• Tidak ada hasil yang ditemukan

bab_5_fix.docx - Perpustakaan Poltekkes Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "bab_5_fix.docx - Perpustakaan Poltekkes Malang"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Desa Ngabab

1. Letak Geografis

Desa Ngabab merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur. Luas wilayah Desa Ngabab adalah 1244,93 Ha yang digunakan sebagai hutan lindung, hutan produksi, ladang, pemukiman, perkebunan, dan fasilitas umum lainnya, dengan batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Desa Tawang Sari b. Sebelah Timur : Desa Ngroto c. Sebelah Selatan : Desa Sukomulyo d. Sebelah Barat : Desa Tulungrejo

Desa Ngabab terdiri dari 6 RW dan 24 RT, dari segi topografi, Desa Ngabab berada di dataran tinggi dan berbukit, dengan ketinggian 1200 m di atas permukaan laut dengan kisaran suhu antara 8 – 18o C dan curah hujan 2,3 – 2400 mm/th. Jarak Desa Ngabab dengan Kecamatan Pujon adalah 5,5 km, sedangkan jarak Desa Ngabab dengan pemerintahan Kabupaten Malang adalah 29 km.

Desa Ngabab dilewati jalur utama lalu lintas darat yang menghubungkan antara kota Kediri dan Kota Malang.

Luas wilayah Desa Ngabab adalah 1244,93 Ha, yang digunakan sebagai hutan lindung, hutan produksi, ladang, pemukiman, perkebunan dan fasilitas umum lainnya. Potensi yang paling menonjol dari Desa Ngabab adalah dari segi pertanian dan peternakan. Desa Ngabab merupakan salah satu penghasil sayur terbesar di Kabupaten Malang. Sayur mayur hasil pertanian dari daerah ini antara lain adalah wortel, cabe, kacang panjang, kentang, kubis, sawi, tomat, dan lainnya.

Selain sayur mayur, potensi pertanian yang lain dari daerah ini adalah berupa tanaman buah-buahan (jeruk dan apel), tanaman palawija (jagung), dan tanaman padi (padi sawah). Pertanian dari daerah ini begitu subur karena didukung oleh potensi irigasi yang dimiliki, yaitu memiliki satu sungai dengan 12 mata air dan juga lahan pertanian yang sangat luas (787 Ha). Oleh karena itu, kualitas hasil pertanian dari daerah ini begitu tinggi dan terjamin. Selain dari

(2)

segi pertanian, Desa Ngabab merupakan daerah yang sangat potensial dalam segi peternakan. Desa Ngabab adalah penghasil susu sapi terbesar yang ada di Kecamatan Pujon.

Desa Ngabab mempunyai potensi sumber daya pertanian dan peternakan yang sangat melimpah, sehingga masyarakat lebih mudah untuk mendapatkan aneka bahan makanan yang berasal dari potensi sumber daya Desa Ngabab.

Menurut G. Kartasapoetra (2005), bahwa tingkat konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah tingkat pengetahuan, tingkat pendapatan dan ketersediaan bahan makanan. Hal ini dapat membuat masyarakat menerapkan salah satu perilaku Keluarga Sadar Gizi yaitu keluarga yang berperilaku gizi seimbang dan mampu mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam yang berasal dari potensi sumberdaya yang dimiliki Desa Ngabab.

2. Demografi

Desa Ngabab memiliki jumlah penduduk berjumlah 7782 jiwa dan 5566 Kepala Keluarga (KK), dengan banyaknya jumlah keluarga di Desa Ngabab ini diharapkan seluruh keluarga dapat melakukan upaya perbaikan gizi di tingkat keluarga karena pengambilan keputusan dalam bidang pangan, gizi dan kesehatan dilaksanakan terutama di tingkat keluarga. Alasan lain adalah karena sumber daya memiliki dan dimanfaatkan di tingkat keluarga, masalah gizi yang terjadi pun di tingkat keluarga erat kaitannya dengan perilaku keluarga.

Menurut Depkes RI (2007), kebersamaan antara keluarga dapat memobilisasi masyarakat untuk memperbaiki keadaan gizi dan kesehatan.

Demografi Desa Ngabab digolongkan sebagai berikut : a. Berdasarkan Umur

Sebaran penduduk dengan usia 18 – 56 tahun berjumlah paling banyak, yaitu sebesar 4488 orang (57,67%). Pada usia 0 – 7 tahun jumlah penduduknya paling sedikit, yaitu sebanyak 978 orang (12,56%).

Berikut ini adalah data penduduk berdasarkan umur Desa Ngabab Kecamatan Ngabab Kabupaten Malang yang disajikan pada gambar 1.

(3)

Usia 0 - 7 tahun Usia 7 - 18 tahun Usia 18 - 56 tahun Usia > 56 tahun

978 1429

4488 1755

Gambar 1. Distribusi Penduduk berdasarkan Umur Desa Ngabab Kecamatan Pujon Kabupaten Malang

Jumlah penduduk dengan usia 0 – 7 tahun yang berjumlah paling sedikit yaitu 978 orang diharapkan dapat mengoptimalkan pertumbuhannya karena pertumbuhan anak balita tidak seperti sewaktu bayi, aktivitasnya lebih banyak, sehingga kebutuhan juga semakin tinggi. Apapun yang dikonsumsi bayi sejak dini merupakan fondasi penting bagi kesehatan dan kesejahteraan dalam upaya menciptakan manusia-manusia yang sehat pertumbuhannya, cakap dan penuh semangat kerja serta kreatifitas yang tinggi. Umur juga akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang seiring dengan perkembangan fisik dan mental orang tersebut sehingga perilakunya akan semakin matang dengan bertambahnya umur (Gunarsa, 2004), sedangkan Menurut Sediaoetama (2006) umur berpengaruh terhadap terbentuknya kemampuan, karena kemampuan yang dimiliki dapat diperoleh melalui pengalaman sehari-hari di luar faktor pendidikannya.

b. Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk Desa Ngabab Kecamatan Pujon Kabupaten Malang menurut data monografi Desa Ngabab terdiri dari petani 4728 orang (61%), buruh tani 332 orang (4,29%), PNS 9 orang (0,1%), pedagang keliling 5 orang (0,06%), peternak 1062 orang (13,74%), montir 8 orang (0,1%), pembantu rumah tangga 5 orang (0,06%), TNI dan Polri 2 orang (0,02%), pengusaha kecil

(4)

menengah 30 orang (0,38%), karyawan 14 orang (0,18%), sopir 6 orang (0,07%), tukang ojek 68 orang (0,87%), tukang batu dan kayu 66 orang (0,85%).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani lebih banyak yaitu sebesar 4728 orang (61%), sedangkan penduduk yang bermata pencaharian sebagai TNI dan Polri menempati jumlah persentase paling sedikit yaitu 0,02%. Hal ini disebabkan Desa Ngabab terletak di daerah pegunungan yang memiliki potensi pertanian dan peternakan yang sangat melimpah sehingga mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani dan peternak.

Kondisi geografis Desa Ngabab yang terletak di daerah pegunungan membuat penduduk lebih banyak yang memilih mata pencaharian sebagai petani dan peternak sehingga diharapkan pendapatan penduduk menjadi lebih baik.

Hal ini dapat dijadikan sarana untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuh.

Diharapkan dengan memperoleh bahan makanan secara langsung dan berkualitas, penduduk dapat terjamin kesehatannya dan kebutuhan akan zat gizi yang seimbang dapat terpenuhi sehingga status gizi penduduk pun juga baik.

c. Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk yang terbanyak adalah tamat Sekolah Menengah Pertama/sederajat yaitu sebesar 2476 orang (38,8%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk telah mengenyam pendidikan SMP/sederajat, bahkan adapula yang telah mengenyam perguruan tinggi yaitu sebanyak 75 orang (1,1%). Kondisi ini sangat membantu dalam penyampaian dan penyerapan pengetahuan tentang Kadarzi dan penerapan dalam keluarga untuk mencapai derajat kesehatan dan status gizi baik. Pendidikan orang tua, baik ayah maupun ibu memiliki peranan penting dalam memahami pentingnya gizi dan kesehatan bagi anak. Pemahaman tersebut dapat lebih mudah diterima oleh orang tua yang tingkat pendidikannya tinggi. Data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada tabel 3.

(5)

Tabel 3. Distribusi Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Ngabab, Kecamatan Pujon Kabupaten Malang

No. Tingkat Pendidikan n %

1. Belum Sekolah 356 5,5

2. Tidak Pernah Sekolah 24 0,3

3. Buta Huruf 25 0,3

4. Kursus 40 0,6

5. Tidak Tamat Sekolah Dasar 108 1,7

6. Tamat Sekolah Dasar/sedeajat 840 13,1

7. Tidak Tamat SMP 371 5,8

8. Tamat SMP/sederajat 2476 38,8

9. Tidak Tamat SMA 361 5,6

10. Tamat SMA/sederajat 1701 26,6

11. Tamat Perguruan Tinggi/sederajat 75 1,1

Jumlah 6377 100,0

Sumber : Data Profil Desa Ngabab Tahun 2012

Menurut Suhardjo (2003) apabila tingkat pendidikan baik maka tingkat pengetahuan pun baik pula, sehingga dapat memilih bahan makanan yang cukup gizi karena status gizi yang baik dipengaruhi oleh tingkat konsumsi yang baik pula, Diharapkan dengan tingkat pengetahuan yang baik dapat menerapkan perilaku sadar gizi.

3. Sarana dan Prasarana a. Sarana Kesehatan

Desa Ngabab berada di wilayah kerja Puskesmas Pujon. Jarak dari Desa Ngabab menuju Puskesmas Pujon ± 5 km, selain itu di Desa Ngabab juga terdapat 1 buah Puskesmas Pembantu untuk menunjang program kesehatan.

Sarana kesehatan lain adalah Posyandu yang tersebar di 6 RW dengan jumlah Posyandu sebanyak 6 Posyandu, 1 orang bidan, 1 orang perawat/mantri kesehatan, dan 2 orang apoteker. Sarana kesehatan yang cukup memadai dapat memudahkan penduduk untuk memelihara kesehatan keluarga, sedangkan adanya Posyandu dapat membantu penyebaran terkait pengetahuan gizi dan kesehatan kepada masyarakat terutama dalam hal menerapkan indikator- indikator Kadarzi agar pengetahuan dan perilaku tentang Kadarzi dapat diaplikasikan dengan baik khususnya untuk ibu balita.

b. Sarana Pendidikan

Desa Ngabab memiliki 10 buah sarana pendidikan. Berikut ini adalah sarana pendidikan Desa Ngabab Kecamatan Pujon Kabupaten Malang yang disajikan pada tabel 4.

(6)

Tabel 4. Distribusi Sarana Pendidikan Desa Ngabab Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang

No. Jenis Sarana Pendidikan n (buah)

1 Lembaga Pendidikan Agama 1

2 Taman Kanak-kanak 3

3 Sekolah Dasar 3

4 Madrasah Ibtida’iyah Swasta 2

5 Madrasah Tsanawiyah 1

Jumlah 10

Sumber : Data Monografi Desa Ngabab tahun 2012

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diperoleh dari bangku sekolah. Sarana pendidikan di Desa Ngabab masih belum memadai karena belum terdapat SMA, dan akses menuju sarana pendidikan tersebut dari Desa Ngabab harus menempuh jarak yang jauh disebabkan karena letak Desa Ngabab berada di wilayah pegunungan.

Jumlah sarana pendidikan yang belum memadai kurang mendukung kelancaran program kesehatan yang direncanakan Puskesmas karena melalui sarana pendidikan yang memadai pemahaman tentang kesehatan dapat diterapkan sejak dini. Hal ini sejalan dengan Supariasa (2002), yaitu selain dari segi sosial dan ekonomi, pendidikan juga mempengaruhi kualitas manusia.

4. Potensi Perekonomian

Desa Ngabab selain memiliki fasilitas kesehatan, juga memiliki fasilitas perdagangan/jasa yaitu pasar khusus penjualan ternak sebanyak 1 unit, usaha toko/kios swalayan 32 unit, toko kelontong 12 unit dan pengolahan kayu 1 unit.

Fasilitas lain yang dimiliki adalah koperasi simpan pinjam sebanyak 1 unit.

Perusahaan/usaha yang terdapat di Desa Ngabab di bidang industri sedang adalah koperasi susu, selain itu juga terdapat industri rumah tangga yang memproduksi yoghurt yang diolah dari susu sapi yang langsung dihasilkan dari Desa Ngabab. Dengan adanya fasilitas perdagangan/jasa tersebut memungkinkan bahan makanan yang tidak dapat terpenuhi dapat dipenuhi sehingga kebutuhan akan zat gizi seimbang dapat tersedia. Menurut Suhardjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak salah satunya adalah tingkat ekonomi. Bila tingkat ekonomi tinggi dapat memilih bahan makanan yang cukup gizi karena status gizi dipengaruhi oleh tingkat konsumsi yang baik pula.

(7)

B. Gambaran Umum Responden 1. Umur Ibu Balita

Umur ibu dalam penelitian ini dikategorikan menjadi tiga, yaitu remaja (13 – 19 tahun), dewasa muda (20 – 30 tahun), dewasa madya (31 – 50 tahun).

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa dari 10 responden yang diteliti, umur ibu balita pada kategori dewasa muda (20 – 30 tahun) dan dewasa lanjut (31 – 50 tahun) sama-sama berjumlah 5 orang (50%). Adapun distribusi frekuensi umur ibu berdasarkan tiga kategori di atas disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Responden berdasarkan Umur

Umur (tahun) n (%)

Dewasa Muda (20 – 30) 5 50

Dewasa Lanjut (31 – 50) 5 50

Total 10 100

Umur mempunyai pengaruh terhadap ibu untuk menggali informasi dan pendidikan tentang gizi. Pengkategorian tersebut didasarkan bahwa semakin bertambah umur seseorang akan berpengaruh pada perkembangan fisik dan mental termasuk kematangan dan berperilaku sehingga perilakunya akan semakin matang dengan bertambahnya umur (Gunarsa, 2004).

2. Pendidikan Ibu Balita

Gambaran umum responden lain yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan akhir ibu balita. Tingkat pendidikan ibu dari data yang diperoleh menunjukkan responden cenderung memiliki tingkat pendidikan sedang, yaitu ibu balita merupakan tamatan SMP-SMA/sederajat yaitu sebesar 90%. Hal ini disebabkan karena responden telah memiliki kesadaran yang tinggi untuk memperoleh pendidikan. Sebaran responden berdasarkan pendidikan ibu balita disajikan pada gambar 2.

(8)

10.00%

50.00%

40.00%

SD

SMP/sederajat SMA/sederajat

Gambar 2. Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Ibu Balita

Pendidikan orang tua, baik ayah maupun ibu memiliki peranan penting dalam memahami pentingnya gizi dan kesehatan bagi anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua maka semakin mudah mendapatkan pendidikan gizi. Hal ini sesuai dengan pendapat Soetjiningsih (2004) bahwa orang tua yang memiliki pendidikan tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta pemberian makan yang sehat dan bergizi bagi keluarga terutama untuk anaknya.

3. Pekerjaan Ibu Balita

Pekerjaan ibu balita dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu bekerja dan tidak bekerja. Ibu dikatakan bekerja apabila ibu mempunyai aktifitas di luar rumah untuk menghasilkan uang dan dikatakan tidak bekerja apabila ibu tidak mempunyai aktifitas di luar rumah untuk menghasilkan uang atau sebagai ibu rumah tangga (Depkes RI, 2007). Responden yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga sebanyak 60%, sedangkan responden yang bekerja sebagai petani dan wiraswasta sebanyak 10% dan 30%. Tabel 6 menunjukkan distribusi pekerjaan ibu balita.

(9)

Tabel 6. Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan n %

Wiraswasta 3 30

Petani 1 10

Ibu Rumah Tangga 6 60

Total 10 100

Pada tabel 6, dapat dilihat bahwa responden yang bekerja sebanyak 40%

sedangkan untuk responden yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga berjumlah paling banyak yaitu sebesar 60%.

4. Pendapatan Keluarga

Besarnya pendapatan yang diperoleh setiap keluarga tergantung dari pekerjaan mereka sehari-hari. Pendapatan dalam satu keluarga akan memengaruhi aktivitas keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehingga akan menentukan kesejahteraan keluarga termasuk dalam perilaku gizi seimbang (Yuliana, 2004). Pendapatan keluarga dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu pendapatan di bawah UMK dan di atas UMK. Pada gambar 3 menunjukkan bahwa 90% responden termasuk dalam kategori pendapatan di bawah UMK dan 10% responden dalam kategori pendapatan di atas UMK.

Adapun gambaran ditribusi frekuensi pendapatan keluarga dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini.

10.00%

90.00%

Di atas UMK Di bawah UMK

Gambar 3. Distribusi Responden berdasarkan Pendapatan

(10)

Responden dikatakan memiliki pendapatan di atas UMK apabila pendapatannya ≥ Rp 1.635.000,00 dan pendapatan di bawah UMK jika <

1.635.000,00. Pengkategorian tersebut didasarkan pada Upah Minimum Kabupaten (UMK) Malang tahun 2014 karena UMK merupakan estimasi pendapatan yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan hidup yang layak bagi pekerja dan keluarganya (Pergub Jatim No. 78, 2013).

C. Variabel Pengetahuan dan Perilaku Kadarzi Ibu Balita 1. Pengetahuan Kadarzi Ibu Balita

Data tentang pengetahuan ibu dalam penelitian diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner pengetahuan kadarzi ibu balita.

Pengetahuan tersebut terdiri dari tiga kategori, yaitu tingkat pengetahuan baik, sedang dan kurang.

Tingkat pengetahuan ibu dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa responden memiliki pengetahuan yang baik sebesar 70%, pengetahuan cukup sebesar 20% dan kurang sebesar 10%. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan kadarzi dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Responden berdasarkan Pengetahuan Kadarzi

No. Pengetahuan n %

1.

2.

3.

Baik Cukup Kurang

7 2 1

70 20 10

Jumlah 10 100

Sebagian besar responden memiliki pendidikan sedang yaitu antara SMP sampai SMA. Sebanyak 70% responden telah memiliki pengetahuan yang baik terhadap kadarzi. Menurut pendapat Wjayanti (2011) bahwa tingkat pengetahuan gizi yang tinggi dapat membentuk sikap yang positif terhadap masalah gizi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, usia, pengalaman, penyuluhan, media massa dan sosial budaya.

Pada akhirnya pengetahuan akan mendorong seseorang untuk menyediakan makanan sehari-hari dalam jumlah dan kualitas gizi yang sesuai dengan kebutuhan. Kadar gizi anak dipengaruhi oleh pengasuhnya dalam hal ini ibu.

Oleh karena itu sebagai orang tua harus memiliki pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan makanan yang dibutuhkan anaknya, terutama ibu yang menyiapkan

(11)

makanan anak harus mengetahui tentang lima perilaku Keluarga Sadar Gizi agar dapat memenuhi tingkat konsumsi energi dan protein anak untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan.

Pengetahuan gizi seseorang menentukan perilaku gizinya kelak. Bahkan Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan tentang gizi dan makanan merupakan faktor penentu kesehatan seseorang. Pada hasil penelitian ini menunjukkan jawaban pertanyaan dari kuesioner pengetahuan kadarzi ibu balita sebagian besar menjawab dengan benar pertanyaan tentang garam beryodium yaitu sebanyak 70% responden. Pertanyaan lain yang dijawab benar oleh sebagian besar responden adalah pemberian ASI, dan suplemen zat gizi yang masing-masing dijawab benar oleh 50% responden.

Sebagian besar responden menjawab benar pertanyaan tentang penggunaan garam beryodium karena garam beryodium sudah digunakan ibu balita dalam memasak makanan, sehingga tidak terlalu asing bagi responden untuk menggunakan garam beryodium. Hasil wawancara menunjukkan sebagian besar responden sudah sering mengikuti acara-acara penyuluhan yang bertemakan ASI ekslusif sehingga sebagian responden sudah banyak yang mengetahui manfaat dari ASI ekslusif.

Suplementasi gizi dijawab benar oleh 50% responden, hal tersebut disebabkan karena responden secara rutin memeriksakan pertumbuhan balitanya ke posyandu. Peran posyandu Di Desa Ngabab dalam pemberian suplementasi gizi telah dilakukan dengan baik, hal ini dibuktikan dengan pemberian tablet vitamin A yang diberikan secara menyeluruh ke setiap balita mulai dari usia 6 bulan yang diberikan secara rutin setiap bulan Februari dan Agustus sehingga berpengaruh kepada pengetahuan responden.

Sebanyak 50% responden menjawab salah pertanyaan pengetahuan kadarzi tentang ASI ekslusif dan suplemen zat gizi. Hal ini disebabkan responden merasa balita saat masih bayi kurang kenyang jika diberi ASI saja, oleh sebab itu responden merasa perlu untuk memberikan makanan tambahan kepada balitanya. Pertanyaan suplementasi zat gizi dijawab salah oleh 50%

responden, hal ini disebabkan sebagian ibu balita tidak mengetahui manfaat pemberian suplemen zat gizi pada balitanya. Dalam hal ini pengaruh

Persentase terbesar responden menjawab salah yaitu untuk pertanyaan tentang makanan beraneka ragam, jenis makanan sebagai zat tenaga, pembangun

(12)

dan pengatur. Pertanyaan lain yang dijawab salah yaitu tentang penimbangan berat badan balita, yang dijawab oleh 70% responden. Persentase jawaban responden berdasarkan pertanyaan pengetahuan kadarzi disajikan pada gambar 4.

Suplementasi gizi Penimbangan BB ASI ekslusif Garam beryodium Makanan beragam

0 20 40 60 80 100 120

50 30

50 70 30

50 70

50 30 70

Salah Benar

%

Gambar 4. Persentase Responden berdasarkan Jawaban Pertanyaan Pengetahuan Gizi

Lebih dari separuh responden tidak dapat menjawab dengan benar pertanyaan tentang makanan beraneka ragam yang meliputi tiga kelompok sumber makanan, yaitu kelompok sumber zat tenaga (makanan pokok), sumber zat pembangun (lauk pauk) serta sumber zat pengatur (sayuran dan buah- buahan). Ketiga pertanyaan ini menggambarkan pengetahuan responden mengenai pentingnya zat gizi terutama karbohidrat dan protein bagi pertumbuhan balita. Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang makanan beragam ini disebabkan karena ibu balita tidak mengetahui makanan sumber zat tenaga, pembangun dan pengatur. Hal ini disebabkan sebagian besar responden memiliki latar belakang tingkat pendidikan sedang yaitu lulusan SMP/sederajat yang notabene masih belum memahami tentang jenis makanan beragam khususnya pada sumber zat tenaga, pengatur dan pembangun, disamping itu responden juga mengaku bahwa dalam kegiatan posyandu di Desa Ngabab, kader jarang memberikan informasi tentang makanan beragam.

Responden juga tidak pernah mengikuti acara penyuluhan yang menekankan informasi tentang perlunya mengkonsumsi makanan beragam.

(13)

Ketidaktahuan yang dimiliki 70% responden ini dapat berdampak pada konsumsi pangan balitanya yang kurang berkualitas yang selanjutnya dapat mengganggu pertumbuhan serta perkembangan anak balita tersebut. Sebagian besar responden juga tidak dapat menjawab dengan benar pertanyaan tentang penimbangan berat badan balita, mereka tidak mengetahui kriteria baik frekuensi penimbangan berat badan balita dan fungsi dari KMS. Hal ini disebabkan responden jarang memantau perkembangan berat badan balitanya melalui grafik KMS, karena sebagian besar responden setelah melakukan penimbangan di posyandu tidak membawa pulang serta KMS nya.

2. Perilaku Kadarzi Ibu Balita

Perilaku sadar gizi adalah menimbang berat badan secara teratur, memberikan air susu ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam bulan (ASI ekslusif), makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium dan minum suplemen gizi sesuai anjuran (Depkes, 2007).

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap responden dapat ditarik kesimpulan bahwa ibu balita memiliki perilaku kadarzi dengan kategori baik dan sedang dengan persentase yang sama yaitu 50%. Distribusi responden berdasarkan perilaku kadarzi disajikan pada tabel 8.

Tabel 8. Distribusi Responden berdasarkan Perilaku Kadarzi

No. Perilaku Kadarzi n %

1.

2.

Baik Sedang

5 5

50 50

Jumlah 10 100

Pada data rekapitulasi kadarzi yang terlampir (Lampiran 5) diketahui bahwa dari 10 responden yang diteliti, tidak ada ibu balita yang melaksanakan kelima indikator kadarzi secara lengkap (0%). Jika dilihat dari masing-masing indikator perilaku kadarzi, dapat diketahui bahwa indikator kadarzi yang paling banyak dilaksanakan oleh ibu balita adalah memberi suplemen vitamin A pada balita sesuai anjuran yaitu sebesar 100%. Sedangkan indikator kadarzi yang tidak dilaksanakan oleh ibu balita adalah memberi makan beragam, sebagaimana disajikan dalam gambar 6.

(14)

0 20 40 60 80 100 120

70 70

0

70

100

Distribusi Ibu Balita berdasarkan Indikator Kadarzi Di Desa Ngabab Kecamatan Pujon Tahun 2014

Persentase

Gambar 5. Distribusi Responden berdasarkan Indikator Kadarzi Di Desa Ngabab Kecamatan Pujon

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 747/Menkes/SK/VI/2007 ditetapkan bahwa target nasional untuk keluarga sadar gizi (kadarzi) adalah 80% keluarga di seluruh Indonesia dapat melaksanakan perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi) sehingga bisa mencapai status keluarga sadar gizi.

Pada penelitian ini, perilaku kadarzi dari lima indikator perilaku kadarzi yang berlaku bagi keluarga balita yaitu menimbang berat badan secara rutin, memberi makan yang beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, memberikan ASI ekslusif dan memberikan suplemen vitamin A pada balita.

Keluarga dikatakan kadarzi apabila seluruh indikator dilaksanakan dan tidak kadarzi apabila salah satu atau lebih dari lima indikator kadarzi tidak dilaksanakan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa tidak ada satu pun ibu balita yang menerapkan kadarzi, maka bisa disimpulkan bahwa kadarzi di Desa Ngabab masih sangat rendah karena masih jauh di bawah target nasional.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan proporsi ibu yang berperilaku kadarzi dibandingkan hasil pendataan kadarzi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Malang di wilayah Kecamatan Pujon pada tahun 2013 yang mencapai 7%. Berdasarkan lima indikator kadarzi yang diteliti terlihat bahwa indikator yang paling rendah atau tidak dilaksanakan oleh ibu balita adalah

(15)

makan beraneka ragam. Hasil ini sejalan dengan hasil pendataan kadarzi di Kabupaten Malang tahun 2013 yang menunjukkan masih rendahnya konsumsi makanan beraneka ragam pada keluarga. Padahal mengkonsumsi makanan yang beragam sangat baik untuk kelangsungan hidup. Hal ini disebabkan karena dengan mengkonsumsi makanan yang beragam akan menjamin keseimbangan zat-zat gizi yang diperlukan tubuh sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja dan terhindar dari kekurangan zat gizi. Tiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat gizi yang dikandungnya karena tidak ada satu jenis makanan pun yang lengkap kandungan gizinya (Almatsier, 2004).

Masih rendahnya ibu balita yang mengkonsumsi makanan yang beragam disebabkan karena sebagian besar keluarga balita responden di Desa Ngabab memiliki pendapatan yang kurang. Pendapatan mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap makanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Budiyanto dalam Ridwan (2010) bahwa tingkat pendapatan yang rendah menyebabkan keluarga tidak dapat mengkonsumsi makanan yang beranekaragam dalam menu sehari-hari, sehingga hanya mampu makan dengan makanan yang kurang berkualitas baik jumlah maupun gizinya.

Dinas Kesehatan beserta petugas kesehatan puskesmas sangat penting untuk meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya makanan beraneka ragam, mengubah persepsi masyarakat terutama ibu balita bahwa makanan bergizi tidak selalu mahal serta memotivasi keluarga untuk memanfaatkan lahan pekarangannya untuk menanam sayuran, buah-buahan dan ternak agar hasilnya bisa dikonsumsi oleh anggota keluarga dan dapat dijual untuk menambah penghasilan keluarga.

Indikator kadarzi berupa suplementasi zat gizi proporsinya sudah 100% (di atas target nasional yaitu 80%). Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi ibu untuk mendapatkan kapsul vitamin A di posyandu sudah di atas 80%.

Suplementasi zat gizi (tablet, kapsul atau bentuk lain) diperlukan untuk memenuhi zat gizi bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui karena kebutuhan zat gizi pada kelompok tersebut akan terus meningkat dan seringkali tidak bisa dipenuhi dari makanan sehari-hari terutama vitamin A, zat besi dan yodium Depkes RI (2007).

a. Analisis Perilaku Kadarzi Ibu balita Di Desa Ngabab 1). Konsumsi Makanan Beragam

(16)

Mengkonsumsi beraneka ragam makanan berarti mengkonsumsi pangan sebanyak 2-3 kali sehari. Aneka ragam makanan juga berarti mengkonsumsi pangan yang mengandung tiga kelompok sumber makanan, yaitu kelompok sumber zat tenaga (makanan pokok), sumber zat pembangun (lauk pauk) serta sumber zat pengatur (sayuran dan buah-buahan). Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa responden memiliki kebiasaan yang baik untuk menyediakan menu sayuran, disebabkan karena di wilayah Desa Ngabab banyak terdapat aneka jenis tanaman sayuran. Namun sebagian besar responden tidak selalu menyediakan lauk hewani setiap hari di rumah. Hal ini disebabkan responden merasa kurang mampu untuk membeli berbagai jenis lauk hewani setiap hari karena harga dari lauk hewani sendiri tergolong mahal dan pendapatan responden tergolong kurang. Menurut Apriadji dalam Ridwan (2010) keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anggota keluarganya.

Beberapa responden berpendapat bahwa lauk hewani selalu identik dengan ikan dan daging. Padahal lauk hewani memiliki berbagai macam jenis seperti telur, ayam dsb. Seringkali responden salah persepsi dengan kondisi yang telah melekat di kebudayaan setempat.

Hal ini sejalan dengan pendapat Sunita Almatsier (2004), makan beraneka ragam jenis bahan makanan merupakan upaya untuk menganekaragamkan pola konsumsi pangan masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu gizi makanan yang dikonsumsi yang pada akhirnya akan meningkatkan status gizi masyarakat. Pada dasarnya penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya perubahan perilaku manusia dalam memilih pangan untuk dikonsumsi. Selain dari faktor pengetahuan dan faktor ekonomi, hal ini juga dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di pasar/tempat-tempat makan dalam bentuk yang mudah diolah, mempunyai daya simpan, bersih, aman, serta memenuhi cita rasa (inderawi). Hal ini juga perlu disesuaikan dengan kebiasaan makan serta perkembangan sistem budaya dan ekonomi masyarakat.

Kebiasaan responden untuk menyediakan makanan yang beraneka ragam di rumah memberi peluang bagi balitanya untuk dapat menerima pangan yang berkualitas dan berkuantitas gizi baik. Makan-makanan yang beragam dapat mencukupi kebutuhan gizi seseorang karena tidak ada satu jenis pangan pun

(17)

yang kandungan zat gizinya lengkap. Konsumsi pangan yang kurang beragam akan menimbulkan ketidakseimbangan antara masukan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Dampak negatif selanjutnya adalah akan mengakibatkan terjadinya penyakit kekurangan gizi.

Oleh karena itu, perilaku kadarzi dalam hal mengkonsumsi beraneka ragam makanan belum diterapkan dengan baik oleh responden di lokasi penelitian ini. Untuk itu diperlukan suatu penyuluhan atau pendidikan yang bisa mengarahkan dan mempengaruhi cara berpikir masyarakat tentang makanan beranekaragam.

2). Menimbang Berat Badan secara Rutin

Pada hasil observasi juga menunjukkan bahwa responden telah dengan baik melakukan perilaku Kadarzi lainnya, yaitu menimbang berat badan secara rutin setiap bulan khususnya bagi balita. Hampir seluruh responden membawa balitanya untuk ditimbang di Posyandu selama 4 – 6 kali selama enam bulan terakhir.

Menimbang berat badan secara teratur merupakan salah satu cara yang efektif dilakukan dalam upaya memantau pertumbuhan balita, karena berat badan tidak naik satu kali sudah merupakan indikator penting yang tidak boleh diabaikan, karena semakin sering berat badan tidak naik maka resiko untuk mengalami gangguan pertumbuhan akan semakin lancar (Depkes RI, 2002).

3). Penggunaan Garam Beryodium

Perilaku kadarzi lain yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi garam beryodium. Mineral yodium yang terdapat dalam garam sangat penting bagi pertumbuhan manusia.

Berdasarkan monitoring garam menggunakan tes yodina terhadap 10 responden penelitian, didapatkan hasil 70% responden telah menggunakan garam beryodium dalam makanannya sehari-hari, namun masih ada 30%

responden yang tidak menggunakan garam beryodium. Hal ini disebabkan harga garam beryodium relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan garam curah yang tidak beryodium. Sehingga sebagian lebih memilih untuk menggunakan garam yang tidak beryodium atau mengandung yodium dalam kadar yang sedikit.

(18)

Garam beryodium Garam tidak beryodium 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

70

30

Penggunaan garam

%

Gambar 6. Sebaran Responden berdasarkan Penggunaan Garam Beryodium

Garam beryodium yaitu garam yang telah ditambah zat yodium yang diperlukan oleh tubuh. Fungsi yodium dalam tubuh manusia adalah untuk membentuk hormon tiroksin yang bermanfaat dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan manusia. Mengkonsumsi garam beryodium setiap hari sangat penting karena zat yodium diperlukan tubuh setiap hari. Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) akan menimbulkan penurunan kecerdasan, gangguan pertumbuhan dan pembesaran kelenjar gondok (Depkes RI, 2007).

4). Pemberian ASI Ekslusif

Pemberian ASI secara ekslusif enam bulan merupakan perilaku Kadarzi lain yang diamati dalam penelitian ini. Sebagian besar responden sudah menerapkan pemberian ASI ekslusif selama enam bulan. Pemberian ASI ekslusif ini sudah dilakukan oleh 70% responden yang mayoritas sudah mengetahui manfaat pemberian ASI, sedangkan 30% lainnya memberikan ASI secara ekslusif selama kurang dari 6 bulan. Hal ini disebabkan karena responden tidak mengetahui manfaat ASI dan merasa ASI ekslusif masih belum mencukupi kebutuhan bayi . Oleh karena itu dibutuhkan suatu edukasi kepada responden tersebut agar dapat mengetahui manfaat pemberian ASI ekslusif kepada bayi.

Hal tersebut sejalan dengan Wijayanti (2011), bahwa sebagai orang tua harus memiliki pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan makanan yang dibutuhkan anaknya, terutama ibu yang menyiapkan makanan anak harus mengetahui tentang lima perilaku keluarga sadar gizi agar dapat memenuhi

(19)

tingkat konsumsi energi dan protein anak untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan.

5). Suplementasi Gizi

Suplementasi gizi dalam hal ini vitamin A yang diberikan untuk balita pelaksanaannya sudah mencapai 100%, jumlah ini sudah berada di atas target nasional yaitu 80% proporsi keluarga sadar gizi. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi ibu untuk mendapatkan kapsul vitamin A di posyandu sangat tinggi (sudah di atas 80%). Partisipasi ibu untuk mendapatkan suplemen gizi ini tidak terlepas oleh dorongan para kader Desa Ngabab yang secara aktif memberikan informasi dan dorongan kepada ibu balita untuk menerima suplemen gizi dari posyandu. Di samping itu kesadaran dari ibu balita untuk bisa mendapatkan suplemen gizi tersebut karena ibu balita memiliki pengetahuan akan pentingnya pemberian suplemen gizi untuk balitanya. Suplementasi gizi (tablet, kapsul atau bentuk lain) diperlukan untuk memenuhi zat gizi bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui karena kebutuhan zat gizi pada kelompok tersebut akan terus meningkat dan seringkali tidak bisa dipenuhi dari makanan sehari-hari terutama vitamin A, zat besi dan yodium Depkes RI (2007).

D. Analisis Pengetahuan dan Perilaku Kadarzi Ibu Balita

Sebanyak 50% responden memiliki pengetahuan dan perilaku keluarga sadar gizi yang tergolong baik, namun 20% responden yang pengetahuan gizinya baik menunjukkan bahwa perilaku kadarzinya sedang. Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan perilaku kadarzi dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Sebaran Responden berdasarkan Pengetahuan dan Perilaku Kadarzi Ibu Balita

Pengetahuan Kadarzi

Perilaku Kadarzi

Total

Baik Sedang

Kurang n 0 1 1

% 0 10 10

Sedang n 0 2 2

% 0 20 20

Baik n 5 2 7

% 50 20 70

Total n 5 10 10

% 50 100 100

(20)

Responden yang memiliki pengetahuan yang baik cenderung memiliki perilaku kadarzi yang baik pula. Hal ini bisa terjadi karena pengetahuan ibu tentang Kadarzi mempengaruhi secara langsung perilaku Kadarzi. Walaupun ibu balita memiliki pengetahuan kadarzi yang baik, masih ada 20% keluarga yang tidak mengimplementasikan pengetahuannya ke dalam perilaku kadarzi sehari-hari. Dalam pelaksanaannya tidak ada satu keluarga pun dalam penelitian ini yang menerapkan ke lima indikator kadarzi secara lengkap, penyebab terbanyak keluarga yang tidak menerapkan salah satu indikator kadarzi tersebut adalah mengkonsumsi makanan beragam, maka bisa disimpulkan bahwa kadarzi di Desa Ngabab masih sangat rendah karena masih jauh di bawah target nasional.

Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah tingkat pendapatan. Pendapatan mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap makanan, kondisi ini sesuai dengan pernyataan Budiyanto dalam Ridwan (2010) bahwa tingkat pendapatan yang rendah menyebabkan keluarga tidak dapat mengkonsumsi makanan yang beranekaragam dalam menu sehari-hari, sehingga hanya mampu makan dengan makanan yang kurang berkualitas baik jumlah maupun gizinya.

Depkes RI menyelenggarakan program Kadarzi dengan mempertimbangkan perkembangan masalah gizi yang terjadi serta pengalaman dalam pelaksanaan program perbaikan gizi, sehingga diperlukan pergeseran orientasi program perbaikan gizi yang mengacu para paradigma sehat. Program Kadarzi bertujuan untuk menciptakan keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali serta mengatasi masalah anggota keluarganya (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan promosi kadarzi yang lebih ditingkatkan lagi untuk menambah pengetahuan gizi ibu balita baik melalui kegiatan penyuluhan di posyandu, PKK, ataupun media komunikasi lain agar bisa menarik perhatian ibu balita terutama ditekankan bahwa pentingnya mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam setiap hari dan makanan yang bergizi tidak selalu diperoleh dengan harga yang mahal, bahkan bisa diperoleh dari pemanfaatan hasil dari lahan pekarangan yang berasal dari tanaman yang ditanam di sekitar rumah seperti sayuran, buah dan pemanfaatan hasil ternak.

Mengingat Desa Ngabab, Pujon merupakan sentra penghasil pertanian dan

(21)

peternakan. Selain itu, diharapkan kepada ibu balita bisa memiliki kesadaran akan pentingnya informasi tentang gizi sehingga bisa mengikuti kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan baik di posyandu maupun tempat lain.

(22)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon Kabupaten Malang maka didapatkan kesimpulan :

1. Umur ibu balita termasuk dalam kategori dewasa muda dan dewasa lanjut sebesar masing-masing 50%. Tingkat pendidikan ibu balita memiliki persentase terbesar pada jenjang SMP yaitu 50% dan sebagian besar responden merupakan ibu rumah tangga. Lebih dari separuh responden (90%) tergolong keluarga yang memiliki pendapatan kurang dan 10%

responden merupakan keluarga yang memiliki pendapatan cukup.

2. Pengetahuan ibu balita tentang kadarzi di Desa Ngabab Kecamatan Pujon termasuk dalam kategori baik sebesar 70%. Pertanyaan pengetahuan kadarzi yang paling banyak dijawab benar oleh responden yaitu tentang indikator garam. Sedangkan pertanyaan pengetahuan kadarzi yang paling banyak dijawab salah oleh responden yaitu tentang indikator makanan beragam.

3. Perilaku kadarzi dengan kategori baik dan sedang dimiliki oleh masing- masing 50% responden. Indikator yang paling banyak dilakukan oleh ibu balita yaitu pemberian suplementasi zat gizi kepada balita berupa pemberian suplemen vitamin A yang telah dilaksanakan oleh semua responden (100%) dan Indikator yang tidak dilakukan oleh semua responden adalah mengkonsumsi makanan beragam (0%).

4. Responden dalam penelitian ini tidak ada yang menerapkan ke lima indikator kadarzi secara lengkap, indikator yang paling banyak tidak dilakukan oleh responden adalah mengkonsumsi makanan. Dengan demikian, 10 responden penelitian yang dilaksanakan di Desa Ngabab Kecamatan Pujon belum memenuhi target nasional, yaitu 80% keluarga melaksanakan perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi).

B. Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon Kabupaten Malang maka perlu dilakukan :

(23)

1. Bagi Ibu Balita

Konsumsi makanan beraneka ragam yang meliputi konsumsi lauk hewani dan buah masih belum dilaksanakan oleh semua responden penelitian, maka bagi orang tua balita yang berada di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang diharapkan memberikan perhatian khusus terutama dalam memberikan makanan yang beragam untuk keluarganya dan memiliki kesadaran akan pentingnya informasi tentang gizi yang beragam sehingga bisa mengikuti kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan baik di posyandu maupun tempat lain.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Mengingat perilaku kadarzi belum dilakukan secara keseluruhan khususnya dalam pemberian makanan yang beragam oleh masyarakat Desa Ngabab, maka penyuluhan tentang kadarzi sebaiknya lebih ditingkatkan lagi melalui penyuluhan di posyandu, PKK, pelatihan kadarzi ataupun media komunikasi lain agar bisa menarik perhatian ibu balita dan dengan cara memantau pada saat kegiatan Posyandu terkait perilaku keluarga sadar gizi.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan melaksanakan penelitian dengan populasi yang lebih besar sehingga bisa memberikan gambaran perilaku kadarzi pada wilayah yang lebih luas dengan sampel yang lebih besar.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Gubernur Jawa Timur. 2013. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 78 Tahun 2013. (Online). (http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/) diakses pada

tanggal 3 Februari 2014

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010). Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Panduan Umum Keluarga Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi). Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Keluarga Sadar Gizi

(Kadarzi) Mewujudkan Keluarga Cerdas Dan Mandiri. Jakarta : Depkes RI

Departemen Kesehatan Direktorat jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Kepmenkes RI No. 747/Menkes/VI/2007. Tentang Pedoman Operasional Keluarga Sadar Gizi Di Desa Siaga. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Jakarta : Depkes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat

Detik Health. 2013. Pemberian Taburia Bisa Bantu Perbaiki Masalah Gizi Anak. (Online). (http://kadarzi/Pemberian Taburia Bisa Bantu Perbaiki Masalah Gizi Anak Indonesia.htm) diakses pada tanggal 2 Februari 2014 Gabriel, Angelica. 2008. Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Serta Hidup

Bersih Dan Sehat Ibu Kaitannya Dengan Status Gizi Dan Kesehatan Balita Di Desa Cikarawang Bogor. Skripsi. Program Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Gunarsa, Singgih. 2004. Psikolog Perkembangan Anak, Remaja dan Keluarga.

Jakarta : BPK Gunung Mulya

Kartasapoetra. G, dkk. 2005. Ilmu Gizi. Jakarta : Rineka Cipta

(25)

Khomsan, Ali. 2004. Pengantar Pangan Dan Gizi. Jakarta : Penebar Swadaya Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :

Rineka Cipta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat. Ilmu Dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Ridwan, L.F. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Sadar Gizi Pada Keluarga Balita Di Kelurahan Karang Panimbal Kecamatan Purwaharja Kota Banjar. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sediaoetama. 2006. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi. Jakarta : Dian

Rakyat

Seksi Gizi Dinkes Propinsi Jatim. 2010. Modul Desa Siaga-Penggerakan Dan Pemberdayaan Masyarakat. (dinkes.jatimprov.go.id) diakses tanggal 27 Desember 2013

Seksi Gizi Dinkes Propinsi Jatim. 2012. Jatim Dalam Angka Terkini. (Online).

(dinkes.jatimprov.go.id) diakses pada tanggal 27 Desember 2013

Slamet. 1993. Analisis Kuantitatif Untuk Data Sosial. Solo : Dabara Publisher Soekirman. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia.

Jakarta : Primamedia Pustaka

Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sarwono, Solita. 1993. Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta : Gajah Mada University

Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Bumi aksara

Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

Supariasa, I Dewa Nyoman. 2013. Pendidikan Dan Konsultasi Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

Susidasari. 1999. Tingkat Sadar Gizi Keluarga Ditinjau Dari Karakteristik Keluarga Di Desa Parbangunan Kecamatan Penyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 1999. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, Medan

(26)

Wijayanti, Endah. 2011. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Kadarzi dengan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein serta Status Gizi Balita Di Kelurahan Tanjungrejo Janti Kota Malang. Program Studi Diploma III Gizi Politeknik Kesehatan Malang

Yuliana. 2004. Pengaruh Gizi, Pengasuhan, Lingkungan terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah. Tesis. Sekolah Pascasarjana Program Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB

Gambar

Gambar 1. Distribusi Penduduk berdasarkan Umur Desa Ngabab Kecamatan          Pujon Kabupaten Malang
Tabel 3. Distribusi Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Ngabab,      Kecamatan Pujon Kabupaten Malang
Tabel 4. Distribusi Sarana Pendidikan Desa Ngabab Kecamatan Pujon,      Kabupaten Malang
Gambar 2. Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Ibu Balita
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik dan Pengetahuan Penjamah Makanan dengan Perilaku Tentang Higiene Perorangan Pada ProsesPengolahan Makanan di Katering “X”.. Jakarta: Fakultas Kesehatan

80 5.2 Saran Mengingat bahwa perkembangan motorik halus dari ketiga subjek belum maksimal, maka sebaiknya: 5.2.1 Bagi Orang tua Subjek Hendaknya mampu memberikan stimulasi dalam

Hari kedua dan ketiga dilakukan pemberian edukasi dengan metode penyuluhan menggunakan media visual dengan materi “Higiene Sanitasi Penjamah Makanan” Lampiran 10 serta pengumpulan data

Mengingat di Indonesia belum ada media evaluasi pemberian tablet Fe secara progress, adequacy of effort, adequacy of perfomance, sensitifitas, dan spesivitas oleh karena itu peneliti

Pengolahan sumber daya manusia kesehatan khususnya dalam perencanaan kebutuhan tenaga rekam medis di Puskesmas Kendalkerep selama ini masih bersifat administratif kepegawaian dan belum

Perilaku ibu dalam pelaksanaan stop buang air besar sembarangan, pelaksanaan cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pemenuhan gizi ibu sewaktu hamil,

Hasil Evaluasi Indikator Program KADARZI KADARZI Menimbang Berat Badan secara Teratur, Penggunaan Garam Beryodium, dan Pemberian ASI Eksklusif, berdasarkan KriteriaAdequacy Of Effort di

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Petugas Penjamah Makanan Dengan Praktik Higiene Sanitasi Makanan di Unit Gizi RSUD Dr.Amino Gondohutomo Semarang.. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia