6 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dijelaskan mengenai pustaka yang mendukung penelitian yang dilakukan pada studi formulasi pakan ikan nila dari limbah udang serta penelitian terdahulu.
2.1. Ikan Nila
2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan yang hidup di perairan tawar, seperti sungai, danau, waduk, situ, dan genangan air lainnya. Di samping itu, ikan nila dapat beradaptasi di air payau dan air laut, terutama dengan menggunakan teknik adaptasi bertahap. Menurut Rahmat (2007) Berdasarkan taksonominya ikan nila dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Decapoda
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus 2.1.2 Morfologi Ikan Nila
Berdasarkan morfologinya, ikan nila memiliki tubuh yang panjang dan ramping pada umumnya, perbandingan antara panjangan dan tinggi badan yaitu 3:1.
Sisik-sisik dari ikan nila berukuran besar dan kasar, berbentuk etonoid dengan garis-garis vertikal berwarna abu-abu pada siripnya. Mata ikan nila berbentuk bulat, menonjol, dan bagian tepinya berwarna putih. Ikan nila mempunyai lima buah sirip yang berada di punggung, dada, perut, anus, dan ekor. Pada sirip dubur (anal fin) memiliki 3 jari-jari keras dan 9-11 jari-jari sirip lemah. Sirip ekornya (caudal fin) memiliki 2 jari-jari lemah mengeras dan 16-18 jari-jari sirip lemah. Sirip punggung (dorsal fin) memiliki 17 jari-jari sirip keras dan 13 jari-jari sirip lemah. Sementara
7 sirip dadanya (pectoral fin) memiliki 1 jari-jari sirip keras dan 5 jari-jari sirip lemah.
Sirip perut (ventral fin) memilki 1 jari-jari sirip keras dan 5 jari-jari sirip lemah.
(Amri, 2007)
Pada umumnya nila memiliki warna tubuh yang bervariasi yaitu warna hitam, putih, merah berbercak-bercak hitam, atau hitam keputih-putihan. Hal yang cukup penting untuk diperhatikan ketika mengamati susunan tubuh ikan nila yaitu membedakan antara ikan jantan dan betina. Ikan nila jantan dan betina memiliki perbedaan dari segi morfologi. Ikan jantan memiliki ukuran sisik lebih besar daripada sisik ikan nila betina, sisik di bagian bawah dagu dan perut berwarna gelap, bentuk hidung dan rahang belakang melebar, sirip punggung dan sirip ekor merupakan garis-garis yang terputus-putus, dan bila bagian perut diurut atau dipijit akan mengeluarkan cairan berwarna bening sedangkan pada nila betina tidak mengeluarkan cairan. (Rahmat, 2007)
Gambar 2.1 Morfologi Ikan Nila 2.1.3 Daur Hidup
Ikan nila pada umumnya dapat memijah sepanjang tahun. Siklus daur hidup ikan nila yaitu dimulai dari stadium telur, larva, benih, dewasa, kemudian menjadi indukan. Dari telur menjadi induk pada umumnya membutuhkan waktu sekitar 5 sampai dengan 6 bulan. Dalam setahun ikan nila dapat berpijah antara 6-7 kali.
Proses berpijah terjadi ketika bobot dari indukan betina mencapat berat 150 gram.
Proses tersebut berlangsng cepat, yaitu sekitar 50-60 detik. Tiap proses berpijah menghasilkan 20-40 telur yang dibuahi. Telur akan menetas setelah 4-5 hari.
Setelah menetas, larva akan diasuh dalam mulut induk betina selama kurang lebih 11 hari. Ketika larva sudah memiliki uuran 8 mm maka dapat disebut dengan benih.
8 Pada siklus benih, nila memiliki kebiasaan hidup bergerombol namun setelah benih tersebut berukuran besar maka akan berpisah sendiri-sendiri.
Ketika ikan nila mencapai bobot 250 gram, maka sudah dalam fase dewasa.
Periode yang dibutuhkan dari benih menjadi dewasa membutuhkan waktu 4-5 bulan. Ikan nila yang berumur 1,5-2 tahun dengan berat badan lebih dari 500 gram per ekor disebut sebagai indukan. Pada fase indukan, ikan nila dapat dipijah kembali ataupun dijual di pasaran. Produksi ikan nila yang dipasarkan untuk dikonsumsi terdapat dalam berbagai bentuk dan ukuran. Sebagian besar ikan nila yang dipasarkan dalam bentuk fresh (disimpan dalam es) dengan ukuran 150-200 gram per ekor. Ukuran tersebut pada umumnya dicapai sekitar 5-6 bulan. Selain itu, ikan nila juga ada yang dipasarkan ke luar negeri dalam bentuk fillet. Fillet tersebut memerlukan ikan nila yang berukuran lebih dari 800 gram. Untuk konsumsi di restoran-restoran dibutuhkan ikan nila dengan ukuran 400-500 gram atau biasa disebut ukuran premium.
2.1.4 Pakan Ikan Nila
Pakan merupakan salah satu hal yang harus dipenuhi untuk mencapai produksi yang maksimal pada budidaya ikan nila. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam menangani pakan tersebut, baik penyediannya, kandungan gizinya, bentuk dari pakan, maupun kebiasaan dari ikan nila. Di habitat alami, ikan nila biasanya memakan tumbuh-tumbuhan ataupun hancuran sampah dalam air. Oleh karena itu, ikan nila termasuk ikan omnivore atau pemakan segala. (Rahmat, 2007)
Produksi ikan nila yang maksimal memerlukan pemeliharaan yang rutin, salah satunya yang harus diperhatikan yaitu pemberian pakan sebab pakan merupakan sumber energi untuk menunjang pertumbuhan (Abdul,2017). Pakan yang baik yaitu yang dapat memenuhi kebutuhan fisiologi dan spesies ikan yang dibudidayakan.
Dalam budidaya ikan nila terdapat pakan alami dan pakan buatan. Untuk pakan alami biasanya ikan nila mengkonsumsi berbagai jenis pakan antara lain plankton, daun singkong, daun kangkung, dan sisa-sisa sayuran. (Susanto, 2000). Namun, pakan alami memiliki beberapa kelemahan seperti nutrisi yang terdapat pada pakan alami masih kurang untuk mencapai standar kebutuhan ikan nila. Untuk pakan buatan biasanya dibuat dalam bentuk pellet, pakan buatan sendiri memiliki
9 kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pakan pellet adalah memiliki kandungan gizi yang dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan ikan nila Sedangkan kekurangannya yaitu jika formula dari pellet tersebut kurang tepat maka dapat menjadi limbah yang mengotori media lingkungan (Almaududy, 2006).
Pada pakan ikan nila terdapat beberapa kandungan yang dibutuhkan agar dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Kandungan tersebut berupa protein, lemak, karbohidrat, dan serat kasar. Sesuai dengan SNI 2009, kisaran komposisi nutrient yang dibutuhkan pada pakan ikan nila adalah protein minimal 25%, lemak 6-8%, karbohidrat 20%, kadar abu maksimal 15% dan serat kasar maksimal 8%. Selain itu untuk meningkatkan proses pertumbuhan maka ditambahkan vitamin pada pakan ikan nila. Penelitian mengenai pakan ikan nila sudah banyak dilakukan, seperti pada tabel berikut
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama dan
Tahun Penelitian Hasil
Hilda dkk, 2015
Formulasi Pakan Ikan Nila dengan menggunakan tepung ikan petek
Hasil terbaik yang didapatkan yaitu pakan ikan nila dengan dosis tepung ikan petek sebesar 48%, dengan laju pertumbuhan per hari sebesar 1.89% dan kelulushidupan sebesar 96.67%
Vita, 2017
Pengaruh jenis pakan yang berbeda terhadap
pertumbuhan benih ikan nila
Hasil terbaik yaitu pemberian pakan berupa campuran pelet dengan tepung kangkung, dengan rerata pertambahan bobot perminggu yaitu sekitar 0.6-0.9 gram
Amrullah dkk, 2018
Produksi pakan pellet ikan nila
Pakan yang dihasilkan memiliki pengaruh terhadap survival rate yaitu dari 50% menjadi 90%, dan juga berpengaruh terhadap hasil panen dalam 4 bulan yang awalnya 4-5 ekor / kg menjadi 2-3 ekor / kg
10 2.1.5 Bahan Baku Pakan
Sesuai dengan surat keterangan KKP 2010 tentang bahan baku pakan ikan, bahan baku pakan adalah bahan-bahan baik nabati ataupun hewani, vitamin dan mineral, serta bahan pendukung lain yang dapat memenuhi kandungan nutrisi dari pakan. Pemilihan bahan baku merupakan faktor yang cukup penting untuk menentukan kualitas dari pakan yang dihasilkan. Adapun beberapa pertimbangan dalam memilih bahan baku yaitu harga yang relative murah, kualitas yang baik dari segi fisik maupun kimia, ketersediaan bahan baku yang mencukupi, serta kandungan gizi yang terdapat pada bahan baku (KKP,2010)
Bahan baku pakan ikan pada umumnya terdiri dari sumber protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, pengikat (binder), serta bahan tambahan seperti aktraktan, antioksidan dan antibiotic. Beberapa contoh bahan pakan yaitu tepung ikan dan tepung udang sebagai sumber protein, tepung pati dan dedak sebagai sumber karbohdirat, minyak ikan sebagai sumber lemak, tapioka sebagai perekat, serta bahan tambahan seperti minyak cumi sebagai atraktan (KKP,2010) 2.1.6 Kandungan Nutrisi
Kandungan nutrisi dalam pakan ikan harus sesuai dengan kebutuhan nutrien ikan dalam artian harus memenuhi kebutuhan protein, karbohdirat, dan lemak.
Kebutuhan nutrien ikan dapat berubah-ubah karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti jenis dan ukuran ikan. Sedangkan faktor eksternal seperti faktor suhu, ph serta kandungan oksigen terlarut di air (Halver,1989)
Protein adalah nutrien yang sangat dibutuhan pada pakan ikan. Protein dibutuhkan ikan sebagai pengganti jaringan tubuh yang rusak, untuk pertumbuhan, dan sebagai sumber energi (Afrianto,2005). Kebutuhan protein juga bergantung pada jenis dan umur ikan, pada umumnya ikan membutuhkan protein sekitar 20- 60%. Protein merupakan salah satu parameter yang perlu diperhatikan dalam pakan ikan nila karena protein merupakan sumber energi utama dalam pertumbuhan ikan (Rusydi, 2017).
Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang paling sederhana.
Sumber karbohidrat yang digunakan dalam pakan seperti jagung, dedak, dan
11 tapioka. Karbohidrat berperan dalam metabolism yang berkaitan dengan pertumbuhan seperti pembentukan asam amino non essensial. Karbohidrat juga dapat memperbaiki kualitas pakan melalui karakteristik spesifiknya sebagai pengikat atau binder (Subandiyono,2016). Ikan pada umumnya dapat memanfaatkan karbohdirat secara optimum pada kadar 20-40% (Kordi,2009)
Lemak pada pakan mempunya beberapa fungsi, yaitu sebagai sumber energi, sebagai sumber steroid yang berperan dalam fungsi biologis, serta pada saat ikan mempertahankan keseimbangan dalam air (buoyancy). Lemak dalam jaringan ikan terdapat dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini membuktikan bahwa lemak merupakan energy cadangan yang lebih disukai leh sebagian besar ikan daripada karbohidrat. Lemak yang dibutuhkan ikan pada umumnya berkisar antara 4-18%
(Subandiyono,2016) 2.2 Limbah Udang
Kementrian kelautan dan perikanan menargetkan ekspor udang pada tahun 2020 yaitu sekitar 250%, saat ini produksi udang nasional di Indonesia sekitar 200.000 ton per tahun dan akan ditingkatkan menjadi 500.000 ton per tahun pada tahun 2020. Dengan adanya peningkatan produksi udang tersebut, hal ini berbanding lurus dengan limbah yang dihasilkan. Berat limbah udang sendiri berkisar 30-40% berat udang (Abun, 2009). Akan tetapi, limbah tersebut masih belum bisa dimanfaatkan dengan optimal. Padahal limbah udang memiliki berbagai macam senyawa yang bisa dimanfaatkan dan salah satunya adalah protein. Limbah udang mengandung protein kasar yang cukup tinggi yaitu sekitar 62,69% dan terdapat beberapa senyawa lainnya seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Kandungan Senyawa Pada Tepung Limbah Udang
(Penulis, 2020) Komponen Tepung Limbah Udang (%)
Protein 62,69
Lemak 3,58
Kadar Abu 11,73
Karbohidrat 14,61
Air 7,40
Serat Kasar 13,18
12 Namun, protein yang tinggi ini tidak dapat dimanfaatkan secara langsung karena terdapat faktor pembatas berupa senyawa kitin. Kitin merupakan suatu senyawa polisakarida structural (seperti selulosa) yang mengandung nitrogen dalam bentuk N-Aceylated-glucosamin-polysacharida. Protein atau nitrogen yang terdapat pada limbah udang ini berikatan erat dengan kitin dan kalsium karbonatnya dalam bentuk ikatan senyawa komplek, sehingga senyawa tersebut sulit dicerna oleh ikan nila. Untuk memperoleh senyawa protein, maka harus dilakukan pengolahan yang tepat yaitu dengan menghilangkan senyawa khitin pada limbah udang tersebut.
Penelitian tentang pengolahan limbah udang sebagai pakan sudah banyak dilakukan, berikut merupakan hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu Nama dan
Tahun Penelitian Hasil
Oktosari, 2009
Limbah Udang sebagai pakan ternak domba lokal jantan
Limbah udang dapat digunakan
dalam ransum domba
menggantikan bungkil kedelai atau dapat digunakan dalam konsentrat 30%
Mirzah dkk, 2012
Tepung limbah udang sebagai pengganti tepung ikan dalam ransum ayam broiler
Tepung limbah udang hasil pengolahan dengan EM4 dengan perlakuan fisiko kimia dapat menggantikan 75% tepung ikan.
Filawati dkk, 2018
Pemanfaatan Limbah Udang Terfermentasi Sebagai Pakan Ternak Sapi
Pemanfaatan limbah udang terfermentasi sebagai pakan ternak sapi memberikan hasil optimal terhadap konsumsi nutrient dan pertambahan bobot badan harian