• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 9 : Plasenta Abnormal

N/A
N/A
Adis Benan

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 9 : Plasenta Abnormal"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 9 : Plasenta Abnormal

Najmi Shauqy 1810311010

Preseptor :Prof. Dr. dr. Hj. Yusrawati, Sp.

OG, Subsp. KFM

(2)

Plasenta Abnormal - Ukuran Plasenta

• Plasentomegali (Plasenta Besar):

Ketebalan plasenta > 4 cm.

Kondisi yang umumnya didefinisikan sebagai plasenta besar.

• Plasenta Kecil:

Ukuran plasenta < 2 cm.

Berdekatan tegak lurus dengan dinding rahim di bagian tengah plasenta.

• Gambar 9.1 menggambarkan metode pengukuran ketebalan plasenta pada tingkat di mana tali pusat menyisip dengan menggunakan kaliper yang ditempatkan secara tegak lurus terhadap dinding rahim. Pada kasus insersi marginal atau velamentosa, pengukuran dilakukan pada tingkat ketebalan maksimum dengan probe tegak lurus dengan dinding rahim.

(3)

Faktor Penyebab Plasenta Besar dan Plasenta Kecil

Plasenta Besar:

• Diabetes.

• Anemia.

Ibu:

• Hidrops (Infeksi intrauterin, Anemia janin).

• Kelainan janin (Beckwith-Wiedemann, Triploidi - diandrik, Sindrom nefrotik kongenital).

Janin:

• Plasenta Kecil:

• Preeklampsia.

• Pembatasan pertumbuhan.

• Trisomi.

• Triploidi - digynic.

• Infeksi.

• Merokok.

• Penyalahgunaan obat.

(4)

Hematoma Plasenta - Definisi dan Karakteristik

• Hematoma Plasenta: Definisi dan Karakteristik

• Hematoma retroplasental: Mendorong plasenta dari miometrium.

• Hematoma subkorionik marginal: Terletak di bagian perifer dan meluas ke belakang korion.

• Hematoma intraplasental: Disebabkan oleh pendarahan di dalam

plasenta (lihat Gambar 9.2).

(5)

• Menunjukkan gambaran hematoma retroplasental, subkorionik marginal, dan intraplasental.

• Ilustrasi visual untuk memahami karakteristik masing-

masing jenis hematoma.

(6)

Penilaian Ultrasonografi Hematoma Plasenta

• Penilaian Ultrasonografi Hematoma:

• Hematoma dapat memiliki tampilan:

• Hiperekoik (akut).

• Isoekoik.

• Ekolesan (kronis).

• Bisa juga kombinasi dari ketiganya.

• Hematoma akut dan subakut mirip jaringan plasenta.

• Colour Doppler digunakan untuk memastikan tidak ada vaskularisasi internal.

• Kontraksi miometrium dapat menampilkan tampilan mirip hematoma

retroplasenta.

(7)

Konseling dan Manajemen Hematoma Plasenta

• Konseling dan Manajemen Hematoma Plasenta:

• Ukuran dan gambaran ultrasonografi hematoma tidak menentukan hasil kehamilan, khususnya tanpa gejala.

• Kehadiran hematoma cukup untuk mendukung diagnosis solusio plasenta, namun ketiadaan hematoma yang terlihat tidak

mengesampingkan diagnosis.

• Pemindaian lanjutan berdasarkan usia kehamilan dan keparahan gejala.

• Pemindaian berkisar dari beberapa hari pada trimester ketiga dengan

gejala hingga 4 minggu untuk trimester pertama tanpa gejala.

(8)

Danau Plasenta

• Danau Plasenta: Definisi dan Karakteristik

• Perubahan kistik di dalam area deposisi fibrin subkorionik mengacu

pada perubahan atau formasi rongga-rongga berisi cairan di dalam

daerah tempat terjadi pengendapan fibrin pada lapisan subkorionik

plasenta.

(9)

Penilaian Ultrasonografi Danau Plasenta

• Penilaian Ultrasonografi Danau Plasenta:

• Ruang kistik hipoekoik diisi dengan darah ibu.

• Pemindaian warna Doppler menunjukkan aliran vena dengan kecepatan rendah (lihat Gambar 9.3).

• Perhatikan tanda-tanda spektrum akreta plasenta (PAS).

• Gambar 9.3: Ilustrasi Aliran Darah pada Danau Plasenta

• Menunjukkan visualisasi aliran vena dalam danau plasenta dengan pemindaian warna Doppler.

• Memberikan gambaran tentang aliran darah dan karakteristiknya.

(10)

• Gambar 9.3 menunjukkan cekungan dalam plasenta dengan aliran vena berkecepatan rendah terlihat pada

(a) mode B dan (b) gambar Doppler berwarna.

(11)

Konseling dan Manajemen Danau Plasenta

• Konseling dan Manajemen Danau Plasenta:

• Beberapa cekungan yang terdeteksi pada awal kehamilan terkait dengan pembatasan pertumbuhan janin (FGR).

• Pemindaian pertumbuhan berulang harus dijadwalkan.

• Jika plasenta akreta tidak ada, penampakan cekungan plasenta

pada paruh kedua kehamilan adalah temuan normal.

(12)

Plasenta Abnormal - Tekstur yang Tidak Normal

• Hematoma Plasenta: Definisi dan Karakteristik

• Hematoma Retroplasental:

Mendorong plasenta dari miometrium.

• Hematoma Subkorionik Marginal:

Di bagian perifer, meluas ke belakang korion.

• Hematoma Intraplasental:

Pendarahan di dalam plasenta.

• Penilaian Ultrasonografi Hematoma:

• Tampilan dapat berupa hiperekoik (akut), isoekoik, atau ekolesan (kronis).

• Hematoma akut mirip jaringan plasenta.

• Colour Doppler: Memastikan tidak ada vaskularisasi internal.

• Kontraksi miometrium mirip hematoma retroplasenta.

(13)

Konseling dan Manajemen - Hematoma Plasenta

• Konseling dan Manajemen Hematoma Plasenta:

• Ukuran dan gambaran ultrasonografi tidak menentukan hasil kehamilan, khususnya jika tanpa gejala.

• Hematoma dapat mendukung diagnosis solusio plasenta.

• Ketiadaan hematoma tak mengecualikan diagnosis solusio.

• Pemindaian berlanjut berdasarkan usia kehamilan dan gejala klinis.

• Waktu pemindaian: Beberapa hari hingga 4 minggu, tergantung

trimester dan gejala.

(14)

Illustrasi Hematoma Plasenta dan Pengukurannya

• Hematoma Plasenta:

• Ilustrasi tampilan hematoma retroplasental, subkorionik marginal, dan intraplasental.

• Pemindaian ultrasonografi: Hiperekoik (akut), isoekoik, atau ekolesan (kronis).

• Penggunaan Colour Doppler untuk menilai vaskularisasi.

• Pengukuran Hematoma:

• Ilustrasi metode pengukuran ketebalan plasenta pada insersi tali pusat.

• Penjelasan tentang insersi marginal atau velamentosa.

(15)

• Gambar 9.2 menunjukkan berbagai jenis hematoma plasenta. (a) adalah hematoma subkorionik, (b) adalah

hematoma marjinal, dan (c) adalah hematoma

intraplasenta.

(16)

Amniocentesis: Profesionalisme dan Operator

Prosedur Dilakukan oleh

Dokter Kandungan

Terlatih

Akses ke Ultrasonografi

Berkualitas Tinggi

Koneksi dengan Laboratorium Berpengalaman

Pentingnya Tanggap terhadap Keputusan

Pasangan

(17)

Waktu dan Teknik Amniocentesis

Dilakukan sekitar minggu ke-15 kehamilan saat rasio sel yang dapat bertahan hidup mencapai puncaknya.

Waktu Optimal untuk

Amniocentesis

Dilakukan

sebelum minggu ke-14 kehamilan.

Early

Amniocentesis (EA)

Tidak lagi digunakan

karena risiko infeksi, kesulitan teknis, dan risiko keguguran.

Amniocentesis Transvaginal

(18)

Prosedur Amniocentesis: Penentuan Lokasi Jarum

Pemeriksaan

Ultrasonografi Teliti:

Pemeriksaan ultrasonografi digunakan untuk menentukan lokasi penyisipan jarum.

01

Bimbingan Realtime Ultrasonografi: Jarum dimasukkan ke dalam kantong cairan

amnion (AF) dengan bimbingan

ultrasonografi secara realtime.

02

Menghindari Janin:

Tujuan utama adalah memasukkan jarum dengan aman tanpa merusak janin.

03

Penyisipan Jarum melalui Plasenta:

Meskipun dihindari, tidak selalu wajib;

risiko dan

manfaatnya belum sepenuhnya

terkonfirmasi.

04

(19)

Anestesi dan Kecemasan

• Anestesi Lokal Jarang Dibutuhkan: Biasanya tidak diperlukan penggunaan anestesi lokal.

• Lokasi Penempatan Jarum dan Rasa Sakit: Belum jelas apakah lokasi penempatan jarum berpengaruh pada tingkat rasa sakit.

• Konseling Penting: Pentingnya konseling sebelum prosedur untuk mengurangi kecemasan dan memberikan informasi tentang tingkat rasa sakit yang sebenarnya.

• Rasa Sakit Lebih Rendah daripada Dikhawatirkan: Pasien perlu

diingatkan bahwa tingkat rasa sakit dan kecemasan umumnya lebih

rendah daripada yang dikhawatirkan sebelumnya.

(20)

Gambar. 23.1 Ilustrasi

skematis amniocentesis

sedang dilakukan dengan

pemindaian ultrasonografi

langsung dan berkelanjutan

(transduser sektor, 3,5

MHz).

(21)

Persiapan dan Penyisipan Jarum

Pembersihan Kulit: Kulit ibu dibersihkan dengan larutan yodium atau alkohol.

Alas Steril: Alas steril diletakkan di sekitar lokasi

penyisipan jarum untuk menjaga kebersihan aseptik.

Jarum yang Digunakan: Jarum tulang belakang ukuran 22- gauge dengan stilet disposable umumnya digunakan.

Monitoring Real-Time: Ujung jarum selalu terlihat dengan

monitoring ultrasound real-time dua dimensi.

(22)

Teknik dan Sampel Cairan Ketuban

Prosedur Transplasental:

Karena plasenta anterior yang luas, amniosentesis dilakukan secara

transplasental.

Stilet Dilepas: Setelah ujung jarum tepat, stilet dilepas, dan spuit dipasang pada hub jarum.

Pengambilan Sampel:

Biasanya 1-2 mL cairan pertama dibuang, diikuti dengan pengambilan 10-20 mL cairan ketuban.

Jumlah Cairan: Cukup 3-5 mL cairan ketuban untuk hasil sitogenetik prenatal yang andal.

(23)

Kontaminasi dan Teknik Penyedotan

Kontaminasi Sel Ibu:

Kontaminasi lebih sering terjadi jika dokter kurang berpengalaman.

1

Teknik Penyedotan:

Penggunaan spuit plastik sekali pakai untuk pengambilan cairan ketuban.

2

Teknik Penyedotan Alternatif: Teknik

menggunakan wadah bervakum tidak

memiliki keuntungan signifikan.

3

(24)

Keberhasila n dan

Pelatihan

Tingkat Kegagalan:

Tingkat kegagalan menurun seiring

penggunaan panduan ultrasound real-

time.

Usia Kehamilan Tertentu: Sulit

pada usia kehamilan 15-16

minggu,

kegagalan kurang dari 1% dari

kasus.

Pelatihan Operator:

Pelatihan

dilakukan dengan mengamati

operator berpengalaman

dan latihan di bawah pengawasan

mentor.

Model Simulasi:

Penggunaan model simulasi

modern dapat meningkatkan keterampilan trainee dalam amniosentesis.

(25)

Amniosentesis pada Kehamilan Kembar dan Kehamilan Multipel

dengan Jumlah Lebih Tinggi

Risiko Amniosentesis pada Kehamilan Kembar:

Sebagian besar berhasil tanpa peningkatan risiko

dibandingkan dengan kehamilan tunggal yang menjalani amniosentesis

Pengukuran Risiko: Sulit mengukur risiko akurat karena kurangnya studi

acak.

(26)

Amniosente sis pada

Kehamilan Kembar:

Teknik Terpisah

Pemisahan Kantong Janin: Pusat di AS

menggunakan amniosentesis terpisah pada setiap kantong janin untuk evaluasi

individual.

Penggunaan Pewarna: Pewarna (indigo carmine) dimasukkan untuk identifikasi kantong janin saat prosedur.

Penentuan Area Amniosentesis Kedua:

Amniosentesis kedua di area lain berdasarkan ultrasonografi pada janin lain.

Indikasi Keberhasilan Kantong Kedua: Cairan

ketuban jernih menunjukkan keberhasilan

kantong kedua; berwarna biru menunjukkan

akses kembali ke kantong asli.

(27)

Alternatif Teknik: Penyisipan Jarum Tunggal

Kekhawatiran

Kontaminasi Silang:

Teknik tusukan tunggal untuk kedua kantong kembar, khawatirkan kontaminasi silang yang mempengaruhi akurasi diagnostik.

01

Teknik Jeanty: Tusukan jarum miometrium tunggal ke kantong amnionik pertama, lalu melalui septum membran ke kantong kedua.

02

Validasi Teknik:

DivaAidasi oleh Sebire dan rekan-rekannya, tanpa kontaminasi sel antara janin kembar atau risiko kehilangan

kehamilan.

03

(28)

Keberhasilan Informasi dalam Kehamilan Kembar

Tingkat Keberhasilan Informasi:

Dengan teknik di atas, informasi dari kedua janin diperoleh dalam 90-95%

kasus (68-83).

Tingkat Kehilangan: Tingkat kehilangan setelah amniosentesis bervariasi antara 0,6% hingga 2,7% (77-88).

(29)

Amniosentesis pada Kehamilan Triplet

Amniosentesis juga telah dilakukan pada beberapa kehamilan triplet, dengan aspirasi cairan dari semua kantong gestasi yang berhasil.

Keterbatasan Data: Data masih kurang untuk

membuat pernyataan mengenai risiko

amniosentesis pada

kehamilan triplet (82,83,86).

(30)

Risiko-Risiko Bagi Ibu pada Amniosentesis

Risiko Serius yang Jarang Terjadi: Ancaman nyawa ibu sangat jarang terjadi

pada amniosentesis.

Amnionitis: Terjadi sekitar 1 dari 1000 wanita yang menjalani amniosentesis

(89-91).

Potensial menyebabkan kehilangan janin, jarang membahayakan nyawa ibu.

Masalah Umum Pada Ibu:

Sekitar 2% hingga 3%

wanita mengalami bercak vagina atau kebocoran cairan ketuban setelah amniosentesis.

Kebocoran cairan

ketuban bisa berlanjut, menyebabkan

oligohidramnion dan kehilangan kehamilan.

Oligohidramnion:

Penyebab deformasi janin dan hipoplasia paru.

Kontraksi Rahim atau Kram Perut:

Sering terjadi setelah amniosentesis.

Pengelolaan: Menunggu dan memberikan rasa tenang biasanya cukup.

(31)

Risiko Janin dari Amniosentesis

Keguguran spontan Cedera akibat tusukan jarum Pelepasan plasenta Korioamnionitis

Persalinan prematur Cedera akibat penarikan cairan ketuban (misalnya,

ikatan amnion)

Cedera langka: fistula ileokutan, fistula peritoneoparietal, gangren lengan, trauma mata, atresia

usus halus, kista porencephalic, gangguan patella, cedera otak, cedera saraf perifer, hematoma tali

pusat

Beberapa masalah lebih terkait dengan amniosentesis.

Mayoritas laporan berasal dari era sebelum penggunaan panduan ultrasound real-time

bersamaan.

(32)

Transmisi HIV Setelah Amniosentesis

Amniosentesis dan Transmisi HIV:

Amniosentesis terkait dengan peningkatan transmisi virus

imunodefisiensi

manusia (HIV) tipe 1.

Kemoterapi retroviral mengurangi risiko transmisi akibat

amniosentesis secara signifikan.

Studi menunjukkan hasil yang lebih baik setelah penggunaan kemoterapi profilaksis.

Penelitian Kasus:

Bucceri et al.

melaporkan 9 wanita terinfeksi HIV yang menjalani

amniosentesis.

Infeksi pada bayi yang lahir dari wanita yang menjalani kemoterapi lebih rendah.

Kelompok HIV Perinatal Internasional:

Lima dari sembilan wanita tanpa

kemoterapi mengalami transmisi infeksi pada bayi.

Tidak ada kasus

transmisi pada wanita yang mengonsumsi zidovudin.

Registri Italia:

Studi selama 4 tahun, wanita hamil terinfeksi HIV yang menjalani kemoterapi

antiretroviral gabungan tidak

mengalami transmisi setelah amniosentesis atau CVS. Keterangan:

Studi menunjukkan bahwa kemoterapi retroviral dan

profilaksis dapat mengurangi risiko transmisi HIV akibat amniosentesis.

(33)

Kehilangan Kehamilan Setelah Amniosentesis

Keguguran dalam Trimester Kedua: Selain

trimester pertama, keguguran dapat terjadi

pada trimester kedua kehamilan.

Risiko Tinggi pada Wanita Tua: Wanita yang lebih

tua memiliki peluang lebih tinggi mengalami

keguguran spontan.

menegaskan pentingnya faktor usia dalam evaluasi

risiko.

Usia dan Hasil Buruk: Usia ibu berhubungan dengan risiko persalinan prematur

dan hasil buruk pada kehamilan.

Perbandingan Kontrol:

Laporan berbobot membandingkan peserta

amniosentesis dengan kontrol untuk evaluasi

risiko.

Studi Kolaboratif Nasional:

Studi besar dari AS, Inggris, Kanada, dan

Denmark telah menerbitkan laporan

tentang risiko amniosentesis.

(34)

Perbanding an Tingkat Kehilangan Janin dalam Studi

Inggris

Perbandingan Studi Inggris: Studi di Inggris melaporkan tingkat kehilangan yang lebih tinggi pada kelompok

amniosentesis dibandingkan kontrol.

Usia Peserta Penelitian: Peserta penelitian Inggris memiliki usia yang lebih tua daripada peserta kontrol.

Usia sebagai Faktor Penyebab: Usia yang lebih tua mungkin menjelaskan sebagian peningkatan kehilangan janin dan perdarahan antepartum.

Perbandingan dengan AS dan Kanada: Dibandingkan dengan AS dan Kanada, studi Inggris menunjukkan

kekurangan kehilangan janin pada kelompok kontrol dan kelebihan pada peserta penelitian.

Studi Jangka Panjang: Studi jangka panjang di Inggris dan Amerika Utara menunjukkan sedikit kehilangan janin pada kehamilan usia 8 hingga 16 minggu yang dipantau dengan ultrasonografi.

(35)

Hasil Studi Acak

Terkendali Tabor et al.

Studi Acak Terkendali: Tabor dan rekannya melakukan studi acak terkendali pada tahun 1986 mengenai

amniosentesis.

Peserta Penelitian: Melibatkan 4606 wanita usia 25

hingga 34 tahun dengan risiko rendah kelainan genetik janin.

Metode Amniosentesis: Amniosentesis dilakukan dengan bimbingan ultrasound real-time menggunakan jarum

berukuran 18-gauge.

Pertama Kali Menggunakan Ultrasound: Studi ini

menjadi kolaborasi pertama yang rutin menggunakan teknologi ultrasound untuk amniosentesis.

Tingkat Keguguran Spontan: Pasien amniosentesis

memiliki tingkat keguguran spontan 1,7% setelah usia kehamilan 16 minggu.

Perbandingan dengan Kontrol: Tingkat keguguran

spontan kontrol adalah 0,7%, menunjukkan peningkatan risiko relatif 2,6 kali jika plasenta terkena.

(36)

Studi Kohort Thailand

Wanita hamil tunggal usia 15-24 minggu di Thailand.

Amniosentesis dilakukan, pasangan kontrol dipilih berdasarkan usia, paritas, dan

status sosial.

2256 pasang direkrut.

Tidak ada perbedaan signifikan dalam kehilangan janin, persalinan prematur,

atau pelepasan plasenta antara kelompok

(P > 0,5).

(37)

Analisis

Retrospektif

1006 wanita dengan kehamilan tunggal menjalani amniosentesis.

Kontrol: 4024 wanita amniosentesis tanpa faktor risiko.

Amniosentesis dilakukan pada usia 16- 18 minggu.

Perbedaan signifikan dalam tingkat kehilangan janin terlihat:

• Wanita usia 20-34 tahun (2,54%) vs. >40 tahun (5,1%).

• Riwayat pendarahan vagina (6,5%) vs. kontrol (2,8%).

• Riwayat keguguran/penghentian kehamilan (8%)

vs. kontrol (2,8%).

(38)

Studi FASTER

Uji coba multicenter, disponsori oleh NICHD.

Tujuan membandingkan amniosentesis

pertengahan trimester dengan pemeriksaan

sindrom Down pada trimester pertama dan

kedua.

35,003 pasien terdaftar, 3096 amniosentesis (kelompok studi), dan

31,907 kontrol.

Analisis regresi logistik ganda untuk faktor

pengacau.

Kehilangan janin sebelum 24 minggu: 1,0% pada amniosentesis vs. 0,94%

pada kontrol.

Perbedaan antara kelompok tidak signifikan (P = 0,74; CI 95% -0,26%

hingga 0,49%).

(39)

Pengaruh

Pengalaman

& Studi Terbaru

Kesimpulan tentang Tingkat Kehilangan:

• Tingkat kehilangan janin 0,5% tidak sesuai dalam tangan yang berpengalaman.

• Teknologi dan pengetahuan yang lebih baik telah mengubah pemahaman kita.

• Penilaian risiko perlu disesuaikan dengan pengetahuan dan teknologi saat ini.

Tinjauan Studi Terbaru:

• Studi sistematis setelah tahun 2000,

setidaknya 1000 prosedur, kelompok kontrol.

• Risiko terakumulasi kehilangan janin setelah amniosentesis sebelum 24 minggu: 0,11% (CI 95% -0,04% hingga 0,26%).

• Dalam 10 tahun terakhir: Tingkat kehilangan

terkait prosedur 0,16% (CI 95% -0,57% hingga

0,51%).

(40)
(41)

Amniosentesis Awal

1. Amniosentesis Awal untuk Kendali Waktu (Usia Kehamilan 14- 15 Minggu):

1.Digunakan untuk menghindari penjadwalan ulang bagi pasien yang melewati usia kehamilan 14 minggu sebelum prosedur CVS.

2.Dilakukan sebelum 15 minggu kehamilan.

2. Teknik Amniosentesis Awal:

1.Mirip dengan amniosentesis tradisional.

2.Jumlah cairan ketuban yang ditarik lebih sedikit.

3.Tantangan termasuk pembentukan lipatan membran dan risiko

pengambilan cairan yang kurang pada tahap awal kehamilan.

(42)

Amniosentesis Awal

1. Komplikasi dan Kendala Amniosentesis Awal:

1.Pembentukan lipatan membran lebih umum pada Amniosentesis Awal (sekitar 10%

prosedur).

2.Komplikasi meningkat karena fusi yang belum sempurna antara korion dan amnion

pada tahap awal kehamilan.

3.Beberapa studi menyoroti risiko dan komplikasi selama dekade berikutnya.

2. Rekomendasi ACOG (American College of Obstetricians and Gynecologists):

1.Data menunjukkan risiko dan komplikasi lebih tinggi dibandingkan amniosentesis

tradisional.

2.ACOG menyarankan agar Amniosentesis Awal tidak dilakukan karena risiko yang

lebih tinggi dibandingkan dengan amniosentesis tradisional.

(43)

Amniosentesis Trimester Ketiga

Indikasi Utama: Kematangan Paru-paru Janin dan Kelainan Janin

Amniosentesis trimester ketiga: menilai kematangan paru-paru janin dan kelainan setelah trimester kedua.

Risiko kehilangan janin umumnya kecil.

Teknik Serupa dengan Amniosentesis Diagnostik

Mirip dengan amniosentesis trimester kedua.

Tantangan: Temukan kantong cairan ketuban yang cukup dan bebas dari tali pusat atau bagian janin.

Penggunaan Terbatas karena Komplikasi Neonatal

Komplikasi neonatal dilaporkan bahkan dengan hasil positif kematangan paru-paru.

Penggunaan terbatas karena risiko komplikasi yang mungkin timbul.

(44)

Amniosentesis Trimester Ketiga

Penggunaan dalam Diagnosis Gangguan Pendarahan Turun-Temurun

Digunakan dalam diagnosis gangguan pendarahan turun-temurun.

Contoh: Hemofilia A dan B, penyakit von Willebrand tipe 3.

Rencana Persalinan Lebih Ketat

Kasus terpengaruh: Rencana persalinan lebih ketat diterapkan.

Kasus tidak terpengaruh: Mengikuti manajemen obstetri rutin.

Perlu Studi Lebih Besar untuk Konfirmasi Keamanan dan Keandalan

Pendekatan ini berdasarkan seri kasus kecil.

Diperlukan studi lebih besar untuk

mengonfirmasi keamanan dan keandalan penggunaan dalam trimester ketiga.

(45)

Chorionic Villus

Sampling

3

(46)

Chorionic Villus

Sampling

• Diperkenalkan pada tahun 1980-an.

• Proses diagnostik prenatal di trimester pertama.

• Laporan awal oleh Mohr pada 1968.

Pengenalan CVS pada Trimester Pertama

• Mirip dengan amniosentesis.

• Diagnosis cepat risiko tinggi gangguan genetik.

• Tes DNA pada sel DNA tidak diolah.

• Pilihan pengakhiran kehamilan dini jika perlu.

Indikasi dan Keuntungan CVS

• Dukungan keputusan berdasarkan hasil tes.

• Deteksi awal dan tindakan sesuai.

Implikasi dan Manfaat

(47)

Chorionic Villus Sampling (CVS) dan Usia

Kehamilan

• Chorionic Villus Sampling (CVS) adalah sebuah prosedur diagnostik prenatal yang digunakan untuk mendeteksi kelainan genetik pada janin. Prosedur ini biasanya dilakukan pada trimester pertama kehamilan, tepatnya antara usia kehamilan 10 hingga 14 minggu.

Pada periode ini, jaringan kecil yang disebut villi korion dapat diambil dari plasenta untuk dianalisis. Namun,

penting untuk dicatat bahwa CVS juga dapat dilakukan pada usia kehamilan yang jauh lebih lanjut jika

amniosentesis atau metode lainnya tidak memungkinkan, seperti pada kasus-kasus dengan kondisi seperti oligohidramnion.

(48)

Rute

Pelaksanaan CVS

• Chorionic Villus Sampling (CVS) dapat dilakukan melalui dua rute, yaitu

transabdominal dan transcervical. Tidak ada bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa salah satu rute lebih aman atau

lebih andal daripada yang lain. Pilihan rute pelaksanaan CVS dipengaruhi oleh

berbagai faktor, termasuk preferensi

operator dan posisi plasenta pada rahim.

Jika plasenta berada pada lokasi yang

tinggi di depan atau di fundus rahim, rute transabdominal lebih sering dipilih.

Sebaliknya, jika plasenta berada pada posisi posterior, rute transcervical bisa menjadi pilihan yang lebih optimal.

(49)

Teknik Transabdominal CVS

Identifikasi lokasi ideal plasenta dengan bimbingan ultrasound.

Kulit didisinfeksi dan anestesi lokal

diberikan (untuk jarum

>20 gauge).

Teknik jarum ganda:

Jarum ukuran 18 gauge digunakan sebagai trokar dan jarum ukuran lebih kecil dimasukkan ke

plasenta.

Sampel diambil dengan tekanan

negatif melalui beberapa tusukan

pada plasenta.

Sampel diperiksa untuk jumlah yang cukup dari villi korion.

Teknik jarum tunggal juga digunakan oleh

beberapa operator.

(50)

Gambar. 23.2 Gambaran tentang penerapan Chorionic villus sampling. A, Melalui rute transcervical. B, Melalui rute transabdominal.

Gambar 23.3 Pemantauan sonografi pada Chorionic villus sampling melalui jalur transcervical. Kateter dengan kawat panduan yang utuh terlihat sebagai garis ekojenik di dalam plasenta yang terletak di bagian belakang.

(51)

Teknik Transcervical Chorionic Villus Sampling (CVS)

Rute transcervical melibatkan pengambilan sampel villi korion melalui leher rahim.

Proses dimulai dengan pasien dalam posisi litotomi.

Spekulum steril dimasukkan untuk mengekspos dan membersihkan leher rahim menggunakan larutan yodium.

Langkah-langkah:

1.Penstabilan Leher Rahim: Kadang-kadang tenakulum digunakan untuk menstabilkan leher rahim, meskipun tidak selalu

diperlukan.

2.Panduan Ultrasonografi: Bimbingan ultrasound digunakan untuk memandu prosedur, memastikan akurasi dan keselamatan.

3.Penyisipan Kateter: Kateter berukuran 16-gauge dengan kawat panduan dimasukkan melalui leher rahim ke wilayah trofoblas.

4.Jarum Suntik dengan Tekanan Negatif: Jarum suntik 20 cc dengan medium heparin ditempatkan di ujung kateter, dan tekanan negatif diciptakan.

5.Pengambilan Sampel: Kateter ditarik perlahan sambil

menciptakan tekanan negatif, memungkinkan villi korion masuk ke dalam jarum suntik.

6.Transfer ke Cawan Petri: Sampel villi korion ditransfer ke cawan petri untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Teknik Alternatif: Teknik biopsi kecil menggunakan tang khusus juga dapat digunakan, yang dapat mengurangi rasa sakit dan tingkat kegagalan dalam memperoleh sampel yang memadai.

(52)

Komplikasi dari Chorionic Villus Sampling

CVS dianggap aman, tetapi memiliki risiko seperti prosedur invasif

lainnya.

Perdarahan Vagina:

Jarang terjadi pada CVS transabdominal, lebih umum pada 7% - 10%

kasus CVS transcervical.

Komplikasi Lain:

Korioamnionitis (<1 per 1000 kasus), ruptur

membran,

oligohidramnion (0,3%), ruptur membran

prematur, dan persalinan prematur.

Penelitian lebih baru menunjukkan bahwa kaitan antara CVS dan

hipertensi kehamilan tidak terkonfirmasi.

Dalam tangan

berpengalaman, tingkat kehilangan pasca-CVS

rendah.

Tinjauan sistematis baru- baru ini: tingkat kehilangan 0,22% (95%

CI, –0,71% hingga 1,16%), sebanding dengan

amniosentesis.

(53)

Faktor-faktor dan Jalur Prosedur

dalam CVS

Pertimbangan Faktor Lain:

Penting untuk mempertimbangkan tingkat

kehilangan kehamilan latar belakang yang mungkin tidak terkait dengan prosedur CVS.

Pengaruh Jalur Prosedur:

Studi-studi menunjukkan variasi dalam tingkat kehilangan antara CVS transabdominal dan transcervical.

Empat penelitian membandingkan CVS

transabdominal dengan transcervical: tingkat kehilangan tidak berbeda secara signifikan.

Catatan Akhir:

CVS dianggap aman, tetapi perlu

mempertimbangkan risiko dan manfaat sebelum memutuskan prosedur.

Dalam tangan yang berpengalaman, tingkat kehilangan setelah CVS cenderung rendah dan sebanding dengan amniosentesis.

Keputusan tentang jalur prosedur harus didasarkan pada preferensi operator dan posisi plasenta.

(54)

Keamanan

Pengambilan Sampel Villus Korionik pada Kehamilan

Multipel

Keberhasilan dan Pengalaman: Pengambilan sampel CVS pada kehamilan multipel berhasil dengan operator berpengalaman.

Bukti dari studi, seperti yang dilaporkan oleh Wapner et al., menunjukkan keberhasilan prosedur dalam jumlah pasangan anak kembar yang diteliti.

Tingkat Kehilangan Kehamilan: Tinjauan sistematis baru-baru ini menggabungkan hasil studi yang menunjukkan bahwa tingkat kehilangan kehamilan akibat CVS pada kehamilan multipel cenderung rendah, dengan tingkat sekitar 2,75% sebelum usia kehamilan 20 minggu dan 3,44% sebelum usia kehamilan 28 minggu.

Pendekatan Teknik: Pendekatan teknik pengambilan sampel CVS pada kehamilan multipel hampir serupa dengan kehamilan

tunggal. Metode transabdominal dan transcervical aman dan bergantung pada lokasi plasenta.

Kehamilan Kembar Monokorionik: Pada kehamilan kembar monokorionik, umumnya hanya satu janin yang diambil

sampelnya karena risiko genotipe heterokariotipik sangat jarang terjadi.

Kehamilan Kembar Dikorionik: Pada kehamilan kembar

dikorionik, kedua janin perlu diambil sampelnya. Ada risiko yang lebih tinggi terkait jenis plasentasi ini.

(55)
(56)

Aspek

Laboratoriu m pada

Pengambila n Sampel Villus

Korionik

Komponen Utama Villus Korionik:

• Sinkitiotrofoblas: Bertanggung jawab untuk

pertukaran zat dan nutrisi antara janin dan ibu.

• Sitotrofoblas: Membantu pertumbuhan embrio dan menyediakan dukungan nutrisi.

• Lapisan Mesodermal: Berisi kapiler janin yang penting untuk aliran darah dan nutrisi.

Tantangan Awal Pengembangan Teknik CVS:

• Komponen dari berbagai sumber dapat

menghasilkan hasil yang membingungkan pada awalnya.

• Insiden yang memerlukan tes konfirmasi tambahan sebesar 1,1%.

• Indikasi yang umum termasuk kegagalan

laboratorium, kontaminasi sel ibu, dan

mozaikisme plasenta terbatas (CPM).

(57)

Mozaikisme Plasenta

Terbatas (CPM)

Mozaikisme Plasenta Terbatas (CPM):

• Terjadi ketika ada perbedaan sitogenetik antara plasenta dan janin.

• Biasanya disebabkan oleh sedikit sel embrio yang berkembang menjadi janin, sementara sisanya menjadi jaringan ekstraembrionik.

• CPM ditemukan pada sekitar 1,3% dari prosedur CVS.

Implikasi CPM:

• CPM dapat menjadi penanda risiko komplikasi kehamilan, seperti pembatasan pertumbuhan intrauterin dan kematian perinatal.

• Juga bisa menjadi petunjuk adanya disomia

uniparental, yaitu keadaan kromosom di mana

seseorang mewarisi kedua salinan kromosom

dari satu orang tua.

(58)

Kelainan Reduksi Anggota Janin dan Sampel

Villus

Korionik

Laporan pertama oleh Firth dan rekan-rekannya mengenai bayi dengan hipogenesis anggota oromandibular dan kelainan anggota transversal terminal setelah CVS.

Kelainan ini teramati pada beberapa bayi setelah dilakukan prosedur CVS.

Laporan Awal Kelainan Anggota Janin dan CVS:

Komplikasi anggota janin terbatas pada CVS yang dilakukan sebelum 70 hari kehamilan.

Laporan serupa dari kelompok lain juga mengindikasikan hubungan terbatas pada trimester pertama.

Periode Risiko dan Temuan:

Registri WHO dengan lebih dari 200.000 prosedur CVS tidak

menemukan hubungan signifikan antara CVS dan kelainan anggota janin.

Terdapat perbedaan pandangan dan kontroversi mengenai potensi hubungan ini.

Data yang Beragam:

Disarankan memberi informasi kepada wanita tentang laporan- laporan ini saat mempertimbangkan CVS.

Jika risiko ada, kemungkinan risiko ini kurang dari 1 dari 3000 prosedur.

Tidak ada laporan risiko pada prosedur setelah 70 hari kehamilan.

Pemberian Informasi dan Risiko Relatif:

(59)

Pengambilan

Sampel Darah Janin

4

(60)

Pengambila n Sampel

Darah Janin untuk

Diagnosa

Pemeriksaan kromosom janin secara cepat.

Evaluasi gangguan hematologi janin.

Identifikasi infeksi janin melalui kultur atau metode molekuler.

Terapi obat dan pengobatan anemia janin melalui transfusi.

Tujuan Pengambilan Sampel Darah Janin:

Proses ini dapat disebut dengan beberapa istilah: pengambilan sampel darah janin, PUBS (perut tali pusar), funicentesis, atau cordocentesis.

Istilah yang Digunakan:

Pengambilan darah perut tali pusar membantu menganalisis kromosom darah janin.

Berguna untuk memahami kemosaikan kromosom yang terdeteksi dalam sel cairan ketuban dan sel trofoblas korion yang dikultur.

Analisis Kromosom Janin:

Hasil cepat diperoleh melalui analisis sitogenetik langsung dari sel darah janin yang belum dikultur.

Metode ini memungkinkan penilaian cepat terhadap kromosom janin.

Analisis Sitogenetik "Langsung":

(61)

Manfaat dan Penggunaan

Pengambilan Sampel Darah Janin

Manfaat Hasil Cepat:

Beberapa kelainan janin mungkin

tidak terlihat

hingga kemudian dalam kehamilan.

Hasil cepat membantu pengambilan

keputusan terkait manajemen

kehamilan dan persalinan.

Kemungkinan Kasus Penggunaan:

Penting dalam situasi di mana diagnosis

diperlukan untuk memahami

kelainan atau masalah yang timbul pada janin.

Terapi obat atau tindakan medis lainnya dapat diberikan sesuai hasil diagnosis.

Keputusan Manajemen

Kehamilan:

Pengambilan

keputusan tentang pengaturan

kehamilan dan persalinan dapat didasarkan pada hasil pemeriksaan darah janin.

Keuntungan Analisis

"Langsung":

Analisis langsung memberikan

informasi cepat tanpa perlu proses kultur yang

memakan waktu.

Berguna dalam kasus-kasus yang memerlukan

diagnosis cepat.

(62)

Indikasi untuk Pengambilan Darah Janin

Evaluasi Hematologi:

Pengambilan darah janin untuk evaluasi kelainan hematologi dan biokimia janin.

Hematokrit janin diukur langsung untuk penilaian hemolisis karena

ketidakcocokan antigen Rh atau lainnya.

Hemoglobin janin dievaluasi untuk mendiagnosis penyakit sel sabit, α- atau

β-thalassemia, serta kelainan hemoglobin lainnya.

Evaluasi Kelainan Faktor Pembekuan:

Pengambilan darah janin mendiagnosis kelainan faktor pembekuan dalam janin.

Hemofilia A, hemofilia B, dan penyakit von Willebrand dapat diidentifikasi.

Evaluasi Imunologis:

Sampel darah janin digunakan untuk mendiagnosis defisiensi imunologis

autosomal resesif atau X-linked.

Terdeteksi defisiensi imun kombinasi berat (SCID), sindrom Chédiak-Higashi,

sindrom Wiskott-Aldrich, dan penyakit granulomatosis kronis.

(63)

Indikasi untuk Pengambilan Darah Janin

Deteksi Infeksi:

Pengambilan darah janin deteksi infeksi virus, bakteri, dan parasit pada janin.

Kadar antibodi dalam darah janin diukur untuk evaluasi infeksi.

Deteksi langsung infeksi melalui kultur atau amplifikasi molekuler dari urutan DNA

vektor-spesifik dalam darah janin.

Evaluasi Kesehatan Umum Janin:

Pengambilan darah janin memberikan informasi penting tentang kesehatan umum

janin.

Hasil cepat dapat membantu dalam pengambilan keputusan terkait manajemen

kehamilan dan cara persalinan.

Potensi Manfaat dan Risiko:

Meskipun berguna, pengambilan darah janin memiliki potensi risiko dan harus

dipertimbangkan dengan cermat oleh tenaga medis dan pasien.

(64)

Teknik

Pengambila n Darah

Janin

• Dilakukan di bawah panduan ultrasonografi waktu nyata.

• Biasanya dimulai pada usia kehamilan 18 minggu, tetapi berhasil dilaporkan pada usia 12 minggu.

• Pembiusan maternal biasanya tidak diperlukan, kecuali prosedur

berkepanjangan seperti transfusi darah janin.

Pengambilan Sampel Darah Janin:

• Lokasi utama adalah tali pusat pada plasenta.

• Lokasi lain termasuk lingkaran bebas tali pusat atau vena umbilikalis intrahepatik janin.

• Panduan jarum ultrasonografi dua dimensi umumnya digunakan.

Lokasi dan Panduan Jarum:

(65)

Teknik

Pengambila n Darah

Janin

• Sterilisasi lapangan dilakukan

menggunakan larutan berbasis yodium atau alkohol.

• Jarum berukuran 22-gauge dengan pantulan echo digunakan.

• Jumlah darah yang diambil jarang melebihi 5 cc.

Prosedur dan Evaluasi:

• Setelah prosedur, pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk mengevaluasi kondisi janin.

• Wanita berisiko isoimunisasi Rh menerima 300 mg imunoglobulin Rh (RhIG) setelah prosedur.

Tindakan Setelah Prosedur:

(66)

Gambar 23.4 Pengambilan sampel darah janin di lokasi penempatan tali pusat

Gambar 23.5 Pengambilan sampel darah

janin melalui vena intrahepatik

(67)

Keamanan Pengambila n Sampel Darah Janin

• Amnionitis (infeksi amnion) dan perdarahan transplasenta termasuk dalam komplikasi yang mungkin terjadi setelah PUBS.

• Risiko kematian janin di dalam rahim atau

keguguran spontan setelah PUBS diperkirakan 3% atau kurang.

Komplikasi Maternal yang Jarang Terjadi:

• Studi oleh Tongsong et al. mengikuti 1281 wanita yang menjalani cordocentesis.

• Indikasi PUBS: risiko peningkatan thalassemia (61%), kariotipisasi cepat (21%), atau keduanya (8,7%).

• Tingkat kehilangan: 3,2% (kelompok PUBS) vs.

1,8% (peserta kontrol) tanpa perbedaan dalam komplikasi obstetrik.

Studi Kasus Kontrol:

(68)

Faktor yang Mempengaruhi

Tingkat Kehilangan dan Hubungan dengan Transfusi Feto-Maternal

Variabilitas Tingkat Kehilangan:

Tingkat kehilangan berkaitan dengan indikasi prosedur dan kondisi janin.

Tingkat kehilangan lebih tinggi untuk janin dengan anomali deteksi ultrasonografi.

Hubungan dengan Transfusi Feto-Maternal:

Korelasi positif antara perdarahan fetomaterna dan waktu perdarahan.

Tidak ada hubungan antara derajat transfusi fetomaterna dan hasil kehamilan.

PUBS sering dikaitkan dengan perdarahan fetomaterna, terkait posisi plasenta, durasi prosedur, dan jumlah penyisipan jarum.

(69)

Tingkat

Keberhasila n dan Data Terkait

Kehilangan dalam

Kehamilan Kembar

Tingkat Keberhasilan dan Kehilangan dalam Kehamilan Kembar:

Studi oleh Tongprasert et al. melaporkan tingkat keberhasilan pengambilan

sampel PUBS sebesar 98,3% pada kehamilan kembar.

Tingkat kehilangan janin secara total adalah 10,5%, tetapi tidak ada

kehilangan dalam 2 minggu setelah prosedur.

Data yang tidak memadai untuk

memberikan tingkat kehilangan terkait

prosedur yang dapat diandalkan pada

kehamilan kembar.

(70)

Rh-

Alloimunisa si Setelah Prosedur

Diagnostik Invasif

Risiko Transfusi Fetomaterna dan Sensitisasi:

• Setelah amniosentesis, CVS, dan pengambilan darah janin, terdapat risiko peningkatan transfusi fetomaterna.

• Efek imunisasi akibat risiko ini belum sepenuhnya dipahami.

Sensitisasi Rh setelah Amniosentesis:

• Sensitisasi Rh setelah amniosentesis trimester kedua diamati.

• Pemberian imunoglobulin Rh (RhIG) pada wanita Rh negatif setelah amniosentesis genetik dapat mencegah sensitisasi.

• Khalil et al. melaporkan 0,3% kasus sensitisasi

dari 300 wanita yang menerima RhIG, sedangkan

Golbus et al. melaporkan 2,1% kasus sensitisasi

pada wanita yang tidak menerima RhIG.

(71)

Peningkatan

Alpha-Fetoprotein dan RhIG Setelah Prosedur Invasif

1. Peningkatan Alpha-Fetoprotein dan Sel Darah Merah Janin:

1. Setelah CVS dan pengambilan darah janin, terjadi peningkatan alpha-fetoprotein dan sel darah merah janin dalam sirkulasi ibu.

2. Pemberian Rutin RhIG:

1. Karena risiko peningkatan ini, sebagian besar operator

menganjurkan penggunaan rutin RhIG setelah prosedur invasif.

2. Dosis yang dianjurkan masih kontroversial.

3. ACOG merekomendasikan dosis 300 mg RhIG setelah

amniosentesis trimester kedua.

(72)

Pengaruh Pengujian Prenatal Noninvasif terhadap

Prosedur Diagnostik

DNA Janin Bebas Sel (cffDNA) dalam Pengujian Prenatal Noninvasif (NIPT)

cffDNA dan Pengujian Prenatal:

Penemuan cffDNA oleh Lo dan timnya memicu minat dalam mengisolasi DNA janin dari serum ibu.

cffDNA adalah DNA bebas sel janin yang ada dalam plasma ibu.

Variabilitas Proporsi cffDNA:

Beberapa studi mengkonfirmasi temuan cffDNA dalam plasma ibu.

Proporsi fraksi cffDNA dapat bervariasi antara 3% hingga 20% dari sirkulasi ibu.

Tantangan Awal dan Kemajuan Teknologi:

Tantangan awal terkait konsentrasi cffDNA dalam plasma telah diatasi berkat kemajuan dalam biologi molekuler dan teknologi sekuensing.

(73)

Kemajuan NIPT dan Pertimbangan Uji Klinis

Terjadi kemajuan pesat dalam pengujian prenatal noninvasif (NIPT).

Hasil dari beberapa uji klinis telah dipublikasikan.

Kemajuan NIPT dalam Pengujian

Prenatal:

Terdapat perbedaan signifikan dalam pendekatan yang digunakan dalam uji klinis NIPT.

Desain studi bervariasi: dari kohort retrospektif hingga kontrol kasus hingga pendekatan prospektif.

Varian Pendekatan Uji Klinis:

Algoritma untuk menghasilkan hasil NIPT juga bervariasi.

Beberapa menggunakan sistem berbasis z-score, sementara yang lain menggabungkan usia ibu dan usia kehamilan.

Beragam Algoritma Hasil:

Sebagian besar studi NIPT dilakukan pada populasi risiko tinggi.

Perlu mempertimbangkan bagaimana hasil ini dapat diterapkan pada populasi risiko rendah.

Populasi Risiko

Tinggi:

(74)

Keterbatasan NIPT dan Fokus pada Populasi Risiko Tinggi

Kemampuan NIPT untuk Sindrom Down:

Kemunculan cffDNA memungkinkan pendekatan hampir mendekati

diagnosis untuk sindrom Down janin.

Keterbatasan saat ini dari NIPT:

Sebagian besar studi yang

dipublikasikan fokus pada wanita dengan risiko tinggi untuk aneuploidi.

Data keterbatasan dalam populasi risiko rendah atau campuran terbatas

(75)

NIPT

sebagai Tes Skrining

dan

Dampak pada

Praktik Medis

NIPT sebagai Tes Skrining:

• Harus digolongkan sebagai tes skrining, bukan tes diagnostik.

• Terdapat keterbatasan dan batasan lain dari NIPT yang perlu diakui.

Konfirmasi dengan Pengujian Sitogenetik:

• Laporan palsu positif dalam literatur menyoroti perlunya konfirmasi dengan pengujian

sitogenetik.

• Teknik sitogenetik baru yang mendeteksi kelainan kromosom halus semakin tersedia.

Dampak Pengenalan NIPT:

• Permintaan prosedur invasif seperti CVS dan

amniosentesis telah menurun secara substansial.

• Penting untuk memberikan konseling yang

memadai sebelum pengujian prenatal diagnostik.

(76)

Kesimpulan

Berbagai Pilihan Proses Prenatal:

Wanita memiliki berbagai pilihan prosedur diagnostik prenatal yang tersedia.

Peningkatan Opsi Skrining:

Peningkatan opsi skrining memperumit pengambilan keputusan.

Lingkungan Keputusan yang Kompleks:

Keterbatasan waktu para klinisi dan banyaknya opsi membuat lingkungan keputusan menjadi kompleks.

Pentingnya Konseling Genetik:

Ahli konseling genetik membantu mengisi kesenjangan informasi.

Memberikan panduan yang lebih baik bagi wanita yang cemas dan mencari informasi.

Keputusan yang Terinformasi:

Konseling genetik memainkan peran penting dalam membantu wanita membuat keputusan yang tepat dan terinformasi.

Gambar

Gambar.  23.1  Ilustrasi  skematis  amniocentesis  sedang  dilakukan  dengan  pemindaian  ultrasonografi  langsung dan berkelanjutan  (transduser  sektor,  3,5  MHz).
Gambar  23.3  Pemantauan  sonografi  pada  Chorionic  villus  sampling  melalui  jalur  transcervical
Gambar 23.4 Pengambilan sampel darah  janin di lokasi penempatan tali pusat
Gambar 23.5 Pengambilan sampel darah  janin melalui vena intrahepatik

Referensi

Dokumen terkait

Rubor terjadi pada tahap pertama dari proses inflamasi yang terjadi karena darah terkumpul di daerah jaringan yang cedera akibat dari pelepasan mediator kimia tubuh kinin,