• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebakaran hutan merupakan suatu ancaman bencana yang dapat merugikan banyak pihak dan berpotensi terhadap kematian yang cukup besar sehingga memerlukan perhatian akan keselamatan masyarakat. Namun sampai saat ini penanganan terhadap kebakaran hutan di indonesia masih memiliki berbagai kendala yang mengakibatkan kejadian kebakaran sering berakibat fatal dan berulang. Kerapnya terjadi kebakaran akhir-akhir ini juga dipicu oleh musim kering atau kemarau yang melanda daerah hutan tropis seperti di indonesia.

Sedangkan minimnya penanggulangan kebakaran itu sendiri disebabkan oleh banyak hal. Seperti terlambatnya mobil pemadam kebakaran ke tempat kejadian perkara (TKP), terbatasnya mobil pemadam kebakaran, jauhnya sumber air, dan sulitnya akses ke tempat kejadian perkara atau lahan yang sulit dijangkau.

Di Riau sendiri sejak Januari 2019 hutan dan lahan yang terbakar seluas 6.425 hektar. Jika melihat sejarah karhutla di Riau, pada tahun 2014 silam, wilayah ini pernah berasap hingga ke negara tetangga. BNPB mencatatkan dari 286 titik api di Sumatera, 160 diantaranya ada di Riau. Kebakaran hutan hebat lainnya juga terjadi di Kalimantan Tengah pada tahun 2015, BNPB menemukan sekitar 196.987 hektar luas lahan gambut yang terbakar, lalu untuk lahan non- gambut seluas 133.876 hektar.(www.gapki.id)

Dengan perkembangan teknologi saat ini UAV (Unmanned Aerial Vehicles) atau mesin terbang tanpa awak menyerupai pesawat yang dikontrol melalui kendali jarak jauh atau autopilot saat ini mulai populer untuk pengguna secara umum dan luas. Teknologi multi-tasking yang awalnya digunakan hanya untuk kepentingan di bidang militer, kini mulai dilirik untuk fungsi-fungsi lain.

Fungsi istimewa yang dimiliki pesawat tanpa awak menyebabkan penggunaannya mulai melebar ke bidang fotografi udara, jurnalisme, hingga riset. Untuk kelas

(2)

2 fotografi udara juga sudah sangat beragam jenisnya, mulai pengambilan video dan foto, monitoring, hingga penggunaan untuk sistem informasi geografis (SIG).(Syaifudin anshori, 2016).

Sistem navigasi pada pengoprasian pesawat tanpa awak (mikro UAV) saat ini terdapat 2 cara yaitu dengan cara pandangan manual (line of sight) dan system autopilot. Metode line of shight adalah metode navigasi pesawat dimana pengendali pesawat dapat melakukan kedali dengan mata telanjang. Sistem navigasi line of shight memiliki kelemahan jangkauan pesawat tanpa awak hanya radius 200 meter karena keterbatasan penglihata dari pengendali. Metode autopilot adalah metode pengendalipesawat dengan algoritma lock position and homing. System autopilot bekerja dengan cara mencari koordinat posisi yang dituju kemudian kembali ke lokasi awal. untuk mengembangkan sistem tersebut.

Salah satunya adalah dengan menggunakan teknologi GPS (global positioning system) sebuah pesawat tanpa awak diharapkan mampu mempertahankan posisi pada koordinat yang ditentukan, sehingga dengan adanya teknologi tersebut UAV dapat diimplementasikan untuk berbagai bidang antara lain, inspeksi pada BTS, aerial photography, pemetaan, dan pemantauan udara.(agus basukesti, 2015).

Berdasarkan pemaparan diatas penulis memiliki sebuah gagasan tentang

“Implementasi Teknologi GPS Control dan Camera Stabilizer Pada Pesawat Tanpa Awak (UAV) Sebagai Pemantau Titik Api Kebakaran Hutan dan Lahan.”

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang ingin diselesaikan dalam Perancangan ini adalah:

a. Bagaimana penerapan GPS Control, Camera Stabilizer, sensor suhu dan sensor asap sebagai Alat pemantau kebakarran hutan dan lahan?

b. Bagaimana sistem kerja pesawat tanpa awak dalam memantau dan mendeteksi kebakaran hutan dan lahan?

1.3 Batasan Masalah

Untuk penulisan yang optimal, maka dibatasi pada masalah-masalah pokok bahasan dalam tugas akhir ini meliputi:

(3)

3 a. Hanya dapat terbang pada saat cuaca cerah pesawat ini tidak di rancang untuk terbang pada saat cuaca sedang hujan atau angin yang terlalu kencang.

b. Pesawat tanpa awak ini digunakan untuk memantau titik api kebakaran hutan dan lahan.

c. Jarak terbang tidak terlalu jauh.

1.4 Tujuan

Dari permasalahan tersebut, maka tujuan perancangan alat ini adalah:

a. Mengetahui kinerja pesawat tanpa awak (UAV) yang dilengkapi dengan Automatic Navigation GPS Control, Camera Stabilizer, sensor asap dan sensor suhu sebagai Alat pemantau dan pendeteksi kebakarran hutan dan lahan.

b. Dapat mengembangkan teknologi GPS dan Camera stabilizer pada pesawat tanpa awak (UAV) sebagai pemantau titik api kebakaran hutan dan lahan.

1.5 Manfaat

Manfaat yang didapat dari alat yang dirancang adalah:

a. Memperkaya pengetahuan penulis mengenai aspek-aspek yang harus dipahami untuk membuat sebuah pesawat tanpa awak (UAV).

b. Dapat dilanjutkan sebagai jurnal untuk penelitian ke depan.

c. Dapat mengaplikasikan kemampuan akademik terutama bidang mekatronika yang diperoleh untuk dikembangkan lebih lanjut.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tataran menilai kerugian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, khususnya kasus kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 di Kabupaten Sintang

Dalam tataran menilai kerugian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, khususnya kasus kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 di Kabupaten Sintang

Diketahuinya potensi dan daya serap karbón dari tipe vegetasi (hutan sekunder setelah 10 tahun terbakar) khususnya pohon pada lahan gambut setelah 10 tahun terbakar.. gambut setelah

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kejadian kebakaran hutan dan lahan pada berbagai tipe tutupan lahan di Kalimantan Barat dan menduga luas area terbakar dari titik

Pemberitaan media mengenai kebakaran hutan dan lahan gambut dapat membawa pengaruh pada pandangan serta perilaku kita terhadap alam dan isu- isu lingkungan namun pemberitaan yang

Sampai dengan tahun lalu area yang terbakar di Hutan Lindung Gambut Londerang ini telah mencapai 6.000 hektar.. Berikut ini gambaran titik

Titik Batas Turunnya Permukaan Air Water Table level pada Lahan Gambut Bekas Kebakaran dan Tidak Terbakar Berdasarkan tabel 1 dapat dikethui bahwa hutan gambut bekas

Berdasarkan buku BNPB, peta risiko bencana kebakaran hutan dan lahan menunjukkan bahwa karhutla didominasi di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, dan Selatan Pulau Papua tepatnya di