KARYA ILMIAH NERS
Disusun Oleh :
TUMARINAH NIM: 149012018074
VALENTINA LIS ANDARI NIM: 149012018075 YUANESA PUSPITASARI NIM: 149012018076 YUYUN WAHYUDI NIM: 149012018077
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2019
LAPORAN KASUS PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI:HALUSINASI PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2019
Karya Ilmiah Ners
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Studi Profesi Ners Keperawatan konversi
Disusun Oleh :
TUMARINAH NIM: 149012018074
VALENTINA LIS ANDARI NIM: 149012018075 YUANESA PUSPITASARI NIM: 149012018076 YUYUN WAHYUDI NIM: 149012018077
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2019
PERSETUJUAN UJIAN LAPORAN KARYA ILMIAH NERS
Karya Ilmiah Ners
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji dihadapan penguji
Judul Karya Ilmiah Ners : “ Laporan Kasus Pasien Dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung Tahun 2019”.
Nama Kelompok : (Kelompok 6 C)
Tumarinah 149012018074 Valentina Lis Andari 149012018075 Yuanesa Puspitasari 149012018076 Yuyun Wahyudi 149012018077
MENYETUJUI
Pembimbing I
Ns. Asri Rahmawati, S.Kep.,M.Kes NBM : 909724
PENGESAHAN KARYA ILMIAH NERS
LAPORAN KASUS PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI:HALUSINASI PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2019
Karya Ilmiah Ners oleh kelompok 6 C telah diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji KIN dan dinyatakan Lulus pada tanggal 18 Juli 2019
MENGESAHKAN Tim Penguji :
Ketua Moderator
Ns. Asri Rahmawati, S.Kep.,M.Kep (...) NBM : 909724
Penguji I
Ns. Arena Lestari, M.Kep.,Sp.Kep.J (...) NBM : 965246
Ketua Program Studi
Ns. Rani Ardina, M.Kep NBM : 115 6365
Mengetahui,
Ketua STIKes Muhammadiyah Pringsewu
Ns. Arena Lestari, M.Kep.,Sp.Kep.J NBM : 965246
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Karya Ilmiah Ners dengan judul “Laporan Kasus Pada Pasien Dengan Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung”. Dalam penulisan proposal ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar- besarnya kepada yang terhormat:
1. Ns. Arena Lestari, M.Kep, Sp. Kep. J, Selaku Ketua STIKes Muhammadiyah Pringsewu.
2. Ns. Rani Ardina, M. Kep, selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pringsewu.
3. Ns. Asri Rahmawati, M. Kes. Selaku pembimbing I dalam pembutan karya ilmiah ners.
4. Ns. Arena Lestari, M.Kep., Sp.Kep.J, Selaku penguji hasil skripsi karya ilmiah ners.
5. Kedua Orang tua, suami/istri dan anak yang telah memberikan dukungan dan yang selalu senantiasa mendoakan.
6. Teman-teman seperjuangan STIKes Muhammadiyah Prodi Profesi Ners Konversi Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung yang senantiasa memberikan semangat dan masukan dalam menyelesaikan karya ilmiah ners.
Pringsewu, 18 Juli 2019
Penulis
LAPORAN KASUS PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI:HALUSINASI PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2019 Tumarinah
Valentina Lis Andari Yuanesa Puspitasari
Yuyun Wahyudi
70 Hal + 2 Lampiran + 16 Tabel + 2 Gambar ABSTRAK
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Datarekam medik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung tahun (2019) diruang Melati, pada bulan Januari-April 2019, klien yang dirawat yaitu 229 jiwa, terdapat 96 pasien dengan rata-rata terbanyak halusinasi pendengaran, 54 pasien RPK, 39 untuk pasien isolasi sosial, 36 untuk HDR, dan 3 pasien waham.
Jenis penelitian yang digunakan merupakan karya ilmiah ners yang bertujuan menggambarkan kasus pada pasien Dengan Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung Tahun 2019.
Penelitian yang dilakukan selama 3 hari dengan cara menghardik, minum obat secara teratur, melatih bercakap-cakap secara yang dilakukan secara bertahap didapatkan hasil pada pasien 1 Tn.S dapat melakukan latihan yang diajarkan namun halusinasi masih belum dapat terkontrol, sedangkan pada pasien 2 Ny.S mengalami peningkatan, klien dapat mengontrol halusinasi.
Kata Kunci : Gangguan Sensori, Halusinasi Referensi : 12 (2009 - 2015)
CASE REPORT IN PATIENTS WITH PERCEPTION SENSORI DISORDERS: HALUSINATION OF HEARING IN LAMPUNG
PROVINCE HOSPITAL IN 2019 Tumarinah
Valentina Lis Andari Yuanesa Puspitasari
Yuyun Wahyudi
70 Pages + 2 Attachment + 16 Tables + 2 Pictures ABSTRACT
Hallucinations are a loss of human ability to distinguish internal stimuli (thoughts) and external stimuli (the outside world). Medical record data of Lampung Province Mental Hospital year (2019) in Melati room, in January-April 2019, treated clients were 229 people, there were 96 patients with the highest auditory hallucinations, 54 RPK patients, 39 for social isolation patients, 36 for HDR, and 3 patients understand.
The type of research used is scientific work aimed at describing cases in patients with Sensory Perception Disorders: Hearing Hallucinations in the Lampung Provincial Mental Hospital in 2019.
Research carried out for 3 days by rebuking, taking medication regularly, practicing conversations carried out in stages was obtained in patients with 1 Tn.S can do the exercises taught but hallucinations still cannot be controlled, while in patients 2 Ny. S has increased, clients can control hallucinations.
Keywords : Sensory Disorders, Hallucinations Reference : 12 (2009 - 2015)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR. ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACK ... vii
DAFTAR ISI. ... viii
DAFTAR TABEL. ... x
DAFTAR GAMBAR. ... xi
DAFTAR LAMPIRAN. ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penulisan ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep : Halusinasi ... 7
B. Proses Terjadinya Masalah ... 12
C. Konsep Asuhan Keperawatan ... 22
D. Pohon Masalah ... 25
E. Diagnosa Keperawatan ... 25
F. Rencana tindakan keperawatan ... 26
G. Terapi Tindakan Keperawatan Spesialis ... 27
H. Rencana Tindakan Medis/ psikofarmadinamika ... 27
BAB III LAPORAN KASUS
A. Data Pengkajian... 29
B. Pemeriksaan Fisik... 36
C. Farmakotherapy ... 36
D. Data Fokus ... 37
E. Analisa Data ... 42
F. Pohon Masalah ... 47
G. Diagnosa Keperawatan ... 48
H. Rencana Tindakan Keperawatan ... 48
I. Implementasi Keperawatan ... 50
J. Evaluasi Keperawatan ... 54
BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Pengambilan Data ... 58
B. Analisis Data Pengkajian ... 59
C. Analisis Diagnosa Keperawatan ... 63
D. Analisa Intervensi Keperawatan... 66
E. Analisis Implementasi Dan Evaluasi ... 67
BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tanda dan Gejala Umum ... 24
Tabel 2.2 Rencana Tindakan Keperawatan ... 26
Tabel 3.1 Pengkajian ... 28
Tabel 3.2 Identitas Pasien dan Pengkajian ... 28
Tabel 3.3 Pemeriksaan Fisik ... 37
Tabel 3.4 Farmakoterapi ... 37
Tabel 3.5 Analisa Data ... 42
Tabel 3.6 Diagnosa Keperawatan ... 47
Tabel 3.7 Rencana Tindakan Keperawatan ... 47
Tabel 3.8 Implementasi Keperawatan... 49
Tabel 3.9 Evaluasi Keperawatan ... 52
Tabel 4.1 Faktor Predisposisi ... 59
Tabel 4.2 Psikososial ... 61
Tabel 4.3 Status Mental ... 62
Tabel 4.4 Analisis Diagnosa Keperawatan ... 63
Tabel 4.5 Intervensi Keperawatan ... 66
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologi ... 12 Gambar 2.2 Pohon Masalah ... 25
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 SP Pengkajian Lampiran 2 SP Halusinasi 1-4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab IX pasal 144 menyatakan upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang agar dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan dan gangguan jiwa. Gangguan jiwa merupakan kumpulan gejala yang tercermin dari pola pikiran perasaan serta perilaku individu yang terganggu dan mempengaruhi interaksi sosial individu kumpulan gejala tersebut menyebabkan individu mengalami ketidakmampuan atau peningkatan secara signifikan untuk resiko kematian(Satrio Kusumio, 2015).
Menurut Undang-Undang No.3 tahun 1996 gangguan jiwa adalah keadaan dimana adanya gangguan pada fungsi kejiwaan. Fungsi kejiwaan tersebut antara lain adalah proses berpikir, emosi, kemauan dan perilaku psikomotorik, termasuk bicara (Abdul Nasir, Abdul Muhith, 2011).
Berdasarkan data WHO(2009), Jumlah klien dengan gangguan jiwa yaitu sebanyak 450 juta penduduk dunia mengalami gangguan jiwa, 10%
orang dewasa dan 25% penduduk dunia tersebut berkembang/beresiko mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa mencapai 13 % dari penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang menjadi 25 % di tahun 2030, gangguan jiwa juga berhubungan dengan bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta kasus bunuh diri setiap tahunnya akibat gangguan jiwa.
Gangguan jiwa ditemukan disemua negara, terjadi pada semua tahap
kehidupan, termasuk orang dewasa dan cenderung terjadi peningkatan gangguan jiwa(WHO, 2009, dikutip dalam Satrio,2015).
Depertemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010, menyatakan jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta. Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional.
Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25%
dari penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 yang menyebutkan bahwa gangguan jiwa mencapai 1,7 % meningkat dari tahun 2007 sebesar 0,46 %. Wilayah paling banyak dengan kasus gangguan jiwa adalah DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah(Satrio,2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pangden Rabba Elshy (2014), menyebutkan bahwa diperkirakan lebih dari 90% klien gangguan jiwa dengan skizofrenia mengalami halusinasi. Halusinasi yang dialami klien jenisnya bervariasi, tetapi sebagian besar klien skizofrenia mengalami halusinasi pendengaran. Diperkuat oleh teori Stuart dan Laraia, yang menyatakan bahwa klien skizofrenia 70 % mengalami halusinasi dengar.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa presentase halusinasi dengar merupakan
presentase terbesar yang ditemukan pada klien skizofrenia dibandingkan dengan halusinasi lainnya (Satrio,2015).
Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera dimana tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor-reseptornya, halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah yang mungkin meluputi salah satu dari kelima panca indera (Towsend (2009).
Berdasarkan data dari rekam medik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung tahun (2019) diruang Melati, pada bulan Januari-April 2019, klien yang dirawat yaitu 229 jiwa, terdapat 96 pasien dengan rata-rata terbanyak halusinasi pendengaran, 54 pasien RPK,39 untuk pasien isolasi sosial, 36 untuk HDR, dan 3 pasien waham. Sedangkan diruang Kutilang jumlah pasien yang dirawat pada bulan April-Juni (2019), klien yang dirawat berjumlah 195 pasien, yang terdiri dari 102 pasien dengan rata-rata halusinasi pendengaran, 91 pasien dengan RPK, 2 pasien dengan HDR, 1 pasien dengan isolasi social dan 1 pasien dengan waham. Untuk di ruang Cendrawasih dari bulan April- Juni didapatkan data RPK sebanyak 40%, halusinasi 30%, HDR 7 %, dan isolasi sosial sebanyak 3% (Data rekam medik rumah sakit jiwa tahun 2019).
Berdasarkan latar belakang dan data tersebut diatas, mengingat jumlah pasien halusinasi adalah pasien terbanyak maka penulis tertarik untuk mengambil kasus mengenai halusinasi, dan mengingat dari ketiga ruangan tersebut kejadian halusinasi terbanyak berada diruang Melati dan Kutilang maka penulis tertarik untuk mengambil data pada kedua ruangan tersebut dibandingkan ruang Cendrawasih yang cenderung lebih banyak untuk
masalah perilaku kekerasan. Dengan demikian kami menyimpulkan untuk mengambil kasus dengan judul “Laporan Kasus Pada Pasien Dengan GangguanSensori Persepsi:Halusinasi Pendengaran Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung Tahun 2019”.
B. Rumusan Masalah
Prevalensi penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat.Hal ini disebabkan karena krisis ekonomi dunia yang semakin berat.Diperkirakan lebih dari 90% klien gangguan jiwa dengan skizofrenia mengalami halusinasi. Berbagai studi telah dilakukan untuk mengidentifikasi faktor penyebab dan menangani kasus gangguan jiwa. Namun kejadian kasus gangguan jiwa di Indonesia terus terjadi peningkatan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti merumuskan masalah “Apakah ada kasus pada pasien Dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung Tahun 2019?”
C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual terhadap klien dengan masalah keperawatan utama Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi secara komprehensif
b. Penulis dapat menentukan masalah keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi
c. Penulis dapat menyusun rencana keperawatan untuk mengatasi masalah klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi
d. Penulis dapat melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi
e. Penulis dapat mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi
f. Penulis dapat membandingkan secara komprehensif antara kedua kasus yang diberi tindakan
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Asuhan keperawatan yang telah dilakukan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang cukup signifikan sebagai asuhan keperawatan yang telah dilakukan dan masukan pengetahuan yang dapat dijadikan bahan kajian asuhan keperawatan, serta dapat sebagai literature dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa
2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi
b. Bagi lahan penelitian/Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dijadikan sebagai data dasar dan informasi untuk rumah Sakit sebagai bahan perbaikan untuk meningkatkan mutu pelayanan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi c. BagiInstitusi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian merupakan kewajiban bagi mahasiswa untuk mencapai gelar diploma keperawatan.Selain itu juga dapat dijadikan sebagai pembelajaran di Prodi Keperawatan dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi d. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar/sumber referensi pada penelitian selanjutnya mengenai gangguan sensori persepsi:
halusinasi.
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep : Halusinasi 1. Pengertian
Menurut Fontaine (2009), Halusinasi adalah terjadinya penglihatan, suara, sentuhan, bau , maupun rasa tanpa stimulus eksternal terhadap organ-organ indera
Menurut Towsend (2009), Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera dimana tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor-reseptornya, halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah yang mungkin meluputi salah satu dari kelima panca indera
Menurut Stuart (2009), Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon neurobiologis yang maladaptif, klien mengalami distorsi sensori yang nyata dan meresponnya, namun dalam halusinasi stimulus internal dan eksternal tidak dapat diidentifikasi
Menurut NANDA-I (2009-2011), Halusinasi merupakan perubahan dalam jumlah dan pola stimulus yang diterima disertai dengan penurunan berlebih distorsi atau kerusakan respon beberapa stimulus
2. Jenis Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran
Halusinasi dengar merupakan gejala mayoritas yang sering dijumpai pada klien dengan skisofrenia. Papolos & papolos (dalam Fontaine
,2009) menyatakan bahwa halusinasi dan delusi mencapai 90 persen pada individu dengan skizofrenia dan halusinasi dengar merupakan masalah utama yang paling sering dijumpai 70 persen. Senada dengan pernyataan diatas Stuart (2009) yang juga menyatakan bahwa halusinasi yang paling sering di akitkan dengan skizofrenia, sekitar 70 persen klien skizofrenia mengalami halusinasi dengar.
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa presentase halusinasi dengar merupakan presentasi terbesar yang ditemukan pada klien skizofrenia dibandingkan dengan halusinasi lainnya.
Menurut Stuart (2009), pada klien halusinasi dengar tanda dan gejala dapat di karakteristik mendengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk suara, rentang suara dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara tersebut membicarakan tentang pasien, sampai percakapan yang komplet antara dua orang atau lebih seperti orang yang berhalusinasi. Suara yang didengar dapat berupa perintah yang memberitahu pasien untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang dapat membahayakan atau mencedera.
b. Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien mencium aroma atau bau tertentu seperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum atau bau busuk atau bau yang tidak sedap ( Cancro & Lehman dalam Satrio 2015). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Stuart (2009), pada halusinasi penciuman, klien
dapat mencium bau busuk, jorok,dan bau tengik seperti darah, urin, atau tinja, kadang-kadang bau bisa menyenangkan.
c. Halusinasi penglihatan
Pada klien yang mengalami halusinasi penglihatan , isi dari halusinasi berupa melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama seklai, misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuknya menakutkan ( Cancro & Lehman, dikutip dalam Satrio 2015).
d. Halusinasi pengecapan
Pada halusinasi pengecapan , isi halusinasi berupa klien mengecap rasa yang tetap ada dalam mulut atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit, dapat berupa rasa busuk, tak sedap dan anyir seperti darah, urine dan feces (Stuart,2009;Satrio 2015).
e. Halusinasi perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuh atau binatang kecil yang merayap di kulit (Satrio 2015)
f. Halusinasi Chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klien akan merasa fungsi tubuh seperti darah berdenyut melalui vena dan arteri, mencerna makanan atau bentuk urin (Stuart 2009).
g. Halusinasi Kinestetik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan tubuh, gerakan tubuh yang tidak lazim seperti melayang di atas tanah. Sensasi gerakan sambil berdiri tak bergerak Stuart, 2009 (dikutip dalam Satrio,2015).
3. Fase Halusinasi
a. Comforting ( Halusinasi menyenangkan, cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti cemas, kesepian, rasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan.
Perilaku yang dapat diobservasi :
1) Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat
2) Menggerakkan bibir tanpa membuat suarapengerakan mata yang cepat
3) Respon verbal yang lambat seperti asyik 4) Diam dan tampak asyik
b. Comdemning ( halusinasi menjijikan, cemas sedang)
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan control dan mungkin berusaha menjauhkan diri serta merasa malu dengan adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik diri dari orang lain.
Perilau yang dapat diobservasi :
1) Ditandai dengan peningkatan kerja system saraf autonomic yang menunjukan kecemasan misalnya terdapat peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
2) Rentang perhatian menjadi sempit
3) Asyik dengan pengalaman sendori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas c. Controlling (pengalaman sensori berkuasa, cemas berat)
Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman halusinasinya. Isi halusinasi bisa menjadi menarik/
memikat.
Perilaku yang dapat diobservasi :
1) Arahan yang diberikan halusinasi tidak hanya dijadikan objek saja oleh klien tetapi mungkin akan diikuti/dituruti
2) Klien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain 3) Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit 4) Tampak tanda kecemasan berat seperti berkeringan , tremor,
tidak mampu mengikuti peritah
d. Conquering ( melebur dalam pengaruh halusinasi, panic)
Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari halusinasi. Halusinasi mungkin berakhir dalam waktu empat jam atau sehari bila tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku yang dapat diobservasi :
1) Perilaku klien tampak seperti dihantui teror dan panic 2) Potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain
3) Aktifitas fisik yang digambarkan klien menunjukkan isi dari halusinasi misalnya klien melakukan kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia
4) Klien tidak dapat berespon pada arahan kompleks 5) Klien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang
4. Rentang respon neurobiologi Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologis
Respon Adaptif R. Maladaptif
B. Proses Terjadinya Masalah 1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Biologis
Menurut (Videbeck dalam Satrio 2015), faktor biologi yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia yaitu :
1. Gangguan proses pikir (waham) 2. Halusinasi 3. RPK
4. Perilaku tidak terorganisir 5. Isolasi sosial 1. Kadang proses
pikir terganggu 2. Ilusi
3. Emosi 4. Perilaku tidak
biasa 5. Menarik diri 1. Pikiran Logis
2. Persepsi Akurat 3. Emosi
konsisten dengan pengalaman 4. Perilaku sesuai
1) Genetik
Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia Sedangkan Buchanan dan Carpenter tahun 2000 (dikutip dalam Satrio,2015), menyebutkan bahwa kromosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia adalah kromosom 6. Sedangkan kromosom lain yang juga berperan adalah kromosom 4,8,15,dan 22 (Craddock et al; Satrio, 2015).
Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak kembar yang menunjukkan anak kembar identik berisiko mengalami skizofrenia sebesar 50%, sedangkan pada kembar non identik/ fraternal berisiko 15% mengalami skizofrenia, angka ini meningkat sampai 35% jika kedua orangtua biologis menderita skizofrenia. Semua penelitian ini menunjukkan bahwa faktor genetik hanya sebagian kecil penyebab terjadinya skizofrenia dan ternyata masih ada faktor lain yang juga berperan sebagai faktor penyebab terjadinya skizofrenia (Satrio,2015) 2) Neuroanatomi
Penelitian menunjukkan kelainan anatomi, fungsional dan neurokimia di otak klien skizofrenia hidup dan postmortem, penelitian menunjukkan bahwa kortek prefrontal dan sistem limbik tidak sepenuhnya berkembang pada di otak klien dengan skizofrenia. Penurunan volume otak mencerminkan penurunan
baik materi putih dan materi abu-abu pada neuron akson (Kuroki et al; Higgins dalam Satrio,2015). Hasil pemeriksaan Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), memperliatkan penurunan volume otak pada individu dengan skizofrenia, temuan ini memperlihatkan adanya keterlambatan perkembangan jaringan otak dan atropi. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)menunjukkan penurunan aliran darah ke otak pada lobus frontal selama tugas perkembangan kognitif pada individu dengan skizofrenia. Penelitian lain juga menunjukkan terjadinya penurunan volume otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporalis dan frontal. Perubahan pada kedua lobus tersebut belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Keadaan patologis yang terjadi pada lobus temporalis dan frontalis berkolerasi dengan terjadinya tanda-tanda positif dan negatif dari skizofrenia. Copel dalam (Satrio,2015) menyebutkan bahwa tanda-tanda positif skizofrenia seperti psikosi disebabkan karena fungsi otak yang abnormal pada lobus temporalis.
Sedangkan tanda-anda negatif seperti tidak memiliki kemauan untuk motivasi dan anhedonia disebabkan oleh fungsi otak yang abnormal pada lobus frontalis.
Hal ini sesuai dengan Sadock dan Sadock (dalam Satrio, 2015), yang menyatakan bahwa fungsi utama lobus frontalis adalah aktivasi motorik, intelektual, perencanaan konseptual, aspek
kepribadian, aspek produksi bahasa. Sehingga apabila terjadi gangguan pada lobus frontalis, maka akan terjadi perubahan pada aktivitas motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian dan juga emosi yang tidak stabil. Sedangkan fungsiutam adari lobus temporalis adalah pengaturan bahasa, ingatan dan juga emosi. Sehingga gangguan yang terjadi pada korteks temporalis dan nukleus-nukleus limbik yang berhubungan pada lobus temporalis akan menyebabkan timbulnya gejala halusinasi.
3) Neurokimia
Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotetsi disregulasi pada skizofrenia, gangguan terus menerus dalam satu atau lebih neurotransmiter atau neuromodulator mekanisme pengaturan homeostatic menyebabkan neurotransmisi tidak stabil atau tidak menentu. Teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik overaktif terhadap dopamine, sedangkan area prefrontal mengalami hipoaktif sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sistem neurotransmiter dopamine dan serotonin serta yang lain (Stuart, 2009). Pernyataan ini memberi arti bahwa neurotransmitter mempunyai peranan yang penting menyebabkan terjadinya skizofrenia.
Beberapa referensi menunjukkan bahwa neurotransmiter yang bereperan menyebabkan skizofrenia adalah dopamin dan serotonin. Satu teori yang terkenal memperlihatkan dopamin
sebagai faktor penyebab, ini dibuktikan dengan obat-obatan yang menyekat reseptor dopamin pascasinaptik mengurangi gejala gejala psikotik dan pada kenyataan nya semakin efektif obat tersebut dalam mengurangigejala skizofrenia. Sedangkan serotonin berfungsi sebagai modulasi dopamine, yang membantu mengontrol kelebihan dopamine, beberapa peneliti yakin bahwa kelebihan serotonin itu sendiri bereperan dalam perkembangan skizofrenia, ini dibuktikan dengan penggunaan obat antipsikotik atipikal seperti klozapin (clorazil) yang merupakan antagonis dopamine dan serotonin.
Adanya overload reuptake neurotransmiter dopamin dan serotonin mengakibatkan kerusakan komunikasi antar sel otak, sehingga jalur penerima dan pengiriman informasi di otak terganggu. Keadaan inilah yang mengakibatkan informasi tidak dapat diproses sehingga terjadi kerusakan dalam persepsi yang berkembang menjadi halusinasi dan kesalahan dalam membuat kesimpulan yang berkembang menjadi delusi (Satrio,2015) 4) Imunovirologi
Sebuah penelitian untuk menemukan “virus Skizofrenia” telah berlangsung. Bukti campuran menunjukkan bahwa paparan prenatal terhadap virus influenza, terutama selama trimester pertama, mungkin menjadi salah satu faktor penyebab skizofrenia pada beberapa orang tetapi tidak pada orang lain.
Teori ini didukung oleh temuan riset yang memperlihatkan lebih banyak orang dengan skiofrenia lahir di musim dingin atau awal musim semi dan di daerah perkotaan. Temuan ini menunjukkan musim potensial dan tempat lahir dampak terhadap resiko untuk skizofrenia. Infeksi virus lebih sering terjadi pada tempat-tempat keramaian dan musim dingin dan awal musing semi dan dapat terjadi in utero atau pada anak usia dini pada beberapa orang yang rentan (Satrio, 2015)
b. Faktor Psikologis
Menurut Towsend (2009), awal terjadinya skizofrenia difokuskan pada hubungan dalam keluarga yang mempengaruhi perkembangan gangguan ini, teori awal menunjukkan kurangnya hubungan antara orangtua dan anak, serta disfungsi sistem keluarga sebagai penyebab skizofrenia. Dalam penelitian lain, beberapa anak dengan skizofrenia menunjukkan kelainan halus yang meliputi perhatian, koordinasi, kemampuan sosaial, fungsi neuromotordan respon emosional jauh sebelum mereka menunjukkan gejala yang jelas dari skizofrenia (Stuart, 2009). Hal di atas dukung oleh Sinaga 2007(dikutip dalam Satrio,2015), yang menyebutkan bahwa lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai resiko yang besar terhadap perkembangan skizofrenia, pada masa kanak disfungsi situasi sosial seperti trauma masa kecil, kekerasan, hostilitas dan huungan interpersonal yang kurang hangat diterima
oleh anak sangat mempengaruhi perkembangan neurologikal anak sehingga lebih rentan mengalami skizofrenia dikemudian hari.
Menurut Stuart dan Laraia (2009), faktor psikologis yang dapat mempengaruhi adalah tingkat intelegensi, kemampuan verbal, moral, kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri dan motivasi. Selain itu faktor penyebab terjadinya skizofrenia berdasarkan teori interpersonal berpendapat bahwa skizofrenia muncul akibat hubungan disfungsional pada masa kehidupan awal dan masa remaja, skizofrenia terjadi akibat ibu yang cemas atau ayah yang jauh dan suka mengontrol. Hal ini memberiarti bahwa anak akan belajar pada orangtua nya yang mengalami skizofrenia dan akan mempraktekkan apa yang dilihatnya setelah ia besar dalam setiap ia mengalami masalah (Satrio,2015)
c. Faktor Sosial Budaya
Sosial budaya yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah adanya double bind didalam keluarga dan konflik dalam keluarga. Torrey (1995 dalam Satrio,2015) menyebutkan bahwa salah satu faktor sosial yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah asnya disfungsi dalam pengasuhan anak maupun dinamika keluarga.
Seaward (1997, dalam Satrio, 2015) menyebutkan bahwa fakor budaya dan sosial dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah karena tidak adanya penghasilan, adanya kekerasan , tidak
memiliki tempat tinggal, kemiskinan dan diskriminasi ras, golongan , usia maupun jenis kelamin.
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balik di otak yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi. Stimulasi pemglihatan dan pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus dan dikirim untuk diproses oleh lobus frontal dan bila informasi yang disampaikan terlalu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut salah, lobus frontal mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan di ingatkan lagi hipotalamus untuk mmeperlambat transmisi ke lobus frontal. Penurunan fungsi dari lobus frontal menyebabkan gangguan pada proses umpan balik dalam penyampaian informasi yang menghasilkan proses informasi overload (Stuart 2009).
3. Penilaian Terhadap Stressor
Penilaian terhadap stressor merupakan penilaian individeu ketika mengalami stressor yang datang. Menurut Sinaga (dikutip dalam Satrio, 2015), faktor biologis, psikososial dan lingkungan saling berintegrasi datu sama lain pada saat individu mengalami stress sedangkan individu sendiri memilki kerentanan (diatesis), yang jika diaktifkan oleh pengaruh stress maka akan menimbulkan gejala skizofrenia. Penilaian terhadap stressor terdiri dari respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Hal ini memberikan arti bahwa
apabila individu mengalami suatu stressor maka ia akan merespon stressor maka ia akan merespon stressor tersebut dan akan tampak melalui tanda dan gejala yang muncul (Satrio,2015).
4. Sumber Koping
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2009), sumber koping merupakan hal yang penting dalam membantu klien dalam mengatasi stressor yang dihadapinya. Sumber koping tersebut meliputi aset ekonomi, sosial support, nilai dan kemampuan individu mengatasi masalah. Apabila individu mempunyai sumber koping yang adekuat maka ia akan mampu beradaptasi dan mengatasi stressor yang ada.
Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang dibutuhkan individu ketika mengalami stress. Hal tersebut sesuai dengan teori Videbeck (dikutip dalam Satrio,2015), yang menyatakan bahwa keluarga memang merupakan salah satu sumber pendukung yang utama dalam penyembuhan klien skizofrenia. Psikosis atau skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat menjengkelkan yang memerlukan penyesuaian baik bagi klien dan keluarga. Proses penyesuaian psikotik terdiri dari empat fase : (1) disonansi kognitif (psikosis aktif), (2) pencapaian wawasan, (3) stabilitas dalam semua aspek kehidupan (ketetapan kognitif), dan (4) bergerak terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan. Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung 3 sampai 6 tahun (Moller, dalam Satrio,2015) :
a. Efikasi/ Kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala dan menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama memakan waktu 6 sampai 12 bulan.
b. Awal penegenalan diri/ insight sebagai proses mandiri melakukan pemeriksaan realitas yang dapat diandalkan. Pencapaian keterampilan ini memakan waktu 6 sampai 18 bulan dan tergantung pada keberhasilan pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan.
c. Setelah mencapai pengenalan diri/ insight, proses pencapaian kognitif meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersoanl normal dan reengaging dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan dengansekolah dan bekerja. Fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.
d. Ordinariness/ kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat dalam kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-hari mencerminkan tujuan prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2 tahun. Sumber daya keluarga, seperti pemahaman orang tua terhadap penyakit, keuangan, ketersediaan waktu dan energi, dan kemampuan untuk menyediakan dukungan yang berkelanjutan, mempengaruhi jalannya penyesuaian pospsychotic.
5. Mekanisme Koping
Menurut Stuart & Laraia (2009), pada klien skizofrenia, klien berusaha untuk melindungi dirinya dan pengalaman yang disebabkan oleh penyakitnya. Klien akan melakukan regresi untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya, melakukan proyeksi sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan menarik diri yang berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan terhadap pengalaman internal.
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji
Beberapa masalah keperawatan: diagnosis keperawatan NANDA-I rentang respon neurobiologis, skizofrenia dan gangguan psikotik (Stuart,2009) meliputi:
a. Pendengaran
1) Melirik mata ke kanan/ke kiri untuk mencari sumber suara
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang sedang berbicara/benda mati didekatnya
3) Terlibat pembicaraan dengan benda mati atau orang yang tidak tampak
4) Menggerakkan mulut seperti mengomel b. Penglihatan
1) Tiba-tiba tampak tergagap, ketakutan karena orang lain,benda mati atau stimulus yang tak terlihat
2) Tiba lari keruangan c. Pengecapan
1) Meludahkan makanan atau minuman 2) Menolak makanan atau minum obat 3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan d. Penghirup
1) Mengkerutkaan hidung seperti menghirup udara yang tidak enak 2) Menghirup bau tubuh
3) Menghirup bau udara ketika berjalan kearah orang lain 4) Berespon terhadap bau dengan panic
e. Peraba
1) Menampar diri sendiri seakan-akan sedang memadamkan api 2) Melompat-lompat dilantai seperti menghindari sesuatu yang
menyakitkan f. Sintetik
1) Mengverbalisasi terhadap proses tubuh
2) Menolak menyelesaikan tugas yang menggunakan bagian tubuh yang diyakini tidak berfungsi
2. Tanda dan gejala secara umum
Tabel 2.1
Tanda dan Gejala Halusinasi
NO DATA YANG PERLU DIKAJI MASALAH
1 Data subjektif :
Pasien mengatakan :
a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan b. Mendengar suara yang mengajak
bercakap-cakap
c. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
d. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster
e. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan
f. Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
g. Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
Data objektif :
a. Bicara atau tertawa sendiri b. Marah-marah tanpa sebab
c. Mengarahkan telinga ke arah tertentu d. Menutup telinga
e. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu f. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas g. Mencium sesuatu seperti membaui bau-
Halusinasi
bauan tertentu h. Menutup hidung i. Sering meludah j. Muntah
k. Mengaruk-garuk permukaan kulit
D. Pohon Masalah
Gambar 2.2 Resiko perilaku Kekerasan
Isolasi Sosial
Harga Diri Rendah
Pohon masalah Gangguan Sensori Persepsi :Halusinasi (Keliat,2010)
E. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko perilaku kekerasan
2. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi 3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah
Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi
F. Rencana Tindakan Keperawatan
Tabel 2.2 Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa
Keperawatan
SP Klien SP Keluarga
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
SP 1 :
Membantu pasien mengenal halusinasi (isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi) Menjelaskan cara mengontrol
halusinasi : hardik, obat bercakap – cakap, melakukan kegiatan harian
Mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik halusinasi
Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik SP 2 :
Evaluasi kegiatan menghardik beri pujian
Latih cara mengontrol halusinasi Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jelaskan 5 benar : jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, kontuinitas minum obat)
Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik dan minum obat
SP 3 :
Evaluasi kegiatan harian
menghardik dan obat, beri pujian Latih cara mengontrol halusinasi
dengan bercakap – cakap saat terjadi halusinasi
Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat, dan bercakap – cakap
SP 4 :
Evaluasi kegiatan harian menghardik, minum obat, dan bercakap – cakap
SP 1 :
Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
Jelaskan pengertian, tanda &
gejala, dan proses terjadinya halusinasi
Jelaskan cara merawat halusinasi
Latih cara merawat halusinasi : hardik
Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberi pujian
SP 2 :
Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih klien menghardik, beri pujian Jadwalkan 6 benar cara
memberikan obat Latih cara memberikan/
membimbing minum obat Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberi pujian
SP 3 :
Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih klien menghardik dan memberikan obat, beri pujian
Jelaskan cara bercakap – cakap dan melakukan kegiatan untuk mengontrol halusinasi
Latih dan sediakan waktu bercakap – cakap dengan klien terutama pada saat halusinasi
Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian SP 4 :
Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih klien menghardik, memberikan
Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian (mulai 2 kegiatan) Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan menghardik, minum obat, bercakap – cakap dan kegiatan harian
obat, dan bercakap – cakap, beri pujian
Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian.
G. Terapi Tindakan Keperawatan Spesialis 1. Terapi individu : Terapi perilaku
2. Terapi kelompok :Psikoedukasi kelompok 3. Terapi keluarga : Terapi Triangel.
4. Terapi komunitas : Assertive community therapy (ACT) SAK, FIK-UI( 2014 )
H. Rencana Tindakan Medis/ psikofarmadinamika : 1. Anti Psikotik :
a. Chlorpromazine ( Promactile, Largactile) b. Haloperidol ( Haldol, srenace, Lodomer) c. Stelazine
d. Clozapine (Clozaril) e. Risperidone ( Risperidal) 2. Anti parkinson :
a. Trihexyphenidile b. Arthan
SAK, FIK-UI( 2014
BAB III LAPORAN KASUS
A. Data Pengkajian
Tabel 3.1
Pengkajian Kasus 1 Kasus 2
Respon nyeri pasien
Suara napas
Tidak ada nyeri
Tidak ada suara napas tambahan
Riwayat nyeri kepala
Tidak ada suara napas tambahan
Tabel 3.2
Identitas pasien Kasus 1 Kasus 2
Nama Umur Jenis kelamin Status perkawinan Pekerjaan
Agama Pendidikan Suku Bahasa Alamat rumah Sumber biaya Tanggal masuk RS Diagnosa Medis
Tn. S 37 th Laki-laki Belum menikah Wiraswasta Islam SLTA Lampung
Lampung/Indonesia
Jl. Budi utomo kel.margo rejo kec. Metro selatan
BPJS 03/07/2019
Skizofrenia paranoid
Ny. S 37 th Perempuan Sudah menikah Buruh
Islam SLTP Jawa
Jawa/indonesia
Ganjar asri Metro Barat BPJS
03/07/2019
Skizofrenia paranoid
Alasan masuk Klien datang ke RSJ diantar oleh orang tuanya pada tanggal 03/07/2019 dengan alasan klien marah-marah, bicara sendiri, Gelisah, susah tidur,
Klien datang ke RSJ diantar oleh keluarganya pada tanggal 03/07/2019 dengan alasan klien marah-marah, sering kabur, susah tidur, emosi labil, berbicara sendiri, meresahkan warga sekit
FAKTOR PREDISPOSISI
Gangguan jiwa masa
lalu/keberhasil an pengobatan
Klien pernah dirawat sebelumnya tahun 2017. Klien pernah menjalani pengobatan sebelumnya, namun hasil pengobatan kurang berhasil karena pernah kabur dari RS dan tidak mau minum obat.
Masalah kep: regiment therapy in efektif
Klien pernah dirawat sebelumnya pada tahun 2018.
Pengobatan klien sebelumnya kurang berhasil karena klien saat dirumah mengalami putus obat.
Masalah kep: regiment therapy in efektif
Penganiayaan Klien mengatakan sebelumnya bertengkar dengan adiknya karna masalah menghilangkan kunci mobil.Tidak ada kekerasan seksual, kekerasan fisik, maupun
Klien mengatakan pernah mengalami penolakan dengan mantan nya. Tidak ada kekerasan dalam keluarga.
Keluarga klien mengatakan
kekerasan keluarga. klien pernah dihamili oleh mantannya beberapa tahun yang lalu, kemudian klien ditinggalkan
Anggota keluarga dgn G. Jiwa
Dari status klien, di dalam keluarganyaada yang mengalami gangguan jiwa yaitu kakaknya
Ibu klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang mengalami riwayat gangguan jiwa
Pengalaman Masa Lalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan pernah mengalami masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu tersesat saat mencari pekerjaan di Jakarta.
Klien juga pernah berkelahi
dengan adiknya dan hampir melukai nya.
Klien mengatakan pernah mengalami masa lalu yang tidak menyenangkan karena bertengkar dengan mantannya
Anggota keluarga dgn gangguan jiwa
Dari status klien didapatkan ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa yaitu kakaknya ( alm )
Ibu klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa
PSIKOSOSIAL
Genogram
Genogram
Keterangan :
: Laki – Laki : Perempuan : Meninggal : Garis Keturunan : Garis Menikah : Pasien
: Tinggal Satu Rumah
Genogram
Keterangan :
: Laki – Laki : Perempuan : Meninggal : Garis Keturunan : Garis Menikah : Pasien
: Tinggal serumah
Klien mengatakan anak ke 4 dari 6 bersaudara. Klien belum menikah. Keluarga mengatakan dalam keluarganya ada riwayat gangguan jiwa yaitu kakak kandung klien. Klien mengatakan dalam keluarga yang mengambil keputusan adalah bapak.
Kebiasaan keluarga dalam mengatasi masalah yaitu dengan kekerasan fisik. Keluarga juga kurang memberikan dukungan pada klien
Masalah kep: Koping keluarga tidak efektif
Klien mengatakan anak ke 2 dari 2bersaudara. Klien sudah menikah. Tidak ada riwayat gangguan jiwa dalam keluarga. Klien mengatakan dalam keluarga yang mengambil keputusan adalah suaminya. Kebiasaan keluarga dalam mengatasi masalah yaitu dengan tanpa musyawarah.Suami klien kurang memberikan dukungan pada pengobatan klien.
Masalah kep: Koping keluarga tidak efektif
KONSEP DIRI
Gambaran diri Klien mengatakan menyukai seluruh bagian tubuhnya, klien menyukai semua yang sudah ditakdirkan
Klien mengatakan tidak menyukai tubuhnya yang gemuk
Identitas diri Klien mengatakan anak ke 4 dari 6 bersaudara, klien mengatakan bekerja sebagai pedagang, klien mengatakan belum menikah
Klien mengatakan anak ke 2 dari 10 bersaudara, klien mengatakan bekerja sebagai IRT, klien mengatakan sudah menikah
Peran diri Klien mengatakan perannya adalah sebagai anak bagi orang tuanya. Dan adik bagi kakaknya, serta kakak bagi adik-adiknya.
Klien mengatakan perannya adalah sebagai anak bagi orang tuanya. Dan kakak bagi adik-adiknya serta adik bagi kakaknya.
Ideal diri Klien mengatakan ingin menjadi anak yang baik bagi orang tuanya dan kakak/adik yg baik.Klien mengatakan ingin membuat orang tuanya bangga. Klien ingin menjadi orang sukses. Klien saat ini mengharapkan agar cepat sembuh dan cepat pulang
Klien mengatakan ingin menjadi anak yang baik bagi orang tuanya dan kakak/adik yg baik. Klien mengatakan ingin membuat orang tuanya bahagia dan tidak membuatnya sedih terus- menerus. Klien mengatakan ingin cepat pulang
Harga diri Klien mengatakan tidak malu dengan kondisinya saat ini
Klien mengatakan merasa malu dengan kondisinya saat ini. klien mengatakan saat ini malu dengan dirinya sendiri terutama jika bertemu dengan orang lain Saat dirumah klien sering diejek oleh anak-anak kecil. Saat ini klien merasa tidak berguna karena hanya berdiam diri disini. klien lebih banyak diam dan jarang mengobrolklien lebih sering melamun
Masalah kep : HDR
Hubungan social
Orang terdekat Klien mengatakan seseorang yang terdekat dengan dirinya adalah orang tua nya
Klien mengatakan seseorang yang terdekat dengan dirinya adalah ibu dan suaminya
Peran serta kegiatan kelompok/mas yarakat
klien mengatakan tidak pernah
ikut dalamkegiatan
kelompok/masyarakat. Selama di RS klien hanya mengikuti kegiatan yang diadakan di RS.
klien mengatakan tidak pernah ikut dalam kegiatan kelompok/masyarakat. Saat di RS klienmengikuti kegiatan yg diadakan di RS.
Hambatan dalam berhubungan dengan org lain
Klien mengatakan tidak memiliki hambatan berhubungan dengan orang lain. Klien mengatakan dapat berinteraksi dengan mudah Masalah kep : -
Klien mengatakan malu untuk berinteraksi dengan orang lain karena kondisinya. Klien tidak mengatakan tidak mempunyai banyak teman.
Klien lebih banyak diam dan menyendiri
Masalah kep : isolasi social Spiritual
nilai dan keyakinan
kegiatan ibadah
Klien mengatakan beragama Islam.
Klien mengatakan saat disini tidak pernah shalat
Masalah kep : Distress spiritual
Klien mengatakan agamanya adalah Islam, klien yakin dengan adanya Allah SWT.
Klien menyadari bahwa yang dialaminya saat ini adalah ujian dari Allah SWT.
Klien mengatakan saat disini tidak pernah shalat.
Masalah kep : Distress spiritual
Status mental
Penampilan Klien mandi 2×/hari terkadang menggunakan sabun terkadang tidak, klien mengatakan jarang keramas. Klien mengatakan menggosok gigi 1x/hari jarang menggunakan pasta gigi, klien mengatakan jarang memotong kuku. Penampilan klien tampak tidak rapih, rambut kurang rapih, kuku klien tampak panjang, Masalah kep : DPD
Klien mandi 2×/hari terkadang
menggunakan sabun
terkadang tidak, klien mengatakankeramas 3 hari sekali tidakmenggunakan shampo karena habis. Klien
mengatakan jarang
menggosok gigi dengan pasta gigi. Penampilan klien tampak tidak rapih, rambut kurang rapih, kuku klien tampak kotor, gigi tampak kotor dan masih ada sisa-sisa makanan Masalah kep : DPD
Pembicaraan Pada saat berkomunikasi suara klien jelas, nada bicara cepat dan keras, klien mampu memulai pembicaraan tanpa perawat yang memulainya, pembicaraan klien terkadang keluar dari topic, semua pertanyaan mampu dijawab oleh klien
Masalah kep : RPK
Pada saat berkomunikasi suara klien jelas, nada bicara rendah, klien tidak mampu memulai pembicaraan tanpa perawat yang memulainya, pembicaraan klien tidak keluar dari topic, beberapa pertanyaan tidak dijawaboleh klien.
Masalah kep : isolasi sosial
Aktivitas motorik
Klien tampak tegang, klien tampak gelisah, tidak ada tremor.
Klien tampak gelisah, tidak ada tremor.
Alam perasaan Klien sedih semenjak meninggalnya kakak kandungnya.
Klien mengatakansaat ini merasa sedih karena tidak betah disini.
Klien mengatakan sedih karena jarang dijenguk olehkeluarganya, klien mengatakan ingin cepat pulang. Klien selalu menanyakan kapan klien pulang
Masalah kep: berduka kompleks
Klien mengatakan sedih saat mantannya meninggalkannya dulu. Klien mengatakan saat ini sedih ingin cepat sembuh dan cepat pulang. Klien selalu menanyakan kapan klien pulang
Masalah kep: berduka kompleks
Afek Afek klien labil. Klien mengatakan masih sering marah- marah, emosi belum dapat terkontrol, emosi sering timbul terutama saat dirinya diganggu.
Klien mengatakan terakhir kali emosi tadi pagi karena barang miliknya diganggu
Masalah kep : RPK
Afek klien datar. Klien mengatakan tidak marah marah lagi saat di RS
Masalah kep :-
Interaksi selama wawancara
Saat diajak berkomunikasi klien kurang kooperatif, klien mudah tersinggung,kontak mata tajam, klien tidak menunjukkan sikap curiga,klien mau untuk berbicara dengan perawat, klien mampu menjawab pertanyaan perawat masalah kep: RPK
Saat diajak berkomunikasi klien kooperatif, tidak mudah tersinggung, kontak mata baik, klien tidak menunjukkan sikap curiga,klien mau untuk berbicara dengan perawat, klien mampu menjawab pertanyaan dengan baik masalah kep: -
Persepsi/halusi nasi
Klien terkadang gelisah, melamun mondar-mandir, klien mengatakan mendengar suara bisikan, suara tersebut adalah suara seorang laki- laki yang tidak dikenalnya, yang menyuruh klien untuk berbuat jahat, klien mengatakan suara itu sering muncul waktu tidak menentu pagi, siang dan malam hari kurang lebih 2x/hari. Klien mengatakan suara muncul kurang lebih 2 menit lamanya. Klien mengatakan suara muncul saat klien sedang sendiri. Klien mengatakan marah saat saat mendengar suara itu.
Masalah kep: gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
Klien terkadang melamun, gelisah. klien mengatakan mendengar suara bisikan saat di RS muncul lagi semalam, suara tersebut adalah suara seorang laki-laki yaitu mantannya yang menyuruh klien untuk shalat, klien mengatakan suara muncul 1x saat tiba waktu shalat malam.
Klien mengatakan takut saat mendengar suara itu. Klien mengatakan hanya diam saja saat suara itu muncul
Masalah kep: gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
Proses piker Pembicaraan tidak diulang-ulang, pembicaraan teratur meski terkadang bingung. Selama berinteraksi dengan perawat
Pembicaraan tidak diulang- ulang, pembicaraan teratur.
Selama berinteraksi dengan perawat beberapa pertanyaan