• Tidak ada hasil yang ditemukan

402150342 BAB I II DAN III docx

N/A
N/A
suna rin

Academic year: 2024

Membagikan "402150342 BAB I II DAN III docx"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Susu adalah hasil sekresi dari kelenjar mamae oleh semua mamalia yang diperoleh dari ambing yang bersih dan sehat serta tidak dicampur atau ditambahkan bahan apapun. Bagian utama susu terdiri dari air, protein, karbohidrat, lemak, mineral, enzim-enzim serta vitamin A, B, C dan D. Produksi susu sapi di Indonesia memiliki hasil yang cukup banyak, akan tetapi susu sangat mudah dan cepat mengalami kerusakan oleh bakteri pembusuk. Kandungan gizi yang tinggi pada susu tersebut menjadikannya sebagai salah satu media bagi pertumbuhan mikroba. Kontaminasi oleh mikroba menyebabkan susu menjadi tidak layak untuk dikonsumsi.

Untuk meminimalisasi pertumbuhan mikroorganisme agar susu dapat disimpan lebih lama maka perlu dilakukan penanganan lebih lanjut, salah satu caranya yaitu dengan melakukan diversifikasi produk. Salah satu contoh produk diversifikasi susu yaitu susu bubuk, susu kental manis, youghurt, es krim, keju, mentega dan lain-lain dengan melalui berbagai proses. Selain itu susu juga dapat diolah menjadi tahu susu.

Selama ini masyarakat di Indonesia kurang mengetahui produk diversifikasi seperti tahu susu. Tahu susu adalah hasil olahan air susu yang mempunyai bentuk dan warna mirip tahu kedelai namun teksturnya (kekenyalan) lebih halus dan baunya lebih menyerupai bau keju (Dewanti, 2000). Tahu susu telah dibuat di berbagai daerah di Indonesia seperti Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur dan lain-lain. Prinsip pembuatan tahu susu adalah dengan

(2)

2

menggumpalkan protein (kasein) yang terdapat didalam susu dengan menggunakan bahan penggumpal alami maupun penggumpal buatan.

Umumnya bahan penggumpal yang biasa digunakan dalam pembuatan tahu adalah asam cuka, batu tahu, biang tahu dan bahan kimia lainnya. Pembuatan tahu dengan penggumpal asam cuka memiliki keuntungan yaitu dapat menghemat biaya bahan (koagulan yang murah) serta mudah didapatkan. Namun produk tahu dengan penggumpal kimia menghasilkan limbah yang dapat mengganggu lingkungan sekitar. Disamping itu, asam cuka yang dipergunakan dalam pembuatan tahu di Indonesia adalah asam cuka yang mengandung 4% asam asetat, alias cuka makan, dosis yang dipergunakan untuk setiap 0,5 kilogram kedelai kering sebanyak 74 ml atau sekitar 16,4% dari berat kering kedelai (Sarwono et al., 2001). Pemberian asam cuka yang terlalu banyak pada tahu sangat tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peningkatan asam lambung apabila mengkonsumsi tahu tersebut.

Oleh sebab itu, penggunaan bahan penggumpal kimia perlu didampingi oleh pemberian bahan alami yang dapat membantu mengurangi level pemberian asam cuka, serta dapat membantu mengoptimalkan hasil tahu. Adapun bahan yang dapat digunakan sebagai pendamping asam cuka yaitu kitosan. Kitosan banyak digunakan di berbagai industri kimia antara lain sebagai koagulan dalam pengolahan limbah air, bahan pelembab, pelapis penih yang akan ditanam, adsorben ion logam, bidang farmasi, pelarut lemak dan pengawet makanan serta kitosan memiliki kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri yang disebabkan kitosan memiliki kation bermuatan positif yang mampu menghmbat pertumbuhan bakteri dan kapang (Mekawati et al., 2000).

(3)

3

Penelitian mengenai penggunaan kitosan sebagai campuran dalam pembuatan tahu telah dilakukan seperti dalam penelitian Manurung (2000) dengan menggunakan penambahan konsentrasi kitosan 0%, 1%, 2% dan 3% dengan perlakuan terbaik pada penambahan konsentrasi kitosan 2% terhadap pH, total bakteri, kadar protein dan penilaian organoleptik sesuai dengan persyaratan SNI 01-3142-1998 dan dapat memperpanjang masa simpan. Dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, didapatkan hasil rendemen tahu susu tanpa penambahan larutan kitosan dan penambahan larutan kitosan (0,5%, 1%, 1,5%

dan 2%) masing-masing yaitu 10,68%, 12,13%, 10,68%, 15,05% dan 23,30%.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Beberapa Level Larutan Kitosan Sebagai Campuran Bahan Koagulan terhadap Rendemen, Kadar Air, Hardness dan Daya Simpan(Fisik) Tahu Susu”.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah pemberian beberapa level larutan kitosan berpengaruh pada rendemen, kadar air, hardness dan daya simpan (fisik) tahu susu?

2. Pada level berapakah yang memberikan sifat terbaik diantara perlakuan terhadap kualitas tahu susu?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa level larutan kitosan sebagai campuran bahan koagulan pada pembuatan tahu terhadap kualitas tahu susu yang dimanifestasikan dalam rendemen, kadar air, hardness dan daya simpan (fisik) tahu susu.

(4)

4

Manfaat penelitian ini, bagi peneliti adalah sebagai referensi bahwa kitosan dapat dijadikan sebagai campuran bahan koagulan pada produk tahu susu.

Sedangkan manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah menambah wawasan dan kreatifitas mengenai penggunaan kitosan dalam pembuatan tahu susu. Serta penelitian ini juga akan memberikan manfaat terhadap kelestarian lingkungan terkhusus pada penanganan limbah industri tahu.

1.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah pemberian beberapa level larutan kitosanmemberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen, kadar air, hardness, dan daya simpan (fisik) tahu susu. Penambahan bahan koagulan tersebut dapat meningakatkan rendemen, menurunkan kadar air, menstabilkan hardness, dan dapat memperpanjang masa simpan tahu susu.

(5)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Susu

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3141-1998, susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Susu adalah sekresi ambing hewan yang diproduksi dengan tujuan penyediaan makanan bagi anaknya yang baru dilahirkan. Karena berfungsi sebagai makanan tunggal bagi mahluk yang baru dilahirkan dan mulai tumbuh, susu mempunyai nilai gizi yang sempurna (Wardana, 2012).

Susu dikenal sebagai bahan pangan yang sangat dibutuhkan oleh manusia, karena didalam susu mengandung air, protein, karbohidrat, enzim-enzim, mineral, gas serta vitamin A, B, C, D dalam jumlah yang memadai (Almatsier, 2002).

Kandungan nutrisi yang tinggi pada susu tersebut mudah rusak karena adanya kontaminasi mikroba. Disisi lain, kandungan nutrisi yang tinggi dapat dimanfaatkan sebagai substrat bagi mikroba bakteri asam laktat untuk menghasilkan produk yang diingikan seperti keju (Widodo, 2003). Komposisi unsur-unsur gizi tersebut sangat beragam tergantung beberapa faktor seperti faktor keturunan, jenis hewan, pakan yang meliputi jumlah dan komposisi pakan yang diberikan, iklim, lokasi, prosedur pemerahan serta umur sapi (Muharastri, 2008)

Kualitas fisik dan kimia susu sapi segar dipengaruhi oleh faktor bangsa sapi perah, pakan, sistem pemberian pakan, frekuensi pemerahan, metode

(6)

6

pemerahan, perubahan musim dan periode laktasi (Lingathurai et al., 2009).

Adapun komposisi rata-rata susu (%) dari berbagai hewan mamalia adalah seperti pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Komposisi rata-rata susu (%) dari berbagai hewan mamalia

Hewan Lemak Protein Laktosa Mineral Bahan Kering

Sapi 4.00 3.50 4.90 0.70 13.10

Kerbau 12.40 6.03 3.74 0.89 13.91

Domba 6.18 5.15 4.17 0.93 16.43

Kambing 4.09 3.71 4.20 0.78 12.68

Kuda 1.59 2.69 6.14 0.51 10.96

Manusia 3.70 1.63 6.98 0.21 12.57

Sumber : Aritonang (2017).

2.2. Tahu Susu

Tahu adalah gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil penyaringan kedelai yang telah digiling dengan penambahan air (Sarwono et al., 2006). Tahu susu merupakan hasil olahan air susu yang mempunyai bentuk dan warna mirip tahu kedelai namun teksturnya (kekenyalan) lebih halus dan baunya lebih menyerupai bau keju. Tahu susu dapat dibuat dari susu segar maupun susu yang telah layu. Untuk pembuatan tahu susu diperlukan enzim proteolitik untuk menggumpalkan susu (Dewanti, 2000). Pembuatan tahu susu pada prinsipnya adalah sama dengan pembuatan tahu dari kacang kedelai bahkan lebih singkat waktu pengolahannya (Rokhayati, 2011). Penggumpalan susu dalam proses pembuatan tahu susu dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan penambahan bahan pengasam (acidulant), enzim proteolitik dan alkohol serta dapat dipercepat dengan pemanasan (Krisnaningsih et al., 2014).

Tahu merupakan bahan makanan yang cepat rusak karena kadar air dan protein tahu yang tinggi, masing-masing 86% dan 8-12% dan kandungan lemak

(7)

7

(4,8%) serta karbohidrat (1,6%). Tahu dapat bertahan selama 1-2 hari saja. Setelah lebih dari sehari, rasa tahu akan menjadi asam dan terjadi perubahan warna, aroma, dan tekstur sehingga tidak layak untuk dikonsumsi (Brananda et al., 2013).

Faktor yang mempengaruhi suatu mutu tahu susu adalah pemberian penggumpal. Penggumpal yang biasa digunakan adalah penggumpal kimia antara lain kalsium atau magnesium klorida; kalsium sulfat; glukano-D-laktone; dan penggumpal asam (asam laktat, asam asetat) (Anggraini et al., 2013). Selain itu ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi mutu tahu yaitu adanya bakteri yang tahan panas seperti golongan pembentuk spora dan bersifat termodurik, adanya bakteri kontaminan yang mencemari tahu pada saat proses pembuatan tahu sampai selesai, suhu penyimpanan dan adanya enzim tahan panas yang dihasilkan oleh jenis mikroba tertentu yang dapat menghidrolisis lemak tahu (Mustafa, 2006).

Syarat mutu tahu menurut SNI 01-3142-1998 dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Syarat mutu tahu

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan : a. Bau b. Rasa c. Warna d. Penampakan

Normal Normal

Putih mormal atau kuning normal

Normal tidak berlendir dan tidak berjamur

2. Abu % b/b Maksimal 1,0

3. Protein (N x 6,25) % b/b Minimal 9,0

4. Lemak % b/b Minimal 0,5

5. Serat kasar % b/b Maksimal 0,1 6. Bahan tambahan

pangan

% b/b Sesuai SNI 01-0222-M dan peraturan Ment.Kes No.722/Ment.Kes/per/IX/1988 7. Cemaran arsen Mg/kg Maksimal 1,0

8. Cemaran mikroba - E. Coli - Salmonella

APM/g/

25g

Maksimal 6 Negatif/25 gram Sumber :Badan Standarisasi Nasional (1998)

(8)

8 2.3. Asam Cuka

Asam cuka atau asam asetat merupakan senyawa kimia asam organik (CH3-COOH) yaitu asam karboksilat yang sering digunakan dalam pemberi rasa dan aroma dalam makanan. Bentuk murni asam atetat adalah asam asetat glacial yang memiliki ciri-ciri tidak berwarna, mudah terbakar (titik beku 17°C dan titik didih 118°C) mampu bercampur dengan air dan pelarut organic (Hewitt, 2003).

Asam cuka merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting.

Asam cuka digunakan dalam produksi polimer, seperti polietilena tereftalat, selulosa cuka, dan polivinil cuka maupunberbagai macam serat. Dalam industri makanan, asam cuka digunakan sebagai pengatur keasaman (Nugroho, 2012).

Asam asetat berperan sebagai pengawet yang mana asam asetat akan menurunkan pH bahan pangan sehingga dapat menghambat bakteri pembusuk dan jumlah asam pada asam asetat juga akan menyebabkan denaturasi protein bakteri.

Asam asetat juga mampu memperbaiki tekstur, menambahi cita rasa dan mengurangi rasa manis (Winarno, 2008). Penggumpalan protein oleh asam cuka akan berlangsung secara cepat dan serentak diseluruh bagian cairan susu, sehinggga sebagian protein yang semula tercapur dala susu akan terperangkap didalamnya dan akan menggumpal dengan adanya asam sehinggga mengeluarkan air (whey) (Paramitha, 2017). Asam cuka yang dipergunakan dalam pebuatan tahu di Indonesia adalah asam cuka yang mengandung 4% asam asetat, alias cuka makan. Dosis yang dipergunakan untuk setiap 0,5 kg kedelai kering sebanyak 74 ml atau sekitar 16,4% dari berat kering kedelai. Penambahan asam cuka itu dilakukan pada saat suhu sari kedelai antara 80-90°C (Sarwono et al., 2001).

(9)

9 2.4. Kitosan

Kitosan adalah bahan alami yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengawet makanan karena tidak beracun dan aman bagi kesehatan.

(Bautista-Banos, 2006). Kitosan adalah produk turunan dari polimer kitin, yakni produk samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Kulit udang mengandung protein (25%-40%), kitin (15%-20%) dan kalsium karbonat (45%-50%) (Pratiwi et al., 2008). Kadar kitin dalam berat udang bekisar 60%-70% dan bila diproses menjadi khitosan menghasilkan yield 15%-20 (Pratiwi et al., 2008).

Untuk memperoleh (isolasi) khitin dari cangkang udang melibatkan proses-proses pemisahan mineral (demineralisasi) dan pemisahan protein (deproteinasi). Proses deproteinasi untuk menghilangkan kandungan protein dalam bahan baku yang pada mulanya protein ini berikatan kovalen dengan khitin, menggunakan larutan basa NaOH panas dalam waktu yang relatif lama. Proses demineralisasi untuk menghilangkan garam-garam inorganik atau kandungan mineral yang ada pada khitin terutama CaCO3 menggunakan larutan asam HCl encer pada suhu kamar (Rokhati, 2006).

Kitosan adalah biopolimer yang mempunyai keunikan yaitu dalam larutan asam, kitosan memiliki karakteristik kation dan bermuatan positif, sedangakn dalam larutan alkali, kitosan asam akan mengendap (Kusumawati, 2009). Kitin dan kitosan berisfat non toksik, dapat mengalami biodegradasi dan bersifat biokompatibel. Kitosan tidak larut dalam air namun larut dalam asam, memiliki viskositas cukup tinggi ketika dilarutkan, sebagian besar reaksi karakterisitik kitosan merupakan reaksi kitin (Nugroho, 2012). Penambahan 2% kitosan

(10)

10

meningkatkan kekuatan gel tahu sebesar 5-35%, umur simpannya selama 2-10 hari dan menurunkan kadar air tahu sebesar 1-3% (Chang et al., 2003).

Karakteristik kitosandapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Karateristik kitin dan kitosan

Sumber :(Widarta, 2004) 2.5. Rendemen

Rendemen merupakan parameter untuk mengetahui banyaknya curd yang terbentuk setelah kasein susu digumpalkan dan telah dipisah dengan whey (Husain, 2016). Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan menandakan berat curd yang dihasilkan semakin banyak (Irmayanti, 2016). Ketika susu dicampur dengan asam, maka susu akan mengeluarkan ion hidrogen dan akan menyerang molekul air yang lain (Malaka, 2010).

Proses Deproteinasi Demineralisasi Deasetilasi Warna Kuning keruh

kemerahan menjadi kuning keruh oranye.

Kuning keruh oranye (lebih muda) menjadi kuning pucat.

Berubah warna dari kuning pucat menjadi putih kekuningan Zat yang

Ditambahkan

Penambahan NaOH 7% (NaOH tak berwarna menjadi coklat dan terbentuk endapan)

HCl 2 N (terbentuk gelembung gas artinya ada CO2

yang terbentuk)

NaOH 50 % (merusak zat warna).

Pengurangan Massa

42,65% (Tanda proses

penghilangan protein dari kulit udang)

62,18%

(menunjukkan larutnya mineral pada crude chitin)

7,078% (mengalami deasetilasi)

Hasil akhir Crude Kitin Kitin Kitosan Derajat

Deasetilasi

- 37,25 % 79,32 %

(11)

11

Berdasarkan penelitian Marlina (2007) yang menggunakan bahan penggumpal dari ekstrak belimbing wuluh bahwa semakin banyak konsentrasi pemberian bahan penggumpal meningkatkan persentase produk tahu susu yang dihasilkan. Nurlaela (2010) menyimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan penggumpal dari ekstrak belimbing wuluh menyebabkan persentase produk yang dihasilkan semakin rendah. Hal tersebut dimungkinkan karena ketidakstabilan protein terhadap asam pada saat proses proteolitis, semakin banyak konsentrasi bahan penggumpal yang ditambahkan semakin tinggi pula tingkat keasaman dan semakin tinggi proteolitis yang terjadi sehingga protein larut dalam whey (Nurlaela, 2010).

Kadar lemak susu mempengaruhi nilai rendemen dan kekerasan tahu.

Semakin tinggi kadar lemak susu yang digunakan sebagai bahan baku, akan menghasilkan persentase rendemen tahu yang lebih besar, sedangkan tingkat kekerasan tahu semakin meningkat dengan berkurangnya kadar lemak susu (Herawati, 2011). Susu yang mengandung lebih banyak lemak dan protein akan mempengaruhi jumlah curd yang terbentuk terutama kandungan kasein. Kasein merupakan unsur utama yang mempengaruhi yield (persentase produk) keju yang menyebabkan total padatan keju semakin tinggi (Sameen et al., 2008).

2.6. Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan

(12)

12

kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan (Safrizal, 2010).

Kadar air suatu bahan pangan merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap daya tahan bahan pangan tersebut, semakin tinggi kadar air bahan pangan maka semakin cepat terjadi kerusakan. Begitu sebaliknya, semakin rendah kadar air bahan pangan maka bahan pangan tersebut semakin tahan lama (Andarwulan et al., 2011). Kadar air suatu bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan yang dapat dinyatakan dalam persen berat basah (wet basis) atau dalam persen berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air berat kering dapat lebih dari 100%. Kadar air berat basah (b.b) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat total bahan (Rahmawan, 2001).

Penggunaan kitosan sebagai bahan koagulan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar air tahu susu. Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang digunakan, maka semakin rendah kadarair yang dihasilkan.Hal ini karena kemampuan protein untuk mengikat air (water holding capacity) semakin kuat akibat adanya penambahan kitosan dimana kitosan yang digunakan dilarutkan menggunakan asam (Hasiholan, 2012). Semakin tinggi kitosan yang ditambahkan maka semakin tinggi kemampuan mengikat air pada protein tahu tersebut, sehingga membentuk daya ikat protein dengan air semakin kuat, air bebas terikat menjadi air terikat, hal ini menyebabkan kadar air semakin menurun. (Poedjiadi et al., 2006).

(13)

13 2.7. Hardness

Tekstur merupakan ciri suatu bahan sebagai akibat perpaduan dari beberapa sifat fisik yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah dan unsur-unsur pembentukan bahan yang dapat dirasakan oleh indera peraba dan perasa, termasuk indera mulut dan penglihatan. Produk pangan dibuat dan diolah tidak semata-mata untuk tujuan peningkatan nilai gizi, tetapi juga untuk mendapatkan karakteristik fungsional yang menuruti selera organoleptik bagi konsumen. Karakteristik fungsional tersebut diantaranya berhubungan dengan sifat tekstural produk pangan olahan seperti kerenyahan, keliatan, dan sebagainya (Midiyanto et al., 2014).

Menurut Midiyanto et al. (2014) nilai tekstur tahu dipengaruhi oleh lama dan suhu koagulasi. Nilai tekstur tahu yang tinggi diduga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu lama penekanan curd dan pengepresan. Semakin singkat waktu koagulasi dan suhu koagulasi yang digunakan maka ada kecenderungan tekstur tahu yang dihasilkan cenderung lunak (USDA, 2005).

Tahu lunak digolongkan melalui rasa yang lunak dan tekstur yang halus dengan kadar air berkisar antara 84 sampai 90 %. Kekerasan kemungkinan dikarenakan oleh kepadatan dan kerapatan struktur dari tahu (Estiasih, 2005).

Diduga tahu yang keras memiliki struktur yang lebih padat karena molekul proteinnya sangat dekat akibat hilangnya kandungan air selama tahap koagulasi (Midiyanto et al., 2014). Pengelompokan nilai tekstur tahu dengan tekstur mulai keras, kenyal, maupun lunak (lembek). Pengelompokan tekstur tahu dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

(14)

14 Tabel 4. Pengelompokan tekstur tahu

Kategori Nilai tekstur

Keras 7 – 9,00 N/m2

Kenyal

Lembek / lunak

5 – 7,00 N/m2 3 – 5,00 N/m2 Sumber : Midiyanto et al. (2014)

2.8. Daya Simpan (Fisik)

Menurut Arpah (2007), umur simpan adalah waktu hingga produk mengalami suatu tingkat degradasi mutu tertentu sehingga tidak layak dikonsumsi atau tidak lagi sesuai dengan kriteria yang tertera pada kemasannya (mutu tidak sesuai lagi dengan tingkatan mutu yang dijanjikan), akibat breaksi deteriorasi yang berlangsung. Reaksi deteriorasi menyebabkan penurunan mutu dan mengantarkan produk ke suatu kondisi mutu yang rendah sehingga tidak layak dikonsumsi (Rizqi, 2017). Salah satu faktor terjadinya reaksi penurunan mutu adalah karena adanya pertumbuhan mikroba (Arpah, 2007).

Menurut Pelczar et al. (2007), khamir dan kapang dapat tumbuh dalam suatu substrat atau mediu berisikan gula yang dapat menghambat bakteri. Sifat pertumbuhan yang khas pada kapang adalah berbentuk kapas dan dapat ditemukan pada buah-buahan yang membusuk dan selai. Selain itu, kapang dapat mencegah bahan-bahan organik kompleks menjadi lebuh sederhana (Buckle, 2007). Selain aktivitas mikroba, umur simpan produk juga bergantung pada pH dalam produk.

Tahu normal tanpa bahan pengawet menunjukkan kekuatan yang sangat lemah yaitu hanya sekitar 1 hari, sedangkan produk tahu yang telah dikombinasikan dengan gel kitosan sebagai bahan pengawet alami dapat bertahan selama 14 hari tanpa mengalami perubahan warna dan juga bau, namun setelah melebihi 14 hari,

(15)

15

produk tahu menjadi asam dan berubah warna menjadi keruh serta adanya jamur di permukaan produk tahu (Indrawijaya et al., 2017).

(16)

16

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1. Materi Penelitian

Bahan yang dibutuhkan penelitian ini antara lain susu sapi segar berasal dari peternakan di Limau Manis sebanyak 27,5 liter untuk pembuatan tahu susu.

Kemudian asam cuka 25% sebanyak 2224 ml yang diperoleh dari pasar tradisional di kota Padang dan aquades. Selanjutnya kitosan seberat 6 gram yang diperoleh dari CV. Chimultiguna Indramayu.

Alat yang digunakan untuk penelitian antara lain kompor, pengaduk, loyang, kain bleaching, gelas ukur, alat press, baskom plastik, magnetic stirer, dan thermometer. Alat yang diperlukan untuk analisis antara lain neraca analitik, aluminium foil, cawan porselen, oven 60ºC dan 110ºC, dan Texture Analyzer Brookfield CT2 serta kotak plastik.

3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Rancangan Percobaan Penelitian

Metode ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 5 perlakuan dengan 4 ulangan.Susunan perlakuan penelitian adalah sebagai berikut.

A = Pemberian 0% larutan kitosan (kontrol) B = Pemberian 0,5% larutan kitosan C = Pemberian 1% larutan kitosan D = Pemberian 1,5% larutan kitosan E = Pemberian 2% larutan kitosan

(17)

17

Model matematika rancangan yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1995) adalah:

Y

ij

= µ + αi + βj + €ij

Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan dari unit percobaan yang mendapat perlakuan ke- i dan ulangan ke –j

µ = Nilai tengah umum αi = Pengaruh perlakuan ke– i βj = Pengaruh perlakuan ke- j

€ij =Pengaruh sisa dari unit percobaan yang mendapat perlakuan ke–i dan ulangan ke- j

i = Banyak perlakuan (1, 2, 3, 4, 5) j = Banyak kelompok ulangan (1, 2, 3, 4) Tabel 5. Bagan pengamatan untuk setiap perlakuan

Ulangan Perlakuan

Total Rata- rata

A B C D E

1 Y11 Y21 Y31 Y41 Y51 ∑ Y11-Y51 𝑌̅Y11-

51

2 Y12 Y22 Y32 Y42 Y52 ∑ Y12-Y52 𝑌̅Y12-

Y52

3 Y13 Y23 Y33 Y43 Y53 ∑ Y13-Y53 𝑌̅Y13-

Y53

4 Y14 Y24 Y34 Y44 Y54 ∑ Y14-Y54 𝑌̅Y14-

Y54 Total ∑ Y1 ∑ Y2 ∑ Y3 ∑ Y4 ∑ Y5 ∑ Y...

Rataan 𝑌̅1 𝑌̅Y2 𝑌̅ 3 𝑌 ̅4 𝑌̅ 5 𝑌̅

(18)

18

Menurut Steel dan Torrie (1995) jika antar perlakuan berbeda nyata (P<0,05) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

Tabel 6.Analisis keragaman rancangan acak kelompok (RAK)

SK DB JK KT Fhit F tabel

0.05 0.01 Perlakuan

Kelompok Sisa Total

t-1=

n-1=3 (t-1)(n-1)

tn-1= 19

JKP JKK JKS JKT

KJP/db JKK/db JKS/db

KTP/KTS KTK/KTS

Keterangan :

F Hitung > F Tabel 0,05 berarti berbeda nyata (*)

F Hitung > F Tabel 0,01 berarti berbeda sangat nyata (**) F Hitung < F Tabel antar perlakuan berbeda tidak nyata (ns)

3.2.2. Peubah yang Diukur

a. Rendemen (Modifikasi Irmayanti., 2016)

Rendemen merupakan parameter untuk mengetahui banyaknya curd yang terbentuk setelah kasein susu digumpalkan dan telah dipisah dengan whey. Nilai rendemen yang tinggi dan persentase whey yang rendah menunjukkan banyaknya curd yang terbentuk. Nilai rendemen dapat dihitung dengen menggunakan rumus sebagai berikut, ditentukan dalam persentase :

𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 (%) =𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑢𝑟𝑑 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑢𝑠𝑢 (𝑔)× 100 %

b. Uji Kadar Air (Dengan Metode Oven) (AOAC, 2005)

Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven (AOAC, 2005).

(19)

19

a. Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105ºC. Cawan didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A).

b. Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B) kemudian dioven pada suhu 100-105ºC selama 6 jam.

c. Sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (C).

Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan.

d. Penentuan kadar air

Dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air (%) = 𝐵 ˗˗ 𝐶

𝐵 ˗˗ 𝐴 × 100%

Keterangan : A = berat cawan kosong (g)

B = berat cawan + sampel awal (g) C = berat cawan + sampel kering (g)

c. Uji Hardness (Laboratorium instrumental THP, 2018)

Tekstur tahu yakni berupa kekerasannya (hardness) diukur dengan metode kompresi (compression) menggunakan alat Texture Analyzer. Tekstur analysis berhubungan dengan evaluasi karakteristik mekanik dimana suatau material dikenakan sebuah gaya yang dikendalikan, sehingga didapat sebuah kurva deformasi sebagai respon material tersebut. Cara kerja dari texture analyzer adalah :

1. Setting alat 2. Atur tekanan

3. Atur kedalaman (ukuran sampel)

(20)

20 4. Speed

5. Hasil uji texture analyzer 𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑛 produk ( N

cm2) =Angka yang muncul pada alat x (kg) 9.8 luas jarum pada alat

d. Daya Simpan (Fisik) (Modifikasi Setyadi, 2008).

Sampel tahu diamati secara visual dan dilakukan penilaian setiap 0, 12, 24, 36, 48, dan 60 jam pengamatan. Parameter-parameter yang menunjukkan mutu tahu yang buruk adalah adanya lendir, teksturnya lunak, adanya kapang, dan berbau asam. Penilaian kriteria mutu sensori tahu mengacu pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Penilaian kriteria mutu sensori tahu

Nilai Parameter

Penampakan Warna Bau Tekstur

2 Permukaan halus tanpa lendir

Putih cerah Khas tahu segar (++++)

Kompak dan kenyal

1 Mulai

berlendir (+)

Putih kusam Sedikit asam (+++)

Mulai lunak dan lengket (+)

0 Berlendir (++) Abu-abu kusam

Bau asam dan basi

Rapuh, basah, dan lengket (++)

3.3. Pelaksanaan Penelitian

3.3.1. Pembuatan Larutan Asam Cuka 2 % (Modifikasi Indriyanti, 2008)

Larutan asam cuka 2% didapatkan dengn melakukan pengenceran yaitu dengan mencampurkan 24 ml larutan asam cuka 25% dengan 276 ml aquades dalam gelas ukur.

Rumusnya: V1 x K1 = V2 x K2 V1 x 25 = 300 ml x 2

(21)

21 V1 = 600/25

V1 = 24 ml

Dimana : V1 = volume asam cuka yang dibutuhkan V2 = volume asam cuka yang diinginkan K1 = konsentrasi asam cuka

K2 = konsentrasi asam cuka yang diinginkan

Gambar 1. Bagan pembuatan larutan asam cuka 2% (Modifikasi Indriyanti, 2008).

3.3.2. Pembuatan Larutan Kitosan 2% (Modifikasi Indrawijaya et al., 2017)

Larutan kitosan 2% dibuat dengan cara mula-mula serbuk kitosan ditimbang sebanyak 6 gram. Lalu dicampurkan kedalam larurtan asam cuka 2%

dan dilarutkan dengan magnetic stirer hingga kitosan larut dalam asam cuka.

Asam cuka 24 ml

Dimasukkan ke gelas ukur

Campur aquades hingga volume 300 ml

Dihomogenkan Larutan asam cuka 2%

(22)

22

Gambar 2. Bagan pembuatan larutan kitosan 2 % (modifikasi Indrawijaya et al., 2017).

3.3.3. Pembuatan Tahu Susu (Modifikasi Astawan, 1989)

a. Pembuatan tahu susu dimulai dengan menyediakan susu sapi yang disaring. Susu dipanaskan pada suhu 72 oC diaduk perlahan.

b. Penambahan bahan penggumpal pada susu dengan suhu 72 oC diaduk selama 15 menit hingga menggumpal (jenis jumlah bahan penggumpal yang ditambahkan ke dalam masing-masing susu adalah larutan asam cuka sebanyak 40 ml serta perlakuan pemberian larutan kitosan 0%, 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% dari volume susu).

c. Kemudian panaskan susu yang menggumpal hingga suhu 90°C sambil diaduk lalu matikan kompor.

Timbang serbuk kitosan sebanyak 6 gram

Campurkan dengan larutan asam cuka 2% sebanyak 300 ml

Larutkan dengan magnetic stirer selama 7 jam

Tunggu sampai kitosan larut dalam asam cuka

Larutan kitosan 2%

(23)

23

d. Saring susu yang telah diberi bahan penggumpal untuk memisahkan hasil gumpalan tahu susu dengan whey susu untuk mendapatkan gumpalan protein.

e. Pengepresan dengan beban seberat 500 gram selama 20 menit.

Gambar 3. Bagan pembuatan tahu susu (Modifikasi Astawan, 1989) 3.4.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan dan di Laborotorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Andalas Padang dari bulan ... sampai bulan... 2018.

Penambahan bahan koagulan larutan asam cuka sebanyak 40 ml dan perlakuan

Whey

Susu sapi Penyaringan

Pemanasan suhu 65-72oC selama 15 menit Pengadukan

Penyaringan penggumpalan protein dan penggumpalan

Pengepresan berat beban 500 gram dan penggumpalan

Tahu Susu dan penggumpalan Terjadi koagulasi Pemanasan hingga suhu 90°C Pemberian larutan

kitosan sebanyak 0%, 0,5%, 1%, 1,5 % dan 2% dari volume susu

(24)

24

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Utama. Jakarta.

Andarwulan, N., F. Kusnandar dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. PT Dian Rakyat. Jakarta.

Anggraini, R.P., A.H.D. Rahardjo dan R.S.S. Santosa. 2013. Pengaruh level enzim bromelin dari nanas masak dalam pembuatan tahu susu terhadap rendemen dan kekenyalan tahu susu. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. Benjamin Franklin Station, Washington DC.

Aritonang, S.N. 2017. Susu dan Teknologi. Padang. Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK) Universitas Andalas.

Arpah. 2007. Penetapan kadaluarsa pangan. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hal 13-114.

Astawan dan Astawan, 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna.

Jakarta: CV. Akademika Pressindo.

Badan Standarisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3141- 1998 tentang Air Susu Murni. Departemen Perindustrian. Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3142- 1998 tentang Syarat Mutu Tahu. Departemen Perindustrian. Jakarta.

Bautista, B.A.N., M.G.L.Hernandez and V. Velazquez. 2006. Kitosan as a potential natural compound to control pre and postharverst diseases of horticultural commodities. Crop Protection Elsevier Lstd hal. 108 – 118.

Brandanda, H.P.,K. Terip, dan R. Herla. 2013. Pengaruh konsentrasi larutan kitosan jeruk nipis dan lama penyimpanan terhadap mutu tahu segar.

Jurnal Sains Universitas Sumatera Utara, Medan,Vol. 1 Hal : 1-7.

Buckle, K.A., R.A Edwards, G.H. Fleet dan M. Wotton. 2007. Ilmu Pangan.

Terjemahan H. Purnomo dan Adiano. Universitas Indonesia. Jakarta. Hal.

365.

Chang, K.L.B., Y.S. Lin, and R.H. Chen. 2003. The effect of kitosan on the gel properties of tofu (soybean curd). Journal of Food Engineering, 57, pp.

315–319.

Dewanti. 2000. Teknologi Pengolahan Hasil Ternak. Fakultas Teknologi Pertanian. Malang: Universitas Brawijaya.

(25)

25

Estiasih, T. 2005. Kimia dan Teknologi Pengolahan Kacang -kacangan.

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Hasiholan, B. 2012. Pengaruh konsentrasi larutan kitosan jeruk nipis dan lama penyimpanan terhadap mutu tahu segar. Program Studi Ilmu Dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Herawati, H. 2011. Peluang pemanfaatan tapioka termodifikasi sebagai fat replacer pada keju rendah lemak.Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.

Hewitt, P.G. 2003. Conseptual Integrated Science Chemistry. Pearson Education, Inc. San Fransisco.

Husain, N. I. 2016. Rendemen dan kualitas organoleptik dangke dengan penambahan berbagai level garam (NaCl). Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Indrawijaya, B., A. Paradiba dan S.A. Murni. 2017. Uji organoleptik dan tingkat ketahanan produk tahu berpengawet kitosan. Fakultas Teknik UNPAM.

Tanggerang.

Indriyanti, N.T. 2008. Pengaruh perbedaan jenis kedelai dan bahan penggumpal terhadap kadar protein, sifat organoleptik dan daya terima pada pembuatan tahu. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Irmayanti. 2016. Nilai rendemen dan karakteristik organoleptik dangke berbahan dasar susu segar dan susu bubuk komersial. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar.

Krisnaningsih, A. T.N., M. Hayati. 2014. Pemanfaatan berbagai ekstrak buah lokal sebagai alternatif acidulant alami dalam upaya peningkatan kualitas tahu susu. Fakultas Peternakan Universitas Kanjuhuran. Malang.

Kusumawati, N. 2009. Pemanfaatan limbah kulit udang sebagai bahan baku pembuatan membran ultrifikasi. Prosen. 13 (2): 113-120.

Lingathurai, S., P. Vellathurai, S. E. Vendan and A. A. P Anand. 2009. A comparative study on the microbiological and chemical composition of cow milk from different locations in Madurai, Tamil Nadu. Indian Journal of Science and Technology. Vol.2 No 2 (Feb. 2009):51 54. ISSN: 0974- 6846.

India.

Malaka, R. 2010. Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press. Makassar.

Manurung, J. 2000. Perbedaan konsentrasi kitosan terhadap tingkat kesukaan dan saya simpan tahu.Marlina, E. 2007. Studi tentang penggunaan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap rendemen, bahan kering, pH, dan kesukaan tahu susu.Skripsi. Universitas Diponogoro. Semarang.

(26)

26

Mekawati, F.E., D. Sumardjo. 2000. Aplikasi kitosan hasil transformasi kitin limbah udang (Penaeus merquiensis) untuk adsorpsi ion logam timbal.

Jurnal Sains dan Matematika. FMIPA UNDIP. Vol 8 (2) hal. 51-54.

Midiyanto, D. N. dan S. S., Yuwono. 2014. Penentuan Atribut Mutu Tekstur Tahu Untuk Direkomendasikan Sebagai Syarat Tambahan Dalam Standar Nasional Indonesia. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.259- 267. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Muharastri, Y. 2008. Analisis kepuasan konsumen susu UHT merek Real Good di kota Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Teknologi Bandung. Bogor.

Mustafa, R. M. 2006. Studi Efektivitas Bahan Pengawet Alami Dalam Pengawetan Tahu. Skripsi. Program Studi Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nugroho, A.T. 2012. Studi waktu fermentasi dan jenis aerasi terhadap kualitas asam cuka dari nira aren (Arenga pinnata). Skripsi. Fakultas Materatika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta.

Nurlaela, L. 2010. Penggunaan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) pada proses pembuatan keju tipe cottage ditinjau dari persentase produk, kadar protein, dan tingkat kesukaan.Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto

Paramitha, D. A.P. 2017, sifat organoleptik tahu susu dengan jumlah pemakaian koagulan yang berbeda. Program Tudi Manajemen Kuliner Politeknik Pariwisata Batam Purwadi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak Vol. 2 No. 02.

Pelczar, M. J dan E.C.S. Chan. 2007. Dasar-dasar Mikrobilogi. UI Press. Jakarta.

Poedjiadi, A., dan S., Titin. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.

Pratiwi, R D., A.E. Suryaningsih, F. Alhidayat, H. Widodo dan S.E. Kartika. 2008.

Pelatihan pembuatan kitosan dari limbah udang sebagai bahan pengawet alami untuk memperlama daya simpan pada makanan di kelurahan pucangsawit. Proposal PKMM Dikti. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Rahmawan, O. 2001. Pengeringan, Pendinginan dan Pengemasan Komoditas Pertanian. Direktorat Pendidikan Kejuaraan. Jakarta.

Rizqi, M., E. Afrianto dan R.I. Paratama. 2017. Pendugaaan umur simpan menggunakan metode accelerated shelf life test (ASLT) model Arrhenius pada Fruit Nori. Universitas Padjajaran. Bandung.

(27)

27

Rokhati, N. 2006.Pengaruh derajat deasetilasi khitosan dari kulit udang terhadap aplikasinya sebagai pengawet makanan. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.

Rokhayati, U. 2011. Pengaruh penggunaan asam cuka dan substitusi susu kedelai terhadap bau tahu susu.Jurnal Inovasi, 8 (1), hlm.113-122.

Safrizal, R. 2010. Kadar Air Bahan. Teknik Pasca Panen. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala. Aceh.

Sameen, A., F.M. Anjum, N. Huma and H. Nawaz. 2008. Quality evaluation of mozarella cheese from different milk sources. Pakistan Journal of Nutrition 7(6): 753-756.

Sarwono, B. dan Y.P. Saragih. 2001. Membuat Aneka Tahu. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Setyadi, D. Pengaruhpencelupan tahu dalam pengawet asam organik terhadap mutu sensori dan umur simpan. Skripsi. Fakulta stEknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie.1995. Prinsip Dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometric Ed. 2 Cetakan 2 Ahli Bahasa Bambang Sumatri.Gramedia. Jakarta.

USDA. 2005. Nutrition Facts and Analysis for Tofu, Extra Firm, Prepaved with Nigari. http://www.nutritiondata.com/. Tanggal akses 18 Januari 2018.

Wardana, A. S. 2012. Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Slamet Riyadi, Surakarta.

Widarta, R.A. 2004. Pembuatan membran kitosan untukproses pengolahan limbah deterjen.Skripsi. Universitas Airlangga, Surabaya.

Widodo. 2003. Mikrobiologi Pangan dan Industri Hasil Ternak. Lacticia Press.

Yogyakarta.

Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-BRIO Press. Bogor.

(28)

28 LAMPIRAN

Susu sapi segar 200 ml Kitosan

Asam cuka 25% Larutan asam cuka 2%

Magnetic stirrer Larutan kitosan

(29)

29

Whey Kotak 6 x 5 x 4 cm

Tahu susu tanpa larutan Tahu susu koagulan larutan kitosan (kontrol) kitosan 0,5%

Tahu susu koagulan larutan Tahu susu koagulan larutan

kitosan 1% kitosan 1,5%

(30)

30

Tahu susu koagulan larutan Tofu komersial kitosan 2%

Gambar

Tabel 1. Komposisi rata-rata susu (%) dari berbagai hewan mamalia
Tabel 2. Syarat mutu tahu
Tabel 3. Karateristik kitin dan kitosan
Tabel 6.Analisis keragaman rancangan acak kelompok (RAK)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Efektifitas antibakteri obat kumur tergantung pada konsentrasi bahan aktif dalam larutan, waktu lamanya kontak antara bahan aktif dengan bakteri, suhu larutan, pH

Lalu ditambahkan dengan 5 ml ethanol 95%, kemudian dishaker dengan kecepatan 200 rpm selama 1 jam, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit,

Berat jenis air susu sangat dipengaruhi oleh susunan air itu sendiri dan suhu lingkungan. 1) Pengaruh susuana air susu terhadap berat jenis. Semakin tinggi bahan kering yang

Sutrisno (2003) dari hasil penelitiannya tentang pembuatan tahu susu mengungkapkan bahwa semakin besar konsentrasi bahan penggumpal alami (ekstrak pepaya dan ekstrak

Larutan seri ekstrak biji kabau masing-masing dipipet 1,5 mL lalu ditambahkan larutan DPPH 50 bpj sebanyak 1,5 mL kemudian didiamkan selama 30 menit dan diamati

1) Bahan-bahan fase minyak meliputi setil alkohol, isopropil miristat, dan steareth-2, dipanaskan di cawan porselen di atas penangas air pada suhu 70°C, sambil diaduk hingga

Pada koagulasi kimiawi, bahan kimia yang ditambahkan sebagai koagulan yang berbentuk garam dan di dalam larutan akan mengalami disosiasi melalui hidrolisis dari kation aluminium

1) 5 buah stoples yang telah disiapkan, masing-masing diisi 50 ml larutan uji yang terlebih dahulu dihangatkan dalam inkubator pada suhu 37°C selama 15 menit.