Keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri (tanpa anak) yang tinggal bersama dalam satu rumah. Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah ibarat keluarga inti yang ditemani oleh: paman, bibi, orang tua (kakek, nenek, keponakan, dan sebagainya). Sebuah keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini biasanya terjadi melalui proses perceraian, kematian dan penelantaran (pelanggaran hukum perkawinan). G.
Keluarga yang dibentuk oleh seorang duda yang menikah lagi dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya k. Sebuah keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihan atau perpisahan, seperti perceraian atau kematian. Beberapa pasangan suami istri (memiliki anak) yang tidak mempunyai hubungan darah, tinggal bersama dalam satu rumah, mempunyai sumber daya dan fasilitas yang sama, mempunyai pengalaman yang sama, mensosialisasikan anak melalui kegiatan kelompok/membesarkan anak bersama.
Keluarga yang terbentuk dan tidak memiliki perlindungan permanen karena krisis pribadi terkait kondisi ekonomi dan/atau masalah kesehatan mental. Keluarga destruktif merupakan bentuk generasi muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang penuh perhatian, namun mengembangkan kekerasan dan kejahatan dalam hidup mereka. Fungsi pelayanan kesehatan adalah fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mempunyai gangguan kesehatan (Setiawati & Dermawan, 2008).
Dukungan keluarga merupakan suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya dimana keluarga mempunyai akses dan dapat mendukung serta memberikan bantuan kepada anggota keluarga (Friedman, 2010).
Bentuk dukungan keluarga
Bantuan Instrumental bertujuan untuk memudahkan seseorang dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapinya, atau membantu seseorang secara langsung terhadap kesulitan yang dihadapinya, misalnya mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Konsep Halusinasi
Pengertian Halusinasi
Halusinasi merupakan pengalaman mendengar suara Tuhan, suara setan dan suara manusia berbicara sendiri, yang sering terjadi pada pasien skizofrenia (Stuart & Sundeen dalam Trimelia, 2011: 4). Menurut Maramis (dalam Trimelia), halusinasi adalah sensasi tanpa rangsangan pada panca indera pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terjaga, dasar dapat bersifat organik, fungsional, psikotik atau histeris.Sedangkan menurut Stuart & Laraia (dalam Trimelia Halucinations ), persepsi klien terhadap lingkungan sekitar tanpa stimulus nyata, artinya klien mengartikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/.
Etiologi Halusinasi
Sedangkan menurut Stuart & Laraia (dalam Trimelia, halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus nyata, artinya klien menafsirkan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/rangsangan dari luar. 20 1) Penelitian pencitraan otak yang menunjukkan keterlibatan yang lebih luas dari lingkungan. otak dalam perkembangan skizofrenia, lesi frontal, temporal dan limbik. Rendahnya tingkat kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu sejak masa kanak-kanak tidak mampu mandiri, mudah frustasi, kehilangan rasa percaya diri dan lebih rentan terhadap stres yang merupakan salah satu tugas perkembangan yang terganggu.
Individu yang merasa tidak menerima lingkungannya akan merasa dikucilkan, kesepian dan tidak percaya terhadap lingkungannya d. Jika seseorang mengalami stres berlebihan, tubuh akan memproduksi zat neurokimia yang dapat menjadi halusinogen, seperti bufophenone dan dimethyltransferase (DMP). Stresor biologis yang terkait dengan respons neurobiologis maladaptif mencakup gangguan pada putaran umpan balik otak yang mengatur proses inflamasi dan kelainan pada mekanisme gerbang otak, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk merespons rangsangan secara selektif.
Pemicu atau rangsangan yang sering menimbulkan episode penyakit baru dan umum ditemukan pada respon neurobiologis maladaptif berkaitan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu. Menurut Dalami, pemicu yang umum ditemukan pada respons neurobiologis maladaptif berkaitan dengan kesehatan (gizi buruk, infeksi), lingkungan yang tidak bersahabat/kritis, gangguan dalam hubungan interpersonal, sikap dan perilaku (putus asa, kegagalan). Menurut Tim Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (dalam Dalami, E. dkk, 2009:20), tahapan halusinasi adalah ciri-ciri dan perilaku yang ditunjukkan klien yang mengalami halusinasi.
Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Trimelia, pada klien dengan halusinasi penglihatan, perilaku yang terjadi adalah melihat suatu tempat tertentu, menunjuk ke arah tertentu, dan takut terhadap objek yang dilihat. Halusinasi yang terkesan berbau busuk, amis, atau menjijikkan seperti darah, urin, atau feses. Menurut Trimelia, pada klien halusinasi penciuman, perilaku yang terjadi adalah ekspresi wajah seperti mencium, menggerakkan lubang hidung, mengarahkan hidung ke tempat tertentu, dan menutup hidung.
Halusinasi seperti merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikkan, seperti darah, urin, atau feses. Menurut Trimelia, pada klien yang mengalami halusinasi pengecapan, perilaku yang terjadi mirip dengan pengecapan, gerakan mulut seperti mengunyah sesuatu, sering meludah dan muntah. Menurut Trimelia, klien dengan halusinasi taktil juga merasakan sesuatu yang menyentuh tubuhnya, seperti tangan, binatang kecil, dan hantu.
Perilaku yang sering muncul adalah menggosok, mencakar, atau meraba permukaan kulit, tampak menggerakkan badan seperti merasakan sesuatu yang disentuh. Menurut Trimelia, klien mengalami halusinasi sinestetik, merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui pembuluh darah vena dan arteri, makanan dicerna atau terbentuknya urin, perasaan tubuh melayang di atas permukaan bumi. Perilaku yang muncul adalah klien memandang tubuhnya sendiri dan seolah merasakan ada yang aneh pada tubuhnya.
Perawat berusaha menanyakan kepada klien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menimbulkan halusinasi, dan perasaan pasien pada saat itu. halusinasi itu terjadi. muncul. Untuk membantu klien mengelola halusinasi, perawat dapat mendiskusikan empat cara mengelola halusinasi. Saat pasien berbicara dengan orang lain terjadi distraksi, fokus perhatian pasien beralih dari halusinasi ke percakapan dengan lawan bicara.
Jadi salah satu cara efektif mengatasi halusinasi adalah dengan berbicara dengan orang lain. Libatkan klien dalam terapi modalitas untuk mengurangi risiko terulangnya halusinasi dengan cara membimbing klien membuat jadwal yang teratur. Untuk itu kami dapat membantu klien yang mengalami halusinasi untuk mengatasi halusinasinya dengan melakukan aktivitas rutin mulai dari bangun pagi hingga tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.
Susunlah jadwal kegiatan sehari-hari sesuai dengan kegiatan yang telah dilatih, usahakan klien mempunyai kegiatan mulai dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu. Agar klien dapat mengendalikan halusinasinya, klien harus dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai program. Klien gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga mengakibatkan klien mengalami kekambuhan.
Menjelaskan cara penggunaan obat dengan menggunakan 5 (lima) prinsip yang benar (tepat obat, tepat pasien, tepat cara, tepat waktu, tepat dosis). Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/skizofrenia biasanya diobati dengan obat antipsikotik antara lain: Butyrophenone, haloperidol, Haldol, serenace, ludomer. Perawat perlu memahami efek samping yang ditimbulkan oleh obat psikotik seperti; Mengantuk, gemetar, mata mendongak, otot kaku, otot bahu tegang, air liur berlebihan, pergerakan otot tidak terkontrol, untuk mengatasinya biasanya dokter meresepkan obat anti parkinson yaitu Trihexyphenidyl 3x2 mg.
Apabila gejala yang dialami klien tidak kunjung mereda, perlu dilakukan pemeriksaan apakah obat tersebut benar-benar diminum atau tidak. Untuk itu keluarga juga harus diberikan penjelasan tentang pentingnya mengamati dan memantau cara klien minum obat.
Konsep Dukungan Keluarga Dalam Pengendalian Halusinasi
Dukungan Keluarga Dengan Klien Halusinasi
Dukungan informatif: Bentuk dukungan keluarga ini memastikan pasien meminum obat secara teratur untuk mengurangi rasa bosan atau ketidakpatuhan terhadap pengobatan rutin karena efek samping obat yang mengganggu, kurangnya inisiatif pasien dalam minum obat, dan rasa tidak enak badan pasien. emosi. Upaya ini dilakukan sedemikian rupa sehingga informan sebagai anggota keluarga meyakinkan pasien, memberikan pengertian atau nasehat, sehingga perilaku informan dapat dicirikan sebagai bentuk dukungan keluarga. mengatasi masalah pribadi dan masalah lainnya. Yang dimaksud dengan pemberian nasehat, petunjuk, saran dan informasi yang diperlukan seperti tersebut di atas dapat juga berupa pemberian petunjuk, saran dan informasi untuk membantu klien mengenali halusinasi, membantu klien mengendalikan halusinasi yaitu menegur halusinasi dengan penjelasan, cara menegur, mendemonstrasikan cara menegur, berlatih berbicara dengan orang lain, dan melatih klien untuk melakukan aktivitas terjadwal.
Dukungan emosional: Dukungan emosional adalah dukungan dari keluarga, yang dapat merasakan keadaan pasien, sehingga keluarga merasa menyesal dan berpikiran positif terhadap pasien, misalnya tidak bosan-bosannya merawat pasien, keluarga mempunyai perhatian dan kasih sayang, dan sabar menghadapi penderitanya. Dukungan instrumental, keinginan orang sakit, atau mencari pasien untuk minum obat jika sakit di luar rumah, dengan membawa obat dan air minum.
Keluarga juga selalu membawa penderitanya ke dokter untuk kontrol, dan tidak pernah membiarkan penderitanya pergi sendirian. Keluarga juga selalu mengawasi, melindungi dan memenuhi kebutuhan penderita, baik dalam perilaku minum obat, kelengkapan pengobatan atau pengobatan, maupun dalam aktivitas penderita. Keluarga juga menyediakan kebutuhan penderita seperti memasak, menyediakan makanan, menyediakan dan menyiapkan pakaian, serta menyediakan tempat tinggal yang layak bagi penderita.