5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR 1. Pengertian
CVD (Cerebro Vascular Disease) adalah gangguan peredaan darah otak yang menyebabkan deficit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia (Nurarif, 2015)
CVD (Cerebro Vascular Disease) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner and Suddarth, 2002).
CVD (Cerebro Vascular Disease) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak ( Muttaqin, 2011)
Berdasarkan defenisi tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa stroke haemoragic adalah gangguan fungsi dari otak akibat dari penurunan atau berhentinya aliran darah ke bagian otak bisa terjadinya karena sumbatan atau pecahnya pembuluuh darah di otak
2. Klasifikasi Stroke Hemorrhagic
Menurut Junaidi (2011) klasifikasi stroke meliputi a. Perdarahan intra serebral
Perdarahan intraserebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk kedalam jaringan otak, biasanya disebabkan karena hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma, faktor pncetus lain adalah stres fisik, emosi, peningkatan tekanan darah nendadak yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah diotak
b. Perdarahan intraserebral/perdarahan sub arachnoid
Perdarahan subarachnoid adalah masuknya darah keruang subcharacnoid baik dari tempat lain (perdarahan eubarachnoid sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri (perdarahan subarachnoid primer) penyebab yang paling sering adalah robeknya aneurisma, kelainan hemoragik ( trombositopenia, leukemia, anemia aplastik), tumor, infeksi ( sifilis, encefalitis, herpes simpleks, mikosis, TBC), ideopatik atau tidak diketahui, serta trauma kepala.
3. Etiologi
Etiologi menurut Junaidi (2011) terhalangnya suplai darah keotak pada stroke perdarahan (stroke hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah keotak pecah, penyebabnya misalya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau stress psikis berat. Peingkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya, seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh darah pecah umumya disebabkan arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik.
4. Patofisiologi
Kebanyakan perdarahan serebral disebabkan oleh pecahnya arteri sklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Pecahnya arteri menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, sementara pecahnya vena atau kapiler menyebabkan perdarahan yang lebih sedikit.
Tergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan dapat terjadi gangguan fungsi yang pemulihannya lambat, atau otak dapat mengalami hernia yang dapat mengakibatkan kematian dan tiga hari pertama perdarahan. Secara umum stroke menimbulkan berbagai kelainan neurologi tergantung berat ringannya kerusakan yang disebabkannya. Stroke ringan dapat menyebabkan gangguan bicara
ringan dan penurunan kesadaran, sedangkan stroke yang luas dapat menyebabkan seseorang terjatuh, berbaring tak berdaya, koma, nafas ngorok, kelumpuhan otot wajah, dan saat ekspirasi pipi gembung serta kejang lokal atau umum. Otak merupakan bagian yang sangat sensitif oksigen dan glukosa karena otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa seperti halnya pada otot. Meskipu berat otak sekitar 2% dari seluruh badan, namun menggunakan sekitar 25%
suplay oksigen dan 70% glukosa . jika liran darah keotak terhhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi gangguan metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan pefusi serebral. Jika darah ke otak terganggu, lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran darah keotak terganggu lebih dari 4 menit (Tarwoto, 2013).
5. Tanda dan Gejala
a. Kehilangan kontrol terhadap gerakan motorik, hemiplegia, hemiparese, paralisis.
b. Kehilangan komunikasi: aphasia
c. Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual, kehilangan sensori d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis: kesulitan
pemahaman, lupa, kurang motivasi, frustasi, emosi yang labil.
e. Disfungsi kandung kemih: inkontinensia urine, konstipasi
f. Kesulitan menelan, mengunyah, cemas, gelisah, mual, muntah, tidak nafsu makan
g. Pusing, lelah.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut Muttaqin (2011) meliputi;
a. CT Scan: melihat lokasi dan luas area yang terkena serta menentukan lesi non hemoragik atau hemoragik.
b. MRI: untuk melihat pembedaan antara hemoragik dan non hemoragik
c. EEG: menentukan luasnya lesi melalui gelombang delta
d. Deviasi lumbal: menunjukkan adanya trombosis, emboli serebral dan adanya inflamasi.
e. Angiografi cerebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik.
7. Terapi dan Pengelolaan Medik a. Terapi farmakologi
➢ Diuretik: menurunkan edema.
➢ Antikoagulan: mencegah terjadinya trombosis
➢ Antiplatelet: mencegah terjadinya pembentukan trombosis dan emboli.
➢ Kortikosteroid: untuk anti inflamasi, mis: dexamethason.
b. Terapi keperawatan
➢ Istirahat/tirah baring, kepala ditinggikan 300 posisi semi fowler.
➢ Pantau tekanan darah dan tingkat kesadaran setiap saat
➢ Pertahankan kelancaran jalan nafas
➢ Latihan ROM.
8. Komplikasi
➢ Infark dan iskemik jaringan otak: terjadi karena adanya gangguan aliran darah serebral dan mengakibatkan hipoksia serebral.
➢ Herniasi otak: terjadi karena peningkatan tekanan darah, peningkatan viskositas pembuluh darah serebral.
➢ Disritmia jantung: terjadi karena adanya embolisme pada aliran darah ke otak.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Menurut Muttaqin (2011) pengkajian stroke meliputi:
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputii nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,tanggal dan jam SMRS, nomor register dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekrang
Serangan stroke haemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, mutah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi , riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontasepsi oral yag lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menerita hipertensi, diabetes melitus dan riwayat stroke.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikososial stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh presepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan prilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang di deritanya
dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat sra respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat, apakah ada dampak yang timbul pada klien seperti ketakutan akan kecacatan rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadao dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukng data dari pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem
1) Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara pada tanda-tanda vital; tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
2) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekueni pernafasan
3) B3 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syock hipovoleik) yang terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatandan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmhg)
a) Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran merupakan parameter yang paling mendasar dan alig penting yang membutuhkan pengkajian b) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fugsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
c) Pengkajian saraf kranial (1) Saraf 1
Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
(2) Saraf II
Disfungsi presepsi visual karena gangguan jaras sonsori primer diantara mata dan kontak visual
(3) Saraf III, IV, dan VI
Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didaapatkan penurunan kemmuan gerakan konjuget unilateral disisi yang sakit
(4) Saraf V
Pada keadaan beberapa stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah kesisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigous internus dan eksternus
(5) Saraf VII
Presepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik kebagian sisi yang sehat
(6) Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli kondukif dan tuli persepsi (7) Saraf IX dan X
Kemampuan menean kurang baik dan kesulitan membuka mulut
(8) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapeizius
(9) Saraf XII
Lidah simetris terdapat deviasi pada satu sisi danfasikulasi, seta indra pengecapan normal.
d) Pengkajian sistem motorik (1) Inspeksi umum
Didapatkan hemiplegia (paralis satu sisi) (2) Fasikulasi
Didapatkan pada otot-otot ekstrimitas (3) Tonus otot
Didapatkan meningkat (4) Kekuatan otot
Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada ssi sakit didapatkan tingkat 0
(5) Keseimbanagn dan koordinasi
Didapatkan mengalami gangguan karena heniparese dan hemiplegia
e) Pengkajian siste reflek (1) Reflek profunda
Pengetukan pada tendon, ligamentum atauperiosteum derajat reflek pada respon normal
(2) Reflek patologis
Pada faseakut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setlah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului reflek patologis.
f) Pengkajian sistem sensorik
Pada presepsi terdapat ketidak mamuan menginterpretasikan sensasi. Disfungsi presepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan kortek visual.
4) B4 (Blader)
Klien megalami inkontinensia urin karena konfusi, ketidak mampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol spinter urin berkurang.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Pola defekasi bisanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
6) B6 (Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktifitas karena kelemahan, kehilngan sensoria atau paralisis biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Muttaqin (2011) dan Nurarief (2015) sebagai berikut :
a. Resiko Peningkatan TIK berhubungan dengan adanya meningkatnya volume intracranial, penekanan jaringan otak dan edema serebral b. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasopasme, dan edema otak
c. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret
d. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan hemifarese/hemiplegia kelemahan neuromuskuler padaekstrimitas e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuskuler, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot
f. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara dihemisfer otak, kehilangan kontrol tonus fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
g. Perubahan pola nutrisi dan kebutuhan berhubungan dengan kelumpuhan atau kelemahan otot-otot menelan.
3. Rencana Keperawatan
a. Resiko Peningkatan TIK berhubungan dengan adanya meningkatnya volume intracranial, penekanan jaringan otak dan edema serebral Tujuan : dalam waktu 3x24 jam tidka terjadi peningkatan TIK Kriteria Hasil: klien tidak gelisah, tidak menegluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS 15, TTV dalam batas normal.
Intervensi
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebabpeningkatan TIK
Rasional: deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologis, tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2) Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam
Rasioal: Hipertensi atau hipotensi dapat menjadi faktor pencetus ketidakteraturan pernafasan, memberikan gambaran lokasi peningkatan TIK.
3) Evaluasi pupil
Rasional : reaksi pupil dan pergerakan kembali bola mata merupakan tanda dan gangguan saraf jikbatang otak terkoyak.
4) Monitor temperatur dan suhu lingkungan
Rasional: panas merupakan reflek dari hipotalamus, peningkatan kebutuhan metabolism dan O2 akan menujang peningkatan TIK 5) Petahankan kepala /leher pada posisi yang netral, usahakan
dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi Rasional: perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat alira darah keotak.
6) Berika periode istirahat antara tindakan keperawatan dan batasi lamanya prosedur
Rasional: tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan kumulatif.
7) Cegah/hindari terjadinya valsava manuver
Rasional: mengurangi tekanan intrakranial dan intra abdominal sehingga menghindari peningkatan TIK
8) Kolaborasi dalam pemberian therapi (oksigen, cairan intravena, obat diuretic osmotik, antihepertensi, laboratorium)
Rasional: dapat mengurangi hipoksemia, cairan intra vena untuk mengurangi edema cerebral atau peningkatan TIK.
b. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasopasme, dan edema otak
Tujuan : dalam wktu 3x 24 jam diharapkan perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria Hasil : klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala dan tidak pusing, TTV normal, Tidak adanya kejang
Intrvensi
a. Monitor TTV
Rasional: Untuk mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat b. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS
R/asional: Dapat mengurangi otak lebih lanjut
c. Anjurkan Pasien untuk mengeluarkan nafas apabila bergerak atau berbalik ditempat tidur
Rasional: aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intra kranial. Mengeluarkan nafas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
d. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional: Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan potensi terjadinya perdarahan ulang.
e. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
Rasional: Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK
f. Kolaboasi
1) Dalam pemberian cairan perinfus dengan pehatian ketat
Rasional: meminimaka fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, retriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebro
2) Berikan terapi sesuai intruksi dokter ( steroid, aminofel, antibiotik)
Rasional : terapi yang diberikan denga tujuan menurunkan permeabilitas kapiler, menurunkan edema serebri, menurunkan metabolik sel/konsumsi dan kejang
c. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret
Tujuan : dalam wattu 3x24 jam klien mampu meningkatkan da mempertahankan kefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi
Kriteria Hasil: bunyi nafa sterdengar bersih, ronki tidak terdengar, trakeal tube bebas sumbatan, menunjukan batk yang efektif, tidak ada lagi penunpukan sekret disaluran pernafasan, frekuensi nafas 16-20 x/menit
Inteervensi
1) Kaji pernafasan (irama, frekuensi, bunyi nafas) refleks batuk (tidak berfungsi) dan karakteristik sekresi.
Rasional: Menentukan atau mendeteksi adanya komplikasi paru- paru.
2) Observasi perubahan sekresi dan temperatur tubuh.
Rasional: Sebagai indikasi untuk mengetahui adanya infeksi pada paru-paru
3) Berikan posisi semi fowler.
Rasional: aspirasi, meningkatkan ventilasi dan mempermudah ekspansi paru normal
4) Ajarkan dan anjurkan pasien untuk latihan batuk efektif.
Rasional: Memperbaiki pola nafas dan meingkatkan pengeluaran slim/lendir
5) Beri cairan + 2-2,5 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
Rasional; Untuk mengencerkan sekresi lendir.
6) Lakukan fisioterapi dada 3-4 jam.
Rasional: Membantu pelepasan dan pengeluaran lendir
d. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan hemifarese/hemiplegia kelemahan neuromuskuler padaekstrimitas Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria Hasil: tidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi
1) Ubah posisi klien tiap 2 jam
Rasional: Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada derah yang terteka
2) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
Rasional: Gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan 3) Lakukan gerak pasif pada ektrimitas yang sakit
Rasional: Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
4) Observasi KU
Rasional: Mengetahui keadaan umum klien 5) Kolaborasi dengan fisioterap
Rasional:Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuro muskuler, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot
f. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara dihemisfer otak, kehilangan kontrol tonus fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
Tujuan: dalam waktu 3x 24 jam diharapkan klien dapat menunjukan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengekspresikan perasaan, mampu menggunakan bahasa isyara Kriteria Hasil: Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi, Klien mau merespon setiap komunikasi secara verbal maupun isyarat
Intervensi
1) Kaji tipe disfungsi, misal klien tidak mengerti tentang kata -kata atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri Rasional: Membantu menentukan kerusakan pada area otak dan menentukan kesulitan klien dengan sebagian atau seluruh proses komunikasi.
2) Bedakan afasia dan disartria
Rasional: dapat menentukan pilihan intervensi sesuai dengan tipe gangguan
3) Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan untuk mengklarifikasi
Rasional: klien dapat kehilangan kemampuan untuk memonitor ucapannya, komunikasi secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan dapat mengklarifikasi percakapan
4) Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup matamu dan lihat kepintu
Rasional: untuk menguji afasia reseptif
5) Perintahkan klien untuk menyebutkan nama suatu benda yang diperlihatkan
Rasional: menguji afasia ekspresif, misalkan klien dapat mengenal benda tersebut tetapi tidak mampu untuk menyebutkannya.
g. Perubahan pola nutrisi dan kebutuhan berhubungan dengan kelumpuhan atau kelemahan otot-otot menelan.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam nutrisi klien terpenuhi
Kriteria hasil: klien dapat menelan tanpa aspirasi, pasien mentoleransi diit yang diberikan.
Intervensi:
1) Kaji tingkat kemampuan pasien dalam menelan.
Rasional: Untuk menentukan asuhan keperawatan selanjutnya.
2) Berikan posisi setengah dengan kepala agak refleksi.
Rasional: Memudahkan proses menelan.
3) Berikan posisi setengah duduk dengan kepala agak refleksi.
Rasional: Mencegah terjadinya aspirasi.
4) Mulai untuk memberikan makanan setengah cair, makanan lunak, ketika pasien dapat menelan air.
Rasional: Menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
5) Berikan cairan perintravena sesuai program medik.
Rasional: Memberikan cairan pengganti dan makanan.
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis kesimpulan perawat. Tindakan kolaboratif adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama petugas kesehatan lain
5. Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai