ANALISIS INDUSTRI 14
Tujuan dari bab ini adalah memperkenalkan analisis sekuritas tahap kedua dalam top-down approach, yaitu analisis industri. Secara spesifik, setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai:
konsep dasar dan arti penting klasifikasi industri;
arti penting analisis industri untuk menyeleksi sekuritas;
metode yang digunakan untuk mengestimasi tingkat keuntungan, earning per share, dan earning multiplier industri;
tingkat persaingan dalam industri dan efeknya terhadap return industri yang diharapkan.
Analisis industri merupakan salah satu bagian dalam analisis fundamental.
Analis industri biasanya dilakukan setelah kita melakukan analisis ekonomi. Dalam analisis industri, investor mencoba memperbandingkan kinerja dari berbagai industri untuk bisa mengetahui jenis industri apa saja yang memberikan prospek paling menjanjikan ataupun sebaliknya. Setelah melakukan analisis industri, investor nantinya akan dapat saham dari kelompok industri mana sajakah yang akan dimasukan dalam portofolio yang akan dibentuknya.
Pengertian Industri
Istilah industri ataupun seekor/kelompok industri telah begitu dikenal luas oleh masyarakat, misalnya industri otomotif, industri makanan, dan lain sebagainya. Tetapi pada dasarnya, pengelompokan industri tidaklah sesederhanaa seperti yang dibayangkan. Sebagai contoh, untuk mengelompokkan suatu perusahaan yang memproduksi produk makanan kaleng terkadang mengalami kebingungan apakah perusahaan itu akan dikelompokkan ke dalam industri makanan ataukah industri aluminium (kemasan kaleng dari aluminium). Masalah pengelompokkan industri juga akan menjadi rumit ketika kita berhadapan dengan banyak perusahaan yang mempunyai sekian banyak ragam lini bisnis. Kita akan semakin sulit menentukan jenis industri apakah yang benar-benar sesuai dengan jenis industri perusahaan bersangkutan.
Berkenan dengan masalah tersebut, analis dan investor memerlukan metode yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan industri dengan tepat. Salah satu sistem klasifikasi industri yang telah dikenal dan digunakan secara luas adalah sistem Standard Industrial Classification (SIC) yang didasarkan pada data sensus dan pengklasifikasikan perusahaan berdasarkan produk dasar yang dihasilkan. SIC mempunyai 11 divisi dan masing-masing divisi diberi tanda A sampai K. Sebagai contoh, misalnya perkebunan, pertanian, dan perikanan dikelompokkan dalam divisi A, pertambangan dalam divisi B, perdagangan eceran G dan kelompok terakhir yaitu yang belum terklasifikasikan disebut dengan divisi K. Masing-masing divisi akan terdiri dari beberapa kelompok industri utama dan diberi kode dua digit.
Sebagai contoh, misalnya industri logam yang termasuk dalam divisi D, yaitu industri pertambangan, akan diberi kode 33.
Kelompok industri utama pada masing-msing divisi dalam SIC akan dibagi lagi dalam tiga empat, sampai lima digit kode SIC. Semakin banyak kode digit SIC, semakin spesifik pengelompokkan industri tersebut. Di samping standar klasifikasi SIC, ada beberapa sistem klafisikasi lainnya yang juga digunakan untuk mengelompokkan Standard Poor Corporation yang mengelompokkan industri dalam 113 kelompok, dan klasifikasi industri versi Value Line yang mengklasifikasikan perusahaan ke dalam 90 industri.
Pengelompokan industri untuk kasus di indonesia juga dilakukan dengan berdasarkan suatu standar klasifikasi industri tertentu. Salah satu standar yang banyak dipakai untuk mengelompokkan industri bagi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat dilihat pada Tabel 14.1 berikut ini.
Klasifikasi ini terdiri dari 9 divisi, dan masing-masing divisi tersebut dibagi lagi menjadi kelompok industri utama dan diberi kode dua digit.
Tabel 14.1 Klasifikasi Industri di Indonesia
PERTANIAN 1.1. Pertanian 1.2. Perkebunan 1.3. Pertenakan 1.4. Perikanan 1.5. Kehutanan
INDUSTRI BARANG KONSUMSI 5.1. Makanan dan minuman
5.2. Industri tembakau 5.3. Farmasi
5.4. Kosmetik dan barang keperluan rumah tangga
1.6. Lain-lain yang belum terklasifikasi
PERTAMBANGAN
2.1. Pertambangan batu bara
2.2. Pertambangan minyak dan gas bumi
2.3. Pertambangan logam dan mineral lainnya
2.4. Penggalian batu atau tanah 2.5. Lain-lain yang belum terklasifikasi
INDUSTRI DASAR DAN KIMIA 3.1. Semen
3.2. Keramik, gelas, porselen 3.3. Produk logam dan sejenisnya 3.4. Kimia
3.5. Plastik 3.6. Pakan ternak
3.7. Industri kayu dan pengolahannya 3.8. Pulp dan kertas
3.9. Lain-lain yang belum terklasifikasi
ANEKA INDUSTRI 4.1. Mesin dan alat berat 4.2. Otomotif dan komponenya 4.3. Tekstil dan garmen
4.4. Alas kaki 4.5. Kabel 4.6. Elektronik
4.7. Lain-lain yang belum terklasifikasi
5.5. Lain-lain yang belum terklasifikasi
KONSTRUKSI, PROPERTI DAN REAL ESTAT
6.1. Konstruksi
6.2. Propeti dan real estat 6.3. Lain-lain yang belum terklasifikasi
INFRASTRUKTUR, UTILITAS DAN TRANSPORTASI
7.1. Energi
7.2. Jalan tol, bandaran, pelabuhan dan sejenisnya
7.3. Telekomunikasi 7.4. Transportasi
7.5. Lain-lain yang belum terklasfikasi KEUANGAN
8.1. Bank
8.2. Lembaga pembiayaan 8.3. Perusahaan efek 8.4. Asuransi
8.5. Reksa dana
8.6. Lain-lain yang belum terklasifikasi PERDAGANGAN DAN JASA 9.1. Perdagangan besar barang industri 9.2. Perdagangan besar barang konsumsi
9.3. Perdagangan eceran 9.4. Hotel dan restoran 9.5. Pariwisata dan hiburan 9.6. Periklanan dan media massa 9.7. Jasa komputer dan perangkatnya 9.8. Lain-lain yang belum terklasfikasi
Selain memahami industri secara umum seperti yang telah dibahas, saham- saham tercatat di BEI juga sering dibedakan antara saham-saham perusahaan swasta dan perusahaan BUMN. Berapakah besarnya saham BUMN di BEI?
Gambar 14.1. Memperlihatkan persentase nilai kapitalisasi pasar saham BUMN terhadap memperlihatkan saham yang tercatat di BEI pada Februari 2001 dan Juli 2009.
Gambar 14.1. Persentase nilai kapitalisasi pasar saham BUMN terhadap seluruh saham yang tercatat di BEI, 2 Februari 2001 dan 17 Juli 2009.
Sumber: Bapepam-LK, 2009.
Pada awal Februari 2001, total nilai kapitalisasi pasar seluruh saham BUMN menghitung sekitar 20% dari seluruh saham di BEI. Pada waktu itu, ada hanya 6 BUMN yang tercatat di BEI. Namun delapan tahun kemudian atau pada Juli 2009, banyaknya BUMN yang tercatat di BEI telah meningkat menajdi 14 BUMN. Pada Juli TINS, TLKM, BBNI, ANTM, INAF, KAEF, PTBA, BMRI, BBRI, PGAS, ADHI, WIKA, dan JSMR. Pada Juli 2009 itu, total nilai kapitalisasi pasar 14 Saham BUMN tersebut mencapai sekitar 30% dari seluruh saham di BEI.
Pentingnya Analisis Industri
Analisis industri merupakan tahap penting yang perlu dilakukan investor, karena analisis tersebut dipercaya bisa membantu investor untuk mengindentifikasi peluang-peluang investasi dalam industri yang mempunyai karakteristik risiko dan return yang menguntungkan bagi investor.
Beberapa penelitian yang terkait dengan analisis industri telah didokumentasikan oleh Reilly dan Brown (1997), dan menghasilkan kesimpulan- kesimpylan seperti berikut ini:
1. Studi mengenai kinerja tahunan industri, menunjukkan bahwa industri yang berbeda mempunyai tingkat return yang berbeda pula. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa analisis industri itu penting, dan perlu dilakukan untuk mengetahui perbedaan kinerja antar industri, sehingga akan membantu investor dan para analis untuk mengidentifikasi peluang-peluang yang menguntungkan dan yang tidak menguntungkan.
2. Tingkat return masing-masing industri berbeda di setiap tahunnya. Dengan demikian, return industri di masa yang akan datang tidak bisa diestimasi hanya dengan menggunakan data return industri masa lalu. Oleh karena itu, analis dan investor di samping menggunakan data return industri di masa lalu, juga perlu menambahkan dengan beberapa data lain yang relevan untuk mengestimasi return industri di masa yang datang.
3. Tingkat return perusahaan-perusahaan di suatu industri yang sama, terlihat cukup beragam. Hal ini menunjukkan bahwa analisis industri juga perlu diikuti dengan analisis perusahaan.
4. Tingkat risiko berbagai industri juga beragam, sehingga analis dan investor perlu mempelajari dan mengestimasi faktor-faktor risiko yang relevan untuk suatu industri tertentu seperti halnya estimasi return.
5. Tingkat risiko suatu industri relatif stabil sepanjang waktu, sehingga analisis risiko berdasarkan data historis dapat digunakan untuk mengestimasi risiko industri di masa datang.
Dari berbagai hasil penelitian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa analisis industri penting untuk dilakukan, baik untuk meminimalkan risiko ataupun
untuk mengidentifikasi industri yang mempunyai prospek yang menguntungkan.
Selanjutnya, analisis industri juga perlu diikuti oleh analisis perusahaan, sehingga investor dapat menentukan saham-saham dari perusahaan mana saja dalam suatu kelompok industri yang mempunyai kombinasi return-risiko yang terbaik.
Estimasi Tingkat Keuntungan Industri
Dalam melakukan analisis industri, investor juga perlu menilai suatu industri dan menentukan return harapan dari suatu industri yang akan dianalisis.
Dengan menilai dan menentukan return harapan dari suatu industri, investor akan dapat menentukan peluang investasi pada industri-industri yang punya prospek terbaik. Untuk menilai suatu industri, ada dua langkah yang perlu dilakukan, yaitu pertama, mengestimasi earning per share (EPS) yang diharapkan dari suatu industri, dan kedua, mengestimasi price earning ratio (P/E) yang diharapkan atau disebut juga sebagai expected earning multipler industri. Selanjutnya, jika hasil kedua estimasi tersebut dikalikan, maka akan kita peroleh nilai akhir yang diharapkan dari suatu industri (expected ending value of industry).
Dengan mengetahui nilai akhir yang diharapkan dari suatu industri, selanjutnya akan dapat ditentukan tingkat return harapan dari suatu industri.
Caranya adalah dengan membagi nilai akhir yang diharapkan dari suatu industri ditambah dividen yang diharapkan dari industri, dengan nilai awal industri tersebut pada periode sebelumnya. Selanjutnya, dengan membandingkan tingkat return harapan dari industri terhadap tingkat return yang disyaratkan oleh investor, investor akan dapat menentukan industri mana saja yang layak dijadikan pilihan investasinya. Dalam penentuan keputusan investasi industri tersebut, pilihan investor sebaiknya pada industri-industri yang mampu memberikan return diharapkan yang lebih besar dibanding tingkat return yang disyaratkan investor.
Estimasi Earning per Share Industri
Untuk mengestimasi EPS kita perlu mengestimasi penjualan per lembar saham dari suatu industri terlebih dahulu. Ada tiga teknik yang dapat digunakan untuk mengestimasikan tingkat penjualan suatu industri, yaitu dengan daur hidup
industri (industry life eycle), analisis input-output, serta hubungan antara industri dengan ekonomi secara keseluruhan. Ketiga teknik tersebut sifatnya saling melengkapi untuk sehingga investor dapat mengkombinasikan ketiga teknik tersebut untuk mendapatkan gambaran lengkap mengenai posisi dan prospek industri dalam berbagai skenario.
Prakiraan penjualan dan daur hidup industri
. Tahap
perkembangan industri dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya penjualan dari suatu industri. Tahap perkembangan industri umumnya dibagi menjadi lima, yaitu: tahap permulaan, pertumbuhan yang cepat, tahap kedewasaan (mature), stabil, dan penurunan. Tahapan perkembangan industri dapat dilihat pada Gambar 14.2.berikut ini.
Gambar 14.2 Daur hidup suatu industri
Gambar 14.2. di atas menunjukkan pertumbuhan penjualan dalam berbagai tahap perkembangan industri. Untuk mengestimasikan penjualan industri kita perlu menentukan lamanya waktu untuk masinh-masing industri akan berbeda satu dengan yang lain. Untuk menggambarkan kontribusi tahap daur hidup industri, dan lamanya waktu untuk masing-masing industri akan berbeda satu dengan yang lain.
Untuk menggambarkan kontribusi tahap daur hidup industri dalam estimasi penjualan, maka berikut ini akan dibahas masing-masing tahap
tersebut dan
dampaknya terhadap petumbuhan penjualan dan keuntungan (profit) industri.
1. Tahap permulaan (introduction). Tahap permulaan merupakan masa-masa awal perkembangan sebuah industri. Pada tahap ini, pertumbuhan penjualan sangat kecil dan profit yang dihasilkan kemungkinan akan menunjukkan angkat negatif karena perusahaan harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk menutupi biaya promosi dan pengembangan produk di awal- awal pertumbuhan industri.
2. Tahap pertumbuhan (growth) pada tahap pertumbuhan, penjualan tumbuh secara cepat. Permintaan semakin meningkat, sedangkan persaingan begitu ketat, sehingga profit pada tahap pertumbuhan akan tumbuh dengan tinggi.
Pertumbuhan industri pada tahap ini akan cenderung lebih besar dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
3. Tahap kedewasaan (mature). Pada tahap ini, pertumbuhan penjualan mulai menurun, karena banyaknya pesaing yang mulai masuk dan permintaan yang sudah relatif stabil. Oleh karena itu, profit pada tahap mature akan mengalami pertumbuhan mulai menurun dan menuju tingkat keuntungan yang normal. Pertumbuhan industri pada tahap ini sedikit lebih besar dari tahap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
4. Tahap stabil. Tahap stabil mungkin merupakan tahap yang paling panjang dalam daur hidup industri. Pertumbuhan industri akan cenderung sama dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau segmen ekonomi dimana industri tersebut berada. Pada tahap ini investor dapat mengestimasi pertumbuhan penjualan secara mudah karena penjualan berkorelasi tinggi dengan kondisi ekonomi. Meskipun penjualan terkait erat dengan kondisi ekonomi, tetap besarnya pertumbuhan penjualan masing-masing perusahaan secara individual dalam suatu industri akan berbeda-beda satu dengan yang lain, tergantung dari kebutuhan manejerial dari masing-masing perusahaan.
5. Tahap penurunan. Pada tahap penurunan, tingkat penjualan dan profit industri semakin menurun. Oleh karena itu, pada tahap ini ada perusahaan yang mulai keluar dari industri dan investorpun mulai berfikir untuk mencari alternatif industri lain yang lebih menguntungkan. Pertumbuhan
industri pada tahap ini akan jauh dibawah pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Dengan mengetahui tahap daur hidup suatu industri, secara umum kita dapat mengestimasi tingkat pertumbuhan penjualan suatu industri.
Untuk melengkapi analisis terhadap daur hidup industri kita juga bisa membandingkan pertumbuhan industri tersebut dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Prakiraan penjualan dan analisis input-ouput. Analisis input-output adalah suatu cara alternatif untuk mengetahui gambaran prospek penjualan suatu industri dimasa yang akan datang, dengan cara mengidentifikasi pemasok (supplier ) dan konsumen dari suatu industri.
Dengan melakukan analisis input-output, kita dapat mengestimasi permintaan konsumen di masa datang, serta kemampuan pemasok untuk menyediakan barang dan jasa yang akan diperlukan dalam suatu industri. Informasi tersebut nantinya dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat penjualan dan keuntungan suatu industri di masa depan.
Prakira penjualan dan hubungan industri dan ekonomi. Teknik yang ketiga ini dilakukan dengan cara membandingkan tingkat penjualan industri dengan kondisi perekonomian secara keseluruhan yang berhubungan dengan barang dan jasa yang diproduksi oleh industri tersebut. Teknik ini didasari oleh asumsi bahwa kondisi perekonomian di mana suatu industri beroperasi akan terkait dengan penjualan dan keuntungan suatu industri.
Persaingan dan Return Industri yang Diharapkan
Faktor penting lain yang mempengaruhi besarnya profit yang bisa diperoleh suatu indsutri adalah intensitas persaingan dalam industri tersebut. Michael Porter (1985), telah banyak menulis tentang strategi kompetitif, yaitu suatu strategi yang berguna untuk mencapai posisi kompetitif dalam industri. Intensitas persaingan dalam suatu industri akan menemukan kemampuan industri untuk tetap memperoleh tingkat return diatas rata-rata. Intensitas persaingan merupakan gambaran dari lima faktor utama persaingan, dan pengaruh masing-masing faktor
tersebut untuk masing-masing individu akan berbeda-beda. Lima kekuatan persaingan akan menentukan profitabilitas industri karena lima faktor tersebut termasuk mempunyai pengaruh terhadap komponen return invesment (ROI) dalam suatu industri. Kekuatan masing-masing faktor tersebut merupakan fungsi dari struktur industri. Analisis yang dilakukan porter menunjukkan bahwa profitabilitas industri adalah fungsi dari struktur industri itu sendiri. Investor harus menganalisis struktur industri untuk menilai kekuatan dari lima faktor persaingan, sehingga investor dapat menentukan profitabilitas dari suatu industri. Struktur industri cenderung berubah, sehingga investor perlu terus memperbaharui analisis lingkungan industri sesuai dengan perubahan yang terjadi.
Gambar 14.3 menunjukkan lima faktor menurut porter (1985) yang menentukan intensitas persaingan dalam suatu industri. Kelima faktor tersebut adalah:
1. Ancaman adanya pemain baru
2. Daya tawar (bargaining power) pembeli 3. Persaingan diantara pemain yang ada 4. Ancaman adanya barang atau jasa substitusi 5. Daya tawar (bargaining power) pemasok.
Persaingan antara perusahaan yang ada dalam industri. Persaingan dalam suatu industri akan semakin meningkat jika terdapat banyak perusahaan yang ukurannya relatif sama bersaing dalam industri tersebut. Disamping itu, persaingan juga akan dipengaruhi oleh pertumbuhan industri dan biaya tetap, serta hambatan keluar dari industri tersebut. Pertumbuhan yang lambat akan membuat perusahaan semakin ketat bersaing memperebutkan pangsa pasar yang relatif kecil. Tinggi nya biaya tetap juga akan mendorong peningkatan persaingan, karena dengan tingginya biaya tetap akan mengharuskan perusahaan untuk memproduksi dengan kapasitas penuh. Hasil itu akan membuat penawaran dipasar akan semakin meningkat yang kemudian akan menyebabkan harga barang semakin menurun, sehingga persaingan semakin ketat.
Gambar 14.3. Lima faktor persaingan yang menentukan profitabilitas industri (sumber: Porter, Michael E, 1985, Competitive Advantage; Creating and Sustaining Superior Performance, The Free Press, Simon and Schuster).
Ancaman pemain baru. Meskipun sebuah industri mempunyai jumlah pesaing yang sedikit, investor juga perlu mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang potensial menjadi pemain baru dalam industri. Besarnya ancaman pemain baru ini akan dipengaruhi oleh adanya hambatan-hambatan masuk (barries to enrty ) dalam suatu industri, seperti tingginya biaya investasi, peraturan pemerintah, dan harga barang yang relatif kecil dibanding dengan biaya produksi. Jika hambatan masuk suatu industri relatif tinggi maka kemungkinan adanya pemain baru yang masuk dalam industri tersebut akan semakin kecil.
Ancaman adanya produk substitusi. Produk substitusi akan membatasi profit potensial suatu industri karena barang substitusi akan memunculkan alternatif bagi perusahaan. Dalam kondisi seperti ini, kemampuan perusahaan untuk menentukan harga produk akan semakin berkurang, karena dibatasi adanya produk substitusi. Artinya, jika harga produk perusahaan terlalu tinggi, konsumen bisa saja berpindah ke produk substitusi yang ditawarkan dipasar.
Bargaining power pembeli. Daya tawar pembeli dipasar yang kuat bisa mempengaruhi profitabilitas industri. Hal ini terjadi jika konsumen dapat menawar harga atau meminta kualitas yang lebih tinggi dengan kemungkinan pilihan dari produk yang diberikan oleh pesaing yang lain. Bila jumlah konsumen lebih banyak dari jumlah industrinya maka bargaining power konsumen akan rendah. Sebaliknya
jika jumlah industri lebih banyak dari konsumennya maka bargaining power konsumen akan besar.
Bargaining power pemasok. Pemasok dapat mempengaruhi return industri dimasa yang akan datang karena mereka mempunyai kekuatan untuk menentukan harga dan kualitas dari produknya. Jika jumlah pemasok lebih sedikit dibandingkan jumlah industrinya, maka pemasok memiliki bargaining power yang besar. Begitu juga sebaliknya, jika pemasok lebih banyak dari industrinya maka bargaining power pemasok akan berkurang.
Analisis lima faktor yang menentukan persaingan industri dapat digunakan untuk menilai profit potensi dari suatu industri untuk jangka panjang. Seperti dijelaskan diatas bahwa masing-masing industri mempunyai struktur industri yang berbeda, sehingga investor perlu menganalisis lima faktor yang mempengaruhi persaingan untuk masing-masing industri. Disamping itu, investor juga bisa mengamati perubahan lingkungan yang terjadi setiap saat, karena bisa jadi struktur industri akan berubah akibat adanya perubahan lingkungan tersebut.
Estimasi Earning Multiplier Industri
Teknik untuk melakukan estimasi earning multiplier industri ada dua, yaitu analisis makro dan analisis mikro. Dalam analisis makro, investor mempelajari hubungan antara earning multiplier industri dengan earning multiplier pasar.
Sedangkan analisis mikro, estimasi earning multiplier industri dilakukan dengan cara mengamati variabel-variabel yang mempengaruhi earning multiplier industri, seperti dividend-payout ratio (DPR), tingkat return yang disyaratkan dalam industri (k), dan tingkat pertumbuhan earning dan dividen industri yang diharapkan (g).
Analisis makro mengamsumsikan adanya hubungan antara perubahan dalam k dan g untuk industri tertentu dengan pasar keseluruhan. Asumsi ini sama dengan halnya hubungan antara perubahan dalam P/E rasio industri dengan P/E pasar secara keseluruhan. Tetapi perlu diingat bahwa hubungan antara industri dengan pasar tidaklah sama untuk setiap industri, bahkan untuk industri tertentu hubungan tersebut tidak signifikan. Oleh karena itu, sebelum menggunakan analisis makro untuk mengestimasi earning multiplier untuk industri, kita perlu mengavaluasi
terlebih dahulu kualitas hubungan antara rasio P/E industri yang akan dianalisis dengan P/E pasar. Disamping itu, kita juga perlu melengkapi analisis makro dengan analisis mikro.
Estimasi earning multiplier industri dengan analisis mikro dilakukan dengan cara mengestimasi tiga variabel yang menentukan earning multiplier industri (dividend-payout ratio, tingkat return yang disyaratkan dan tingkat pertumbuhan earning dan dividen yang diharapkan) dan hasil pembandingkan tiga variabel tersebut dengan P/E pasar. Dari hasil analisis tersebut, selanjutnya dapat diketahui apakah earning multiplier industri akan berada diatas, dibawah, ataupun sama dengan earning multiplier pasar.
Pertanyaan
14-1 Mengapa analisis industri ini penting untuk dilakukan dalam melakukan investasi?
14-2 Mengapa terkadang sulit untuk melakukan klarifikasi industri?
14-3 Jelaskan klarifikasi industri di Indonesia.
14-4 Jelaskan kesimpulan yang diperoleh dari beberapa hasil penelitian tentang analisis industri.
14-5 Jelaskan cara melakukan penilaian terhadap suatu industri.
14-6 Sebutkan dan jelaskan tahap-tahap dalam daur hidup industri.
14-7 Diantara tahap-tahap tersebut manakah yang memberikan tingkat resiko yang paling tinggi bagi investor.
14-8 Mengapa analisis persaingan juga penting dalam analisis industri?
Jelaskan masing-masing faktor yang mempengaruhi tingkat persaingan suatu industri.
Kasus: Analisis Ekonomi dan Industri
Agung Pandita, junior analyst disebuah perusahaan investasi, sedang duduk termenung disebuah kafe. Siang itu memikirkan kembali komentar beberapa rekan analisis yang pernah mengikuti kursus bersama angkatan XX setelah lima tahun berlalu, sebagian dari mereka menganggap bahwa kajian akademik tentang analisis sekuritas kurang relevan diterapkan dalam investasi. Beberapa teman lainnya lebih memilih menggunakan bottom up approach dari pada top-down approach dalam tahap analisis sekuritas. Mereka juga berpendapat bahwa CAPM dengan single index lebih sesuai dari pada APT dengan multi index untuk mengukur resiko sistematis.
Agung Pandita sempat melakukan diskusi dengan rekan angkatan XX yang bekerja pada perusahaan investasi lain. Beberapa rekan mereka menyimpulkan bahwa tahap dalam analisis sekuritas sangat mempengaruhi tingkat probabilitas keberhasilan membentuk portofolio yang efisien. Bagaimana penjelasan dan manfaat tahap analisis tersebut masing membingungkannya.
Kopi dihadapan Agung Pandita tidak lagi mengepulkan asap, iya menarik nafas sebentar lalu meneguk kopi yang telah dingin. Belum lagi habis kue yang dia pesan, alarm HP disaku nya menyala menandakan ia harus segera kembali kekantor mengikuti rapat. Ia harus menjelaskan pendekatan manakah yang seharusnya ia pilih? Mengapa single index lebih banyak dipilih teman-temannya? Mengapa pula pendekatan (approach) tahapan dalam analisis sekuritas begitu penting? Selangkah menuju ruang rapat seketaris perusahaan berlari menuju kearahnya dan menyampaikan kabar bahwa pertemuan ditundah 25 menit. Agung Pandita hanya tersenyum simpul sambil memasuki ruang rapat yang masih kosong. Mengapa tidak memberitahu via telpon atau sms, bukankah teknologi komunikasi sudah sedemikian canggih, gumamnya dalam hati. Sambil menunggu waktu tersisa, Agung Pandita teringat bahwa analisis fundamental berguna dalam memprediksi pergerakan harga saham, namun ia agak lupa bagaimana mekanismenya? Ia menahan langkah sejenak, dan menelepon saudara sebagai orang yang memiliki pandangan akademik tentang analisis investasi. Agung Pandita sangat berharap saudara memberikan masukan tentang hal-hal yang masih menimbulkan keraguan
baginya. Tahap ini penting bagi Agung Pandita, karena sangat menentukan promosi karier dia tahun ini untuk menuju level senior analyst.
GLOSARIUM
Prospek Industri adalah sebuah istilah yang seringkali didengar dalam dunia bisnis. Simak apa itu prospek dan cara mencari prospek bagi bisnis.
Supplier adalah pihak perorangan atau bisnis yang memasok atau menyuplai produk barang atau jasa kepada bisnis lain baik itu ke perorangan maupun perusahaan.
Pangsa Pasar adalah persentase penjualan atau total penjualan pasar yang diperoleh perusahaan dalam satu industri tertentu selama periode waktu tertentu pula.
Earning Multiplier adalah harga pasar per lembar saham suatu perusahaan dibagi dengan hasil / laba per sahamnya. Rasio ini mencerminkan hubungan perusahaan itu dengan para pemegang sahamnya.
Barriers to entry adalah segala rintangan, misalnya biaya tinggi, peraturan pemerintah, paten, atau tantangan lainnya yang membuat calon penjual baru sulit untuk merambah pasar dan bersaing dengan pemain lama.
Profitabilitas adalah metrik keuangan yang dipakai oleh para investor dan juga analis untuk mengukur serta mengevaluasi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan atau laba relatif terhadap pendapatan. biaya operasi. aset neraca, dan juga ekuitas pemegang saham selama periode waktu tertentu.
Individual adalah bagian terkecil dari suatu kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisahkan ke bagian kecil, serta memiliki akal, pikiran, hasrat, dan perasaan.
Industri life cycle adalah rangkaian evolusi sebuah industri seiring waktu. Itu
biasanya mencakup tahap pengenalan,
pertumbuhan, shakeout, matang, dan penurunan.
Investor adalah penanam modal (uang) dalam suatu usaha yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Return adalah hasil yang kamu dapatkan dari suatu investasi dalam periode tertentu. Hasil ini bisa berupa keuntungan (gain) atau kerugian (loss), tergantung dari performa aset yang kamu miliki. Pengembalian hasil investasi tersebut diukur dalam bentuk persentase dari modal awal yang kamu investasikan.
Analisis Perusahaan 15
Tujuan dari bab ini adalah memperkenalkan analisis sekuritas berdasarkan fundamental perusahaan. Secara spesifik, setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai:
Aspek kinerja perusahaan sebagai dasar pemilihan sekuritas;
Kebermanfaatan laporan keuangan dalam pemilihan sekuritas;
Kelemahan laporan keuangan dalam menganalisis sekuritas.
Dalam bab ini kita akan membahas tahap ketiga dalam analisis fundamental secara top-down, yaitu analisis perusahaan. Seperti telah dibahas sebelumnya, tahap pertama yang kita lakukan adalah analisis terhadap berbagai variabel ekonomi dan pasar modal. Tahap selanjutnya adalah analisis berbagai jenis industri, untuk menentukan industri-industri mana saja yang menawarkan prospek yang paling menguntungkan. Tahap terakhir, yaitu analisis perusahaan yang terkait dengan pertanyaan, “Perusahaan manakah dalam industri terpilih yang mampu menawarkan keuntungan bagi kita?” Dengan kata lain, saham-saham perusahaan manakah dalam industri terpilih yang paling menguntungkan bagi investor? Atau, saham-saham manakah yang harga pasarnya lebih rendah dari nilai intrinsiknya, sehingga layak dibeli, serta saham-saham manakah yang harga pasarnya lebih tinggi dari nilai intrinsiknya (overvalued), sehingga menguntungkan untuk dijual?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terkait dengan tahap analisis perusahaan, yang akan kita bahas dalam bab ini.
Bagaimana cara melakukan analisis perusahaan? Apa yang akan kita jadikan dasar untuk menilai apakah saham suatu perusahaan emiten layak kita jadikan alternatif investasi? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut satu hal yang harus kita ingat adalah, “belum tentu semua saham dari perusahaan yang tergolong sebagai perusahaan besar, selalu merupakan alternatif investasi yang baik”. Untuk mengetahui apakah saham suatu perusahaan layak dijadikan pilihan investasi, maka sebelumnya kita harus melakukan analisis terhadap perusahaan bersangkutan. Hasil analisis tersebut harus bisa memberikan gambaran kepada kita tentang nilai perusahaan tersebut, karakteristik internalnya, kualitas perusahaan dan kinerja manajemennya, serta tentu saja prospek perusahaan di masa datang.
Seperti telah dibahas dalam Bab 11, hasil penilaian tersebut pada akhirnya mengharuskan kita untuk membandingkan nilai instrinsik saham perusahaan tersebut dengan nilai pasarnya. Jika nilai pasarnya lebih rendah dari nilai intrinsiknya, maka saham tersebut disebut sebagai saham yang undervalued dan layak dibeli. Sebaliknya, jika harga pasar saham lebih tinggi dari nilai intrinsiknya, maka saham tersebut tergolong sebagai saham yang overvalued dan layak dijual.
Berbagai metode untuk menentukan nilai intrinsik saham seperti yang pernah dibahas sebelumnya dalam Bab 11, meliputi pendekatan nilai sekarang dan pendekatan PER.
Dalam melakukan analisis perusahaan, investor harus mendasarkan kerangka pikirnya pada komponen utama dalam analisis fundamental, yaitu: aearning per share perusahaan (EPS) dan price earning ratio perusahaan (P/E). Ada tiga alasan yang mendasari penggunaan dua komponen tersebut. Pertama, karena pada dasarnya kedua komponen tersebut bisa dipakai untuk mengestimasi nilai intrinsik suatu saham. Seperti telah disebutkan di muka, analisis fundamental bertujuan untuk menentukan nilai intrinsik saham perusahaan. Dalam kaitan tersebut, nilai intrinsik suatu saham yang telah dihitung tersebut, jika dibandingkan dengan harga pasar saham bersangkutan, akan berguna untuk menentukan keputusan membeli atau menjual saham. Kedua, dividen yang dibayarkan perusahaan pada dasarnya dibayarkan dari earning. Ketiga, adanya hubungan antara perubahan earning dengan perubahan harga saham. Beberapa penelitian empiris telah membuktikan adanya hubungan tersebut (Elton dan Gruver, 1995).
Dalam bab ini akan dibahas tentang analisis perusahaan berdasarkan dua komponen utama dalam analisis fundamental, yaitu EPS dan rasio P/E. Penyajian diawali dengan pembahasan penggunaan laporan keuangan untuk menghitung EPS dan sebagai input untuk melakukan analisis saham perusahaan, beserta kelemahan laporan keuangan dalam kaitannya dengan perhitungan EPS. Pembahasan selanjutnya adalah tentang penggunaan rasio P/E sebagai dasar untuk menghitung prospek perusahaan serta sebagai ukuran relatif nilai saham perusahaan.
EPS dan Informasi Laporan Keuangan
Bagi para investor yang melakukan analisis perusahaan, informasi laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan merupakan salah satu jenis informasi yang paling mudah dan paling murah didapatkan dibanding alternatif informasi lainnya.
Di samping itu, informasi laporan keuangan akuntansi sudah cukup menggambarkan kepada kita sejauh mana perkembangan kondisi perusahaan selama ini dan apa saja yang telah dicapainya. Dengan menggunakan laporan keuangan, investor juga akan bisa menghitung berapa besarnya pertumbuhan earning yang telah dicapai perusahaan terhadap jumlah saham perusahaan.
Perbandingan antara jumlah earning (dalam hal ini laba bersih yang siap dibagikan bagi terbar saham perusahaan akan dipemegang saham) dengan jumlah (EPS). Bagi para investor, informasi EPS merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan berguna, karena bisa menggambarkan prospek earning perusahaan di masa depan. Oleh karena itu, sebelum membahas manfaat EPS beserta kelemahannya, berikut akan dibahas terlebih dahulu laporan keuangan perusahaan sebagai dasar untuk memahami komponen EPS.
Salah satu informasi yang bisa digunakan investor dalam menilai suatu perusahaan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan ini merupakan informasi akuntansi yang menggambarkan seberapa besar kekayaan perusahaan, seberapa besar penghasilan yang diperoleh perusahaan serta transaksi-transaksi ekonomi apa saja yang telah dilakukan perusahaan yang bisa mempengaruhi kekayaan dan penghasilan perusahaan.
Laporan keuangan sangat berguna bagi investor untuk menentukan keputusan investasi yang terbaik dan menguntungkan. Berdasarkan analisis terhadap informasi laporan keuangan, investor bisa mengetahui perbandingan antara nilai intrinsik saham perusahaan dibanding harga pasar saham perusahaan bersangkutan, dan atas dasar perbandingan tersebut investor akan bisa membuat keputusan apakah membeli atau menjual saham bersangkutan.
Jenis-jenis laporan keuangan berdasarkan informasi yang dikandungnya bisa dibagi dalam tiga laporan keuangan utama, yaitu: neraca, laporan rugi laba, dan laporan aliran kas perusahaan. Berikut ini akan dibahas masing-masing jenis laporan keuangan tersebut beserta contohnya.
NERACA. Neraca adalah laporan keuangan yang menggambarkan kondisi finansial perusahaan pada suatu waktu tertentu. Neraca disebut juga sebagai gambaran kondisi keuangan perusahaan yang bersifat snapshot atau gambaran sesaat seperti layaknya sebuah foto, karena neraca hanya memberikan informasi posisi keuangan perusahaan pada saat tertentu saja. Padahal, dalam kenyataannya mungkin saja sehari setelah neraca disusun, kondisi keuangan perusahaan sudah mengalami perubahan. Dengan kata lain, neraca memberikan gambaran aktiva dan kewajiban perusahaan hanya pada saat tertentu saja, ketika laporan tersebut disusun.
Neraca merupakan laporan tentang aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemegan saham perusahaan pada suatu tanggal tertentu. Penyusunan pos-pos yang terdapat dalam neraca disusun berdasarkan urutan likuiditas (untuk aktiva) dan jangka waktu jatuh temponya (untuk pasiva). Semakin likuid suatu pos aktiva, semakin didahulukan penyajian pos tersebut dalam neraca bagian aktiva. Sedangkan, dalam sisi pasiva, semakin cepat jatuh tempo suatu kewajiban (hutang), maka penyajian pos-nya dalam neraca (bagian pasiva) akan semakin didahulukan.
Laporan posisi keuangan disebut juga sebagai neraca karena antara sisi aktiva dan sisi pasiva (kewajiban + ekuitas) masing-masing harus sama jumlahnya sehingga menjadi seimbang. Kondisi demikian bisa digambarkan seperti layaknya sebuah neraca yang harus seimbang antara sisi kanan dan sisi kirinya. Dalam Tabel 15.1. berikut ini akan diberikan sebuah contoh neraca keuangan PT Semen Gresik untuk tahun 2006 dan 2007.
Tabel 15.1. Contoh Laporan Neraca PT Semen Gresik NERACA KONSOLIDASI
PT Semen Gresik
Untuk Periode 31 Desember 2006 dan 31 Desember 2007 (dalam miliar rupiah)
2006 2007
AKTIVA
AKTIVA LANCAR
Kas dan bank 1.743,59 2.822,28
Investasi jangka pendek 185,00 117,00
Piutang usaha 821,04 870,97
Piutang afiliasi 283,52 284,50
Piutang lain-lain 18,93 18,61
Persediaan 1.025,98 1.047,87
Piutang Pajak 3,33 1,42
Uang muka yang diberikan 42,77 78,07
Beban dibayar dimuka 29,11 27,19
Jumlah aktiva lancar 4.153,26 5.267,91
AKTIVA TETAP-Setelah dikurangi 3.162,92 3.101,87 akumulasi penyusutan
AKTIVA LAIN-LAIN 180,24 145,45
Jumlah aktiva tetap 3.343,16 3.247,32
JUMLAH AKTIVA 7.496,42 8.515,23
KEWAJIBAN DAN HUTANG KEWAJIBAN LANCAR
Utang bank jangka pendek 84,67 50,01
Utang usaha 464,60 517,74
Utang muka penjualan 35,25 61,69
Utang yang masih harus dibayar 463,60 435,44
Utang pajak 297,96 267,18
Utang lain-lain 36,71 38,01
Kewajiban jangka panjang jatuh tempo 77,26 75,81 dalam 1 tahun
Jumlah kewajiban lancar 1.460,08 1.445,87
KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 455,16 349,77
JUMLAH KEWAJIBAN 1.915,24 1.795,64
Hak pemegang saham minoritas pada perusahaan- 81,56 92,32 Perusahaan anak yang dikonsolidasi
MODAL SENDIRI
Modal saham-nilai nominal 593,15 593,15
Tambahan modal disetor 1.247,36 1.247,36
Laba ditahan 3.659,03 4.786,76
Jumlah Modal Sendiri 5.499,61 6.627,26
JUMLAH KEWAJIBAN DAN MODAL 7.496,42 8.515,23 SENDIRI
Sumber: Laporan Keuangan Tahunan PT Semen Gresik, 2007
LAPORAN RUHI LABA. Laporan rugi laba (income statement) adalah ringkasan profitabiliyas perusahaan selama periode waktu tertentu, misalnya satu tahun. Laporan rugi laba ini menunjukkan penghasilan yang diperoleh selama satu periode, biaya (expenses) yang dikeluarkan dalam satu periode, dan elemen-elemen lain pembentuk laba. Laporan ini pada dasarnya mencerminkan perbedaan antara penghasilan dan biaya perusahaan selama periode tertentu sehingga menghasilkan keuntungan (ataupun kerugian) bersih perusahaan.
Dalam analisis laporan rugi laba perlu dilakukan pembedaan unsur-unsur biaya yang tercantum dalam laporan rugi laba, menjadi:
1. Biaya produksi. Biaya ini berkaitan dengan biaya-biaya yang langsung terkait dengan aktivitas produksi barang-barang dan jasa yang akan dijual perusahaan.
2. Biaya administrasi dan umum. Biaya ini berkaitan dengan biaya overhead, biaya gaji, pengiklanan, dan biaya lainnya yang tidak terkait langsung dengan biaya produksi barang dan jasa.
3. Biaya bunga. Biaya ini terkait dengan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan sebagai konsekuensinya penggunaan hutang.
4. Biaya pajak penghasilan. Biaya ini berkaitan dengan kewajiban perusahaan untuk membayar sejumlah pajak kepada pemerintah.
Bagi investor, informasi laba yang diperoleh perusahaan bisa dijadikan dasar untuk menilai seberapa besar nilai kembalian investasi yang dilakukan (atau dikenal dengan istilah return on investment/ ROI), atau untuk menilai seberapa besar earning yang akan diperoleh dari setiap saham yang dibeli investor (atau dikenal
sebagai earning per share / EPS). Pada Tabel 15.2. diberikan sebuah contoh Laporan Rugi Laba dari PT Semen Gresik untuk tahun 2006 dan 2007.
Tabel 15.2. Contoh Laporan Rugi Laba PT Semen Gresik NERACA KONSOLIDASI
PT Semen Gresik
Untuk Periode 31 Desember 2006 dan 31 Desember 2007 (dalam miliar rupiah)
2006 2007
Penjualan Bersih 8.727,86 9.600,80
Harga pokok penjualan 5.400,35 5.600,14
Laba kotor penjualan 3.327,51 4.000,65
Beban usaha 1.548,13 1.603,80
Laba usaha 1.779,38 2.396,85
Pendapatan (Beban) Lain-lain
Pendapatan bunga 125,35 138,15
Keuntungan/Kerugian selisih kurs -3,05 0,62
Beban bunga -80,49 -11,63
Pendapatan lain-lain 29,45 28,25
Jumlah pendapatan (beban) lain-lain 71,26 155,39
Laba sebelum pajak penghasilan 1.857,04 2.560,21
Pajak penghasilan 546,34 755,66
Laba sebelum hak minoritas 1.310,70 1.793,54
Hak minoritas atas laba bersih anak 15,18 18,13 perusahaan
Laba bersih 1.295,52 1.775,41
Jumlah lembar saham 5,93 5,93
Laba bersih per lembar saham 218 299 Sumber: Laporan Keuangan Tahunan PT Semen Gresik, 2007
LAPORAN ARUS KAS (THE STATEMENT OF CASH FLOWS).
Laporan aliran kas disebut juga sebagai laporan perubahan posisi finansial atau laporan aliran dana perusahaan. Laporan arus kas merupakan laporan yang memuat aliran kas yang berasal dari tiga sumber: (1) aktivitas operasi perusahaan, (2) aktivitas investasi, dan (3) aktivitas pendanaan yang dilakukan perusahaan. Laporan arus kas yang berasal dari operasi perusahaan menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan arus kas (dari operasi sehari-hari) untuk melunasi utang, pembiayaan operasi perusahaan, pembayaran dividen, dan melakukan investasi baru. Aktivitas investasi dalam laporan arus kas menunjukkan pengeluaran dan penerimaan kas perusahaan yang berkaitan dengan investasi yang dilakukan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan di masa depan. Sedangkan, aktivitas pendanaan dalam laporan arus kas menunjukkan prediksi klaim terhadap arus kas di masa depan oleh para pemilik modal perusahaan.
Ada dua perbedaan antara laporan arus kas dengan laporan rugi laba dan neraca perusahaan. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Neraca dan laporan rugi laba disusun atas dasar metode akrual akuntansi (artinya penerimaan dan biaya-biaya dicatat ketika transaksi tersebut terjadi, meskipun dalam kenyataannya tidak menyebabkan perubahan aliran kas perusahaan), sedangkan laporan arus kas hanya mencatat transaksi yang menyebabkan aliran kas secara nyata. Misalnya, jika perusahaan A menjual barang yang akan dibayar pada 60 hari (2 bulan) yang akan datang, laporan rugi laba akan mencatatnya sebagai penerimaan penjualan, dan neraca mencatatnya sebagai piutang dagang, meskipun kas belum diterima secara nyata. Sedangkan, laporan arus kas tidak akan mencatat transaksi tersebut sampai pada saat piutang tersebut dibayar dan ada arus yang masuk dari transaksi tersebut.
2. Laporan rugi laba memasukkan pos depresiasi untuk “menghaluskan”
pengeluaaran modal yang terlalu besar dalam laporan rugi laba, maka pengeluaran modal yang terlalu tinggi dalam suatu periode bisa dihitung dalam beberapa tahun, sehingga keuntungan perusahaan akan tampak lebih halus. Sedangkan laporan arus kas hanya akan mencatat transaksi pengeluaran modal perusahaan pada saat transaksi itu terjadi
Berikut ini, dalam Tabel 15.3. akan diberikan sebuah contoh laporan arus kas PT Semen Gresik untuk tahun 2006 dan 2007.
Tabel 15.3. Contoh Laporan Arus Kas PT Semen Gresik LAPORAN ARUS KAS KONSOLIDASI
PT Semen Gresik
Untuk Periode 31 Desember 2006 dan 31 Desember 2007 (dalam miliar rupiah)
2006 2007
ARUS KAS DARI KEGIATAN OPERASI:
Kas yang dihasilkan dari operasi 2.356,30 2.751,02 Penghasilan bunga yang diterima 124,21 138,15 Pencairan kas yang dibatasi penggunaannya 3,30 5,87 Restitusi pajak penghasilan 0,38 1,12 Pembayaran pajak penghasilan -661,24 -785,84 Pembayaran bunga dan beban keuangan -228,89 -35,70 Arus kas bersih yang diperoleh dari aktivitas 1.594,06 2.074,60 operasi
ARUS KAS DARI KEGIATAN INVESTASI:
Perolehan aktiva tetap -190,30 -322,65 Pencairan (penempatan) investasi jangka pendek -110,00 -68,00 Penambahan beban tangguhan bersih -9,03 -35,09
Penerimaan dividen 1,87 1,54
Hasil penjualan aktiva tetap 1,52 3,18 Arus kas bersih yang diperoleh dari aktivitas -285,1 -305,93 investasi
ARUS KAS DARI KEGIATAN PENDANAAN:
Pembayaran kembali hutang bank -197,21 -104,40
Perolehan hutang bank 6,06 70,50
Pembayaran kembali pinjaman dari pemerintah RI -30,84 -30,84 Pembayaran dividen -262,83 -647,76
Pembayaran obligasi -409,55 0,00
Pembayaran kepada pihak yang mempunyai hub. 1,12 1,61 Istimewa
Arus kas bersih yang diperoleh dari aktivitas -893,19 -710,90 pendanaan
Kenaikan (penurunan) kas bersih 394,94 1.078,69
Kas pada awal tahun 1.348,64 1.743,59
Kas pada akhir tahun 1.743,59 2.822,28 Sumber: Laporan Keuangan Tahunan PT Semen Gresik, 2007
Kelemahan Pelaporan EPS dalam Laporan Keuangan
Seperti telah dibahas di atas, penggunaan laporan keuangan dalam analisis perusahaan dapat memberikan infomasi bagi investor tentang kondisi perusahaan, termasuk pertumbuhan dan prospek perusahaan di masa datang. Informasi seperti ini diperlukan investor dalam memprediksi pertumbuhan perusahaan di masa datang, dan kemudian diperlukan dalam membuat keputusan investasi yang tepat.
Hasil analisis laporan keuangan akan membantu investor dalam menentukan layak atau tidaknya suatu saham yang diterbitkan perusahaan untuk dijadikan alternatif investasi.
Di samping berbagai manfaat di atas, penggunaan laporan keuangan secara akuntansi dalam analisis perusahaan mengandung beberapa kelemahan, khususnya yang berkaitan dengan pelaporan earning perusahaan. Permasalahan dalam pelaporan earning ini akan terkait dengan kemungkinan munculnya konflik kepentingan antara investor di satu sisi sebagai pengguna laporan keuangan.
Investor tentunya akan menginginkan pelaporan earning yang “sejujur-jujurnya”
dan apa adanya. Hal ini penting sebagai sumber informasi untuk pembuatan keputusan investasi yang akan dilakukan. Sedangkan di pihak lain, manajemen menginginkan pelaporan earnung dalam laporan keuangan dibuat “seindah mungkin”, dengan berbagai trik dan perlakuan khusus. Jika laporan keuangan yang dihasilkan bisa menunjukkan bahwa perusahaan selalu untung, maka tentunya kinerja manajemen akan kelihatan bagus.
Bagaimana pemecahannya? Dalam situasi konflik kepentingan seperti ini posisi akuntan sebagai penyusun laporan keuangan akan berada di tengah-tengah antara kepentingan investor dan manajemen. Untuk itulah, peran prinsip-prinsip dan kode etik akuntansi dalam mengurangi konflik seperti ini sangat diperlukan. Di samping itu, penggunaan tenaga auditor eskternal yang netral kiranya bisa dipakai sebagai cara mengurangi konflik seperti ini.
Kelemahan berikutnya berkaitan dengan kemampuan laporan keuangan untuk menggambarkan kondisi perusahaan yang paling terkini (terbaru). Seperti kita ketahui bahwa laporan keuangan disusun pada akhir periode (biasanya 1 tahun) untuk menggambarkan apa yang telah terjadi pada perusahaan pada periode
tersebut. Akan tetapi, gambaran tersebut dalam kenyataannya masih merupakan gambaran sesaat (foto) kondisi perusahaan pada saat laporan keuangan tersebut dibuat. Kelemahan seperti ini dikenal juga dengan istilah snapshot.
Analisis Rasio Profitabilitas Perusahaan
Untuk melakukan analisis perusahaan, di samping dilakukan dengan melihat laporan keuangan perusahaan, juga bisa dilakukan dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Dari sudut pandang investor, salah satu indikator penting untuk menilai prospek perusahaan di masa datang adalah dengan melihat sejauh mana pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Indikator ini sangat penting diperhatikan untuk mengetahui sejauh mana investasi yang akan dilakukan investor di suatu perusahaan mampu memberikan return yang sesuai dengan tingkat yang disyaratkan investor. Untuk itu, biasanya digunakan dua rasio profitabilitas utama, yaitu: (1) Return on Equity (ROE) yang menggambarkan sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang bisa diperoleh pemegang saham, dan (2) Return on Asset (ROA) menggambarkan sejauh mana kemampuan aset-aset yang dimiliki perusahaan bisa menghasilkan laba.
Rasio ROE bisa dihitung dengan membagi laba bersih dengan jumlah ekuitas perusahaan. Sedangkan rasio ROA diperoleh dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak dengan jumlah aset perusahaan. Secara matematis, rumus untuk menghitung ROE dan ROA bisa ditulis sebagai berikut:
ROE =Laba bersih setelah bunga dan pajak Jumlah modal sendiri
ROA =EBIT Jumlah aset
Contoh: Berdasarkan data yang ada pada contoh laporan keuangan PT Semen Gresik di atas, maka kita bisa menghitung ROE dan ROA perusahaan tersebut, sebagai berikut:
Tabel 15.4. Perhitungan ROE dan ROA PT Semen Gresik tahun 2006 dan 2007
Keterangan 2006 2007
Laba bersih (Rp miliar) 1.295,52 1.775,41
EBIT (Rp miliar) 1.779,38 2.396,85
Ekuitas (Rp miliar) 5.499,61 6.627,26
Total aset (Rp miliar) 7.496,42 8.515,23
ROE 0,2356 0,2679
ROA 0,2374 0,2815
Bisakah kita memprediksi ROE dan ROA di masa datang? Jawabannya adalah bisa, tetapi mungkin kurang akurat. Memprediksi ROE dan ROA perusahaan di masa datang dengan berdasarkan data masa lalu. ROE dan ROA masa lalu memang mengandung kelemahan, karena secara implisit berasumsi bahwa ROE dan ROA masa lalu akan sama dengan ROE dan ROA masa depan. Padahal, dalam kenyataannya belum tentu bahwa ROE perusahaan yang tinggi tahun lalu akan berarti ROE perusahaan tahun depan juga akan tinggi. Memprediksi ROE masa depan berdasarkan infomrasi ROE masa lalu memang bisa membantu investor, tetapi di samping itu, informasi tentang ekspetasi investor atas earning dan dividen perusahaan juga penting untuk menentukan nilai intrinsik saham perusahaa, sehingga investor bisa membuat keputusan investasi yang tepat. Dengan kata lain, data-data masa lalu mungkin bisa dipakai sebagai indikator pertumbuhan perusahaan di masa datang, tapi investor harus selalu awas terhadap kemungkinan- kemungkinan yang akan terjadi di masa datang.
Earning per Share
Komponen penting pertama yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba per lembar saham atau lebih dikenal sebagai earning per share (EPS). Informasi EPS suatu perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan.
Besarnya EPS suatu perusahaan bisa diketahui dari informasi laporan keuangan perusahaan. Meskipun beberapa perusahaan tidak mencantumkan besarnya EPS perusahaan bersangkutan dalam laporan keuangannya, tetapi besarnya EPS suatu
perusahaan bisa kita hitung berdasarkan informasi laporan neraca dan laporan rugi laba perusahaan. Rumus untuk menghitung EPS suatu perusahaan adalah sebagai berikut:
EPS=Laba bersih setelah bunga dan pajak Jumlah saham beredar
Disamping rumus 15.3 di atas, kita juga bisa menghitung EPS perusahaan dengan menggunakan rumus berikut ini:
EPS = ROE X Nilai buku per lembar saham
EPS=Laba bersih setelah bunga dan pajak
Jumlah modal sendiri X
Jumlah modal sendiri Jumlah saham beredar
Contoh: Berdasarkan data-data dalam laporan keuangan PT Semen Gresik di atas, kita bisa menghitung EPS PT Semen Gresik untuk tahun 2006 dan 2007 dengan menggunakan rumus 15.3 maupun rumus 15.4 di atas. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
EPS=Laba bersih setelah bunga dan pajak Jumlah saham beredar
EPS2006 = Rp1.295,52 / 5,93
= Rp218
EPS2007 = Rp1.775,41 / 5,93
= Rp299 Atau :
EPS = ROE X Nilai buku per lembar saham
= EBIT – Bunga – Pajak X Jumlah modal sendiri Jumlah modal sendiri Jumlah saham beredar EPS2006 = (Rp1.295,52 / Rp5.499,61) x (Rp5.499,61 / 5,93)
= Rp218
EPS2007 = (Rp1.775,41 / Rp6.627,26) x (Rp6.627,26 / 5,93)
= Rp299
Price Earning Ratio
Komponen penting kedua setelah EPS yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah price earning ratio (PER) atau juga disebut sebagai earning multiplier. Informasi PER mengindikasikan besarnya rupiah yang harus dibayarkaan investor untuk memperoleh satu rupiah earning perusahaan. Dengan kata lain, PER menunjukkan besarnya harga setiap satu rupiah earning perusahaan.
Di samping itu, PER juga merupakan ukuran harga relatif dari sebuah saham perusahaan. Rumus untuk menghitung PER adalah sebagai berikut:
PER = D1/E1
k – g Dalam hal ini:
D1/E1 = tingkat dividend payout ratio yang diharapkan k = tingkat return yang disyaratkan
g = tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan
Dari persamaan 15.5 di atas, terlihat ada tiga komponen utama untuk menghitung PER suatu perusahaan, yaitu dividend payout ratio (DPR) yang diharapkan, tingkat return yang disyaratkan (k), dan tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan (g). Komponen pertama, yaitu DPR, menunjukkan besarnya dividen yang akan dibayarkan perusahaan dari total earning yang diperoleh perusahaan (DPR dihitung dalam bentuk rasio atau persentase). Dengan kata lain, DPR merupakan perbandingan antara dividen yang dibayarkan perusahaan terhadap earning yang diperoleh perusahaan.
Komponen kedua dari persamaan PER adalah tingkat return yang disyaratkan (k), yang menunjukkan tingkat return yang disyaratkan investor atas suatu saham sebagai kompensasi atas risiko yang harus ditanggung investor. Untuk menentukan besarnya k suatu saham, kita bisa menghitung dengan menjumlahkan tingkat return bebas risiko (riski-free rate) dan premi risiko yang disyaratkan ivestor. Secara matematis, rumus untuk menentukan tingkat bunga yang disyaratkan adalah sebagai berikut:
k = Rf + RP
= tingkat return bebas risiko + prensi risiko
Komponen ketiga, yaitu tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan (g), merupakan fungsi dari besarnya ROE dan tingkat laba ditahan perusahaan (retentio rate). Dengan kata lain, secara matematis, rumus untuk menghitung g suatu perusahaan bisa dihitungkan dengan rumus berikut ini:
g = ROE X tingkat laba ditahan
=Laba bersih setelah bunga dan pajak
Jumlah modal sendiri X \(1- DPR\)
Estimasi Nilai Intrinsik Saham
Seperti telah disebutkan pada bagian awal bab ini, analisis perusahaan akan terkait dengan penentuan saham-saham perusahaan manakah dalam industri terpilih yang mampu menawarkan keuntungan bagi investor. Dengan kata lain, saham- saham manakah yang harga pasarnya lebih rendah dari nilai intrinsiknya (undervalued), sehingga layak dibeli, serta saham-saham manakah yang harga pasarnya lebih tinggi dari nilai intriksiknya (overvalued), sehingga menguntungkan untuk dijual. Semua pertanyaan tersebut akan bisa dijawab jika kita sudah berhasil mengestimasi nilai intrinsik saham perusahaan yang akan dianalisis. Jika nilai intrinsik saham sudah bisa ditentukan, langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai intrinsik saham yang dianalisis dengan harga pasarnya sebagai dasar keputusan untuk menentukan apakah saham tersebut undervalued atau overvalued.
Bagaimana cara mengestimasi nilai intrinsik saham dalam analisis perusahaan? Estimasi nilai intrinsik saham dalam analisis perusahaan bisa dilakukan dengan memanfaatkan dua komponen informasi penting dalam analisis perusahaan, yang telah dibahas, yaitu EPS dan PER (earning multiplier). Dengan kata lain, nilai intrinsik suatu saham merupakan fungsi dari EPS yang diharapkan dan besarnya PER saham bersangkutan. Secara matematis, kita bisa mengestimasi nilai intrinsik saham perusahaan dengan menggunakan rumus berikut ini:
^P0=Estimasi EPS X PER = E1 X PER
Jika nilai intrinsik saham sudah berhasil diestimasi, langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai intrinsik saham dengan harga pasarnya. Jika nilai intrinsik suatu saham lebih tinggi dibanding harga pasarnya, maka saham tersebut tergolong sebagai saham yang undervalued, dan sebaiknya dibeli. Sebaliknya, jika nilai intrinsik suatu saham lebih rendah dibanding harga pasarnya, maka saham tersebut tergolong sebagai saham yang overvalued, dan sebaiknya tidak dibeli, atau sebaliknya dijual jika sudah dimiliki.
Analisis Perusahaan Menggunakan Ringkasan Laporan Keuangan
Menurut PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No.1 tahun 2002, laporan keuangan yang lengkap terdiri dari lima komponen, yaitu: (1) neraca, (2) laporan rugi laba, (3) laporan perubahan ekuitas, (4) laporan arus kas, dan (5) catatan atas laporan keuangan. Analisis sekuritas disyaratkan untuk memahami format dan isi kelima komponen laporan keuangan perusahaan. Investor yang ingin membeli dan menjual saham dapat terbantu jika memahami dan masa lalu menentukan prospek perusahaan di masa mendatang.
Neraca atau laporan posisi keuangan memberikan potret mengenai kondisi finansial perusahaan dengan menunjukkan aset, kewajiban, dan ekuitas pemegang saham pada suatu tanggal tertentu misalnya pada akhir tahun. Laporan laba rugi meringkas kinerja operasi selama satu periode akuntansi misalnya satu tahun dengan menunjukkan pendapatan dan biaya. Laporan arus kas melaporkan bagaimana kas diperoleh dan di mana saja kas digunakan selama satu periode akuntansi. Terakhir, catatan atas laporan keuangan menjelaskan atau merinci jumlah yang tertera dalam keempat komponen sebelumnya.
Di manakah laporan keuangan perusahaan yang tercatat di bursa efek dapat ditentukan? Informasi secara lengkap laporan keuangan perusahaan diperoleh pada laporan tahunan yang dipublikasikan bersangkutan atau di bursa efek yang mencatat saham perusahaan tersebut. Sumber-sumber lain umumnya menyajikan laporan keuangan perusahaan dengan format ringkasan, misalnya Indonesian Capital Market Directort (ICMD) yang dikeluarkan oleh Institute for Economics and Financial Research (ECFIN).
Tabel 15.5. dan 15.6. menyajikan ringkasan laporan keuangan dua perusahaan dengan bisnis yang berbeda, yang terdapat pada ICMD 2004 untuk periode akhir 2001,2002, dan 2003. Untuk diperhatikan, bilangan yang tercantum adalah hasil pembulatan. Kedua perusahaan tersebut terdaftar di BEI (huruf di dalam kurung berikut menunjukkan kode saham di BEI) adalah (a) PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), mewakili perusahaan manufaktur dalam contoh ini, dan (b) PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), mewakili bank dalam contoh ini.
Tabel 15.5. Ringkasan Laporan Keuangan PT Indofood Sukses Makmur Tbk.
SUMMARY OF FINANCIAL STATEMENT PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF)
(million rupiah) 2001 2002 2003 Total Assets 12.979.102 15.251.516 15.308.854 Current Assets 5.246.997 7.147.003 7.106.491 Cash on hand and in banks 834.366 1.368.446
1.529.698
Trade reccivables 929.394 1.323.789 1.641.266 Inventories 2.137.503 2.743.304 2.218.210 Non Current Assets 7.732.105 8.104.513 8.202.364 Fared Assets Net 5.427.878 5.661.424 5.825.951 Deffered Tax Assetes Net 25.671 27.998 57.904 Invesuments 24.543 23.689 20.233 Other Assets 168.838 622.919 559.043 Liabilities 9.417.521 11.586.818 11.214.974 Current Liabilities 6.055.346 4.341.302 3.664.193 Bank borrowings 623.474 624.233 513.311 Trade payable 1.392.197 1.161.764 1.600.295 Accrued expansa 415.647 341.653 341.214 Non-Current Liabilities 2.603.359 6.371.838 6.889.138 Minority Interests in 758.816 875.678 662.643
Subsidiaries
Shareholders Equity 3.561.581 3.662.698 4.093.881 Paid-up capital 915.600 938.490 944.327 Paid-up capital 963.760 1.139.061 1.5811.379 In excess of par value 1.682.221 1.585.146 1.968.175 Retained earnings 14.644.598 16.466.285 17.871.425
Net sales 10.776.075 12.398.724 13.405.057
Cost of Goods Sold 3.868.523 4.067.551 4.466.057 Gross Profit 1.834.063 2.187.416 2.457.262 Operating Expenses 2.034.460 1.880.136 2.009.795 Operating Profit (758.120) (462.052) (977.660) Other Income (Expenses) 1.276.340 1.418.084 1.031.135 Profit before Tases 1.276.340 802.633 603.481 Profit after Taxes 746.330 1.880.136 2.009.795 Sumber: Indonesian Capital Market Directort, 2004
Laporan posisi keuangan perusahaan memperlihatkan total aktiva, kewajiban dan ekuitas. Aktiva (assets) merupakan sumber daya yang dikuasai perusahaan dan digunakan untuk menghasilkan manfaat ekonomi. Kewajiban (liabilities) merupakan hutang perusahaan yang penyelesaiaannya menimbulkan arus kas keluar perusahaan. Terakhir, ekuitas pemegang saham (shareholders’ equity) merupakan selisih antara aktiva dan kewajiban, yang mencerminkan kepemilikan perusahaan. Kondisi identitas akuntansi dilaporkan bahwa aktiva harus sama dengan kewajiban dan ekuitas:
Aktiva = Kewajiban + Ekuitas
Untuk PT Indofood Sukses Makmur Tbk:
Tahun 2001:
Rp12.979.102 juta = Rp9.417.521 juta + Rp3.561.581 juta Tahun 2002:
Rp15.251.516 juta = Rp11.588.818 juta + Rp3.662.698 juta Tahun 2003:
Rp15.308.854 juta = Rp11.214.974 juta + Rp4.093.881 juta
Laba setelah pajak (profit after tax) atau laba bersih (net income) sering dikenal sebagai bottom line karena normalnya berada pada barisan bawah dari laporan laba rugi. Laba atau keuntungan (profit) adalah selisih antara pendapatan dan biaya perusahaan. Pendapatan (revenue) dihasilkan dari aktivitas perusahaan seperti penjualan (sales). Beban (espense) ditimbulkan dari pelaksanaan aktivitas perusahaan seperti harga pokok penjualan, beban usaha dan beban-beban lainnya.
Laba perusahaan normalnya digunakan untuk membayar dividen (dividend) kepada pemegang saham atau ditahan sebagai saldo laba untuk mendanai pertumbuhan perusahaan di masa mendatang.
Soal-Jawab 15.1. Identitas akuntansi
Soal: Pada tahun 2002, PT Kedaung Indah Can Tbk mempunyai total aktiva sebesar Rp203 miliar dan total kewajiban sebesar Rp76 miliar. Berapakah ekuitas pemegang sahamnya?
Jawab: Mengikuti identitas akuntansi, ekuitas pemegang saham Kedaung Indah Can adalah Rp203 miliar- Rp76 miliar = Rp127 miliar.
Data Per Lembar Saham dan Rasio Kinerja
Tabel 15.5 dan 15.6 juga memperlihatkan data per lembar saham, yaitu laba per saham atau earning per share (EPS), ekuitas per lembar saham (equity per share ) atau dikenal dengan nilai buku per lembar saham (book value per share (BVPS), dividen per lembar saham atau dividend per share (DPS), dan harga penutupan (closing price), sedangkan harga penutupan merupakan harga pasar yang terjadi di BEI pada akhir tahun yang bersangkutan.
Data per lembar juga dapat diperoleh dari:
EPS = Laba setelah pajak/ Lembar saham beredar BVPS = Ekuitas pemegang saham/ Lembar saham beredar DPS = Dividen/ Lembar saham beredar
Sebagai contoh pada tahun 2003, jumlah lembar saham beredar dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk adalah 9.443.269.500 dan dividen dibagi berjumlah Rp264.411,5 juta. Maka data per lembar untuk PT Indofood Sukses Makmur Tbk pada tahun 2003 dihitung:
EPS = Rp2.390.988 juta / 9.443.269.500 = Rp63.906 BVPS = Rp4.093.881 juta / 9.443.269.500 = Rp4.333.524 DPS = Rp264.411,5 juta / 9.443.268.500 = Rp28
Data untuk EPS, BVPS, DPS dan harga saham kedua perusahaan memperlihatkan nilai yang lebih besar pada PT Bank Central Asia Tbk dibandingkan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Untuk PT Indofood Sukses Makmur Tbk, keempat data per lembar saham tersebut memperlihatkan pergerakan yang relatif stabil. Dividen per tahun terlihat stabil yaitu Rp28 per lembar untuk dua tahun terakhir.
Soal-Jawab 1.2. Data Per Lembar Saham
Soal: Pada tahun 2003, PT Kimia Farma (Persero) Tbk mempunyai ekuitas sebesar Rp754,46 miliar dan jumlah lembar saham tercatat adalah 5,55 miliar.
Perusahaan melaporkan laba setelah pajak adalah Rp42,93 miliar dan membagikan dividen total sebanyak Rp16,66 miliar. Berapakah EPS,BVPS, dan DPS?
Jawab: Data per lembar saham Kimia Farma dihitung sebagai berikut:
EPS = Rp42,93 miliar / 5,55 miliar = Rp7,73
BVPS = Rp754,46 / 5,55 miliar = Rp135,94
DPS = Rp16,66 / 5,55 miliar = Rp3
Tabel 15.5. dan 15.6. juga memperlihatkan rasio-rasio finansial seperti PER, PBV, dividend payout, dan dividend yield. Price earning ratio yang disingkat PER atau P/E ratio mengindikasikan banyaknys rupiah dari laba yang saat ini investor bersedia membayar sahamnya. Dengan kata lain, PER merupakan harga untuk tiap rupiah laba. Rasio harga/nilai buku pra to book value (PBV atau P/B)] dihitung sebagai rasio harga terhadap ekuitas pemegang saham. Rasio harga/nilai buku sering digunakan untuk mengevaluasi bank. Sedangkan dividend payout
menunjukkan berapa besar laba dibagikan sebagai dividen Pada bab sebelumnya, di vidend payout digunakan untuk menentukan pertumbuhan berkelanjutan. Terakhir adalah dividend yield yarıy dihitung dari dividen dibagi dengan harga saham.
PER atau P/E = Harga saham / EPS PBV atau P/B = Harga saham / BVPS Dividend payout = DPS / EPS
Dividend yield = DPS / Harga saham
Sebagai contoh pada tahun 2003 (jika ada perbedaan sedikit, ini dikarenakan adanya pembulatan pada perhitungan sebelumnya):
Untuk PT Indofood Sukses Makmur Tbk:
PER atau P/E Rp800/Rp64 12,5. Pada akhir tahun 2003, saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk dijual sekitar 12,5 kali dari labanya.
PBV atau P/B Rp800/Rp434 1,84. Pada akhir tahun 2003, saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk dijual sekitar 1,8 kali dari nilai bukunya.
Dividend payout = Rp28/Rp640,4381 atau 43,81%. Pada akhir tahun 2003, PT Indofood Sukses Makmur Tbk membayar dividen sekitar 44% dari labanya dan sekitar 56% sisanya diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan.
Dividend yield Rp28/Rp800=0,035 = 3,5%.
Untuk PT Bank Central Asia Tbk:
PER atau P/E = Rp3.325/Rp3908,53. Pada akhir tahun 2003, saham PT Bank Central Asia Tbk dijual sekitar 8,5 kali dari labanya.
atau P / B =Rp3.325 / Rp2.059 1,61. Pada akhir tahun 2003, saham Asia Tbk dijual sekitar 1,6 kali dan nilai bukunya.
Dividend payout = Rp225 / Rp390 = 0 ,5769=57,69% Pada akhir tahun 2003, PT Bank Central Asia dividen sekitar 58% dan labanya dan sekitar 42%
sisanya diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan.
Dividend yield = Rp 225 / Rp 3.325 = 0 ,0677=6,77%.
Tabel 15.5. dan 15.6. juga memperlihatkan rasio-rasio finansial mengenai profitabilitas perusahaan, yaitu net profit margin, return on investment (ROI) atau dikenal dengan return on assets (ROA), dan retum on equity (ROE). Net profit margin mengukur efisiensi keseluruhan perusahaan. ROA mengukur tingkat return akuntansi atas total aktiva perusahaan, sedangkan ROE mengukur tingkat return akuntansi bagi pemegang saham. Ketiga rasio profitabilitas ini tentu saja semakin besar berarti semakin bagus perusahaan dalam menghasilkan laba.
Formula untuk menghitung ketiga rasio profitabilitas adalah:
Net profit margin = Laba setelah pajak / Pendapatan ROI atau ROA = Laba setelah pajak / Total aktiva ROE = Laba setelah pajak / Ekuitas pemegang saham Sebagai contoh pada tahun 2003:
Untuk PT Indofood Sukses Makmur Tbk:
Net profit margin = Rp603.481 juta/Rp17.871.425 juta = 0,0338 = 3,38%.
ROI acau ROA = Rp603.481 juta/Rp15.308.854 juta = 0 ,0394= 3,94%
ROE = Rp603.481 juta/Rp4.093.881 juta = 0 ,1474=14,74%
Untuk PT Bank Central Asia Tbk:
Net profit margin = Rp2.390.988 juta / Rp13.613.840 juta = 0 ,1756
= 17,56%.
ROA = Rp2.390.988 juta / Rp133,260.087 juta = 0,0179 = 1 ,79%
ROE = Rp2.390.988 juta/Rp12.625.445 juta = 0,1894 = 18,94%.
Identitas akuntansi juga menetapkan hubungan antara EPS dan ROE sebagai berikut:
EPS ROE x BVPS Sebagai contoh pada tahun 2003:
Untuk PT Indofood Sukses Makmur Tbk: EPS = 0,1474 x Rp434 = Rp63,97.
Untuk PT Bank Central Asia Tbk: EPS 0,1894 x Rp2.059 Rp389,97.
Soal-Jawab 15.3. Rasio Harga
Soal: Melanjutkan soal-jawab 15.2., harga saham Kimia Farma pada akhir tahun