokard.
d. Meningkatkan curah jantung.
GAMBAR 5. INTRA AORTIC BALLOON PUMP
3 Indikasi
Beberapa indikasi pemasangan IABP diantaranya yaitu : a. Angina Pektoris tidak stabil
b. Akut Miokard Infark c. Ventrikel Failure d. Kardiogenik Syok e. Septic Syok
f. Weaning dari mesin jantung paru g. Propilaktik bedah jantung
h. Paska bedah jantung dengan miokard disfungsi
i. Untuk menjembatani pemasangan alat bantu yang lainnya atau pada saat menunggu cangkok jantung
j. VSD pasca infark atau regurgitasi mitral
4 Kontra Indikasi
a. Kontra indikasi meliputi : 1) Regurgitasi aorta 2) Diseksi aorta
3) Penyakit jantung end-stage kronik yang mungkin membaik 4) Stenting aorta
b. Kontra indikasi relatif :
1) Sepsis yang tidak terkontrol 2) Aneurisma aorta abdominalis 3) Takiaritmia
4) Penyakit vaskuler perifer yang berat 5) Bedah rekonstruksi arteri besar
5 Jenis Pemasangan
Kateter IABP dipasang melalui arteri femoralis dengan cara cutdown/teknik bedah atau percutaneous. Posisi ujung kateter IABP ditempatkan di atas aorta abdominal, di dalam aorta de senden dengan ujung distal di bawah arteri subclavia kiri sedangkan ujung proksimal di atas art eri renalis. Hal yang diperhatikan selama terpasang IABP, adalah :
a. Komponen IABP 1) Kateter IABP.
Kateter IABP terbuat dari bahan cardiothane yang sangat kuat, tahan lama, anti bocor serta dilapisi hydrophilic coating untuk mempermudah insersi.
Ukuran volume balon IABP ditentukan oleh tinggi badan pasien.
Tabel 1. Ukuran Volume Balon IABP Berdasarkan Tinggi Badan Tinggi Badan IAB Volume Body Surface Area
147-162 cm 30 cc < 1,8 m2
162-182 cm 40 cc >1,8 m2
>182 cm 50 cc >1,8 m2
2) Gas Helium.
Gas helium digunakan kerena berat molekulnya yang rendah dan aman bagi pasien.
3) Mesin IABP.
Kondisi mesin harus dicek sebelum di gunakan dalam kondisi baik dan siap pakai. Cek tabung gas helium dalam kondisi terbuka dan cukup isinya.
Memastikan mesin IABP berfungsi baik timing tepat, trigger konsisten, troubleshooting alarm , safe operation. Perawat sebaiknya membaca petunjuk operasional mesin IABP sebelum menggunakannya.
b. Evaluasi respon pasien terhadap IABP : 1) Status hemodinamik.
2) Kontrol aritmia.
3) Perfusi sistemik.
4) Berkurangnya tanda-tanda cardiac ischemia.
c. Observasi tanda-tanda dini komplikasi : iskemia tungkai bawah, perdarahan, infeksi, throm bosis, malposisi IABP dan kerusakan arteri.
6 Prinsip Kerja
Prinsip kerja dari mesin IABP adalah Counter Pulsation yaitu dengan inflasi dan deflasi /mengembang dan mengempis pada saat diastole dan systole. Pompa mekanik bekerja berdasar kan siklus jantung dengan trigger EKG atau gelombang arteri. ( MODUL PKKvTD, 2019).
Pengkajian yang baik sebelum insersi mendokumentasikan kebutuhan terapi dan memberikan dasar evaluasi tratmen yang manjur. Sirkulasi kedua tungkai harus dievaluasi untuk menentukan letak yang terbaik untuk pemasangan
Pengkajian preinsersi yang lengkap harus meliputi : a. Observasi neuro muscular kedua tungkai b. Cek neurogikal lengkap
Untuk pemasangan kateter, dapat dilihat pada protocol pemasangan kateter IABP Ukur ABI (Ankle / Brachial Index)
ABI = Tekanan sistolik dorsalis pedis Tekanan sistolik brachialis
Tabel 2. Nilai ABI (Ankle / Brachial Index)
Normal 0,80 – 1,00
Gangguan sirkulasi ringan 0,60 – 0.80 Gangguan sirkulasi sedang 0,40 – 0,60 Gangguan sirkulasi berat < 0,40
7 Gelombang
Efek pompa balon IABP terhadap gelombang arteri secara dramatic akan berubah dari g ambaran normal dimana sesuai dengan gelombang sistolik dan gelombang diastolik. Bentuk gel ombang dari Intra Aortic Ballon Pump adalah :
a. Puncak gelombang pertama adalah normal peak sistolik pressure.
b. Gelombang terjadi pada saat penutupan katup aorta yang berbentuk V.
c. Gelombang yang terbentuk pada saat inflasi balon disebut juga diastolik augmentasi atau pe ak diastolic pressure (PDP). Secara normal gelombang ini lebih tinggi daripada tekanan sist olik.dengan demikian akan berguna untuk meningkatkan sirkulasi koroner dan sistemik. Pa da keadaan dimana tekanan PDP yang sama atau bahkan lebih rendah dari tekanan sistolik menunjukkan tidak optimalnya fungsi IABP. Keadaan ini mungkin terjadi pada kondisi stro ke volume yang tinggi atau terlalu rendah, posisi balon yang terlalu rendah dari aorta, inflasi volume balon yang tidak adekuat (terlalu kecil) dan inflasi balon yang terlambat. Penangana n pada masalah ini antara lain dengan memberikan volume yang adekuat atau mengganti uk uran balon yang sesuai dengan ukuran pasien.
d. Gelombang yang terjadi pada saat deflasi balon sebelum sistol berikutnya dan berbentuk V.
Deflasi balon akan mengurangi atau menurunkan tekanan End Diastolik sekitar 15 mmHg d an pada akhirnya tekanan sistolik 5 sampai 10 mmH.
GAMBAR 6. GELOMBANG IABP
8 Trigger a. Trigger EKG.
Lead EKG dihubungkan dan dianalisa oleh computer IABP, pemilihan gelombang EKG ad alah yang mempunyai gelombang R yang lebih tinggi dari gelombang P ataupun gelombang T baik defleksi ke atas atau kebawah. Secara otomatis balon akan deflasi sinkron dengan gelomba ng R. Dengan kata lain deflasi balon terjadi pada periode gelombang R sampai kira –kira punca k gelombang T dan balon inflasi terjadi pada periode puncak gelombang T sampai komplek QR S berikutnya.
b. Trigger Gelombang tekanan arteri
Trigger ini digunakan ketika gelombang EKG tidak memungkinkan, misalnya terjadi artefa k pada saat operasi dimana menganggu sinyal gelombang EKG. Pada pengunaan dengan trigger ini untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan minimal tekanan arteri 40 mmHg.Walaupun demikian sudah banyak alat IABP yang bisa digunakan degan tekanan arteri yang lebih rendah.
9 Timing
Pengaturan waktu pengembangan (inflasi) dan pengempisan (deflasi) balon yang berkai tan dengan siklus jantung sangat penting untuk dapat berfungsinya alat secara optimal. Inflasi b alon harus terjadi saat penutupan katup aorta, diwakili oleh dicrotic notch pada gelombang arter i. Inflasi yang terlambat atau deflasi yang terlalu cepat dapat mengganggu aliran darah antero gr ade dan meningkatkan afterload. Untuk dapat melakukan sinkronisasi operasi balon dengan ko ntraksi jantung, dapat digunakan EKG atau gelombang arteri untuk mentigger IABP. (Oktavion o, 2020), pada gambaran EKG akan menunjukkan :
a. Fase Inflasi Terjadi pada puncak gelombang T sampai permulaan komplek QRS berikut nya, manfaat :
1) Meningkatkan sirkulasi coroner 2) Meningkatkan sirkulasi sistemik 3) Meningkatkan sirkulasi serebral
4) Meningkatkan aliran darah kolateral miokardial
b. Fase Deflasi Terjadi dari gelombang R sampai puncak gelombang T, manfaat : 1) Menurunkan afterload
2) Menurunkan preload ( PAWP )
3) Menurunkan kerja jantung dan konsumsi oksigen 4) Meningkatkan stroke volume dan cardiac output.
Error dalam timing :
a. Early balloon inflation
Pada keadaan ini pengembangan balon terjadi sebelum dicrotic notch sehingga a kan menyebabkan terjadinya penutupan katup aorta lebih awal. Sehingga akan mengaki batkan peningkatan tekanan di aorta dan akan meningkatkan afterload dan konsumsi ok sigen miokard, menurunkan stroke volume dan meningkatkan PAWP dan resiko terjadi aorta regurgitasi. Dan pada akhirnya justru akan membahayakan pasien seperti kegagala n perfusi, miokard iskemia dan bahkan terjadinya oedema pulmonal.
b. Late balloon inflation
Pada kondisi ini balon terjadi setelah dicrotic notch sehingga akan menghasilkan tekanan augmentasi yang lebih rendah sehingga menurunkan perfusi serebral, koroner d an sirkulasi sistemik. Pada kondisi ini tidak terlalu berbahaya bagi pasien hanya saja fun gsi dari IABP tidak bekerja secara maksimal.
c. Early balloon deflation
Pada keadaan ini akan berakibat waktu augmentasi diastolik sangat pendek sehi ngga pada akhirnya IABP tidak bekerja maksimal.
d. Late balloon deflation
Balon secara komplit atau sebagian akan inflasi pada awal sistolik berikutnya se hingga akan mengakibatkan obtruksi pada katup aorta dan akan berakibat meningkatny a afterload, menurunkan stroke volume. Ini merupakan kondisi yang sangat berbahaya b agi pasien karena ventrikel kiri justru menghadapi beban yang lebih besar oleh karena b alon masih mengembang pada fase sistolik.
10 Weaning
Weaning Intra Aortic Balloon Pump harus dilakukan dengan bertahap yaitu penguranga n rasio atau pengurangan volume balon. Indikasi weaning ditentukan oleh perbaikan kondisi pa sien, yang ditunjukkan dengan menghilangnya iskemia dan curah jantung serta tekanan darah y ng adekuat. Biasanya dilakukan weaning dari rasio 1:1 ke 1:2 dan 1:3 . bila pasien dapat berada ptasi dengan ratio 1:3 Intra Aortic Balloon Pump dapat dilepaskan. (Oktaviono, 2020)
Indikator yang dapat digunakan dalam menentukan weaning Intra Aortic Balloon Pump antara lain : (Oktaviono, 2020)
a. Rasio bantuan pompa 1:3 atau 1:4
b. Penggunaan inotropik yang sudah minimal atau sudah tidak sama sekali c. Cardiac output index >2.0 L/menit
d. Tekanan darah sistolik >100mmHg
e. Tekanan atrium kiri atau PCWP <10-15 mmHg f. Produksi urine 30 ml/jam
g. Tidak ada angina
h. Tidak ada perubahan iskemi pada EKG i. Tidak ada didapatkan aritmia venttrikel baru
11 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pemasangan IABP : a. Acut Limb Iskemia ( ALI )
b. Emboli sistemik atau serebral oleh karena thrombus atau emboli c. Trombositopenia
d. Infeksi local dan sistemik e. Ruptur aorta
f. Perdarahan
g. Obstruksi atau malposisi cateter IABP
1) Terlalu tinggi, obstruksi arteri subclavia dan arteri carotis 2) Terlalu rendah, obstruksi arteri renalis dan arteri mesenterica h. Sindrom Kompartemen
11.10 Konsep Asuhan Keperawatan 1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dalam melakukan asuhan keperawatan.
Menurut Elvira (2020), proses pengkajian pada pasien kritis meliputi:
a. Pre-arrival assessment
Pengkajian ini dimulai ketika perawat sudah mendapatkan informasi dari unit lain bahwa akan ada pasien kritis yang akan dirawat. Pengkajian ini dilakukan sebelum pasien masuk ke ruang ICU. Untuk pasien post operasi, unit kamar bedah akan memberikan catatan mengenai kondisi pasien selama pre dan intraoperasi serta alat-alat kesehatan dan obat- obatan yang akan diberikan ke pasien. Tujuan dilakukan pengkajian ini adalah agar saat pasien datang ke ruang ICU, semua peralatan kesehatan sudah tersedia dan siap digunakan
b. Admission and quick check
Pengkajian ini dimulai saat pasien masuk dan dirawat di ICU, kemudian perawat mengobservasi secara general dan melakukan pengkajian ABCDE (airway, breathing, circulation, drugs and equipment).
c. Comprehensive assessment
Pengkajian ini merupakan pengkajian lengkap meliputi riwayat kesehatan masa lalu, status kesehatan sekarang, bio psiko, sosio, spiritual dan pengkajian fisik.
Pengkajian fisik yang dilakukan meliputi:
 Status Kardiovaskular
Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri, tekanan vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji paru (PCWP), bentuk gelombang pada tekanan darah invasif, curah jantung dan cardiac index, drainase rongga dada, fungsi pacemaker.
 Status Respirasi
Pengkajian terhadap status respirasi bertujuan untuk mengetahui secara dini tanda dan gejala tidak adekuatnyaventilasi dan oksigenasi. Perawat mengkaji status respirasi pasien selama bedah, ukuran endotrakeal tube, masalah yang dihadapi selama intubasi, lama penggunaan alat mesin jantung paru.
Selanjutnya kaji gerakan dada, suara nafas, setting ventilator (frekuensi pernafasan/RR, volume tidal, konsentrasi oksigen, Mode, PEEP), kecepatan nafas, tekanan ventilator, saturasi oksigen, analisa gas darah.
 Status Neurologi
Kesadaran dipantau sejak klien mulai bangun atau masih diberikan obat
ekstremitas. Kaji juga tingkat responsifitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, reflex, gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
 Status pembuluh darah perifer
Denyut nadi perifer, warna kulit, warna kuku, mukosa bibir, suhu kulit, edema dan CRT.
 Sistem perkemihan
Observasi produksi urin setiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat hemolisis dan lain-lain. Pemeriksaan ureum kreatinin harus dikerjakan jika fasilitas memungkinkan.
 Status Cairan dan elektrolit
Haluaran semua selang drainase, parameter curah jantung dan indikasi ketidak seimbangan elektrolit.
 Nyeri
Kaji sifat, jenis, lokasi, durasi, respon terhadap analgesic
 Status Gastro intestinal
Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, nyeri pada saat palpasi.
 Sistem Integumen
Kaji integritas kulit pasien, termasuk kondisi luka seperti warna, adanya pus, hematome, suhu. Pengkajian mencakup area insersi alat pemantauan seperti WSD, CV line, Arterial line. Luka area operasi
 Sistem Muskuloskeletal
Untuk mengevaluasi kekuatan, biasanya digunakan yang menilai kekuatan menjadi 0 hingga 5, yaitu:
0 - Tidak ada kontraksi
1 - Berkedip atau bekas kontraksi 2 - Gerakan aktif penuh, tanpa gravitasi 3 - Gerakan aktif melawan gravitasi
4 - Gerakan aktif melawan gravitasi dan hambatan 5 - Kekuatan normal
d. On Going Assessment
Pada fase ini pengkajian lebih terfokus dan lebih sering dilakukan untuk mengetahui kondisi kestabilan pasien. Pemantauan lanjutan ini dilakukan 1-2 jam sekali pada pasien yang status fisiologisnya menurun dan 2-4 jam sekali pada pasien yang sudah stabil. Tetapi bahkan per 15 menit saat kondisi pasien kritis. Hal ini
perlu dikaji meliputi tanda vital, hemodinamik, alat-alat yang dipasang kepada pasien serta obat-obatan. Selanjutnya jika pasien sudah sadar dan mengalami perkembangan yang baik, perawat harus mengembangkan pengkajian terhadap status psikologis, emosional pasien dan resiko akan komplikasi.
2 Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan berdasarkan Standar Asuhan Keperawatan Indonesia (DPP PPNI, 2016) adalah sebagai berikut:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan, benda asing dalam jalan napas, efekt agen farmakologis (anestesi)
b. Ganguan ventilasi spontan berhubungan dengan ganguan metabolisme
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas, perubahan preload, dan perubahan preload d. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen oencedera fisik (prosedur operasi) f. Risiko perdarahan dibuktikan dengan tindakan pembedahan
g. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif
h. Risiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan prosedur pembedahan mayor i. Risiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan efek samping pembedahan.
3 Rencana Asuhan Keperawatan
Tabel 2. Rencana Asuhan Keperawatan Teori (SLKI, SIKI, 2018)
No Diagnosis Luaran Intervensi
1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
Bersihan jalan napas
Setelah dilakukan
Manajemen Jalan napas, tindakan Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
yang tertahan, benda asing dalam jalan napas, efekt agen farmakologis (anestesi)
………..maka
bersihan jalan napas meningkat, dengan kriteria hasil:
 Batuk efektif meningkat
 Produksi sputum menurun
 Mengi menurun
 Wheezing menurun
 Meconium (pada neonates)
menurun
 Dyspnea menurun
 Orthopnea menurun
 Sulit bicara menurun
 Sianosis menurun
 Gelisah menurun
 Frekuensi napas membaik
 Pola napas membaik
usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum (jumlah warna, aroma) Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal
 Posisikan semi-fowler atau fowler
 Berikan minuman hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan pengisapan lender kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum pengisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu Edukasi
 Anjurkan asupan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2 Ganguan ventilasi spontan
berhubungan dengan ganguan metabolisme
Gangguan Ventilasi Spontan
Setelah dilakukan intervensi selama
………..maka Ventilasi spontan meningkat dengan
Dukungan Ventilasi, tindakan Observasi
 Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
 Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernafasan
 Monitor status respirasi dan oksigenasi (frekuensi dan kedalaman nafas, penggunaan
kriteria hasil:
 Volume tidal meningkat
 Dispnea menurun
 Penggunaan otot bantu nafas menurun
 Gelisahmenurun
 PCO2 membaik
 PO2 membaik
 Saturasi O2
membaik
 Takikardia membaik
otot bantu nafas, bunyi nafas tambahan, saturasi oksigen)
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Berikan posisi semi fowler atau fowler
 Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
 Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (nasal kanul, masker wajah, masker rebreathing atau non rebreathing
 Gunakan bag-valve mask jika perlu Edukasi
 Ajarkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam
 Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
 Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian brokhodilator,jika perlu
Pemantauan Respirasi, tindakan Observasi
 Monitor frekuensi,irama, kedalaman dan upaya nafas
 Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,cheyne- stokes,biot, ataksik)
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan nafas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi nafas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray thoraks Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan irama jantung, perubahan
frekuensi jantung, perubahan
kontraktilitas, perubahan preload, dan perubahan afterload
Curah jantung Setelah dilakukan intervensi selama
……….maka curah jantung meningkat, dengan kriteria hasil:
 kekuatan nadi perifer meingkat
 EF meningkat
 Palpitasi menurun
 Bradikardi menurun
 Takikardi menurun
 Gambaran EKG aritmia menurun
 Lelah menurun
 Edeman menurun
 Distensi vena jugularis
Perawatan Jantung, Tindakan:
Observasi
 Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea, PND, peningkatan CVP)
 Identifikasi tanda/gejala sekunder (penigkatan BB, hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
 Monitor tekanan darah
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada
 Monitor EKG 12 sadapan
 Monitor aritmia
 Monitor nilai laboratorium jantung
 Monitor fungsi alat pacu jantung
 Periksa TD dan nadi sebelum dan sesudah aktivitas
 Periksa TD dan nadi sebelum dan sesudah pemberian obat
menurun
 Dyspnea menurun
 Pucat/sianosis menurun
 Ortopnea menurun
 Batuk menurun
 Bungi jantung S3 menurun
 Bunyi jantung S4 menurun
 Tekanan darah membaik
 Pulmonary vascular
resistance (PVR) membaik
 CRT membaik
Terapeutik
 Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai
 Gunakan stocking elastis atau pneumatic intermiten, sesuai indikasi
 Fasilitas pasien dan keluara untuk modifikasi gaya hidup
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress
 Berikan dukungan emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi >94%
Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur BB harian
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi jantung
4 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan
Luaran Utama Perfusi perifer Setelah dilakukan inte rvensi selama ………
… maka kekuatan na di perifer dan pengisi an kapiler meningkat dengan kriteria hasil :
Manajemen perawatan sirkulasi Observasi
 Periksa sirkulasi perifer
 Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
 Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
 Hindari pemasangan infus atau pengambilan
 Menurun
 Cukup menurun
 Sedang
 Cukup meningkat
 Meningkat
darah di area keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah pada ektremitas dengan keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan turniquet pada area yang cedera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan hidrasi Edukasi
 Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
 Anjurkan program rehabilitasi vaskular
 Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasiInformasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa).
5 Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan risistensi insulin
Kestabilan kadar glukosa darah Setelah dilakukan intervensi selama
………..maka kestabilan kadar glukosa darah meningkat, dengan kriteria hasil:
 Koordinasi meningkat
 Mengantuk menurun
 Pusing menurun
 Lelah lesu
Manajemen hyperglikemia, tindakan Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
 Identifikasi situasi yang meneyebabkan kebutuhan insulin meningkat
 Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
 Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis;
poliuri, polidipsi, polifagi, kelemahan, malaise, mata kabur)
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, elektrolit, TD ortostatik dan frekuensi nadi Terapeutik
 Berikan asupan cairan oral
menurun
 Keluhan lapar menurun
 Kadar glukosa darah membaik
 Kasadaran meningkat
 Gemetar menurun
 Berkeringat menurun
 Mulut kering menurun
 Rasa haus menurun
 Perilaku aneh menurun
 Kesulitan bicara menurun
 Kadar glukosa dalam urine mambaik
 Palpitasi membaik
 Perilaku membaik
 Jumlah urine membaik
 Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk
 Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi
 Anjurkan menghindari olah raga saat kadar glukosa darah >250 mg/dl
 Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
 Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olah raga
 Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu
 Ajarkan pengelolaan diabetes (mis;
penggunaan insulin, obat oral, monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan profesional kesehatan)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
Manajemen hipoglikemia, tindakan Observasi
 Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
 Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
Terapeutik
 Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
 Berikan glukagon, jika perlu
 Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Pertahankan akses IV, jika perlu
 Hubungi layanan medis darurat, jika perlu Edukasi
 Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat
 Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
 Anjurkan monotor kadar glukosa darah
 Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes tentang program pengobatan
 Jelaskan interaksi antara diet, insulin/ agen oraldan olah raga
 Ajarkan pengelolaan hipoglikemia (mis;
tanda/gejala, faktor risiko dan pengobatan hipoglikemia)
 Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah hipoglikemia (mis;mengurangi insulin/ agen obat oral dan/ atau meningkatkan asupan makanan untuk berolah raga
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu
 Kolaborasi pemberian glukagon, jika perlu
6 Nyeri akut
berhubungan
dengan agen
oencedera fisik (prosedur operasi)
Tingkat Nyeri Setelah dilakukan intervensi selama
………..maka tingkat nyeri menurun, dengan kriteria hasil:
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun
Manajemen Nyeri, tindakan Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifkasi respon nyeri nonverbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Sikap protektif menurun
 Gelisah menurun
 Kesulitan tidur menurun
 Frekuensi nadi membaik
 Menarik diri menurun
 Berfokus pada diri sendiri menurun
 Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri untuk pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Pemberian Analgetik, tindakan Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgetik dengan keparahan nyeri
 Monitor efektifitas analgetik Terapeutik
 Diskusikan jenis analgetik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal
 Pertimbangakan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid
 Tetapkan target efektifitas analgetik
 Dokumentasikan respons terhadap efek analgesikdan efeknya
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgetik, jika perlu
7 Risiko perdarahan dibuktikan dengan tindakan
pembedahan
Tingkat Perdarahan Setelah di lakukan intervensi selama
……… maka risiko perdarahan
menurun dengan kriteria hasil:
 Kelembaban membrane mukosa meningkat
 Kelembaban kulit meningkat
 Kognitif meningkat
 Hemoptisis menurun
 Haematomisis menurun
 Frekuensi nadi membaik
 Haematuria menurun
 Pendarahan anus menurun
 Disternsi abdomen
Manajemen Perdarahan, tindakan Observasi
 Identifikasi penyebab perdarahan
 Periksa adanya
darah,muntah,sputum,feces,urine,pengeluaran NGT dan drainase luka,jika perlu
 Periksa ukuran dan karateritik hematoma, jika ada
 Monitor terjadinya perdarahan (sifat dan jumlah)
 Monitor nilai memglobin dan hematokrit sebelum dan setelah kehilangan darah
 Monitor tekanan darah dan parameter haemodinamic (tekanan vena central dan tekanan baji kapiler atau arteri pulmonal), jika ada
 Monitor intake dan out put cairan
 Monitor coagulasi darah (protarombin time (PT), Partial tromboblastin time (PTT), fibrinogen, degradasi, fibrin, dan jumlah trombosit) jika ada
 Monitor delivery oksigen jaringan (mis.
PaO2, SaO2, haemoglobin dan curah jantung)
 Monitor tanda dan gejala perdarahan masif Terapeutik
 Istirahatkan area yang mengalami perdarahan
 Berikan kompres dingin jika perlu
menurun
 Perdarahan vagina menurun
 Perdarahn pasca operasi menurun
 Hemoglobin membaik
 Hematoktrit membaik
 Lakukan penekanan atau balut tekan, jika perlu
 Tinggikan eksremitas yang mengalami perdarahan
 Pertahankan akses IV (intra vena) Edukasi
 Jelaskan tanda- tanda perdarahan
 Anjurkan melapor jika menemukan tanda- tanda perdarahan
 Anjurkan membatasi aktifitas Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian tranfusi darah, jika perlu
8 Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive
Tingkat infeksi Setelah dilakukan intervensi selama
……….. maka Tanda-tanda infeksi tidak terlihat dengan kriteria hasil:
 Demam berkurang
 Kemerahan berkurang
 Nyeri berkurang
 Kadar sel darah putih normal
 Nafsu makan meningkat
Pencegahan Infeksi, tindakan Observasi
 Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Terapeutik
 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
 Pertahankan teknik aseptic pada pasien resiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
9 Risiko
ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan prosedur pembedahan mayor
Keseimbangan cairan
Setelah dilakukan intervensi selama
………..maka keseimbangan cairan meningkat, dengan kriteria hasil:
 Asupan cairan meningkat
 Haluaran urine meningkat
 Kelembaban membran mukosa meningkat
 Edema menurun
 Dehidrasi menurun
 Tekanan darah membaik
 Denyut nadi radial membaik
 Tekanan arteri rata-rata membaik
 Membran mukosa membaik
Manajemen cairan, tindakan Observasi
 Monitor status hidrasi (mis; frekuensi nadi, kekuatan nada, akral, pengisian kapiler, keseimbangan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
 Monitor berat badan harian
 Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis; Ht, Na, K,Cl, BUN)
 Monitor status hemodinamik (mis; MAP, CVP, PAP, PCWP, jika tersedia)
Terapeutik
 Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam
 Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
 Berikan cairan intra vena, jika perlu Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
Pemantauan cairan, tindakan Observasi
 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
 Monitor frekuensi nafas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu pengisian kapiler, monitor elastisitas atau turgor kulit
 Mata cekung membaik
 Turgor kulit membaik
 Asites menurun
 Konfusi menurun
 Asupan makanan meningkat
 Berat badan
membaik
 Monitor jumlah warna dan berat jenis urine
 Monitor kadar albumin dan protein total
 Monitor hasil pemeriksaan serum (mis;
osmalaritas serum, Ht, Na, K, BUN)
 Monitor intake dan output cairan
 Identifikasi tanda-tanda hypovolemia (mis;
nadi; lemah , frekuensi meningkat, tekanan menyempit, TD menurun, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, vol. urine menurun, Ht meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine meningkat, BB menurun dalam waktu singkat)
 Identifikasi tanda-tanda hipervolemi
(mis,dispnea, edema perifer /anasarka, JVP/
CVP meningkat, refleks hepatojugular positif,BB menurun dalam waktu singkat)
 Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan cairan (mis; prosedur pembedahan mayor, trauma atau perdarahan, lukabakar, afaresis, obstruksi intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu 10 Risiko
ketidakseimbangan elektrolit
dibuktikan dengan
Keseimbangan cairan dan elektrolit
 Setelah dilakukan intervensi selama
Pemantauan elektrolit, tindakan Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
pembedahan ……….
 maka
keseimbangan cairan dan elektrolit meningkat, dengan kriteria hasil:
 Asupan cairan meningkat
 Haluaran urine meningkat
 Kelembaban mukosa meningkat
 Edema menurun
 Dehidrasi menurun
 Tekanan darah membaik
 Denyut nadi radial membaik
 MAP membaik
 Membran mukosa membaik
 Mata cekung membaik
 Turgor kulit membaik
 Serum natrium membaik
 Serum kalium membaik
 Monitor kadar elektrolit serum
 Monitor mual muntah dan diare serta kehilangan cairan
 Monitor tanda dan gejala hipokalemia (mis:
kelemahan otot,interval QT memanjang, gelombang T datar atau terbalik,depresi segmen ST, gelombang U , kelelahan, parastesia, penurunan reflek, anoreksia, konstipasi, motilitas usus menurun, pusing, depresi pernafasan).
 Monitor tanda dan gejala hiperkalemia (mis:
peka rangsangan, gelisah, mual, muntah, tachicardi mengarah ke bradikardi, fibrilasi /tachikardi ventrikel, gelombang T tinggi, gelombang P datar, kompleks QRS tumpul, blok jantung mengarah ke asistole)
 Monitor tanda dan gejala hiponatremia (mis:
disorientasi, otot berkedut, sakit kepala, membran mukosa kering, hipotensi postural, kejang, letargi, penurunan kesadaran)
 Monitor tanda dan gejala hipernatremi (mis:
haus, demam, mual, muntah, gelisah, peka rangsang, membran mukosa kering,
tachikardi, hipotensi, letargi, konfusi, kejang)
 Monitor tanda dan gejala hipocalasemia (mis: peka rangsang, tanda Chvostek (spasme otot wajah) , tanda Trousseau (spasme karpal), kram otot, interval QT memanjang ).
 Monitor tanda dan gejala hipercalsemia (mis: nyeri tulang, haus, anoreksia, letargi, kelemahan otot, segmen QT
memendek,gelombang T lebar, komplek QRS lebar, interval PR memanjang).
 Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia
 Serum klorida membaik
 Asupan makanan meningkat
 Asites menurun
 Berat badan membaik
 Serum calsium mambaik
 Serum magnesium membaik
 Serum fosfor membaik
(mis: depresi pernafasan, apatis, tanda Chvostek, tanda Trousseau, konfusi dan distrikmia).
 Monitor tanda dan gejala hipermagnesemia (mis:kelemahan otot, hiporeflek, bradikardi, depresi SSP, letargi, koma, depresi).
Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien.
 Dokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan
Manajemen Elektrolit, tindakan Observasi:
 Monitor efek samping pemberian suplement elektrolit
Terapeutik:
 Berikan cairan , jika perlu
 Berikan diet yang tepat (mis: tinggi kalium rendah natrium)
 Anjurkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diet ,jika perlu
 Pasang akses intra vema, jika perlu Edukasi :
 Jelaskan jenis , penyebab dan penanganan ketidakseimbangan elektrolit.
Kolaborasi :
 Kolaborasi dalam pemberian suplement elektrolit (mis: oral, NGT, IV)