• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Method of Economic Valuation of Environmental Damage Caused by Land and Forest Fires (A Case Study in Sintang Regency, West Kalimantan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Method of Economic Valuation of Environmental Damage Caused by Land and Forest Fires (A Case Study in Sintang Regency, West Kalimantan)"

Copied!
279
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENILAIAN EKONOMI KERUSAKAN LINGKUNGAN

AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

(Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat)

Lukman Yunus

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

LUKMAN YUNUS. Metode Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat). Dibimbing oleh BUNASOR SANIM, F. GUNARWAN SURATMO, DUDUNG DARUSMAN, dan HARRY SANTOSO.

Kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali menyebabkan kerugian lingkungan yang sangat besar baik ditinjau dari aspek ekonomi, ekologi dan politis. Tujuan utama dari penelitian adalah menyusun dan mengevaluasi metode penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan. Lokasi penelitian meliputi Taman Nasional Bukit Baka (230 ha), TWA Baning (59,5 ha), HTI Finantara Intiga (15 ha), HTI Inhutani III (12.452 ha), Perkebunan TCSDP Nanga Pinoh (76 ha) dan Lahan Perkebunan Masyarakat (91,20 ha) dengan sampel penelitian seluas 42 ha serta jumlah responden 250 orang. Analisis data menggunakan pendekatan harga pasar, produktivitas, harga bayangan, biaya ganti, kehilangan pendapatan, biaya kesehatan, transfer benefit, contingent valuation method, korelasi kanonik, model persamaan struktural serta analisis sistem.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak yang berbeda sehingga pilihan metode harus disesuaikan dengan kriteria dan tahapan penilaiannya. Total nilai ekonomi kerugian akibat kebakaran tahun 1997 sebesar Rp. 53,91 milyar dengan kerugian di lokasi sampel Rp. 175 juta atau rata-rata Rp. 4,17 juta/ha, dan meningkat 69,64% pada tahun 2003. Kerugian terbesar yaitu di kawasan hutan dengan fungsi konservasi dan pelestarian alam. Sementara berdasarkan manfaatnya, kerugian terbesar yaitu hilangnya manfaat langsung, karena belum semua manfaat tidak langsung ternilai dalam penelitian ini. Menurunnya kesehatan masyarakat merupakan kerugian terbesar dari dampak asap kebakaran hutan dan lahan. Namun dampak kebakaran tersebut belum sampai mengganggu hubungan kerjasama dengan negara lain, tetapi menimbulkan biaya transaksi. Faktor alami dan manusia secara

bersama-sama mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan, masing-masing sebesar

(3)

ABSTRACT

LUKMAN YUNUS. The Method of Economic Valuation of Environmental Damage Caused by Land and Forest Fires (A Case Study in Sintang Regency, West Kalimantan) under advisory of BUNASOR SANIM, F. GUNARWAN SURATMO, DUDUNG DARUSMAN, and HARRY SANTOSO.

Uncontrolled land and forest fires have caused an enormous environmental losses in terms of economical, ecological and political aspects. The main objective of this study is to formulate and evaluate the method of economic valuation of environmental damage caused by land and forest fires. The study was conducted in the National Park of Bukit Baka (230 ha), Natural Recreation Park of Baning (59.5 ha), Industrial Forest Plantation of Finantara Intiga (15 ha), Industrial Forest Plantation of Inhutani III (12,452 ha), TCSDP Plantation of Nanga Pinoh (76 ha) and community plantation (91.20 ha) with the sample of 42 ha and 250 respondents. The data analysis used were the approach of market price, productivity, shadow price, replacement cost, income losses, health costs, transfer benefit, contingent valuation method, canonical correlation, structural equation model and system analyses.

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :

Metode Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat)

adalah gagasan hasil penelitian saya sendiri dengan dibimbing oleh komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2005

(5)

METODE PENILAIAN EKONOMI KERUSAKAN LINGKUNGAN

AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

(Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat)

Lukman Yunus

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Disertasi : Metode Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat)

Nama : Lukman Yunus Nomor Pokok : 975044

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. F. Gunarwan Suratmo, MF Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA

Anggota Anggota

Dr. Ir. Harry Santoso

Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 September 1966 di Kendari-Sulawesi Tenggara. Anak kedua dari empat bersaudara, anak dari keluarga Muhammad Amir Yunus (alm) dan Saminah (alm).

Penulis masuk menjadi mahasiswa Universitas Haluoleo pada tahun 1985 lewat jalur UMPTN dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian tahun 1991. Pada tahun 1994 mengikuti Program Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) IPB, lulus tahun 1997, dan dilanjutkan dengan mengikuti Program Pascasarjana S-3 di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL).

(8)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas kesempatan dan rahmat yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan Disertasi, yang merupakan syarat untuk mencapai gelar Doktor dalam bidang Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan menyusun dan mengevaluasi metode penilaian kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan yang diketahui memberikan dampak yang sangat luas terhadap sumberdaya alam dan lingkungan. Kerugian yang ditimbulkan berpengaruh terhadap keberadaan sumberdaya hutan dan lahan serta terhadap kehidupan manusia. Namun, penilaian kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan masih sangat terbatas dan bervariasi menurut metode penilaian, waktu dan lokasi kebakaran. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan metode penilaian ekonomi yang tepat dalam menghitung kerugian akibat kebakaran, dengan mengambil kasus kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat.

Penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof Dr Ir. Bunasor Sanim, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing, dan kepada anggota komisi pembimbing Bapak Prof Dr Ir. F. Gunarwan Suratmo, MF., Bapak Prof Dr Ir. Dudung Darusman, MA dan Bapak Dr Ir. Harry Santoso yang telah berkenan membimbing dan memberikan arahan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan Disertasi. Tanpa bimbingan, arahan dan kesabaran dari beliau-beliau, kiranya sangat sulit untuk menyelesaikan penulisan Disertasi ini.

Terimakasih dan penghargaan juga kami sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Boen Purnama, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo atas kesediaan untuk menjadi penguji luar komisi di Ujian Terbuka, serta kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi pada Ujian Tertutup. Teriring pula ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua Program Studi PSL dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB.

Kepada teman-teman di Yasmin Tulanyo yang juga sekaligus saudara saya: Martin, Benny, Endang, Yunus, Dadang, Candra, Iswandi, Philip, Nurdin, dan Odho, ijinkan saya menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya atas dukungan, kerjasama dan diskusi yang telah kita lakukan. Khusus kepada Dadang, Yunus, Tajuddin, Eka Saputra, dan Herkulana Mekaryani, terimakasih atas kesediaan membantu dan bekerjasama selama pelaksanaan penelitian. Terimakasih juga disampaikan kepada Geng Fahutan (Tutut, Hernios, Ricky, Rahmat, Agus Kartono, dan Nandi) yang sering mengingatkan untuk menyelesaikan penulisan Disertasi.

Kepada keluarga besar Bapak Razak Porosi, keluarga Kakanda Amran Yunus, Adinda Yuliati dan Adit, Adinda Rahmat dan Adinda Reni Rosmini serta Tante Sitiara, terimakasih yang tak terhingga atas doa dan bantuannya baik moral maupun materil selama melaksanakan pendidikan. Terimakasih juga disampaikan kepada keluarga besar Anggoeya dan Kolono atas dukungannya.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih harus dikaji terus untuk memperkaya khasanah keilmuan, oleh sebab itu, adanya urun pendapat dan sumbang saran untuk melengkapinya, penulis menyampaikan terimakasih banyak.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ………. i

DAFTAR ISI ……….… ii

DAFTAR TABEL ……….… v

DAFTAR GAMBAR ……….… vii

DAFTAR LAMPIRAN ……….… ix

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………...……... 1

1.2. Tujuan Penelitian ………...……... 3

1.3. Kerangka Berpikir ………...……... 3

1.4. Perumusan Masalah ………...……... 7

1.5. Manfaat Penelitian ………...……... 10

1.6. Novelty (Kebaruan) ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebakaran Hutan ………... 12

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan …...……... 14

2.3 Dampak Kebakaran Hutan ……… 17

2.4. Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan …...………... 19

2.5. Analisis Korelasi Kanonik ………...……… 26

2.6. Model Persamaan Struktural………...……… 28

2.7. Analisis Sistem dan Permodelan .……… 29

2.8. Hasil Penelitian Terdahulu ………...……….... 31

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 34

3.2. Identifikasi dan Inventarisasi Areal Yang Terbakar …………..….. 37

3.3. Pengukuran Vegetasi dan Pendugaan Populasi Satwa …………..….. 38

3.4. Teknik Penentuan Populasi dan Responden ……… 41

3.5. Jenis Data, Cara Pengumpulan dan Sumber Data ………...……… 45

3.5.1. Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan ... 45

3.5.2. Kerugian Ekonomi Sumberdaya Hutan ...…... 46

(10)

3.5.4. Biaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan ... 49

3.5.5. Kerugian Ekonomi Kerusakan Tanaman Perkebunan dan Pertanian ... 50

3.5.6. Kerugian Ekonomi Akibat Asap Kebakaran Hutan dan Lahan ... 50

3.6. Batasan Unit Analisis ………... 52

3.7. Analisa Data ………...…... 54

3.7.1. Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan ... 54

3.7.2. Total Nilai Ekonomi Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan …… 58

3.7.3. Penyusunan Model Pendugaan Kebakaran Hutan dan Lahan ... 82

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya ………... 84

4.2. Taman Wisata Alam Baning ... 87

4.3. HTI PT Finantara Intiga ……… 91

4.4. HTI PT Inhutani III Sintang ……….. 93

4.5. Perkebunan Karet Proyek TCSDP Sintang Nanga Pinoh ……… 97

4.6. Lahan Perkebunan Karet Masyarakat ……… 98

4.7. Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ……… 100

4.8. Profil Kesehatan Kabupaten Sintang ……… 101

4.9. Profil Demografi Kabupaten Sintang ……… 104

4.10. Profil Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan ………... 105

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penilaian Kerugian Ekonomi Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan .... 108

5.1.1. Penilaian Kerugian Kayu Bakar ...……...………... 108

5.1.2. Penilaian Kerugian Kayu, Tanaman Perkebunan dan Hasil Ikutannya ... 114

5.1.3. Metode Penilaian Sumberdaya Hutan Non Kayu ... 120

5.1.4. Metode Penilaian Kerugian Ekonomi Wisata Alam ... 124

5.1.5. Metode Penilaian Kerugian Hilangnya Fungsi Pengatur Tata Air ... 127

5.1.6. Pengaruh Kebakaran Hutan dan Lahan Terhadap Erosi Tanah 133 5.1.7. Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pelepasan Karbon Ke Udara .. 136

5.1.8. Penilaian Kerugian Keanekaragaman Hayati serta Habitat Sumberdaya Hutan dan Lahan ……….………... 141

(11)

5.3 Penilaian Kerugian Ekonomi Akibat Asap Kebakaran ……….. 169

5.3.1. Dampak Kesehatan Masyarakat ... 169

5.3.2. Dampak Penduduk Tidak Masuk Kerja ... 172

5.3.3. Gangguan Transportasi ... 175

5.3.4. Penurunan Penghuni Hotel dan Penginapan... 180

5.3.5. Penilaian Penurunan Produktivitas Tanaman Pertanian ... 182

5.3.6. Total Kerugian Dampak Asap Kebakaran Hutan dan Lahan ... 185

5.4. Evaluasi Metode Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan ... 188

5.5. Total Nilai Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan ... 199

5.5.1. Nilai Kerugian Ekonomi Menurut Fungsi Hutan dan Lahan …. 199 5.5.2. Total Nilai Ekonomi Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan ... 202

5.6. Dampak Politis Kebakaran Hutan dan Lahan …...……... 210

5.7. Faktor-faktor Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan …...……... 215

5.7.1. Faktor-faktor Alami ………... 215

5.7.2. Faktor Manusia ...………... 219

5.7.3. Korelasi Faktor Alami dan Manusia Terhadap Kebakaran Hutan ... 227

5.8. Simulasi Model Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang ... 234

5.8.1. Periode Waktu dan Asumsi Model ... 234

5.8.2. Model Kebakaran Hutan dan Lahan ... 236

5.8.3. Simulasi Model Kebakaran Hutan dan Lahan …………... 240

5.8.4. Validasi dan Sensitivitas Model Kebakaran Hutan dan Lahan ... 241

5.8.5. Simulasi Model Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan ........ 247

VI. KESIMPULAN dan SARAN 6.1. Kesimpulan ... 252

6.2. Saran ... 254

DAFTAR PUSTAKA ……….. 256

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1 Matriks Data Analisis Korelasi Kanonik ..………... 27

2 Lokasi Penelitian Kebakaran Hutan dan Lahan Menurut Tapak Areal

Terbakar Tahun 1997 di Kabupaten Sintang………. 36

3 Blok dan Petak Contoh Areal Terbakar ………....………... 39

4 Populasi dan Responden Penelitian………. 42

5 Komponen Pembentuk Peubah Laten Bebas Faktor Alami dan Manusia

serta Peubah Laten Tak Bebas Luas Kebakaran Hutan dan Lahan ………… 57

6 Stratifikasi Vegetasi Dominan Menurut Jumlah Individu dan INP perhektar

pada Areal Terbakar di Taman Nasional Bukit Baka... 85

7 Potensi Flora Fauna Perhektar pada Areal Terbakar di Taman Nasional

Bukit Baka………... 87

8 Stratifikasi Vegetasi Dominan Menurut Jumlah Individu dan INP

perhektar pada Areal Terbakar di Hutan Wisata Baning ... 89

9 Potensi Flora Fauna Perhektar pada Areal Terbakar di Taman Wisata Alam

Baning ... 91

10 Rekapitulasi Tanaman HTI yang Terbakar di PT Inhutani III Sintang …... 96

11 Luas Areal, Jenis Tanaman dan Produksi Karet Peserta Proyek TCSDP

pada Areal Terbakar Tahun 1997 ...…... 98

12 Luas Lahan, Jumlah Petani, Jenis dan Umur Tanaman pada Areal

Perkebunan Karet Rakyat yang Terbakar Tahun 1997...…... 99

13 Penanaman Kembali Tanaman Karet Pada Lahan Masyarakat……... 99

14 Hasil Survey Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap Kesehatan

Masyarakat yang Berobat ke Rumah Sakit atau Puskesmas (Dirawat dan

menginap) ………. 102

15 Hasil Survey Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap Kesehatan

Masyarakat yang Berobat ke Rumah Sakit atau Puskesmas (Tidak

menginap dan Beli Obat Sendiri)………... 103

16 Penduduk Lima Kecamatan di Kabupaten Sintang Tahun 1997 ... 104

17 Keragaan Pendidikan Responden Pada Lima Kecamatan di Kab. Sintang … 106

18 Kebutuhan Bahan Bakar Rumah Tangga pada Desa Sampel ……... 109

19 Perbandingan Metode Penilaian Ekonomi Dampak Kebakaran Hutan dan

Lahan pada Kehilangan Kayu Bakar di Kab. Sintang, Tahun 1997 & 2003. 112

20 Nilai Kerugian Kayu dan Tanaman Perkebunan Menurut Penilaian di

Areal Terbakar Kabupaten Sintang, Tahun 1997……... 115

21 Perbandingan Metode Penilaian Ekonomi Dampak Kebakaran Hutan dan

Lahan pada Kehilangan Flora Fauna di Kabupaten Sintang 1997 dan 2003 122

22 Jumlah Pengunjung dan Biaya Pengeluaran Wisata ke TWA Baning dan

(13)

23 Kerugian Ekonomi Kebakaran Lahan Terhadap Hilangnya Fungsi Pengatur

Tata Air di TNBB dan TWA Baning ... 129

24 Nilai Kerugian Ekonomi Erosi Tanah Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang ………... 134

25 Nilai Kerugian Ekonomi Hilangnya Fungsi Penyerapan Karbon dari Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang ………. 138

26 Kerugian Ekonomi Berdasarkan Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Keanekaragaman Hayati dan Habitat TNBB...…... 143

27 Kerugian Ekonomi Berdasarkan Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Keanekaragaman Hayati dan Habitat TWA Baning...…... 149

28 Kerugian Ekonomi Berdasarkan Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Keanekaragaman Hayati dan Habitat di Inhutani III...……... 154

29 Kerugian Ekonomi Berdasarkan Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Keanekaragaman Hayati dan Habitat HTI Finantara Intiga …………... 159

30 Biaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan ………... 164

31 Nilai Kerugian Kesehatan Masyarakat Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang 1997 ……….………... 171

32 Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Tidak Kerja Akibat Asap Kebakaran Hutan di Kabupaten Sintang 1997 ...……... ... ... 174

33 Kerugian Angkutan Darat Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan 1997 ... 176

34 Kerugian Angkutan Air Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan 1997 …... 177

35 Kerugian Angkutan Udara Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan... 179

36 Perhitungan Kerugian Ekonomi Penurunan Tingkat Hunian Hotel / Penginapan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan 1997 ………... 181

37 Nilai Kerugian Penurunan Produktivitas Tanaman Pangan Akibat Dampak AsapKebakaran Hutan dan Lahan Tahun 1997 ………... 184

38 Total Kerugian Ekonomi Dampak Asap Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang (Periode Agustus-Desember 1997)…... 186

39 Total Nilai Ekonomi Kerugian Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang tahun 1997 (12.923,82 ha) ………... 204

40 Pola Pembukaan Lahan Masyarakat di Kecamatan Sampel... 220

41 Korelasi Kanonik Antara Faktor Sosial Ekonomi (Manusia) dengan Faktor Alami Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang 1997 228 42 Faktor Muatan (loading factor) dan Nilai-t Model Persamaan Struktural Kebakaran Hutan dan Lahan ... 232

43 Dekomposisi Pengaruh Langsung, Tak Langsung dan Total untuk Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan ... 234

44 Uji Validasi Model Nilai Tengah Antara Data Pengamatan dan Hasil Simulasi ... 242

45 Uji Sensitivitas Model Berdasarkan Perubahan Hot Spot, Kebakaran Tahunan dan TEV Kebakaran Hutan dan Lahan ... 245

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1 Kerangka Berpikir Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat

Kebakaran Hutan dan Lahan ...

6

2 Kategori Nilai Ekonomi Total Sumberdaya Hutan ………...……….. 23

3 Peta Kabupaten Sintang dan Lokasi Penelitian ………... 35

4 Desain Jalur Analisis Vegetasi ...………... 39

5 Kerangka Sampel (Sampling Frame)...………... 43

6 Tahapan Analisis Data Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan .………... 55

7 Model Struktural Kebakaran Hutan dan Lahan .………... 57

8 Diagram Alir Model Konseptual Hubungan Sebab Akibat Kerusakan Lingkungan dengan Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang ... 83

9 Peta Lokasi Kebakaran di TNBB ………... 86

10 Peta Lokasi Kebakaran di TWA Baning………….……….…….. 90

11 Peta Kebakaran HTI Finantara Intiga ………... 92

12 Peta Kebakaran HTI Inhutani III………..………... 95

13 Luas Areal Komoditas Pertanian tahun 1993-1997 …... 100

14 Produksi Komoditas Pertanian tahun 1993-1997……….. 101

15 Kurva Permintaan Masyarakat terhadap Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Flora Fauna dan Habitat di TNBB, tahun 1997 (a) dan tahun 2003 (b) ... 148

16 Kurva Permintaan Masyarakat terhadap Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Flora Fauna dan Habitat di TWA Baning, tahun 1997 (a) dan tahun 2003 (b) ………... 153

17 Kurva Permintaan Masyarakat terhadap Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Flora Fauna dan Habitat HTI Inhutani III, tahun 1997 (a) dan tahun 2003 (b) ………... 158

18 Kurva Permintaan Masyarakat terhadap Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Flora Fauna dan Habitat di HTI Finantara Intiga, tahun 1997 (a) dan tahun 2003 (b)....…... 163

19 Perbandingan Biaya Mitigasi perhektar Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang Tahun 1997 ………... 166

20 Hubungan Antara Biaya Mitigasi perhektar dengan Areal Terbakar, (a) nilai tahun 1997 dan (b) nilai tahun 2003 ... …………... 167

21 Perbandingan Persentase Kerugian Ekonomi Menurut Fungsi Kawasan dengan Luas Areal Kebakarannya ...…………... 200

22 Perbandingan Nilai Kerugian Ekonomi Kebakaran Perhektar Menurut Fungsi Hutan dan Lahan ...…………... 201

(15)

24 Keterkaitan Luas Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan dengan Kehilangan Manfaat Biaya Transaksi dan Gangguan Kerjasama

Internasional (hipotetis) ……… 213

25 Perbandingan Curah Hujan dan Hari Hujan di Sintang dan Nanga Pinoh

(1994-1997)... 216

26 Suhu Udara Rata-rata di Kecamatan Sintang dan Nanga Pinoh tahun

1994-1997... 217

27 Kelembaban Nisbi di Kecamatan Sintang dan Nanga Pinoh Tahun

1994-1997... 218

28 Kecepatan Angin di Kecamatan Sintang dan Nanga Pinoh tahun

1994-1997... 218

29 Koefisien Lintas Model Pendugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kebakaran Hutan dan Lahan ... 231 30 Model Struktural Kebakaran Hutan dan Lahan ... 233 31 Model Simulasi Kebakaran Hutan dan Lahan ... 238

32 Kebakaran Tahunan, Curah Hujan, Hot Spot dan TEV Kebakaran Hutan

dan Lahan (Kondisi Aktual) ………... 240

33 Uji Normalitas Residual Variabel Regresi Kebakaran Hutan

dan Nilai Kerugian Ekonomi ………... 243

34 Luas Areal Terbakar, Curah Hujan, Hot Spot dan TEV Kebakaran Hutan

dan Lahan (Skenario Pesimis) ………... 248

35 Luas Areal Terbakar, Curah Hujan, Hot Spot dan TEV Kebakaran Hutan

dan Lahan (Skenario Moderat) ………...……... 249

36 Luas Areal Terbakar, Curah Hujan, Hot Spot dan TEV Kebakaran Hutan

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

1 Analisis Regresi Kesediaan Membayar Responden Terhadap TNBK dan

TWA Baning Sebagai Pengendali Banjir .…… ……… 263

2 Pendugaan Erosi Tanah Sebelum dan Setelah Kebakaran Hutan dan Lahan

Tahun 1977 ...……….. 264

3 Proporsi Kehilangan Unsur Hara Berdasarkan Tingkat Erosi per hektar

Sebelum dan Setalah Kebakaran (harga tahun 1997 dan tahun 2003) ... 265

4 Pendugaan Biomas dan Karbon di Areal TNBK (230 ha) ………….. …... 266

5 Pendugaan Biomas dan Karbon di Areal HW Baning (59,5 ha) …………. 268

6 Pendugaan Biomas dan Karbon di Areal Terbakar HTI Inhutani III

(12.452 ha) ……….. …... 269

7 Pendugaan Biomas dan Karbon di Areal Terbakar Finantara Intiga (15 ha) 270

8 Pendugaan Biomas dan Karbon di Areal Kebakaran TCSDP tahun 1997 .. 271

9 Pendugaan Biomas dan Kandungan Karbon Tanaman Karet dan Sawit di

Areal Kebakaran Lahan Masyarakat tahun 1997 ……… 272

10 Analisis Regresi Kesediaan membayar Responden Manfaat Nilai Pilihan,

Warisan dan Keberadaan TNBB …………..……….. 273

11 Analisis Regresi Kesediaan membayar Responden Manfaat Nilai Pilihan,

Warisan dan Keberadaan TWA Baning …………..……….. 275

12 Analisis Regresi Kesediaan membayar Responden Manfaat Nilai Pilihan,

Warisan dan Keberadaan HTI Inhutani III…………..……… 277

13 Analisis Regresi Kesediaan membayar Responden Manfaat Nilai Pilihan,

Warisan dan Keberadaan HTI Finantara Intiga ………. 279

14 Rekapitulasi Biaya Pengendalian (Mitigasi) Kebakaran Hutan dan Lahan

di Kabupaten Sintang Periode Agustus – Desember 1997 (atas dasar harga tahun 1997 dan 2003) ... …………... 281

15 Analisis Regresi dan Korelasi Antara Biaya Mitigasi dengan Luas Areal

yang Terbakar ... ……….….. 282

16 Nilai Kerugian Kesehatan Masyarakat Akibat Kebakaran Hutan dan

Lahan di Kecamatan Sampel, 1997 ...………..………... 283

17 Total Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Kebakaran Sumberdaya Hutan dan

(17)

18 Total Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Kebakaran Sumberdaya Hutan dan Lahan seluas 12.923,82 ha di Kabupaten Sintang tahun 1997 (atas dasar nilai tahun 2003) ...………….. 285

19 Faktor-faktor Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten

Sintang Tahun 1997 ……….. 286

20 Hasil Analisis Korelasi Kanonik dan Regresi Faktor-faktor Penyebab

Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang ...………... 287

21 Hasil Analisis Model Persamaan Struktural Kebakaran Hutan dan Lahan

di Kabupaten Sintang ...………... 288

22 Luas Kebakaran Hutan dan Lahan, Suhu, Curah Hujan, Kelembaban,

Hotspot (Aktual dan Prediksi) Tahun 1992-1999 dan Hasil Simulasi

Model Kebakaran Hutan dan Lahan ...……….……… 292

23 Validasi Model Berdasarkan Uji t Beda Nilai tengah Antara Hasil

Pengamatan dengan Hasil Simulasi Model ………... 293

24 Uji Kolinearitas dan Sensitivitas Model ..………... 294

25 Uji Sensitivitas Model Pendugaan Kebakaran Hutan dan lahan Berdasarkan Perubahan Penggunaan Api, Usaha Mitigasi dan Curah

(18)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi karena adanya intervensi manusia dengan lingkungannya dalam bentuk konversi hutan dan lahan untuk kegiatan pertanian, transmigrasi, perladangan, perkebunan dan kegiatan pengusahaan hutan (HTI/HPH), pembukaan lahan dengan menggunakan api. Kegiatan-kegiatan tersebut cenderung bersifat eksploitatif tanpa memperhitungkan dampak kerugian terhadap sumberdaya alam dan lingkungan.

Salah satu kejadian yang memberikan dampak sangat merugikan yaitu kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada periode 1997/1998 seluas 263.992 ha (Ditjen PHPA, 1998). Sebab, kebakaran menyebar hampir di seluruh Indonesia dan menimbulkan kerugian besar terhadap lingkungan yaitu kerugian sumberdaya hutan dan lahan, sosial ekonomi masyarakat serta kerugian akibat asap kebakaran hutan yang menimbulkan polusi sampai ke negara tetangga Malaysia dan Singapura.

Kalimantan Barat adalah salah satu propinsi yang mengalami kebakaran hutan dan lahan tahun 1997/1998 (43.978,30 ha) yang meliputi kawasan hutan 26.590,36 ha dan lahan perkebunan 17.387,94 ha (Pusdalkarhutla, 1997). Dari luas kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat diketahui bahwa 55% areal terbakar (24.111,23 ha) berada di Kabupaten Sintang, terdiri atas kebakaran hutan (20.437,23 ha) dan kebakaran lahan perkebunan (3.674 ha). Kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang meliputi: Kawasan Taman Nasional Bukit Baka, Hutan Produksi dan Hutan Tanaman (HPH/HTI), Hutan Wisata Baning, dan lahan perkebunan (swasta dan masyarakat).

(19)

kehidupan dengan berkurangnya keanekaragaman jenis flora dan fauna sebagai sumber plasma nutfah, berubahnya fungsi hidro-orologis, perubahan iklim mikro, dan menurunnya nilai estetika. Kerugian lain yang tidak kalah penting yaitu dampak asap tebal yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan yang berpengaruh terhadap menurunnya produktivitas masyarakat dan aktivitas ekonomi lainnya, dan hubungan kerjasama dengan negara tetangga. Bentuk kerugian dari asap kebakaran dapat ditinjau dari aspek: kesehatan, kehilangan produksi industri, pariwisata, gangguan transportasi, menurunnya pengunjung hotel dan penginapan serta kemungkinan memburuknya kerjasama diplomasi dengan negara lain.

Meningkatnya kebakaran hutan dan lahan akan memberikan dampak kerugian ekonomi yang sangat besar dalam bentuk hilangnya manfaat dari sumberdaya hutan dan tanaman perkebunan (on site effect) dan kerugian akibat asap tebal bagi manusia maupun aktivitas ekonomi lainnya (off site effect). Namun, sampai saat ini penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan masih sangat terbatas dan penilaiannya bersifat umum serta sangat bervariasi tergantung metode, waktu dan lokasi kebakaran hutan dan lahan.

Penentuan metode penilaian ekonomi lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan relatif sulit untuk dilakukan, terutama untuk menilai manfaat ekologi (intangible) yang hilang dari dari sumberdaya hutan dan lahan seperti : pengatur tata air, pengendali erosi atau banjir, penyerap karbon, pengendali iklim mikro, keberadaan spesies langka, dan keanekaragaman hayati. Sementara untuk pengukuran manfaat dari sumberdaya hutan dan lahan yang dapat dinilai oleh pasar secara langsung (tangible) seperti nilai kayu dan manfaat lain yang dapat dikonsumsi dan mempunyai nilai pasar relatif lebih mudah dinilai kerugiannya.

(20)

ekonomi total kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan.

1.2. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, maka tujuan utama dari penelitian ini yaitu menyusun dan mengevaluasi metode penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan. Atas dasar tujuan utama penelitian maka tujuan operasional dari penelitian ini sebagai berikut:

(1) Menganalisis pengaruh kebakaran hutan dan lahan serta metode penilaiannya, untuk mengetahui total kerugian di kawasan hutan dan lahan (manfaat dan fungsinya), biaya mitigasi dan dampak asap kebakaran terhadap masyarakat. (2) Menganalisis dampak politis kebakaran hutan dan lahan terhadap hubungan

kerjasama dengan negara lain

(3) Menganalisis korelasi dan pengaruh dari faktor alami dan sosial ekonomi masyarakat terhadap kebakaran hutan dan lahan

(4) Membangun dan menganalisis model pendugaan dampak kebakaran hutan dan lahan serta nilai kerugian yang ditimbulkan

1.3. Kerangka Berpikir

Sumberdaya hutan dan lahan merupakan salah satu jenis sumberdaya yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pembangunan ekonomi suatu daerah. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan keinginan meningkatkan perekonomian, menyebabkan pola penggunaan hutan dan lahan cenderung mengalami degradasi, baik dalam bentuk konversi lahan untuk pemukiman, perkebunan, penebangan secara illegal, dan pembakaran hutan dan lahan.

(21)

pola pembukaan lahan menggunakan api yang akan meningkatkan peluang terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Kegiatan pembukaan lahan dengan menggunakan api dan adanya perubahan cuaca atau faktor alami dalam bentuk musim kemarau panjang serta ketersediaan bahan bakar yang cukup, maka akan semakin meningkatkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan serta kerusakan lingkungan yang lebih luas.

Kebakaran hutan dan lahan tersebut akan memberikan dampak antara lain: menurunnya potensi sumberdaya hutan (tangible maupun intangible), meningkatnya biaya pemadaman kebakaran, kerusakan tanaman perkebunan dan pertanian, serta perubahan kualitas udara akibat asap kebakaran hutan dan lahan.

Dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap potensi sumberdaya hutan yang bersifat tangible antara lain: kerugian kayu (log dan kayu bakar) dan kerugian hasil hutan non kayu (flora fauna). Kerugian kayu dan hasil hutan non kayu dikategorikan sebagai nilai manfaat (use value) dan mempunyai nilai pasar (tangible) sehingga dalam perhitungan ekonomi dinilai sebagai kerugian finansial. Sementara kerugian lingkungan dari sumberdaya hutan akibat kebakaran dan tidak ternilai oleh pasar (intangible) antara lain dalam bentuk: (a) hilangnya fungsi hutan sebagai: (a) penyedia air, (b) pengendali banjir dan erosi; (c) fungsi penyerap dan pelepas karbon; dan (d) fungsi sebagai habitat bagi spesies langka, estetika dan keanekaragaman hayati, dan sebagai habitat bagi satwaliar termasuk flora fauna (nilai pilihan, nilai warisan dan keberadaan). Kerugian dari hilangnya nilai guna (use value) dari fungsi hutan sebagai: penyedia air, pengendali banjir, erosi dan penyerap karbon termasuk dalam kategori nilai kerugian non finansial atau tidak ternilai oleh pasar, sedang kerugian dari hilangnya spesies langka, fungsi estetika, kerusakan keanekaragaman hayati, dan kerusakan habitat dari sumberdaya hutan termasuk kerugian nilai yang tidak dimanfaatkan (non use value).

(22)

seharusnya tidak akan ada, jika tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan.

Dampak kebakaran hutan dan lahan juga terjadi pada tanaman perkebunan dan tanaman pangan antara lain: (a) kerugian finansial dalam bentuk kerusakan tanaman dan menurunnya produktivitas tanaman, (b) kerugian non finansial yaitu menurunnya fungsi tanaman sebagai penyerap dan pelepas karbon, serta sebagai pengendali erosi. Kerugian yang terjadi pada lahan perkebunan dan tanaman pangan termasuk nilai manfaat yang dapat dikonsumsi atau diproduksi langsung sehingga dikategorikan sebagai kerugian nilai manfaat (use value).

Kebakaran hutan dan lahan selain memberikan kerugian terhadap sumberdaya hutan, tanaman perkebunan dan pertanian, dan biaya pemadaman kebakaran, juga menimbulkan kerugian akibat adanya asap kebakaran hutan dan lahan yaitu perubahan kualitas lingkungan udara baik skala regional, nasional maupun internasional. Perubahan kualitas lingkungan udara ini akan berpengaruh terhadap: (a) menurunnya kesehatan masyarakat (sakit mata, ISPA dan TBC); (b) menurunnya produktivitas penduduk (tidak kerja); (c) gangguan transportasi (udara, laut, darat); (d) menurunnya kunjungan wisatawan, hotel maupun penginapan, dan (e) menurunnya produktivitas tanaman pangan dan perkebunan. Perubahan kualitas udara dan akibat yang ditimbulkannya merupakan kerugian dalam bentuk finansial (dapat dinilai oleh pasar) dan termasuk nilai guna (use value) dalam penilaian kerugian ekonomi total kebakaran hutan dan lahan.

Selain kerugian dari sisi domestik dalam negeri, adanya asap kebakaran hutan dan lahan yang menyebar ke negara tetangga (Singapura dan Malaysia) berpeluang menimbulkan masalah dari aspek politis yaitu dalam hubungannya dengan diplomasi dan kerjasama internasional karena negara kita dianggap sebagai perusak dan pencemar lingkungan. Kerugian dari aspek politis dalam penelitian ini belum dinilai secara ekonomi, tetapi dianalisis secara deskriptif.

(23)

Kebakaran Hutan dan Lahan

Menurunnya Potensi SD Hutan

Sumberdaya Hutan

Total Nilai Kerugian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Penduduk Nilai Manfaat (Use Value) Wisata/

Kerugian Nilai Tidak Dimanfaatkan (Non-Use Value)

(24)

Memperhatikan besarnya kerugian terhadap lingkungan, finansial maupun non finansial akibat kebakaran hutan dan lahan terhadap sumberdaya hutan dan lahan perkebunan (tangible dan intangible), peningkatan biaya pemadaman api dan kerugian akibat asap kebakaran hutan dan lahan, maka perlu dilakukan penilaian ekonomi total kerugian lingkungan dari setiap sumberdaya yang terkena dampak, baik yang dapat dimanfaatkan (use value) maupun yang tidak dimanfaatkan (non use value). Penilaian kerugian dari kerusakan lingkungan akibat adanya kebakaran hutan dilakukan dengan menggunakan metode penilaian ekonomi total (total economic value). Bagan alir kerangka berpikir dalam melakukan penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.

1.4. Perumusan Masalah

Kebakaran hutan tahun 1997 di Kabupaten Sintang seluas 20.437,23 ha terdiri atas kebakaran HTI (97,71%), HPH (1,07%), hutan wisata atau TWA (0,09%) dan Taman Nasional (1,13%). Sementara kebakaran lahan perkebunan seluas 3.674 ha yang meliputi tanaman karet (32,8%), tanaman sawit (23,6%), dan lahan perkebunan belum ada tanaman (43,6%). Kebakaran tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan dan menimbulkan kerugian dalam bentuk hilangnya manfaat langsung maupun tidak langsung dari kawasan hutan dan lahan maupun dampak lain terhadap aktivitas sosial ekonomi masyarakat dan aspek politik terhadap negara lain.

Dampak kebakaran hutan dan lahan dalam bentuk kehilangan manfaat langsung antara lain: hilangnya potensi kayu, flora fauna, dan hasil hutan non kayu yang biasa dimanfaatkan masyarakat. Kerugian akibat hilangnya manfaat tidak langsung seperti: pengatur tata air, pengendali banjir dan erosi, penyerap karbon, kerusakan habitat, dan keanekaragaman hayati (fungsi ekologis).

(25)

tidak kerja, menurunnya kunjungan wisata dan produktivitas penginapan atau hotel, gangguan transportasi, menurunnya produktivitas tanaman pangan (padi, palawija dan sayuran). Sedang gangguan dari aspek politis yaitu adanya ancaman atau gugatan dari negara lain yang dapat mengganggu hubungan diplomasi antara negara.

Dalam menduga dampak kebakaran akibat asap diketahui relatif sulit karena sumber polusinya dapat berasal dari daerah lain, sehingga dalam menilai dampak asap kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten Sintang, diasumsikan bahwa asap yang terjadi bersumber dari kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang, sedang pengaruh dari daerah lain adalah relatif kecil.

Memperhatikan dampak yang ditimbulkan oleh asap kebakaran hutan terhadap perubahan kualitas udara dan dampak lanjutannya terhadap kehidupan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat di Kabupaten Sintang, maka penilaian kerugian ekonomi akibat asap kebakaran hutan dan lahan difokuskan pada penilaian kerugian akibat menurunnya kesehatan masyarakat, produktivitas penduduk, wisata dan penginapan, gangguan transportasi dan menurunnya produktivitas tanaman pangan. Sedang pengaruh kebakaran hutan terhadap hubungan kerjasama dengan negara tetangga yang terpapar asap dianalisis secara deskriptif, namun belum dinilai kerugian ekonominya.

Meskipun kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak yang sangat besar, namun sampai saat ini, metode atau cara penilaian ekonomi secara detail masih sangat terbatas, karena metode penilaiannya agak sulit terutama dalam menilai hilangnya fungsi ekologis yang tidak mempunyai nilai pasar (intangible). Oleh sebab itu, dalam melakukan perhitungan nilai kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan memerlukan pendekatan dan metode penilaian yang sesuai dengan fungsi dan manfaat dari suatu kawasan, baik manfaat yang dapat dinilai oleh pasar maupun yang tidak dapat dinilai oleh pasar.

(26)

1997 dan secara simultan terjadi konflik pemilikan lahan dan ketidakpastian penguasaan lahan, penggunaan api tidak terkontrol dalam penyiapan lahan oleh masyarakat, petani maupun perusahaan, tentunya akan semakin memperluas areal yang terbakar. Adanya kompleksitas penyebab kebakaran hutan dan lahan serta kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap lingkungan, maka perlu pendugaan model kebakaran hutan dan lahan antara faktor-faktor penyebab kebakaran dengan besarnya kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan.

Penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, mengambil kasus di Kabupaten Sintang meliputi enam lokasi kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 yaitu: Taman Nasional Bukit Baka, Hutan Wisata Baning, HTI Inhutani III, HTI Finantara Intiga, Lahan Perkebunan TCSDP dan Perkebunan Masyarakat. Penilaian ekonomi kerugian kebakaran hutan dan lahan dari ke-enam lokasi penelitian meliputi: penilaian hilangnya manfaat langsung (kayu pertukangan/pulp, kayu bakar, flora fauna yang dimanfaatkan masyarakat), manfaat tidak langsung (fungsi penyedia air, pengendali banjir dan erosi, serta penyerap karbon) dan nilai yang tidak dimanfaatkan yaitu keanekaragaman hayati flora fauna dan keberadaan habitat. Sementara fungsi ekologis seperti pengatur iklim, penghasil oksigen, dan fungsi ekologis lainnya belum dikaji dalam penelitian ini.

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah, maka dalam penelitian ini terdapat beberapa permasalahan yang perlu dianalisis yaitu: (1) Kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak yang sangat merugikan baik

secara ekologi, sosial ekonomi maupun politik. Namun, metode penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan masih sedikit dan bervariasi menurut metode penilaian, luas dan lokasi dampak. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian seberapa besar kerugian yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan serta bagaimana metode penilaian ekonominya?.

(27)

produktivitas masyarakat akibat asap kebakaran dan berpengaruh secara politis terhadap hubungan kerjasama dengan negara tetangga. Berapa total nilai ekonomi kerugian lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang? Berapa nilai ekonomi kerugian sumberdaya hutan dan lahan atas dasar manfaat maupun klasifikasi fungsi kawasan (konservasi, hutan tanaman, dan perkebunan)? Berapa nilai biaya mitigasi dan kerugian ekonomi adanya asap kebakaran hutan di Kabupaten Sintang? Bagaimana dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap hubungan kerjasama dengan negara tetangga ?

(3) Kejadian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang terkait dengan adanya aktivitas sosial ekonomi masyarakat dan faktor cuaca atau kemarau panjang. Sejauhmana pengaruh faktor-faktor alami dan sosial ekonomi masyarakat (aktivitas manusia) berperan dalam menyebabkan kebakaran hutan dan lahan?

(4) Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten Sintang diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat dan faktor alami. Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar terhadap masyarakat, pengusaha dan pemerintah. Bagaimana model kebakaran hutan dan lahan akibat pengaruh faktor alami dan sosial ekonomi masyarakat terhadap luas areal terbakar dan nilai kerugian ekonomi ?

1.5. Manfaat Penelitian

(1) Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti dan praktisi untuk melakukan perhitungan nilai kerugian ekonomi lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan

(2) Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti lain dalam mengembangkan model pendugaan dampak dan kerugian yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan

(28)

1.6. Novelty (Kebaruan)

Kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi setiap tahunnya di Indonesia memberikan dampak yang sangat luas, baik dalam skala domestik atau dalam negeri maupun skala regional dan internasional. Intensitas dan luas dampak yang ditimbulkan akan berimplikasi pada kerugian biofisik, ekologi, sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. Melalui penelitian ini, temuan atau hal-hal baru yang secara akademis diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan, khususnya dalam bidang penilaian ekonomi dampak kebakaran hutan adalah sebagai berikut:

(1) Menemukan dan mengembangkan metode penilaian ekonomi yang tepat dalam menduga besarnya kerugian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, menurut tipe penggunaan lahan yang terbakar, baik dalam bentuk kerugian hilangnya manfaat langsung, hilangnya manfaat tidak langsung dan manfaat bukan guna (non use value).

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebakaran Hutan

Sumberdaya hutan banyak mengalami degradasi akibat aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Wallmo dan Jacobson (1998) aktivitas manusia merupakan salah satu faktor penyebab degradasi, yang ditunjukkan oleh meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya hutan dan hasil kehutanan. Meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya hutan dan hasil-hasilnya dalam jangka panjang berpeluang menyebabkan kerusakan ekosistem hutan. Kerusakan ekosistem sumberdaya hutan akibat aktivitas manusia, menurut Crook dan Clapp (1998) karena hanya berdasarkan pertimbangan rasionalitas ekonomi dan belum memperhitungkan nilai-nilai biodiversitas dan fungsi ekologis dari sumberdaya hutan.

Salah satu bentuk degradasi sumberdaya hutan yang dapat menyebabkan deforestasi yaitu terjadinya kebakaran hutan yang dapat menurunkan nilai dari ekosistem hutan, seperti produksi kayu dan non kayu, punahnya flora dan fauna serta dampak terhadap sumberdaya lainnya. Menurut Barbier dan Burgess (1997), deforestasi hutan tropik secara umum ditunjukkan dalam bentuk konversi lahan hutan ke penggunaan lainnya. Sementara Rathore et al. (1997) mencoba memilah faktor-faktor yang bertanggungjawab terhadap deforestasi ke dalam 3 kategori, yaitu: (i) ketidakteraturan eksploitasi dengan tujuan komersial, (ii) permintaan dari ekonomi subsisten terhadap sumberdaya hutan, dan (iii) perubahan alami atau akibat buatan manusia.

Kebakaran hutan dapat terjadi karena adanya sumber api, ketersediaan bahan bakar dan ketersediaan oksigen. Karakteristik penting dari suatu kebakaran ditunjukkan oleh sifat pembakaran yang tidak terbatas, bebas dan cepat penyebarannya. Menurut Brown dan Davis (1973) kebakaran hutan adalah kejadian di alam terbuka yang dengan cepat dapat menjalar dan menghabiskan bahan bakar hutan, seperti serasah, rumput-rumputan, tumbuhan bawah, semak pepohonan.

(30)

api atau panas (Saharjo, 2003a). Dengan mencegah bertemunya ketiga elemen tersebut, maka kebakaran hutan dapat dihindarkan. Namun, hal ini sulit dilakukan untuk daerah-daerah dengan ekosistem terbuka karena oksigen banyak terdapat di udara terbuka. Oleh sebab itu, salah satu cara untuk mengurangi kebakaran hutan yaitu dengan mengurangi ketersedian bahan bakar hutan yang potensial maupun sumber panas (api) baik karena aktivitas manusia atau proses alamiah.

Menurut Chandler et al. (1983a), bahan bakar hutan dapat di lihat dari aspek-aspek: (1) bahan bakar yang mengandung zat kimia (antara lain ekstraktif eter, debu silika, lignin dan hemiselulosa), (2) kelembaban bahan bakar, dan (3) ketersediaan bahan bakar. Sedang Brown dan Davis (1973) membedakan bahan bakar menurut jenis bahan yang terbakar yaitu: kebakaran rumput, semak dan kayu.

Pemanasan bahan bakar yang dapat menyebabkan terjadinya awal kebakaran yaitu apabila kadar air dalam bahan bakar kurang dari 30%. Secara sederhana proses dan mekanisme kebakaran hutan, merupakan kebalikan dari reaksi kimia pada proses fotosintesa (Suratmo, 1985). Reaksi dari pembakaran hutan memberikan tiga macam sifat yaitu: (1) menghabiskan kayu di hutan dalam waktu singkat, disamping bahan lain yang dapat terbakar, (2) menghasilkan energi yang berbentuk panas atau temperatur tinggi sehingga dapat membunuh vegetasi, satwa, mempengaruhi tanah hutan dan mikro klimat hutan, dan (3) sisa kebakaran yang dikenal sebagai abu, akan mempengaruhi kimia tanah hutan.

Kebakaran hutan sebagai suatu proses yang terjadi di alam, juga mempengaruhi fase atau tahapan dalam kebakaran hutan. Fase ini sangat tergantung pada keadaan ekosistem hutan. Fase kebakaran hutan ada tiga yaitu: (1) fase pra pemanasan, pada fase ini temperatur bahan bakar naik sampai pada titik nyala, (2) fase penguraian, bahan baku diurai menjadi zat yang dapat menyala berupa gas, dan (3) fase pembakaran, gas yang terbakar terlihat sebagai nyala api, sedang bahan padat tidak ikut menyala hanya membara. Menurut Davis (1959), pembagian fase dalam kebakaran hutan sangat sulit, karena proses dari ketiga fase pembakaran berjalan secara bersamaan.

(31)

manusia dan alam serta kombinasi keduanya. Derajat keterlibatan manusia dalam mempercepat proses pembakaran di hutan dapat dikategorikan sebagai faktor penentu utama. Menurut Suratmo (1974), penyebab kebakaran hutan sangat beragam, namun lebih dari 90% kebakaran hutan yang terjadi disebabkan oleh manusia. Hal ini terjadi menurut Hamilton dan King (1992) karena api biasanya bermula dari tepi hutan dekat aktivitas manusia, sehingga dengan adanya bahan bakar yang sudah kering maka bahan bakar mudah tersulut api dan terbakar dan akhirnya merambat ke hutan.

Atas dasar aktivitas manusia, Mackie dalam Gradwohl dan GreenBerg (1991) menggambarkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi di daerah tropis di Asia Tenggara disebabkan oleh adanya kegiatan pengembalaan ternak dan penebangan kayu. Demikian pula kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan Timur tahun 1982-1983 yang menghancurkan hutan seluas kurang lebih 3 juta hektar, dengan salah satu faktor penyebab utama yaitu adanya eksploitasi penebangan kayu yang diikuti oleh musim kemarau panjang dan fenomena alam ElNino.

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan

Tingkat kerusakan sumberdaya hutan akibat kebakaran antara lain dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: jenis kebakaran, lama kebakaran, keadaan tegakan hutan, dan cuaca atau iklim (Suratmo, 1974). Kebakaran hutan dapat digolongkan ke dalam tiga tipe yaitu kebakaran bawah (ground fire), kebakaran permukaan (surface fire), dan kebakaran tajuk (crown fire). Tipe kebakaran hutan ini telah banyak dijelaskan oleh para ahli antara lain Suratmo (1970), Brown dan Davis (1973), Chandler et al. (1983a) dan Fuller (1991).

(32)

berlangsung melalui proses kebakaran permukaan. Menurut Fuller (1991), terdapat perbedaan kecepatan pembakaran antara kebakaran tajuk dengan kebakaran permukaan. Kebakaran tajuk dengan vegetasi tanaman pohon (kayu) dapat menyebar 5 mil atau lebih perjam di hutan kayu, sedang kebakaran permukaan dengan vegetasi rumput-rumputan kecepatan pembakaran hanya 2 sampai 4 mil perjam. .

Serasah dari tanaman, sisa cabang, ranting dan daun yang mati akan meningkatkan ketersediaan bahan bakar yang telah ada. Pada saat musim kering, bahan bakar yang telah menumpuk, kadar airnya akan turun, sehingga mudah sekali terbakar. Namun, apabila kelembaban bahan bakar tinggi, maka menurut Clar dan Chatten (1954), kebakaran hutan dapat dikurangi, akan tetapi adanya aktivitas manusia yang berhubungan dengan penggunaan api terutama oleh masyarakat peladang maupun pengusaha perkebunan dan kehutanan dalam kegiatan land clearing, dengan cara membakar akan meningkatkan kerawanan kebakaran hutan. Besarnya pengaruh manusia dalam kebakaran hutan dijelaskan pula oleh Chapman dan Meyer (1947) bahwa kebakaran hutan umumnya diawali oleh aktivitas manusia.

Kebakaran hutan selain dipengaruhi oleh manusia, juga dipengaruhi oleh keadaan fisik hutan dan pengaruh cuaca. Menurut Davis (1954), faktor-faktor yang mempengaruhi kerugian dari kebakaran hutan yaitu tipe hutan (hardwood, softwood), keaslian hutan (hutan alam dan hutan buatan), kelas tegakan hutan berdasarkan ukuran dan kerapatan tegakan, pengaruh musim (kemarau dan penghujan) dan intensitas kebakaran. Sedangkan menurut Fuller (1991) bahaya kebakaran hutan tergantung pada cuaca, kelembaban udara, dan faktor lainnya.

Pengaruh musim umumnya berkorelasi dengan periode dan intensitas kebakaran, artinya makin lama musim kemarau, maka terjadinya kebakaran hutan semakin besar dan berlangsung lama. Hal ini dapat dicermati dengan fenomena kebakaran pada tahun 1997 di Indonesia yang banyak dipengaruhi oleh gejala alam ElNino, sehingga musim kemarau lebih lama dari biasanya.

(33)

(1983a), faktor cuaca dan iklim yang mempengaruhi kebakaran hutan, yaitu: (1) massa dan gelombang udara, (2) temperatur/suhu udara, (3) kelembaban atmosfir, (4) awan dan hujan, (5) angin, (6) petir, dan (7) stabilitas atmosfir. Sedang menurut Clar dan Chatten (1954) membagi faktor cuaca dalam tiga kategori, yaitu: temperatur, kelembaban relatif, dan kecepatan serta arah angin.

Kebakaran hutan selain dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas bahan bakar, juga sangat ditentukan oleh keadaan iklim hutan setempat. Iklim mikro dalam hutan dipengaruhi oleh kerapatan, jenis dan tinggi pohon. Iklim mikro, akan berpengaruh terhadap kerawanan kebakaran di suatu daerah, sebab iklim mikro juga mempengaruhi kecepatan angin, suhu udara, kelembaban udara serta kadar air bahan bakar.

Kebakaran hutan yang terjadi dalam suatu areal dapat dikelompokkan menurut luas areal kebakaran. Menurut Chandler et al. (1983b), kelas kebakaran hutan dapat diklasifikasi ke dalam 7 kelas yaitu: (1) kelas A dengan luas kebakaran kurang dari 0,1 hektar, (2) kelas B dengan luas kebakaran dari 0,1 – 3,5 hektar, (3) kelas C dengan luas kebakaran dari 3,6 – 40 hektar, (4) kelas D dengan luas kebakaran dari 41 – 120 hektar, (5) kelas E dengan luas kebakaran dari 121 – 400 hektar, (6) kelas F dengan luas kebakaran dari 401– 2000 hektar, dan (7) kelas G dengan luas kebakaran lebih dari 2000 hektar. Suratmo (1970) membagi kebakaran atas lima kelas yaitu dari kelas A sampai E, dengan luasan mulai dari 1.000 m2 sampai 1,2 km2. Semakin tinggi kelas kebakaran, semakin luas areal yang terbakar, sehingga semakin banyak kerugian yang ditimbulkan dan daerah tersebut semakin rawan kebakaran.

(34)

2.3. Dampak Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan yang luas memiliki dampak yang besar terhadap sumberdaya hutan maupun sumberdaya manusia akibat adanya asap tebal yang berbahaya bagi kesehatan dan proses produksi tanaman perkebunan maupun tanaman pertanian lainnya akibat terganggunya proses fotosintesa. Di dalam sumberdaya hutan, kerusakan fisik hutan berarti hilangnya sumberdaya kayu dan bukan kayu maupun plasma nutfah. Oleh sebab itu, menurut Brown dan Davis (1973) sangat penting untuk memahami sepenuhnya dampak kebakaran hutan, baik dari aspek nilai ekonomis maupun aspek kebijakan publik dalam mengendalikan kebakaran hutan. Dalam tataran ini, Suratmo (1999), mengklasifikasi dampak kebakaran hutan dari tiga aspek, yaitu: aspek lingkungan, sosial ekonomi, dan kesehatan.

Menurut Suratmo (1970) kebakaran hutan mempunyai akibat yang merugikan dan yang menguntungkan. Kebakaran yang sifatnya merugikan karena tidak terkendali, yaitu menyebabkan kerusakan terhadap tegakan hutan, tanah, riap hutan, tempat rekreasi, kematian satwa, kebakaran lahan masyarakat, dan juga luka atau kematian pada manusia. Sedang pengaruh yang menguntungkan dari kebakaran hutan yang terkendali, yaitu bertujuan untuk peremajaan alam dan untuk mengendalikan hama dan penyakit.

Kajian dampak kebakaran hutan dari sisi yang negatif, dikemukakan pula oleh Brown dan Davis (1973) bahwa kebakaran hutan berdampak terhadap pohon, iklim mikro dan vegetasi, fauna, tanah, dan ekosistem. Sedang Chandler et al. (1983a) mengemukakan bahwa dampak negatip kebakaran hutan antara lain merusak sifat fisik dan kimia tanah, menaikkan pH tanah serta menurunkan produktivitas tanah. Dampak terhadap ekologi hutan yaitu mengubah secara drastis lingkungan hutan dan juga mempengaruhi kondisi pohon, jenis herba dan semak. Hal ini dipertegas oleh MacKinnon et al. (1993) bahwa kebakaran hutan menyebabkan vegetasi yang terbakar sulit untuk pulih kembali seperti semula.

(35)

Dampak kebakaran hutan dari aspek perubahan bentuk hutan setelah kebakaran dikemukakan oleh Fuller (1991) yaitu perubahan jenis vegetasi yang tumbuh, tumbuhnya vegetasi yang memiliki adaptasi tinggi, dan terjadi suksesi tanaman. Dijelaskan pula bahwa kebakaran hutan mempunyai dampak yang merugikan terhadap ekosistem, tanah yang menimbulkan erosi dan terhadap satwa liar. Demikian pula Chapman dan Meyer (1947), menelaah dampak kebakaran hutan yang dikaji dari aspek pohon atau vegetasi yang rusak, tanah dan humus. Efek kebakaran hutan terhadap tanah dari aspek fisik dan kimia tanah di areal hutan tergantung dari tipe tanah, kelembaban tanah, intesitas dan durasi kebakaran, waktu dan intensitas dari hujan setelah kebakaran. Dampak langsung yang dapat terlihat dari adanya kebakaran hutan terhadap tanah yaitu ketersediaan bahan kimia dan daur ulang makanan, meningkatnya suhu tanah, dan hilangnya mikroorganisme tanah.

Kebakaran hutan dapat mempengaruhi proses hidrologi secara tidak langsung, namun akan sangat mengubah kondisi fisik dan kimia tanah, berubahnya penutupan bahan organik menjadi abu, dekomposisi mineral dan bahan organik, meningkatnya pH tanah, dan perubahan tekstur tanah. Perubahan kondisi fisik tanah dan hilangnya vegetasi penutup lahan akibat kebakaran akan berdampak pada meningkatnya run-off dan erosi, dan selanjutnya akan meningkatkan aliran sungai setiap tahunnya, banjir dan sedimentasi. Sebaliknya pada musim kemarau, hilangnya vegetasi penutup lahan akan mengurangi ketersediaan air tanah dan menyebabkan debit sungai rendah. Rothacher dan Lopushusky (1954) dalam Chandler et al. (1983a) menemukan bahwa satu tahun setelah kebakaran, sedimentasi yang terjadi pada daerah aliran sungai di Washington antara 41 sampai 127 m3. Menurut MacKinnon et al. (1993), hal ini dapat disebabkan karena tanah di daerah tropis mudah tererosi dan vegetasinya rawan terhadap kebakaran.

(36)

habitat dan biota. Pengaruh kebakaran terhadap satwa dan habitat yaitu dalam bentuk perubahan habitat dan kematian hewan yang dapat terjadi karena penyebaran api dan kecepatan angin yang cepat, sehingga api menyebar dapat mencapai 10 mil perhari. Penjelasan ini diperkuat oleh Grant et al. (1997) yang menyatakan kerusakan habitat menyebabkan penurunan populasi satwa liar.

Kebakaran hutan selain merusak sumberdaya hutan yang ada di dalamnya juga memberikan dampak ganda (multiplier) lainnya seperti adanya asap tebal yang dapat menimbulkan polusi udara dan berpengaruh terhadap manusia maupun hewan serta jenis tanaman lainnya. Hal ini disebabkan karena kebakaran hutan selain menimbulkan asap juga menimbulkan partikel-partikel debu di udara yang dapat mengganggu produktivitas mahluk hidup.

Menurut Chandler et al. (1983a), kebakaran hutan satu hektar dengan bahan bakar 50 ton/ha akan menghasilkan 92 ton CO2, 27 ton uap air yang

mengandung asap, dan merusak 273 juta liter udara. Sementara kebakaran dengan ketersediaan bahan bakar 5 ton/ha akan menghasilkan emisi partikel sebanyak yaitu 10 kg/ton. Sedang menurut Fuller (1991) efek asap terhadap hewan dan manusia karena kebakaran hutan akan menghasilkan CO2, partikel debu, dan

sebanyak 60 jenis bahan kimia berbeda termasuk hidrokarbon, arang dan bahan-bahan kimia yang membuat asap hitam.

Asap dari kebakaran hutan sangat mengganggu sebab dapat mengurangi jarak pandang, mengganggu penerbangan, menurunnya produktivitas tanaman dan hilangnya keuntungan dari pariwisata. Besarnya dampak asap terhadap kondisi kesehatan manusia dijelaskan pula oleh Fuller (1991) yang merujuk pada beberapa hasil penelitian bahwa kebakaran hutan dalam sehari sama dengan merokok 4 bungkus rokok dan dapat menyebabkan radang paru-paru dan emfisemia (pelebaran dan pecahnya gelembung paru-paru).

2.4. Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

2.4.1. Konsep Penilaian Ekonomi

(37)

dalam produksi kayu dan produk hasil hutan bukan kayu lainnya yang memiliki fungsi sosial ekonomi bagi masyarakat, tetapi juga mempunyai fungsi rangkap sebagai pelindung tanah, air, iklim, dan lain-lain (fungsi hidrologis atau ekologis), bahkan fungsi yang lain seperti: sumber plasma nutfah dan biodiversitas.

Menurut Barbier (1995) kehilangan keanekaragaman hayati memberikan konsekuensi hilangnya nilai ekonomis potensial dari hutan seperti: produk hutan non kayu, bahan genetik untuk industri farmasi, bioteknologi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta jenis-jenis kayu yang tidak dipasarkan. Menurut Magurran (1988) pengukuran keanekaragaman jenis merupakan cara untuk menilai dampak kerusakan lingkungan.

Deforestasi juga memberikan dampak tidak langsung terhadap jasa keberadaan hutan untuk turisme dan rekreasi serta pendidikan, juga mempunyai dampak nyata terhadap kesejahteraan manusia melalui perlindungan DAS, pengaturan iklim dan penyedia karbon. Dengan demikian kebakaran hutan menyebabkan hilangnya manfaat dari sumberdaya hutan sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang seharusnya dapat diperoleh. Kerugian ekonomi yang hilang dan berdampak pada timbulnya biaya akibat kebakaran hutan dapat disetarakan dengan istilah biaya kesempatan atau opportunity cost dalam ilmu ekonomi (Field, 1994; Pearce dan Moran, 1994).

Nilai merupakan persepsi atau penghargaan terhadap barang dan jasa dari setiap individu tergantung tempat dan waktu. Menurut Davis dan Johnson (1987), penilaian diartikan sebagai proses pengkuantifikasian nilai yang harus dilakukan melalui persepsi, pandangan individu atau kelompok individu. Dalam hubungannya dengan proses penafsiran dan penilaian dampak, maka ada tiga tahapan yang perlu diperhatikan, yaitu: dampak harus teridentifikasi, dikuantifikasi, dan berapa besar pengurangan atau hilangnya manfaat (Dixon dan Hufschmidt, 1993). Menurut Martinez et al. (1998) ada beberapa tipe penilaian tergantung obyek yang dinilai seperti penilaian biodiversity (mengukur kekayaan spesies atau varietas genetik), dan juga nilai ekonomi lain (mengukur perbedaan sewa lahan, metode travel cost, dan contingent valuation).

(38)

langsung. Pendekatan langsung dengan cara: eksperimen, kuisioner, survey, dan contingent valuation method. Sedangkan pendekatan tidak langsung, yaitu: pendekatan pasar pengganti (surrogate market) dan pendekatan pasar konvensional. Menurut Duerr (1960), penilaian sumberdaya hutan atas dasar manfaat ada dua kategori yaitu: pendekatan nilai barang atau jasa yang marketable dan non marketable. Freeman (1994) mendekati penilaian sumberdaya alam dan lingkungan dari segi metode pengumpulan data, yaitu: observasi langsung, observasi tidak langsung, hipotetis langsung dan hipotetis tidak langsung.

Penilaian dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap sumberdaya hutan yang tangible dan intangible, lahan perkebunan dan tanaman pertanian, maupun dampak kerugian ekonomi karena adanya asap tebal yang mengganggu kesehatan dan produktivitas masyarakat dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan nilai ekonomi total (total economic value).

2.4.2. Taksonomi Penilaian Ekonomi Total

Beberapa peneliti menggunakan total economic value (TEV) untuk menilai perubahan ketersediaan jasa lingkungan atau ekologi, dengan cara mengukur surplus total perunit area (kurva permintaan dan penawaran terhadap jasa lingkungan diperhitungkan). Menurut Opschoor (1998) relevansi penggunaan penilaian ekonomi (economic valuation) hanya benar apabila terpenuhi kondisi berikut: (1) jika individu diasumsikan dapat menduga dampak perubahan lingkungan terhadap kesejahteraan mereka, (2) jika dampak tidak langsung dari perubahan ini dapat dihitung, dan (3) jika penilaian ekonomi dilakukan kepada semua subyek (termasuk pelaku potensial).

Secara konseptual, penilaian ekonomi total suatu sumberdaya terdiri dari: (a) nilai guna (use value), dan nilai bukan guna (non-use value). Tercakup dalam nilai guna ini yaitu: nilai guna langsung (direct use value -DUV), nilai guna tidak langsung (indirect use value -IUV), dan nilai pilihan (option value -OV). Sedang yang tercakup nilai bukan guna yaitu nilai warisan (bequest value -BV) dan nilai eksistensi (existence value-EV) (Garrod and Kenneth, 1999). Contoh nilai guna dan bukan guna dari suatu sumberdaya (sumberdaya hutan) dapat dilihat pada

(39)

Munasinghe (1993) membuat formula sebagai berikut: TEV = UV + NUV

atau TEV = (DUV + IUV + OV) + (BV + EV).

Deskripsi nilai guna langsung dari suatu sumberdaya dinilai atas dasar kontribusi produksi dan konsumsi dari sumberdaya. Nilai guna tidak langsung mencakup manfaat yang diperoleh dari keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan untuk mendukung produksi dan konsumsi saat ini. Nilai pilihan didasarkan pada kesediaan konsumen untuk membayar (willingness to pay) untuk sumberdaya alam yang belum digunakan atau kesediaan membayar untuk menghindari resiko tidak tersedia dimasa mendatang. Nilai warisan adalah nilai dari pengetahuan mengenai ketersediaan manfaat historis dari suatu sumberdaya dan dapat diteruskan kepada generasi yang akan datang. Nilai eksistensi didasarkan kepuasan karena mengetahui sumberdaya tetap tersedia, meskipun penilai tidak menggunakannya secara intensif.

Disagregasi dari nilai total ekonomi suatu sumberdaya alam dan lingkungan dengan memasukan semua unsur nilai yang terkandung di dalamnya, secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2, dengan mengambil contoh penilaian ekonomi total dari sumberdaya hutan hujan tropik yang dikemukakan oleh Pearce (1992) dalam Munasinghe (1993).

Pearce dan Turner (1990) juga mendefinisikan nilai ekonomi total menurut kegunaannya, yaitu use value dan non use value (existence value dan bequest value). Menurut McNeely (1992) mengemukakan penilaian ekonomi sumberdaya hayati ada 2 yaitu: nilai langsung (nilai pemakaian konsumtif, nilai pemakaian produktif) dan nilai tidak langsung (nilai pemakaian non-konsumtif, nilai pilihan dan nilai keberadaan).

(40)

Nilai Guna Nilai Bukan Guna

Menurunnya Keterukuran (tangibility) Penilaian Individu

Gambar 2. Kategori Nilai Ekonomi Total Sumberdaya Hutan (Pearce, 1992 dalam Munasinghe, 1993)

Nilai penggunaan produktif diberikan pada produk-produk yang dipanen secara komersial, baik sumberdaya kayu maupun non kayu (termasuk flora dan fauna). Menurut Hufschmidt et al. (1983), produk yang mempunyai nilai guna dapat ditaksir dengan metode pendekatan harga pasar atau produktivitas, pendekatan biaya ganti, dan pendekatan survei. Menurut Duerr (1960), pendekatan nilai pasar pada sumberdaya hutan ada dua yaitu pendekatan langsung dan pendekatan tidak langsung (pendekatan kapitalisasi, pendekatan biaya, dan pendekatan konversi).

(41)

membagi tiga manfaat sumberdaya hutan yang tidak dikonsumsi dengan istilah yang hampir sama yaitu nilai eksistensi, nilai intrinsik dan nilai preservasi. Dalam tataran ini Attfield (1998) menyatakan bahwa nilai eksistensi biasa didefinisikan sebagai nilai yang tidak timbul dari penggunaan, dimana nilai eksistensi mungkin termasuk nilai intrinsik, tetapi tidak dapat dikatakan sama. Nilai keberadaan spesies atau eksistensi merupakan bagian dari nilai intrinsik, tidak hanya saat ini tetapi juga untuk kehidupan spesies akan datang.

Menurut Hufschmidt et al. (1983) dan Munasinghe (1993), pendekatan nilai pasar atau produktivitas merupakan teknik analisis biaya manfaat dengan menggunakan harga pasar. Pendekatan penghasilan yang hilang memakai harga pasar atau tingkat upah untuk menilai sumbangan potensial seseorang. Pendekatan harga pasar pengganti didasarkan pada harga substitusi untuk menilai barang dan jasa lingkungan tidak ada harganya.

Contingent valuation (CV) adalah suatu survei dengan teknik dasar penentuan nilai barang dan jasa yang tidak dipasarkan seperti kenyamanan lingkungan. Bentuk pendugaan didasarkan kepada besarnya perilaku konsumsi untuk barang dan jasa yang tidak dipasarkan ke dalam nilai moneter. Menurut Carson (1998) tahapan penggunaan contingent valuation dalam hutan hujan, harus memperhatikan tiga kategori utama yaitu: (1) definisi komoditas, (2) luas pasar, dan (3) mekanisme pembayaran dan provisi.

Teknik survei untuk menentukan nilai pilihan masyarakat dengan cara menilai kesediaan membayar seseorang untuk menerima pampasan bila lingkungan berubah. Sedang pendekatan teknik biaya ganti menurut Freeman (1994) dapat dilakukan secara langsung melalui observasi pengeluaran aktual untuk memperbaiki kerusakan lingkungan. Teknik ini berguna untuk menduga nilai fungsi hutan sebagai pengendali banjir dan nilai tanaman obat-obatan tradisional.

(42)

Nilai keberadaan yaitu nilai yang diberikan seseorang terhadap keberadaaan suatu spesies atau habitat, dimana orang tersebut tidak berniat akan mengunjungi atau menggunakan sumberdaya tersebut, dimensi etik, karenanya sangat penting dalam menentukan nilai keberadaan yang mencerminkan simpati, rasa tanggungjawab, dan kepedulian terhadap sumberdaya alam dan lingkungan.

Pembahasan mengenai nilai keberadaan oleh Attfield (1998) juga dinyatakan bahwa nilai eksistensi merupakan definisi baru yang sangat sensitif dari aspek etika lingkungan (environmental ethics), serta ada 2 metode untuk mengukur nilai eksistensi yaitu : (1) willingness to accept (WTA) untuk menerima kompensasi akibat kerusakan lingkungan, (2) willingness to pay (WTP) agar tidak terjadi kerusakan lingkungan.

Perhitungan nilai total dari suatu sumberdaya dan lingkungan, dapat pula didekati dengan cara pengukuran kesediaan membayar (willingness to pay / WTP) individu, agar sumberdaya tetap terpelihara dan tersedia. Menurut Huang Ju-Chin dan Smith (1998), model WTP dominan dalam menduga nilai non use (nilai pasif) dan mempunyai tingkat kesalahan (error) lebih rendah apabila digunakan untuk pendugaan nilai yang berguna (use value).

Salah satu metode untuk menilai WTP adalah dengan contingent valuation method (CVM). Contingent valuation method (CVM) menyediakan informasi tentang manfaat yang tidak digunakan secara langsung, seperti nilai diketahuinya keberadaan spesies di suatu tempat (existence value), nilai pilihan (option value) untuk mengkonsumsi di masa datang dan nilai warisan bagi generasi akan datang (bequest value) (Spash, 1997).

Menurut Randal (1987) contingent valuation method sebagai usaha untuk menentukan suatu jumlah kompensasi, dibayar atau diterima, yang dapat memulihkan atau mengembalikan kepuasan seseorang pada tingkat kepuasaan awal. Sedang menurut Eagle dan Betters (1998) teknik ini digunakan untuk menduga nilai ekonomi melalui pertanyaan kepada seseorang atau masyarakat, apakah mereka: (1) bersedia membayar barang dan jasa, atau (2) kesediaan menerima untuk menghindari turunnya atau hilangnya suatu barang atau jasa.

Gambar

Gambar 2.    Kategori Nilai Ekonomi Total Sumberdaya Hutan (Pearce, 1992
Tabel  1.  Matriks Data Analisis Korelasi Kanonik
Gambar  3.  Peta Kabupaten Sintang dan Lokasi Penelitian
Tabel 3.  Blok dan Petak Contoh Areal Terbakar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Bentuk partisipasi politik yang terjadi di Kecamatan Bajeng yaitu bentuk Partisipasi Politik Konvensional, yaitu meliputi Ikut Serta

Dari analisis ragam pada Tabel 1 menunjukan kombinasi perlakuan tata letak penanaman bujur sangkar dengan benih, umur bibit 6 dan 9 hari setelah semai serta

Perancangan piranti visi komputer ini dilakukan menggunakan kamera statis dan metode bounding box untuk menentukan volume lalu lintas berdasarkan jenis kendaraan yaitu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara faktor pemotongan bibit anakan dengan faktor pupuk kandang sapi berbeda tidak nyata terhadap tinggi

Jurusan Kimia UIN Sunan Kalijaga sebagai lembaga pendidikan tinggi yang core studi nya fokus pada integrasi-interkoneksi sains-keislaman mewujudkan perannya dalam bentuk

 Berorientasi ke masa depan  Siswa bersama-sama mengulang dengan suara lantang kosakata- kosakata dan kalimat- kalimat baru yang diucapkan guru atau didengar dari

Bernazar suatu kebiasaan masyarakat muslim yang telah lama di lakukan dalam kehidupan sehari-hari, di mana kebiasaan seperti ini dilakukan karena beberapa persoalan

c) Burung hantu digunakan oleh petani untuk menangkap tikus. Ramalkan apa yang akan berlaku sekiranya burung hantu hadir didalam habitat ini.. Rajah menunjukkan satu