• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN bronchitis

N/A
N/A
ica

Academic year: 2024

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN bronchitis"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi sekarang ini yang banyak menimbulkan kematian adalah saluran pernafasan baik itu pernafasan atas maupun bawah, yang bersifat akut atau kronis salah satunya penyakit bronchitis. Bronchitis pada anak berbeda dengan bronchitis yang terjadi pada orang dewasa. Pada anak bronchitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran nafas lain, namun dapat juga merupakan penyakit tersendiri (Ngastiyah, 2006).

Di Amerika Serikat, menurut National Center for health Statistics, kira- kira ada 14 juta orang menderita bronchitis. Lebih dari 12 juta orang menderita Bronchitis pada tahun 1994, sama dengan 5% populasi Amerika. Di dunia Bronchitis merupakan masalah dunia. Frekuensi Bronchitis lebih banyak pada status ekonomi rendah dan pada kawasan industri.Bronchitis lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding perempuan (Samer, 2007).

Menurut data statistik Belanda, tujuh kali pada pasien anak-anak dibawah usia 1 tahun masuk rumah sakit dengan diagnosis bronchitis. Jumlah pasien tersebut meningkat dari 1500 menjadi 5000 antara tahun 1981 – 2005, dengan rata-rata 35% pasien pada usia 0 – 1 tahun. Antara tahun 1981 – 2005, pasien dengan diagnosis bronchitis meningkat dari 29 menjadi 147 per 10.000 orang usia 0 – 1 tahun, separuh pasien tersebut adalah bayi dibawah usia 4 bulan (Ploemacher, 2010).

B. RUMUSAN MASALAH a. Apa pengertian Bronkhitis ? b. Apa klasifikasi dari bronkhitis ? c. Apa etiologi dari bronkhitis ?

d. Bagaimana patofisiologi bronkhitis ?

e. Bagaimana implementasi pada anak dengan Bronchitis?

f. Bagaimana manifestasi klinis brpnkhitis ? g. Apa komplikasi bronchitis ?

(2)

h. Apa pemeriksaan penunjang bronchitis ? i. Bagaimana penatalaksanaan dari bronchitis ?

j. Bagaimana konsep asuhan keperawatan bronchitis ?

C. Tujuan

a. Mengetahui Pengertian Bronkhitis ? b. Mengetahui Klasifikasi dari bronkhitis ? c. Mengetahui Etiologi dari bronkhitis ? d. Mengetahui Patofisiologi bronkhitis ?

e. Mengetahui Implementasi pada anak dengan Bronchitis?

f. Mengetahui Manifestasi klinis brpnkhitis ? g. Mengetahui Komplikasi bronchitis ?

h. Mengetahui Pemeriksaan penunjang bronchitis ? i. Mengetahui Penatalaksanaan dari bronchitis ?

j. Mengetahui Konsep asuhan keperawatan bronchitis ?

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian

Secara harfiah bronkhitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh adanya inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.(Ngastiyah, 2006)

Bronkhitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya.

(Gunadi Santoso, 2004)

B. Klasifikasi

Bronkhitis dapat diklasifikasikan sebagai : a. Bronkhitis Akut

Bronkhitis akut pada bayi dan anak biasanya bersama juga dengan trakheitis, merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut (ISNA) bawah yang sering dijumpai. Penyebab utama penyakit ini adalah virus. Batuk merupakan gejala yang menonjol dan arena batuk berhubungan dengan ISNA atas. Berarti bahwa peradangan tersebut meliputi laring, trachea dan bronkus. Gangguan ini sering juga disebut laringotrakeobronkhitis akut atau croup dan sering mengenai anak sampai umur 3 tahun dengan gejala suara serak, stridor, dan nafas berbunyi.

b. Bronkhitis Kronis atau Batuk Berulang

Belum ada persesuaian pendapat mengenai bronchitis kronik, yang ada ialah mengenai batuk kronik dan atau berulang yang di singkat (BKB).

BKB ialah keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai penyebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu

(4)

berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan, dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non respiratorik lainnya.

Dengan memakai batasan ini secara klinis jelas bahwa bronchitis kronik pada anak adalah batuk kronik dan atau berulang (BKB) yang telah disingkirkan penyebab-penyebab BKB itu misalnya asma atau infeksi kronik saluran napas dan sebagainya.

Walaupun belum ada keseragaman mengenai patologi dan patofisiologi bronchitis kronik, tetapi kesimpulan akibat jangka panjang umumnya sama. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bayi sampai anak umur 5 tahun yang menderita bronchitis kronik akan mempunyai resiko lebih besar untuk menderita gangguan pada saluran napas kronik setelah umur 20 tahun, terutama jika pasien tersebut merokok akan mempercepat menurunnya fungsi paru.

C. Etiologi

Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun didapat.

a. Kelainan kongenital

Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau factor pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronchitis yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :

1. Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.

2. Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya, misalnya : mucoviscidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener (bronkiektasis konginetal, sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau agamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yg satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan

(5)

congenital berikut : tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis konginetal.

b. Kelainan didapat

Kelaianan didapat merupakan akibat proses berikut : 1) Infeksi.

Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru dan sebagainya.

2) Obstruksi bronkus

Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab : korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap bronkus

Penyebab utama penyakit Bronkhitis Akut adalah adalah virus.

Sebagai contoh Rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Bronkitis Akut sering terjadi pada anak yang menderita Morbilli, Pertusis dan infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada anak. Infeksi sekunder oleh bakteri dapat terjadi, namun ini jarang di lingkungan sosio-ekonomi yang baik. Faktor predisposisi terjadinya bronchitis akut adalah alergi, perubahan cuaca, polusi udara, dan infeksi saluran napas atas kronik, memudahkan terjadinya bronchitis.

Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut :

a. Spesifik 1) Asma

2) Infeksi kronik saluran napas bagian atas (sinobronkitis).

3) Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus,

infeksi mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.

(6)

4) Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.

5) Sindrom aspirasi.

6) Penekanan pada saluran napas 7) Benda asing

8) Kelainan jantung bawaan 9) Kelainan sillia primer 10) Defisiensi imunologis

11) Kekurangan anfa-1-antitripsin 12) Fibrosis kistik

13) Psikis b. Non-spesifik

1) Asap rokok 2) Polusi udara

D. Patofisiologi

Virus (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel silia - Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari - Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer - Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal - Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 2003).

Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat hubungannya dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui beberapa mekanisme : factor obstruksi bronkus, factor infeksi pada bronkus atau paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau paru.

Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme dasar:

(7)

a. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis.

Infeksi pada bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronchitis.

b. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal obstruksi dan terjadi infeksi juga destruksi bronkus.

Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik. Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap. keluhan-keluhan yang timbul erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang terkena, tingkatan beratnya penyakit, lokasi bronkus yang terkena, ada atau tidaknya komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul umumnya sebagai akibat adanya beberapa hal: adanya kerusakan dinding bronkus, akibat komplikasi, adanya kerusakan fungsi bronkus.

Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data dijelaskan sebagai berikut ;

a. Infeksi pertama (primer)

Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi pertanyaan apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronchitis tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus. Infeksi yang mendahului bronchitis adalah infeksi bacterial yaitu mikroorgansme penyebab pneumonia. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronchitis, sedangkan infeksi virus tidak dapat (misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza, campak, dan sebagainnya).

b. Infeksi sekunder

Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi, apabila sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob misalnya : fusifomis fusiformis, treponema vincenti, anaerobic streptococci. Kuman yang erring ditemukan dan menginfeksi bronkus misalnya : streptococcus pneumonie, haemophilus influenza, klebsiella ozaena.

(8)

E. Manifestasi Klinis

Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (2001), tanda dan gejala yang ada yaitu:

a. Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah b. Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak c. Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis d. Pada paru didapatkan suara napas yang kasar

Menurut Ngastiyah (2006), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu:

a. Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien kurang istirahat

b. Daya tahan tubuh klien yang menurun

c. Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik d. Kesenangan anak untuk bermain terganggu e. Konsentrasi belajar anak menurun

Gejala awal Bronkhitis, antara lain : a. Batuk membandel

Batuk kambuhan, berdahak-tidak, berat-tidak. Kendati ringan harus tetap diwaspadai karena bila keadaan batuk terus menerus bisa menghebat dan berlendir sampai sesak napas.

b. Sulit disembuhkan

Bisa sering atau tidak tapi sulit disembuhkan. Dalam sebulan batuk pileknya lebih dari seminggu dan baru sembuh dua minggu, lalu berulang lagi.

c. Terjadi kapan saja

Batuknya bisa muncul malam hari, baru tidur sebentar batuknya ‘grok- grok’ bahkan sampai muntah. Bisa juga batuk baru timbul menjelang pagi. “Atau habis lari-lari, ia kemudian batuk-batuk sampai muntah.

Tanda dan gejala secara umum dapat disimpulkan:

a. Sering bersin dan banyak sekret atau lendir b. Demam ringan

c. Tidak dapat makan dan gangguan tidur

(9)

d. Retraksi atau tarikan pada dinding-dinding dada, suprasternal, interkostal dan subkostal pada inspirasi

e. Cuping hidung f. Nafas cepat

g. Dapat juga cyanosis h. Batuk-batuk

i. Wheezing j. Iritabel k. Cemas

F. Komplikasi

a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan

gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi

d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis

e. Gagal jantung kongestif f. Pneumonia

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia b. Laboratorium : Leukosit > 17.500.

H. Penatalaksanaan a. Tindakan Perawatan

1) Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan mengeluarakan lender/secret.

2) Sering mengubah posisi.

3) Banyak minum.

4) Inhalasi.

5) Nebulizer

(10)

6) Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan tenang perlu diberikan minum susu atau makanan lain.

b. Tindakan Medis

1) Jangan beri obat antihistamin berlebih

2) Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bakterial 3) Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari 4) Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedative

Karena penyebab bronchitis pada umumnya virus maka belum ada obat kausal. Antibiotik tidak berguna. Obat yang diberikan biasanya untuk penurun demam, banyak minum terutama sari buah-buahan.

Obat penekan batuk tidak diberikan pada batuk yang banyak lendir, lebih baik diberi banyak minum. Bila batuk tetap ada dan tidak ada perbaikan setelah 2 minggu maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan antibiotic boleh diberikan, asal sudah disingkirkan adanya asma atau pertusis. Pemberian antibiotic yang serasi untuk M. Pneumoniae dan H. Influenzae sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya amoksisilin, kotrimoksazol dan golongan makrolid. Antibiotik diberikan 7-10 hari dan jika tidak berhasil maka perlu dilakukan foto thorak untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps paru segmental dan lobaris, benda sing dalam saluran napas, dan tuberkolusis.

I. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Dasar data pengkajian pasien

a. Identitas Klien : Nama, umur, alamat, pendidikan, agama, nomer register,diagnose medis

b. Riwayat kesehatan:

Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat tentang disfungsi pernapasan sebelumnya, bukti terbaru penularan terhadap infeksi, allergen, atau iritan lain, trauma.

(11)

c. Pemeriksaan Fisik:

1) B1 (Breathing)

Adanya retraksi dan pernapasan cuping hidung, warna kulit dan membrane mukosa pucat dan cyanosis, adanya suara serak, stridor dan batuk. Pada anak yang menderita bronchitis biasanya disertai dengan demam ringan, secara bertahap mengalami peningkatan distress pernapasan, dispnea, batuk non produktif paroksimal, takipnea dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi, emfisema.

Gejala:

a) Takipnea (barat saat aktivitas)

b) Batuk menetap dengan sputum terutama pagi hari

c) Warna sputum dapat hijau, putih, atau kuning dan dapat banyak sekali

d) Riwayat infeksi saluran nafas berulang

e) Riwayat terpajan polusi (rokok dll)

Tanda:

a) Lebih memilih posisi fowler/semi fowler untuk bernafas

b) Penggunaan otot bantu nafas

c) Cuping hidung

d) Bunyi nafas krekel (kasar)

e) Perkusi redup (pekak)

f) Kesulitan bicara kalimat (umumnya hanya kata-kata yang

terputus-putus)

g) Warna kulit pucat, normal atau sianosis

h) Clubing finger (jari tabuh)

2) B2 (Blood)

Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda : Peningkatan TD, Takikardi, Distensi vena jugularis, Bunyi jantung redup(karena cairan di paru-paru), Warna kulit normal atau sianosis

(12)

3) B3 (Brain)

Klien tampak gelisah, peka terhadap rangsang, ketakutan, nyeri dada.

4) B4 (Bladder)

Tidak ditemukan masalah, tidak ditemukan adanya kelainan.

5) B5 (Bowel) Gejala:

a) Mual/muntah

b) Nafsu makan menurun

c) Ketidakmampuan makan karena distres pernafasan

d) Penurunan berat badan.

e) Nyeri abdomen

Tanda

a) Turgor kulit buruk

b) Edema

c) Berkeringat

d) Palpitasi abdomial dapat menunjukkan hepatomegali

6) B6 (Bone) Gejala

a) Keletihan, kelelahan

b) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas karena sulit bernafas c) Ketidakmampuan untuk tidur, perlu dalam posisi duduk tinggi d) Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau

latihan Tanda:

a) Keletihan

b) Gelisah

c) Insomnia

2. Pemeriksaaan diagnostik

a. Rongent: Peningkatan tanda bronkovaskuler

b. Tes fungsi paru: Memperkirakan derajad disfungsi paru

(13)

c. Volume residu: Meningkat

d. GDA: Memperkirakan progresi penyakit (Pa02 menurun dan PaCO2 meningkat atau normal)

e. Bronkogram: Pembesaran duktus mukosa

f. Sputum: Kultur untuk menentukan adanya infeksi,identifikasi pathogen g. EKG: Disritmia arterial

h. EKG latihan: Membantu dalam mengkaji derajad disfungsi paru untuk program latihan

3. Prioritas perawatan

a. Mempertahankan patensi jalan nafas

b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas c. Mempertahankan pola nafas yang efektif

d. Meningkatkan masukan nutrisi

e. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi serta mencegah infeksi

f. Mengurangi kecemasan yang dialami klien

g. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan

4. Diagnosa perawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.

Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.

Rencana Tindakan:

1) Auskultasi bunyi nafas

Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.

2) Kaji/pantau frekuensi pernafasan.

Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.

3) Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir

Rasional: Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.

(14)

4) Observasi karakteristik batuk

Rasional: Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau kelemahan

5) Tingkatkan masukan cairan sampai 1500-2000 ml/hari

Rasional: Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.

Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

Rencana Tindakan:

1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.

Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.

2) Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.

Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan

3) Latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas. Auskultasi bunyi nafas.

Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi

4) Awasi tanda vital dan irama jantung

Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

5) Awasi GDA

Rasional : PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.

6) Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.

(15)

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.

Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.

Rencana Tindakan:

1) Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir

Rasional: Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi.

Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.

2) Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat Rasional: memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.

3) Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan

Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.

Rencana Tindakan:

1) Kaji kebiasaan diet.

Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.

2) Auskultasi bunyi usus

Rasional: Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.

3) Berikan perawatan oral

Rasional: Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.

4) Timbang berat badan sesuai indikasi.

Rasional: Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

5) Konsul ahli gizi

Rasional: Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.

(16)

e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.

Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi Rencana Tindakan:

1) Awasi suhu.

Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.

2) Observasi warna, bau sputum.

Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.

3) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.

Rasional : mencegah penyebaran patogen.

4) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.

Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.

5) Berikan anti mikroba sesuai indikasi

Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.

f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.

Rencana tindakan:

1) Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).

Rasional : Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya.

2) Berikan dorongan emosional.

Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit yang dialami.

3) Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah

Rasional: Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang dirasakan

4) Beri dorongan spiritual

Rasional: Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan pada TYME atas kesembuhannya.

(17)

g. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan di rumah

Tujuan: Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.

Intervensi :

1) Jelaskan proses penyakit individu

Rasional: Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana pengobatan.

2) Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.

Rasional : Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan kolaps jalan nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas

3) Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya udara, serbuk, asap tembakau.

Rasional : Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan produksi sekret jalan nafas.

5. Impelementasi

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2003, Rencana Asuhan Keperawatan)

6. Evaluasi

Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif

(18)

dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 2002, Proses Keperawatan).

7. Penkes

Menurut Ngastiyah (2006), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk tidak bertambah parah.

a. Membatasi aktivitas anak

b. Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang tertutup lehernya

c. Hindari makanan yang merangsang

d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, mandikan anak

dengan air hangat

e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan

f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi

g. Jangan mengkonsumsi makanan seperti telur ayam, karena bisa

menambah produksi lendirnya. Begitu juga minuman bersoda bisa jadi pencetus karena saat diminum maka sodanya akan naik ke hidung dan merangsang daerah saluran pernapasan.

(19)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik.

Etiologi biasanya berhubungan dengan :

1. Rokok

2. Infeksi

3. Polusi

4. Faktor genetik

5. Faktor sosial ekonomi

6. Lingkungan kerja

Manifestasi Klinis:

1. Batuk

2. Haemaptoe

3. Sesak nafas (dispnue)

4. Demam berulang

5. Kelainan fisis

6. Kelainan faal paru

Komplikasi:

1. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis

2. Kegagalan jantung untuk berfungsi

3. Empisema paru

4. Abses metastasis diotak

B. Saran

Bagi tenaga kesehatan supaya lebih memahami tanda dan gejala bronchitis pada bayi/anak sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, 2003, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa; editor, Monica Ester, Edisi 3, Jakarta : EGC

Dona L. Wong, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4, Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Keliat, Budi Anna, Proses Keperawatan

Ngastiyah, 2006. Perawatan Anak Sakit, Jakarta : Buku Kedokteran EGC dr.Rusepno Hasan. 2003. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak

Gunadi Santoso dan Makmuri. 2004. Keperawatan Taussig, 2002. Perawatan Anak

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan penyebab Gagal Ginjal Kronik di Indonesia sangat khas di negara berkembang, yakni radang ginjal, infeksi ginjal ( yakni batu ginjal ), Diabetes

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Di sini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti

Asma kronik atau persisten terjadi 75% pada umur sebeluim 3 tahun.Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi obstruksi saluran pernapasan yang persisten dan hampir terdapat

Memberikan makanan lunak, misalnya bubur yang memakai kuah, dengan porsi sedikit tetapi dengan kuantitas yang sering..

a) Aktual adalah suatu diagnosa keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis yang harus di validasi oleh perawat karena adanya batasan karakteristik mayor. b)

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala

Berdasarkan Kemenkes RI tahun 2011, di Indonesia penyakit asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Angka kejadian asma 80% terjadi di negara

Asma merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang biasanya menginfeksi saluran pernafasan, dan dapat mengakibatkan hiperresponsif jalan pernafasan yang biasa di