5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bekatul Dan Minyak Bekatul
Minyak beras (rice oil) merupakan komponen minor yang terdapat dalam beras selain karbohidrat dan protein. Di dalam beras terdapat 2 (dua) jenis lipid, yakni lipid yang berkaitan dengan endosperm dan bran. Bekatul (rice bran) merupakan sumber utama minyak beras, namun umumnya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Industri pangan menggunakan bekatul yang telah distabilisasi sebagai sumber serta pangan, protein dan minyak nabati (Orthoefer, 2005).
Gambar 2.1 di bawah ini menunjukkan struktur padi atau kernel beras. Berdasarkan gambar 2.1, lipid diwujudkan dalam bentuk spherosom atau lipid droplet yang berdiameter kurang dari 1,5 mm pada lapisan aleurone, kurang dari 1,0 mm pada lapisan subaleurone, dan kurang dari 0,7 mm pada embryo beras. Sebagian besar lipid dalam endosperm berhubungan dengan protein dan granular pati sebagai jaringan lipid.
Gambar 2.1 Struktur padi (Orthoefer,2005)
Lipid diklasifikasikan sebagai lipid non pati dan lipid pati. Mayoritas lipid yang
6 terdapat pada bekatul adalah lipid non pati. Lipid pati terutama terdiri dari lysophospholipids, triacylglycerols, dan asam lemak bebas. Beberapa spesies utama dalam kelompok fosfolipid adalah lysophophatidylethanolamine dan lysophosphatidylcholine. Sedangkan asam lemak utama adalah asam palmitat dan linoleat bersama dengan asam oleat. Sejumlah kecil monoasilgliserol, diasilgliserol, dan sterol juga ditemukan. Glikolipid yang ditemukan adalah diglycosyl monoacylglycerols dan monoglycosyl monoacylglycerols. Komponen gula yang ditemukan antara lain galaktosa dan glukosa (Orthoefer, 2005).
Tabel 2.1 Komposisi Lipid Non Pati pada Fraksi Beras
Lipid non pati yang terdapat pada lapiran aleurone, subaleurone, dan germ, terdiri dari 86- 91% lipid netral (triacylglycerols), 2-5% glycolipids, dan 7-9% phospholipids tergantung pada proses penggilingannya (milling). Asam lemak bebas yang terdapat pada lipid non pati terdiri dari 22-25% asam palmitat, 37-41% asam oleat, dan 37-47%
asam linoleat (Tabel 2.1). Komponen yang terdapat dalam RBO dan merupakan bahan nutraseutikal yang cukup penting, adalah γ-oryzanol, dengan persentase sebesar 1,5-
7 2,9% dari RBO (Orthoefer, 2005).
Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak pada RBO Fatty Acid Composition (%)
Lipid
Class* wt% 14:0 16:0 18:0 18:1 18:2 18:3 saturated unsaturated TL 20,1 0,40 22,21 2,21 38,85 34,58 1,14 25,43 74,57 NL 89,2 0,43 23,41 1,88 37,24 35,29 1,07 26,40 73,60 GL 6,8 0,09 27,34 0,28 36,45 35,76 0,18 27,61 72,39 PL 4,0 0,11 22,13 0,26 38,11 39,32 0,17 22,40 77,60
*TL=Total Lipid; NL=Neutral Lipid (nonpolar lipid and free fatty acids);
GL= Glycolipids: PL=Phopholipids
Komponen lain yang terdapat dalam RBO adalah vitamin E, yakni kelompok tocopherols (α-tocopherol, β-tocopherol, γ-tocopherol, dan δ-tocopherol) dan tocotrienols (α- tocotrienols, dan γ- tocotrienols) (Tabel 2.3) (Orthoefer, 2005).
Tabel 2.3. Konsentrasi Vitamin E pada RBO
Source α-T β-T γ-T δ-T α-T3 γ-T3 δ-T3
Rice bran 6,30 0,90 3,20 0,20 3,80 12,00 0,70
Brown rice 0,63 0,09 0,32 0,02 0,38 1,20 0,07
Crude oil 31,50 4,50 16,00 1,00 19,00 60,00 3,50
Refined oil 8,20 12,80 1,30 2,10 42,90 3,50
T = tocopherols; T3 = tocotrienols
Kandungan bekatul akan lipid, protein, mineral, vitamin, phitin, trypsin inhibitor, lipase, dan lectin (hemeagglutinins). Dibandingkan dengan sereal gandum lainnya, bekatul dengan germ sedikit lebih tinggi kandungan lemaknya tetapi sebanding dengan protein, serat, dan ahs (Tabel 2.4). Kandungan fosfor tinggi adalah salah satu yang tertinggi dari biji-bijian sereal. Bekatul juga mengandung banyak silika, mungkin karena adanya potongan sekam padi. Bekatul kaya akan vitamin B dan tocopherol.(Shahidi, 2005)
8 Tabel 2.4. Komposisi Bekatul
Constituent
Rice
Bran Polish
Crude protein (%N x 6,25) 12,0-5,6 11,8-13,0
Crude fat (%) 15,0-19,7 10,1-12,4
Crude fiber (%) 7,0-11,4 2,3-3,2
Available carbohydrates (%) 31,1-52,3 51,1-55,0
Crude ash (%) 6,6-9,9 5,1-7,3
Calcium (mg/g) 0,3-1,2 0,5-0,7
Magnesium (mg/g) 5-13 6-7
Phosphorus (mg/g) 11-25 10-22
Phytin phosphorus (mg/g) 9-22 12-17
Silica (mg/g) 6-11 2-3
Zinc (mg/g) 43-258 17-60
Thiamone (B1) (µg/g) 12-24 3-19
Riboflavin (b2) (µg/g) 1,8-4,3 1,7-2,4
Niacin (µg/g) 267-499 224-289
Tabel 2.5 Komposis Saponifiable Lipids dan Unsaponifiable Lipids
Lipid Type Persent
Saponifiable lipids 90-96
Neutral lipids 88-89
Triacylglycerols 83-86 Diacylglycerols 3-4 Monoacylglycerols 6-7 Free fatty acids 2-4
Waxes 6-7
Glycolipids 6-7
Phospholipids 4-5
Unsaponifiable lipids 4-2
Phytosterols 43
Sterol esters 10
Triterpene alcohols 28
Hydrocacbons 18
Tocopherols 1
(Shahidi, 2005)
9
Gambar 2.2 Bekatul dan RBO 2.2. Metode Ekstraksi
2.2.1. Metode ekstraksi konvensional a. Aquaeous Extraction
Metode ini yakni memerlukan proses pengadukan agar terjadi kontak antara pelarut dengan bahan baku. Namun metode ini menggunakan pelarut ramah lingkungan seperti air. Akan tetapi dikarenakan kelarutan RBO dalam air yang lebih rendah dibandingkan pelarut organik, metode ini memerlukan tahapan de-emulsification agar dapat memisahkan antara minyak dan aqueous effluent sehinga diperoleh RBO yang lebih murni. Yield yang diperoleh pada metode ini (16,1%) lebih rendah jika dibandingkan dengan metode soxhlet extraction selama 4 (empat) jam (20,5%) (Amarasinghe dkk., 2009).
Factor pengaruh dari metode ini ada 4 sebegai berikut:
1. Suhu, semakin tinggi suhu operasi yang digunakan maka yield yang didapatkansemakin tinggi juga, akan tetapi bila menggunakan suhu terlalu tinggi dapat menyebabkan yield yang didapatkan akan menurun (Alenyorege, dkk., 2015).
2. Waktu, semakin lama waktu ekstraksi maka yield yang didapatkan semakin tinggi.
3. Kecepatan pengadukan, semakin tinggi kecepatan pengadukan maka yield yang didapatkan semakin tinggi.
4. Rasio solid liquid, dimana bila jumlah solid semakin banyak maka yield yang didapatkan semakin tinggi, akan tetapi bila jumlah solid terlalu kebanyakan maka yield yang di dapatkan semakin menurun (Amarasinghe, dkk., 2009)
10 b. Mecanical Pressing
Metode ini secara tradisional sangat umum digunakan secara global pada ekstraksi minyak biji-bijian. Metode ini diterapkan pada industri ekstrasi RBO skala kecil hingga menengah di beberapa negara Asia, salah satunya adalah Thailand. Metode ini memiliki keunggulan dari sisi biaya operasi yang cukup rendah, penggunaan tenaga kerja yang minimal, keamanan proses karena tidak menggunakan bahan kimia ataupun paparan panas, dan kemudahan dalam mengoperasikan peralatannya. Metode ini terdiri dari 2 (dua) jenis, yakni screw pressing (expeller) dan hydraulic pressing. Metode screw pressing mampu memperoleh yield yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hydraulic pressing. Yield RBO yang didapatkan dengan memakai metode ini mencapai 9-10%. Walaupun mampu memproduksi RBO dengan kualitas yang baik, metode ini memiliki kekurangan yakni yield yang relatif lebih rendah dibanding dengan metode solvent extraction dan hanya bias diaplikasikan pada skala kecil (Garba dkk., 2017).
Adapun factor yang mempengaruhi hasil yield yang didapatkan salah satunya kecepatan putaran screw pada alat screw pressing dimana bila semakin cepat putarannya maka efesiensi untuk mendapatkan minyak menurun (Matouk, dkk.,2009)
Gambar 2.3. Alat screw pressing 2.2.2. Metode ekstraksi non konvensional
a. Ultrasound Aquaeous Assisted Extraction
Kelemahan beberapa metode ekstraksi konvensional, yakni peningkatan konsumsi energi dan bahan kimia berbahaya, serta emisi CO2, mendorong industri pangan untuk mengembangkan teknologi ekstraksi yang lebih ramah dengan menggunakan energi dan pelarut yang seminimal mungkin. Salah satunya adalah metode mengintensifkan proses ekstraksi dengan menggunakan bentuk energi alternatif lain, seperti gelombang
11 ultrasonik (Stankiewicz & Moulijn, 2000). Introduksi gelombang ultrasonik pada ekstraksi (UAE) mampu mempercepat transfer massa dan panas. Gelombang tersebut mampu merubah properti fisik dan kimia bahan sehingga dengan gelembung kavitasi yang dihasilkan mampu memfasilitasi pelepasan ekstraktan dan meningkatkan transfer massa dengan penghancuran dinding sel bahan (Gambar 2.4). Dampak yang dihasilkan adalah berkurangnya konsumsi pelarut dan waktu ekstraksi, bertambahnya kemurnian produk (Chemat dkk., 2011).
Gambar 2.4. Mekanisme ekstraksi dengan UAE
Ada 2 (dua) tipe peralatan yang dipakai pada metode UAE, yaitu ultrasonic bath (US bath) dan ultrasonic probe (US probe) (Gambar 2.5). US bath biasanya digunakan dalam proses dispersi padatan ke dalam cairan, degassing larutan dan pembersihan bahan atau alat yang berukuran kecil dari pengotor. Akan tetapi, alat ini kurang efektif apabila digunakan sebagai ekstraktor, karena intensitas radiasi gelombang yang melemah akibat adanya tahanan pada air dan glassware (wadah ekstraktor). Di sisi lain, US probe memiliki keunggulan yakni mampu menghantarkan gelombang dengan sangat baik dikarenakan langsung berkontak dengan pelarut dan bahan baku (Chemat dkk., 2011).
Gambar 2.5. Peralatan UAE (kiri US probe dan kanan US bath)
12 Kombinasi metode antara sonikasi dengan aqueous extraction pada bekatul mampu meningkatan performa ekstraksi. Dengan menggunakan pelarut air, didapatkan efisiensi ekstraksi yang tertinggi pada pH pelarut 12, suhu ekstraksi 45oC, kecepatan pengadukan 800 rpm selama 15 menit, dan waktu sonikasi 70 menit pada suhu 25oC. Yield RBO yang diperoleh hampir sebanding dengan yield pada metode soxhlet extraction, namun dengan kualitas minyak (lower free fatty acid) yang lebih baik (Khoei & Chekin, 2016) Selain itu, konsolidasi sonikasi dengan ekstraksi berbasis enzim mampu meningkatan kinerja ekstraksi. Dengan daya ultrasonik sebesar 120 watt, pada suhu 60°C selama 55 menit dan dikombinasikan dengan dosis enzim (cellulose 1,2%;
protease 0,6%; dan amylase 0,3%), yield yang dihasilkan mencapai 92,63% atau 5%
lebih tinggi dibandingkan tanpa menggunakan sonikasi (Huang dkk., 2013).).
Factor pengaruh dari metode ini ada 4 sebegai berikut:
1. Suhu, semakin tinggi suhu operasi yang digunakan maka minyak yang didapatkan semakin tinggi juga, akan tetapi bila menggunakan suhu terlalu tinggi dapat menyebabkan minyak yang didapatkan akan menurun.
2. Waktu, semakin lama waktu ekstraksi maka minyak yang didapatkan semakin tinggi. akan tetapi bila menggunakan waktu yang lama dapat menyebabkan minyak yang didapatkan akan menurun.
3. Daya, semakin tinggi daya sonikasi yang digunakan maka semakin banyak minyak yang didapatkan. (Huang, dkk., 2013).
Gambar 2.5 Ultrasound Assisted Aquaeous Extraction
13 2.3. Peniliti Terdahulu
No Nama dan
Tahun Hasil
1 Amarasinghe, dkk., 2009
Judul: Effect of method of stabilization on aqueous extraction of rice bran oil
Hasil : minyak yang didapatkan 131 mg minyak/ gram bekatul
2 Sayasoonthorn, dkk, 2012
Judul: Rice Bran Oil Extraction by Screw Press Method: Optimum Operating Settings, Oil Extraction Level and Press Cake Appearance
Hasil: Variabel paling optimal adalah kecepatan screw press (diatur pada lima level dari 8.5 hingga 19,8 gr / min). Hasil menunjukkan bahwa yield maksimum ekstraksi adalah 4,17%.
3 Maryam Khoei dan Fereshteh Chekin, 2015
Judul : The ultrasound-assisted aqueous extraction of rice bran oil
Hasil : Menunjukkan bahwa varaibel pH tinggi (pH 12) dan suhu 45 ᵒC, kecepatan agitasi 800 rpm dan waktu agitasi 15 menit lebih baik untuk aqueous extractoin
4 Mingmei Sun, dkk., 2018
Judul : Ultrasonic-assisted Aqueous Extraction and Physicochemical Characterization of Oil from Clanis bilineata
Hasil : minyak (yield) tertinggi sebesar 19,47%
dengan kondisi operasi DAYA 400 Watt, suhu 40oC dan waktu ekstraksi 50 menit.