• Tidak ada hasil yang ditemukan

Angkutan udara di Sintang ditunjang oleh dua sarana bandara udara yaitu di Nanga Pinoh dan Bandar Udara Susilo di Sintang. Kedua Bandara ini didarati oleh pesawat jenis TWIN OTTER dengan kapasitas penumpang sebanyak 17 orang dan 3 orang awak. Maskapai penerbangan yang ada di Pinoh adalah MAS (Mission Air Service), sedangkan di Bandar Udara Susilo Sintang adalah MAS dan DAS (Deraya Air Service). Penerbangan dengan MAS merupakan pesawat charteran (blockseat) yang tidak terjadwal tetap, namun biasanya melayani rute 8 kali dalam sebulan. Sementara penerbangan dengan DAS melayani rute 2 kali seminggu ke Pontianak maupun ke Putussibau (hari Selasa dan Jum’at). Pesawat DAS yang mendarat di Bandar Udara Susilo merupakan pesawat transit dari Putussibau maupun dari Pontianak.

Penerbangan yang tidak beroperasi tahun 1997 di Nanga Pinoh pada bulan September dan Oktober karena asap cukup tebal dan pada bulan September 1997 di Bandar Udara Susilo Sintang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total

kerugian sebesar Rp. 117 milyar (1997) dan Rp. 134 milyar (2003) (Tabel 35).

Nilai kerugian total ini jika dikonversi terhadap luas areal terbakar 12.923 ha maka adanya kebakaran hutan dan lahan akan memberikan kerugian rata-rata Rp. 9.110/ha (1997). Nilai kerugian persatuan luas terbakar lebih rendah jika dibanding kerugian transportasi udara per areal terbakar secara nasional tahun 1997 yaitu rata-rata Rp. 9.500/ha (Ruitenbeek, 1998 dalam Glover dan Timothy, 1999), maupun perhitungan UNDP dan KLH (1998), yaitu sebesar Rp. 464.000/ha. Hal ini berarti bahwa secara rata-rata frekuensi penerbangan di Sintang selama periode kebakaran lebih rendah dibanding frekuensi penerbangan secara nasional.

Tabel 35. Kerugian Angkutan Udara Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang Penerbangan Tidak Beroperasi (Agustus - Desember 1997) Penerbangan Beroperasi (Agustus - Desember 1997) PERUSAHAAN PENERBANGAN UDARA Bulan Fre-kuensi (kali) Lama (hari) Kerugian (Rp) Fre-kuensi (kali) Lama (hari) Penurunan Penumpang (org/frek) Kerugian (Rp) Total Kerugian (Rp) KEC. N. PINOH 8 - - - 5 8 5 6.250.000 6.250.000 9 5 8 21.250.000 - - - - 21.250.000 10 5 8 21.250.000 - - - - 21.250.000 11 - - - 3 8 5 3.750.000 3.750.000 a. MAS 12 - - - 4 8 2 2.000.000 2.000.000 KAB. SINTANG a. Deraya Air Serv (DAS) 8 - - - 7 8 3 5.208.000 5.208.000 9 8 8 33.728.000 - - - - 33.728.000 10 - - - 11 8 1 2.728.000 2.728.000 11 - - - 23 12 1 5.704.000 5.704.000 b. MAS (Mission Air Serv) 12 - - - 32 20 2 15.872.000 15.872.000 Kerugian Th. 1997 18 24 76.228.000 85 72 19 41.512.000 117.740.000 Rataan Perbulan 4 5 15.245.600 17 14 4 8.302.400 23.548.000 Kerugian Th. 2003 87.720.000 46.530.000 134.250.000 Rataan Perbulan 4 5 17.544.000 17 14 4 9.306.000 23.548.000

Sumber : Data Primer (2003) dan Data Perusahaan dan Bandara Sintang Tahun 1997/1998

(1) Biaya Pesawat tahun 1997 dari Nanga Pinoh - Pontianak (Rp. 250.000) dan Sintang - Pontianak (Rp. 220.000/orang) Biaya Pesawat tahun 2003 dari Nanga Pinoh - Pontianak (Rp. 300.000) dan Sintang - Pontianak (Rp. 270.000/orang) (2) Rata-rata kapasitas penumpang pesawat per penerbangan 17 orang

(3) Frekuensi Penerbangan perhari/unit pesawat rata-rata 2 kali atau tergantung sistem penyewaan (terutama jenis pesawat MAS)

Nilai kerugian gangguan penerbangan persatuan luas areal terbakar, merupakan angka perkiraan sebab tidak dapat dikaitkan bahwa asap kebakaran di suatu daerah merupakan faktor utama adanya gangguan penerbangan, karena adanya pengaruh angin maupun asap yang kemungkinan berasal dari daerah atau kabupaten lain. Namun demikian adanya dampak kebakaran terhadap jalur penerbangan yang tidak beroperasi ini, selain memberikan dampak kerugian terhadap perusahaan juga berdampak terhadap tenaga kerja pengangkut barang dan pelayanan kelancaraan bandara seperti: pelayanan pesawat didarat (ground handling), pengiriman barang, angkutan niaga berjadwal dan tidak berjadwal, kantin, maupun kerugian bagai aktivitas ekonomi lain seperti penjualan souvenir. Sehingga apabila seluruh dampak yang ditimbulkan (pesawat tidak operasi dan bandara tutup) dinilai maka kerugian ekonomi gangguan transportasi akibat asap kebakaran hutan dan lahan akan semakin besar dari ternilai saat ini.

5.3.4. Penurunan Penghuni Hotel dan Penginapan

Penilaian dampak penurunan jumlah penghuni hotel dan penginapan akibat kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 di Kabupaten Sintang menggunakan pendekatan jumlah orang yang menginap di penginapan dan hotel seluruh sintang selama periode bulan Agustus-Desember tahun 1996-1997. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan yang siginifikan karena ketakutan akibat asap dan kebakaran serta sulitnya sarana transportasi selama kebakaran. Sedang lama menginap relatif kurang signifikan pengaruhnya.

Hasil wawancara dengan pengusaha hotel dan penginapan menunjukkan bahwa jumlah penghuni menurun rata-rata 14 orang/bulan. Penurunan penghuni hotel Flamboyan dan Sesean antara 17 – 18 orang/bulan dengan jumlah penghuni sebelum kebakaran (rata-rata 93 orang/bulan) dan setelah kebakaran (rata-rata 75 orang/bulan). Sedang untuk penginapan losmen Alisya dan Tanjung Puri jumlah penghuni losmen menurun antara 11 – 13 orang/bulan dengan jumlah penghuni sebelum kebakaran (rata-rata 67 orang/bulan) dan setelah kebakaran hutan penghuni losmen menurun (rata-rata 54 orang/bulan). Penurunan jumlah pengunjung menurut informasi pengusaha hotel dan penginapan yaitu 50% disebabkan oleh adanya asap selama periode kebakaran.

Tabel 36. Perhitungan Kerugian Ekonomi Penurunan Tingkat Hunian Hotel/ Penginapan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan 1997

Periode Sebelum Kebakaran (Agustus - Desember 96)

Periode Setelah Kebakaran (Agustus - Desember 97) N o Hotel dan Penginapan Bulan Pengu njung (org) Lama (hari) Pendapatan Th 1997 (Rp) Pengun jung (org) Lama (hari) Pendapatan Th 1997 (Rp) Nilai Kerugian (Rp) 1 Hotel (1) 8 1.692 1 63.450.000 1.369 2 77.006.250 (13.556.250) a. Hotel Flamboyan 9 1.646 1 61.725.000 1.332 1 49.950.000 11.775.000 b. Sesean Hotel 10 1.672 9 564.300.000 1.353 8 389.156.625 175.143.375 11 1.646 1 61.725.000 1.332 2 74.925.000 (13.200.000) 12 1.713 3 192.712.500 1.386 3 155.925.000 36.787.500 2 Penginapan (1) 8 1.128 1 19.740.000 913 1 22.528.275 (2.788.275) a. Losmen Alisya 9 1.097 1 19.197.500 888 1 20.823.600 (1.626.100) b. Losmen 10 1.114 1 19.495.000 902 2 24.940.300 (5.445.300) Tanjung Puri 11 1.097 1 19.197.500 888 2 23.620.800 (4.423.300) 12 1.142 1 19.985.000 924 1 21.506.100 (1.521.100) Kerugian Tahun 1997 13.947 20 1.041.527.500 11.287 22 860.381.950 181.145.550 Rataan 1.395 2 104.152.750 1.129 2 86.038.195 18.114.555 Kerugian Tahun 2003 13.947 20 1.782.362.500 11.287 22 1.487.979.000 294.383.500 Rataan 1.395 2 178.236.250 1.129 2 148.797.900 29.438.350

Sumber: Dinas Pariwisata Sintang, TNBB, TWA Baning, Hotel (Flamboyan & Sesean), Penginapan (Alisya & Tanjung Puri) data 1996-1997 (2003)

(1) Data pengunjung hotel & penginapan menggunakan data dasar hotel & penginapan sampel (4 buah), selanjutnya di konversi ke jumlah hotel dan penginapan seluruhnya (18 buah) di Kabupaten Sintang

(2) Penurunan pengunjung hotel dan penginapan rata-rata 266 orang/bulan dan 50% persen (133 orang) diantaranya disebabkan akibat asap kebakaran hutan dan lahan

(3) Biaya hotel rata-rata tahun 1997 (Rp. 75.000/hari) dan tahun 2003 (Rp. 125.000/hari) (4) Biaya penginapan rata-rata tahun 1997 (Rp. 35.000/hari) dan tahun 2003 (Rp. 75.000/hari)

Berdasarkan hasil analisis data responden hotel (flamboyan dan sesean) dan losmen (Alisya dan Tanjung Puri) sebelum dan setelah kebakaran hutan yang dikonversi untuk seluruh hotel dan penginapan di Kabupaten Sintang (18 hotel), diketahui tingkat hunian menurun selama 10 bulan yaitu Rp. 2660 orang atau sebanyak 266 orang/bulan, dan 50% diantaranya akibat adanya asap kebakaran hutan dan lahan atau 8 orang/bulan/hotel, rata-rata lama menginap relatif sama yaitu 2 hari/orang, tingkat harga rata-rata untuk hotel dan penginapan pada tahun 1997 yaitu Rp. 35.000/hari – Rp. 75.000/hari, dan pada pada tahun 2003 rata-rata

Rp. 75.000/hari – Rp. 125.000/hari (Tabel 36).

Nilai kerugian ekonomi menurut harga tahun 1997 untuk hotel dan penginapan akibat menurunnya tingkat hunian yaitu rata-rata Rp. 1.006.364/hotel/bulan dengan total kerugian dari seluruh hotel dan penginapan yaitu Rp. 181 juta atau rata-rata Rp. 18 juta/bulan. Kerugian ini terjadi

disebabkan karena penurunan tingkat hunian sehingga rata-rata pendapatan pada periode Agustus-Desember 1997 (setelah kebakaran) lebih rendah dibanding pendapatan periode sebelum kebakaran Agustus-Desember 1996. Sementara nilai kerugian tahun 2003 rata-rata meningkat 63% dibanding nilai kerugian tahun 1997 yang dipengaruhi oleh kenaikan harga rata-rata sebesar 81%.

Adanya kebakaran hutan dan lahan akan selain berdampak langsung terhadap pengusaha hotel, juga berdampak tidak langsung terhdap penyerapan tenaga kerja dan ekonomi wilayah. Sebab, menurunnya jumlah tingkat hunian hotel akan berpengaruh terhadap tidak produktifnya tenaga kerja hotel dan menurunnya retribusi hotel dan penginapan yang akan diperoleh pemerintah daerah yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap pendapatan ekonomi wilayah. Apabila kerugian tersebut diperhitungkan maka nilai kerugian akan semakin besar akibat adanya kebakaran hutan dan lahan.

5.3.5. Penilaian Penurunan Produktivitas Tanaman Pertanian

Penilaian penurunan produktivitas tanaman pertanian difokuskan kepada tanaman pangan seperti padi, palawija dan sayuran. Ketiganya memiliki masa umur panen singkat sehingga dengan adanya asap, pertikel debu diudara, dan hujan asam, serta gangguan cuaca dari akibat kebakaran hutan dan lahan akan langsung mempengaruhi proses fotosintesis tanaman dan selanjutnya akan menurunkan produktivitas tanaman. Menurut Hong dan Xu Ping (1996) dalam UNDP dan Kementrian Lingkungan Hidup (1998) menyatakan bahwa kebakaran hutan dan lahan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, terutama akibat asap dan hujan asam dengan pH 2,5 – 4,2 yang jatuh pada tanaman padi menyebabkan kandungan klorofil dan kecepatan transpirasi daun menurun drastis, sehingga mengganggu proses fotosintesa dan produktivitas tanaman.

Penilaian kerugian tanaman pangan akibat kebakaran yaitu dengan membandingkan produktivitas perhektar setiap jenis tanaman pangan periode Agustus-Desember sebelum terjadi kebakaran tahun 1996 dengan setelah terjadi kebakaran tahun 1997, dengan asumsi dasar yaitu: (a) perubahan produktivitas (50%) disebabkan oleh terganggunya proses fotosintesa tanaman akibat asap kebakaran, (b) tingkat teknologi usahatani sama sebelum dan setelah kebakaran,

(c) tidak terjadi perubahan luas tanam, (d) harga yang digunakan sama yaitu harga tahun 1997 dan harga tahun 2003 untuk setiap jenis tanaman.

Hasil penelitian terhadap 60 orang responden petani yang mengusahakan tanaman pangan (padi, palawija dan sayuran) rata-rata luas pemilikan lahan usahatani antara 0,25 sampai 1,5 hektar per kepala keluarga. Mengalami penurunan produksi padi rata-rata 221 kg/ha, tanaman palawija menurun rata-rata 495 kg/ha atau rata-rata perjenis tanaman 124 kg/ha/jenis (jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang kedele), dan tanaman sayuran (cabe, kacang panjang, sawi, tomat, terung, ketimun, kangkung dan bawang) menurun rata-rata sebesar 7,05 kg/ha atau rata-rata perjenis sayuran 0,88 kg/ha/jenis.

Total perbedaan produktivitas tanaman tahun 1996 dan 1997 untuk ketiga jenis tanaman yaitu rata-rata 722,54 kg/ha atau 240,85 kg/ha/jenis. Dari penurunan produktivitas tersebut, diasumsikan 50% akibat dampak asap kebakaran hutan, maka rata-rata penurunan produktivitasnya sebesar 361,27 kg/ha atau 120,42 kg/ha/jenis, yang meliputi penurunan produktivitas tanaman padi yaitu 110,40 kg/ha, tanaman palawija 247,35 kg/ha dan tanaman sayuran rata-rata

menurun 3,53 kg/ha (Tabel 37).

Dari total luas lahan pertanian tanaman pangan 8.993 ha, maka nilai kerugian penurunan produktivitas tanaman atas dasar harga tahun 1997 yaitu sebesar Rp. 661 juta (Rp. 73.528/ha), meliputi: kerugian tanaman padi sekitar 74,93% (Rp. 499 juta) dengan kerugian rata-rata Rp. 70.939/ha; tanaman palawija sebesar 25% atau Rp. 162 juta (Rp. 108.748/ha); dan kerugian tanaman sayuran 0,07% atau Rp. 444 ribu (Rp. 940/ha). Sementara kerugian menurut harga tahun 2003 meningkat sebesar Rp. 1,88 milyar (naik 184%) dengan kerugian rata-rata tanaman pangan yaitu Rp. 209.213/ha. Kontribusi kerugian tanaman padi (74,95%), kerugian tanaman palawija (25%) dan tanaman sayuran (0,05%).