• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

Asuhan keperawatan yang telah dilakukan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang cukup signifikan sebagai asuhan keperawatan yang telah dilakukan dan masukan pengetahuan yang dapat dijadikan bahan kajian asuhan keperawatan, serta dapat sebagai literature dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa

2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi

b. Bagi lahan penelitian/Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dijadikan sebagai data dasar dan informasi untuk rumah Sakit sebagai bahan perbaikan untuk meningkatkan mutu pelayanan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi c. BagiInstitusi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian merupakan kewajiban bagi mahasiswa untuk mencapai gelar diploma keperawatan.Selain itu juga dapat dijadikan sebagai pembelajaran di Prodi Keperawatan dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi d. Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar/sumber referensi pada penelitian selanjutnya mengenai gangguan sensori persepsi:

halusinasi.

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep : Halusinasi 1. Pengertian

Menurut Fontaine (2009), Halusinasi adalah terjadinya penglihatan, suara, sentuhan, bau , maupun rasa tanpa stimulus eksternal terhadap organ-organ indera

Menurut Towsend (2009), Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera dimana tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor-reseptornya, halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah yang mungkin meluputi salah satu dari kelima panca indera

Menurut Stuart (2009), Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon neurobiologis yang maladaptif, klien mengalami distorsi sensori yang nyata dan meresponnya, namun dalam halusinasi stimulus internal dan eksternal tidak dapat diidentifikasi

Menurut NANDA-I (2009-2011), Halusinasi merupakan perubahan dalam jumlah dan pola stimulus yang diterima disertai dengan penurunan berlebih distorsi atau kerusakan respon beberapa stimulus

2. Jenis Halusinasi

a. Halusinasi pendengaran

Halusinasi dengar merupakan gejala mayoritas yang sering dijumpai pada klien dengan skisofrenia. Papolos & papolos (dalam Fontaine

,2009) menyatakan bahwa halusinasi dan delusi mencapai 90 persen pada individu dengan skizofrenia dan halusinasi dengar merupakan masalah utama yang paling sering dijumpai 70 persen. Senada dengan pernyataan diatas Stuart (2009) yang juga menyatakan bahwa halusinasi yang paling sering di akitkan dengan skizofrenia, sekitar 70 persen klien skizofrenia mengalami halusinasi dengar.

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa presentase halusinasi dengar merupakan presentasi terbesar yang ditemukan pada klien skizofrenia dibandingkan dengan halusinasi lainnya.

Menurut Stuart (2009), pada klien halusinasi dengar tanda dan gejala dapat di karakteristik mendengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk suara, rentang suara dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara tersebut membicarakan tentang pasien, sampai percakapan yang komplet antara dua orang atau lebih seperti orang yang berhalusinasi. Suara yang didengar dapat berupa perintah yang memberitahu pasien untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang dapat membahayakan atau mencedera.

b. Halusinasi penciuman

Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien mencium aroma atau bau tertentu seperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum atau bau busuk atau bau yang tidak sedap ( Cancro & Lehman dalam Satrio 2015). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Stuart (2009), pada halusinasi penciuman, klien

dapat mencium bau busuk, jorok,dan bau tengik seperti darah, urin, atau tinja, kadang-kadang bau bisa menyenangkan.

c. Halusinasi penglihatan

Pada klien yang mengalami halusinasi penglihatan , isi dari halusinasi berupa melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama seklai, misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuknya menakutkan ( Cancro & Lehman, dikutip dalam Satrio 2015).

d. Halusinasi pengecapan

Pada halusinasi pengecapan , isi halusinasi berupa klien mengecap rasa yang tetap ada dalam mulut atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit, dapat berupa rasa busuk, tak sedap dan anyir seperti darah, urine dan feces (Stuart,2009;Satrio 2015).

e. Halusinasi perabaan

Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuh atau binatang kecil yang merayap di kulit (Satrio 2015)

f. Halusinasi Chenesthetik

Halusinasi chenesthetik klien akan merasa fungsi tubuh seperti darah berdenyut melalui vena dan arteri, mencerna makanan atau bentuk urin (Stuart 2009).

g. Halusinasi Kinestetik

Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan tubuh, gerakan tubuh yang tidak lazim seperti melayang di atas tanah. Sensasi gerakan sambil berdiri tak bergerak Stuart, 2009 (dikutip dalam Satrio,2015).

3. Fase Halusinasi

a. Comforting ( Halusinasi menyenangkan, cemas ringan)

Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti cemas, kesepian, rasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan.

Perilaku yang dapat diobservasi :

1) Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat

2) Menggerakkan bibir tanpa membuat suarapengerakan mata yang cepat

3) Respon verbal yang lambat seperti asyik 4) Diam dan tampak asyik

b. Comdemning ( halusinasi menjijikan, cemas sedang)

Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan control dan mungkin berusaha menjauhkan diri serta merasa malu dengan adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik diri dari orang lain.

Perilau yang dapat diobservasi :

1) Ditandai dengan peningkatan kerja system saraf autonomic yang menunjukan kecemasan misalnya terdapat peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah

2) Rentang perhatian menjadi sempit

3) Asyik dengan pengalaman sendori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas c. Controlling (pengalaman sensori berkuasa, cemas berat)

Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman halusinasinya. Isi halusinasi bisa menjadi menarik/

memikat.

Perilaku yang dapat diobservasi :

1) Arahan yang diberikan halusinasi tidak hanya dijadikan objek saja oleh klien tetapi mungkin akan diikuti/dituruti

2) Klien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain 3) Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit 4) Tampak tanda kecemasan berat seperti berkeringan , tremor,

tidak mampu mengikuti peritah

d. Conquering ( melebur dalam pengaruh halusinasi, panic)

Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari halusinasi. Halusinasi mungkin berakhir dalam waktu empat jam atau sehari bila tidak ada intervensi terapeutik.

Perilaku yang dapat diobservasi :

1) Perilaku klien tampak seperti dihantui teror dan panic 2) Potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain

3) Aktifitas fisik yang digambarkan klien menunjukkan isi dari halusinasi misalnya klien melakukan kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia

4) Klien tidak dapat berespon pada arahan kompleks 5) Klien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang

4. Rentang respon neurobiologi Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif R. Maladaptif

B. Proses Terjadinya Masalah 1. Faktor Predisposisi

a. Faktor Biologis

Menurut (Videbeck dalam Satrio 2015), faktor biologi yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia yaitu :

1. Gangguan proses pikir (waham) 2. Halusinasi 3. RPK

4. Perilaku tidak terorganisir 5. Isolasi sosial 1. Kadang proses

pikir terganggu 2. Ilusi

3. Emosi 4. Perilaku tidak

biasa 5. Menarik diri 1. Pikiran Logis

2. Persepsi Akurat 3. Emosi

konsisten dengan pengalaman 4. Perilaku sesuai

1) Genetik

Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia Sedangkan Buchanan dan Carpenter tahun 2000 (dikutip dalam Satrio,2015), menyebutkan bahwa kromosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia adalah kromosom 6. Sedangkan kromosom lain yang juga berperan adalah kromosom 4,8,15,dan 22 (Craddock et al; Satrio, 2015).

Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak kembar yang menunjukkan anak kembar identik berisiko mengalami skizofrenia sebesar 50%, sedangkan pada kembar non identik/ fraternal berisiko 15% mengalami skizofrenia, angka ini meningkat sampai 35% jika kedua orangtua biologis menderita skizofrenia. Semua penelitian ini menunjukkan bahwa faktor genetik hanya sebagian kecil penyebab terjadinya skizofrenia dan ternyata masih ada faktor lain yang juga berperan sebagai faktor penyebab terjadinya skizofrenia (Satrio,2015) 2) Neuroanatomi

Penelitian menunjukkan kelainan anatomi, fungsional dan neurokimia di otak klien skizofrenia hidup dan postmortem, penelitian menunjukkan bahwa kortek prefrontal dan sistem limbik tidak sepenuhnya berkembang pada di otak klien dengan skizofrenia. Penurunan volume otak mencerminkan penurunan

baik materi putih dan materi abu-abu pada neuron akson (Kuroki et al; Higgins dalam Satrio,2015). Hasil pemeriksaan Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), memperliatkan penurunan volume otak pada individu dengan skizofrenia, temuan ini memperlihatkan adanya keterlambatan perkembangan jaringan otak dan atropi. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)menunjukkan penurunan aliran darah ke otak pada lobus frontal selama tugas perkembangan kognitif pada individu dengan skizofrenia. Penelitian lain juga menunjukkan terjadinya penurunan volume otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporalis dan frontal. Perubahan pada kedua lobus tersebut belum diketahui secara pasti penyebabnya.

Keadaan patologis yang terjadi pada lobus temporalis dan frontalis berkolerasi dengan terjadinya tanda-tanda positif dan negatif dari skizofrenia. Copel dalam (Satrio,2015) menyebutkan bahwa tanda-tanda positif skizofrenia seperti psikosi disebabkan karena fungsi otak yang abnormal pada lobus temporalis.

Sedangkan tanda-anda negatif seperti tidak memiliki kemauan untuk motivasi dan anhedonia disebabkan oleh fungsi otak yang abnormal pada lobus frontalis.

Hal ini sesuai dengan Sadock dan Sadock (dalam Satrio, 2015), yang menyatakan bahwa fungsi utama lobus frontalis adalah aktivasi motorik, intelektual, perencanaan konseptual, aspek

kepribadian, aspek produksi bahasa. Sehingga apabila terjadi gangguan pada lobus frontalis, maka akan terjadi perubahan pada aktivitas motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian dan juga emosi yang tidak stabil. Sedangkan fungsiutam adari lobus temporalis adalah pengaturan bahasa, ingatan dan juga emosi. Sehingga gangguan yang terjadi pada korteks temporalis dan nukleus-nukleus limbik yang berhubungan pada lobus temporalis akan menyebabkan timbulnya gejala halusinasi.

3) Neurokimia

Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotetsi disregulasi pada skizofrenia, gangguan terus menerus dalam satu atau lebih neurotransmiter atau neuromodulator mekanisme pengaturan homeostatic menyebabkan neurotransmisi tidak stabil atau tidak menentu. Teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik overaktif terhadap dopamine, sedangkan area prefrontal mengalami hipoaktif sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sistem neurotransmiter dopamine dan serotonin serta yang lain (Stuart, 2009). Pernyataan ini memberi arti bahwa neurotransmitter mempunyai peranan yang penting menyebabkan terjadinya skizofrenia.

Beberapa referensi menunjukkan bahwa neurotransmiter yang bereperan menyebabkan skizofrenia adalah dopamin dan serotonin. Satu teori yang terkenal memperlihatkan dopamin

sebagai faktor penyebab, ini dibuktikan dengan obat-obatan yang menyekat reseptor dopamin pascasinaptik mengurangi gejala gejala psikotik dan pada kenyataan nya semakin efektif obat tersebut dalam mengurangigejala skizofrenia. Sedangkan serotonin berfungsi sebagai modulasi dopamine, yang membantu mengontrol kelebihan dopamine, beberapa peneliti yakin bahwa kelebihan serotonin itu sendiri bereperan dalam perkembangan skizofrenia, ini dibuktikan dengan penggunaan obat antipsikotik atipikal seperti klozapin (clorazil) yang merupakan antagonis dopamine dan serotonin.

Adanya overload reuptake neurotransmiter dopamin dan serotonin mengakibatkan kerusakan komunikasi antar sel otak, sehingga jalur penerima dan pengiriman informasi di otak terganggu. Keadaan inilah yang mengakibatkan informasi tidak dapat diproses sehingga terjadi kerusakan dalam persepsi yang berkembang menjadi halusinasi dan kesalahan dalam membuat kesimpulan yang berkembang menjadi delusi (Satrio,2015) 4) Imunovirologi

Sebuah penelitian untuk menemukan “virus Skizofrenia” telah berlangsung. Bukti campuran menunjukkan bahwa paparan prenatal terhadap virus influenza, terutama selama trimester pertama, mungkin menjadi salah satu faktor penyebab skizofrenia pada beberapa orang tetapi tidak pada orang lain.

Teori ini didukung oleh temuan riset yang memperlihatkan lebih banyak orang dengan skiofrenia lahir di musim dingin atau awal musim semi dan di daerah perkotaan. Temuan ini menunjukkan musim potensial dan tempat lahir dampak terhadap resiko untuk skizofrenia. Infeksi virus lebih sering terjadi pada tempat-tempat keramaian dan musim dingin dan awal musing semi dan dapat terjadi in utero atau pada anak usia dini pada beberapa orang yang rentan (Satrio, 2015)

b. Faktor Psikologis

Menurut Towsend (2009), awal terjadinya skizofrenia difokuskan pada hubungan dalam keluarga yang mempengaruhi perkembangan gangguan ini, teori awal menunjukkan kurangnya hubungan antara orangtua dan anak, serta disfungsi sistem keluarga sebagai penyebab skizofrenia. Dalam penelitian lain, beberapa anak dengan skizofrenia menunjukkan kelainan halus yang meliputi perhatian, koordinasi, kemampuan sosaial, fungsi neuromotordan respon emosional jauh sebelum mereka menunjukkan gejala yang jelas dari skizofrenia (Stuart, 2009). Hal di atas dukung oleh Sinaga 2007(dikutip dalam Satrio,2015), yang menyebutkan bahwa lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai resiko yang besar terhadap perkembangan skizofrenia, pada masa kanak disfungsi situasi sosial seperti trauma masa kecil, kekerasan, hostilitas dan huungan interpersonal yang kurang hangat diterima

oleh anak sangat mempengaruhi perkembangan neurologikal anak sehingga lebih rentan mengalami skizofrenia dikemudian hari.

Menurut Stuart dan Laraia (2009), faktor psikologis yang dapat mempengaruhi adalah tingkat intelegensi, kemampuan verbal, moral, kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri dan motivasi. Selain itu faktor penyebab terjadinya skizofrenia berdasarkan teori interpersonal berpendapat bahwa skizofrenia muncul akibat hubungan disfungsional pada masa kehidupan awal dan masa remaja, skizofrenia terjadi akibat ibu yang cemas atau ayah yang jauh dan suka mengontrol. Hal ini memberiarti bahwa anak akan belajar pada orangtua nya yang mengalami skizofrenia dan akan mempraktekkan apa yang dilihatnya setelah ia besar dalam setiap ia mengalami masalah (Satrio,2015)

c. Faktor Sosial Budaya

Sosial budaya yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah adanya double bind didalam keluarga dan konflik dalam keluarga. Torrey (1995 dalam Satrio,2015) menyebutkan bahwa salah satu faktor sosial yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah asnya disfungsi dalam pengasuhan anak maupun dinamika keluarga.

Seaward (1997, dalam Satrio, 2015) menyebutkan bahwa fakor budaya dan sosial dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah karena tidak adanya penghasilan, adanya kekerasan , tidak

memiliki tempat tinggal, kemiskinan dan diskriminasi ras, golongan , usia maupun jenis kelamin.

2. Faktor Presipitasi

Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balik di otak yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi. Stimulasi pemglihatan dan pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus dan dikirim untuk diproses oleh lobus frontal dan bila informasi yang disampaikan terlalu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut salah, lobus frontal mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan di ingatkan lagi hipotalamus untuk mmeperlambat transmisi ke lobus frontal. Penurunan fungsi dari lobus frontal menyebabkan gangguan pada proses umpan balik dalam penyampaian informasi yang menghasilkan proses informasi overload (Stuart 2009).

3. Penilaian Terhadap Stressor

Penilaian terhadap stressor merupakan penilaian individeu ketika mengalami stressor yang datang. Menurut Sinaga (dikutip dalam Satrio, 2015), faktor biologis, psikososial dan lingkungan saling berintegrasi datu sama lain pada saat individu mengalami stress sedangkan individu sendiri memilki kerentanan (diatesis), yang jika diaktifkan oleh pengaruh stress maka akan menimbulkan gejala skizofrenia. Penilaian terhadap stressor terdiri dari respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Hal ini memberikan arti bahwa

apabila individu mengalami suatu stressor maka ia akan merespon stressor maka ia akan merespon stressor tersebut dan akan tampak melalui tanda dan gejala yang muncul (Satrio,2015).

4. Sumber Koping

Berdasarkan Stuart dan Laraia (2009), sumber koping merupakan hal yang penting dalam membantu klien dalam mengatasi stressor yang dihadapinya. Sumber koping tersebut meliputi aset ekonomi, sosial support, nilai dan kemampuan individu mengatasi masalah. Apabila individu mempunyai sumber koping yang adekuat maka ia akan mampu beradaptasi dan mengatasi stressor yang ada.

Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang dibutuhkan individu ketika mengalami stress. Hal tersebut sesuai dengan teori Videbeck (dikutip dalam Satrio,2015), yang menyatakan bahwa keluarga memang merupakan salah satu sumber pendukung yang utama dalam penyembuhan klien skizofrenia. Psikosis atau skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat menjengkelkan yang memerlukan penyesuaian baik bagi klien dan keluarga. Proses penyesuaian psikotik terdiri dari empat fase : (1) disonansi kognitif (psikosis aktif), (2) pencapaian wawasan, (3) stabilitas dalam semua aspek kehidupan (ketetapan kognitif), dan (4) bergerak terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan. Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung 3 sampai 6 tahun (Moller, dalam Satrio,2015) :

a. Efikasi/ Kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala dan menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama memakan waktu 6 sampai 12 bulan.

b. Awal penegenalan diri/ insight sebagai proses mandiri melakukan pemeriksaan realitas yang dapat diandalkan. Pencapaian keterampilan ini memakan waktu 6 sampai 18 bulan dan tergantung pada keberhasilan pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan.

c. Setelah mencapai pengenalan diri/ insight, proses pencapaian kognitif meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersoanl normal dan reengaging dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan dengansekolah dan bekerja. Fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.

d. Ordinariness/ kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat dalam kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-hari mencerminkan tujuan prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2 tahun. Sumber daya keluarga, seperti pemahaman orang tua terhadap penyakit, keuangan, ketersediaan waktu dan energi, dan kemampuan untuk menyediakan dukungan yang berkelanjutan, mempengaruhi jalannya penyesuaian pospsychotic.

5. Mekanisme Koping

Menurut Stuart & Laraia (2009), pada klien skizofrenia, klien berusaha untuk melindungi dirinya dan pengalaman yang disebabkan oleh penyakitnya. Klien akan melakukan regresi untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya, melakukan proyeksi sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan menarik diri yang berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan terhadap pengalaman internal.

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji

Beberapa masalah keperawatan: diagnosis keperawatan NANDA-I rentang respon neurobiologis, skizofrenia dan gangguan psikotik (Stuart,2009) meliputi:

a. Pendengaran

1) Melirik mata ke kanan/ke kiri untuk mencari sumber suara

2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang sedang berbicara/benda mati didekatnya

3) Terlibat pembicaraan dengan benda mati atau orang yang tidak tampak

4) Menggerakkan mulut seperti mengomel b. Penglihatan

1) Tiba-tiba tampak tergagap, ketakutan karena orang lain,benda mati atau stimulus yang tak terlihat

2) Tiba lari keruangan c. Pengecapan

1) Meludahkan makanan atau minuman 2) Menolak makanan atau minum obat 3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan d. Penghirup

1) Mengkerutkaan hidung seperti menghirup udara yang tidak enak 2) Menghirup bau tubuh

3) Menghirup bau udara ketika berjalan kearah orang lain 4) Berespon terhadap bau dengan panic

e. Peraba

1) Menampar diri sendiri seakan-akan sedang memadamkan api 2) Melompat-lompat dilantai seperti menghindari sesuatu yang

menyakitkan f. Sintetik

1) Mengverbalisasi terhadap proses tubuh

2) Menolak menyelesaikan tugas yang menggunakan bagian tubuh yang diyakini tidak berfungsi

2. Tanda dan gejala secara umum

Tabel 2.1

Tanda dan Gejala Halusinasi

NO DATA YANG PERLU DIKAJI MASALAH

1 Data subjektif :

Pasien mengatakan :

a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan b. Mendengar suara yang mengajak

bercakap-cakap

c. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya

d. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster

e. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan

f. Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses

g. Merasa takut atau senang dengan halusinasinya

Data objektif :

a. Bicara atau tertawa sendiri b. Marah-marah tanpa sebab

c. Mengarahkan telinga ke arah tertentu d. Menutup telinga

e. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu f. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas g. Mencium sesuatu seperti membaui

bau-Halusinasi

bauan tertentu h. Menutup hidung i. Sering meludah j. Muntah

k. Mengaruk-garuk permukaan kulit

D. Pohon Masalah

Gambar 2.2 Resiko perilaku Kekerasan

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Pohon masalah Gangguan Sensori Persepsi :Halusinasi (Keliat,2010)

E. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko perilaku kekerasan

2. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi 3. Isolasi sosial

4. Harga diri rendah

Gangguan Sensori Persepsi:

Halusinasi

F. Rencana Tindakan Keperawatan

Tabel 2.2 Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa

Membantu pasien mengenal halusinasi (isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi) Menjelaskan cara mengontrol

halusinasi : hardik, obat bercakap – cakap, melakukan kegiatan harian

Mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara

menghardik halusinasi

Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik SP 2 :

Evaluasi kegiatan menghardik beri pujian

Latih cara mengontrol halusinasi Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jelaskan 5 benar : jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, kontuinitas minum obat)

Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik dan minum obat

SP 3 :

Evaluasi kegiatan harian

menghardik dan obat, beri pujian Latih cara mengontrol halusinasi

dengan bercakap – cakap saat terjadi halusinasi

Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat, dan bercakap – cakap

SP 4 :

Evaluasi kegiatan harian menghardik, minum obat, dan bercakap – cakap

SP 1 :

Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien

Jelaskan pengertian, tanda &

gejala, dan proses terjadinya halusinasi

Jelaskan cara merawat halusinasi

Latih cara merawat halusinasi : hardik

Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberi pujian

SP 2 :

Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih klien menghardik, beri pujian Jadwalkan 6 benar cara

memberikan obat Latih cara memberikan/

membimbing minum obat Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberi pujian

SP 3 :

Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih klien

Latih dan sediakan waktu bercakap – cakap dengan klien terutama pada saat halusinasi

Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian SP 4 :

Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih klien menghardik, memberikan

Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian (mulai 2 kegiatan) Masukkan pada jadwal kegiatan

untuk latihan menghardik, minum obat, bercakap – cakap dan kegiatan harian

obat, dan bercakap – cakap, beri pujian

Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan

Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian.

G. Terapi Tindakan Keperawatan Spesialis

G. Terapi Tindakan Keperawatan Spesialis

Dokumen terkait