• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Teori Efektifitas Hukum

N/A
N/A
anaki

Academic year: 2024

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Teori Efektifitas Hukum"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

Teori efektivitas kontrol sosial atau hukum, hukum dalam masyarakat dianalisis dan dibagi menjadi dua, yaitu: (1) masyarakat modern, (2) masyarakat primitif, masyarakat modern adalah masyarakat yang perekonomiannya bertumpu pada pasar yang sangat luas, spesialisasi dalam industri dan penggunaan teknologi maju, dalam masyarakat modern hukum diterima dan ditegakkan oleh pejabat yang berwenang.3. Suatu sistem hukum dapat dikatakan efektif apabila tingkah laku manusia dalam masyarakat sesuai dengan apa yang ditentukan oleh peraturan hukum yang berlaku. Penekanan yang lebih besar pada prinsip keadilan dapat berarti mengikuti hukum yang ada dalam masyarakat, baik berupa adat istiadat maupun ketentuan hukum yang tidak tertulis.

Hakim harus mampu memperhatikan alasan hukumnya dan mempertimbangkan segala ketentuan yang ada dalam masyarakat baik berupa adat istiadat maupun ketentuan hukum tidak tertulis, ketika memilih asas keadilan sebagai dasar dalam memutus perkara yang sedang dihadapi. Keadilan formal yang hanya tunduk pada sistem akan terus dipandang sebagai keadilan substantif hanya jika hakim secara konsisten mengikuti “keadilan substantif lembaga-lembaga” dan “kemungkinan reformasinya,” dengan kata lain, keputusan-keputusan yang mengikuti hukum yang hidup, yaitu harapan-harapan yang sah. yang tertuang dalam undang-undang yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dan menjadi.

Teori Kepastian Hukum

Dalam mewujudkan tujuan hukum, Gustav Radbruch menyatakan bahwa prinsip prioritas tiga nilai dasar yang menjadi tujuan hukum harus diterapkan. Diantara ketiga nilai dasar tujuan hukum tersebut, ketika terjadi konflik maka harus ada yang dikorbankan. Memang benar keadilan merupakan tujuan pertama dan utama hukum, karena hal ini sesuai dengan hakikat atau ontologi hukum itu sendiri.

Landasan Konseptual

Tanah Untuk Kepentingan Pertambangan

Dasar Hak Sebagai Dasar Hak Atas Tanah: Hak atas tanah pada umumnya bergantung pada adanya “dasar hak”. Dasar hak tersebut dapat berupa hak ulayat, hak guna usaha, hak guna bangunan atau bentuk hak atas tanah lainnya. Sebelum seseorang atau badan hukum dapat memperoleh hak atas tanah, biasanya harus ada dasar hukum yang mendukung tuntutan tersebut.

Izin lokasi sebagai persyaratan penting: Pemberian hak atas tanah dalam skala besar seringkali memerlukan izin lokasi. Perizinan dan hubungan hukum yang fleksibel: Sebaliknya, dalam hal perizinan, subjek hukum dapat memperoleh izin untuk memanfaatkan sumber daya agraria tanpa terlebih dahulu memiliki hak atas tanah. Oleh karena itu, hubungan hukum dengan tanah disebut hak atas tanah, sedangkan hubungan hukum mengenai penggunaan bahan pertambangan disebut izin, misalnya izin usaha pertambangan.

Secara sederhana hubungan hukum dengan tanah lebih kuat dibandingkan dengan sumber daya pertanian lainnya, karena hak atas tanah hanya dapat diberikan jika sudah ada dasar hukumnya, sedangkan izin dapat diberikan meskipun tidak ada dasar hukumnya. Faktanya, untuk hak atas tanah berskala besar, persetujuan lokasi terlebih dahulu diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap rencana tata ruang. Hak atas tanah memberikan kewenangan untuk menggunakan tanah sesuai dengan Undang-undang ini dan peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Pentingnya hak atas tanah dalam hubungan hukum dengan sumber daya agraria, khususnya untuk pengambilan emas, dijelaskan dengan menekankan bahwa pemegang hak atas tanah harus mendapat ganti rugi yang layak jika permukaannya digunakan untuk kegiatan pertambangan.

Tinjauan Umum Tentang Sengketa Pertanahan 1. Pengertian Sengketa

  • Pengertian Sengketa Tanah
  • Jenis Sengketa Tanah

Sedangkan perkara pertanahan adalah sengketa pertanahan yang penyelesaiannya dilakukan oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilan yang sengketanya tetap dimintakan penyelesaiannya kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Dalam Peraturan Menteri Negara Pertanian/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan diatur juga istilah sengketa pertanahan. Penguasaan tanah tanpa hak, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan atas tanah tertentu yang tidak melekat haknya (tanah negara) atau yang melekat haknya oleh pihak-pihak tertentu. .

37 Sholih Mua'di, “Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Garapan Melalui Pertikaian Peradilan (Kajian Perkara Peradilan Dalam Situasi Peralihan)” Semarang: Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, 2008. Sengketa batas adalah perbedaan pendapat, nilai dan kepentingan mengenai hak atas tanah garapan. letak, batas-batas dan luas bidang-bidang tanah yang diakui oleh satu pihak, yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia atau yang masih dalam proses tata batas. Sengketa warisan yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan atas tanah tertentu yang berasal dari warisan.

Jual beli berulang kali yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan sehubungan dengan status penguasaan atas tanah tertentu yang diperoleh dengan cara jual beli kepada lebih dari 1 (satu) orang. Sertifikat ganda yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan sehubungan dengan suatu bidang tanah tertentu yang mempunyai lebih dari 1 (satu) sertifikat hak atas tanah. Dan sertifikat pengganti yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan sehubungan dengan sebidang tanah tertentu yang telah diterbitkan sertifikat hak atas tanah pengganti.

Dan tumpang tindih yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui oleh suatu pihak tertentu karena adanya tumpang tindih batas kepemilikan tanah.

Faktor Penyebab Terjadinya Sengketa Tanah

Secara keseluruhan, Maria S.W. Sumardjono menyebutkan beberapa akar permasalahan konflik pertanahan, yaitu sebagai berikut: 40 . a) Benturan kepentingan yang disebabkan oleh adanya persaingan kepentingan terkait kepentingan substantif (misalnya: hak atas sumber daya agraria termasuk tanah), kepentingan prosedural, dan kepentingan psikologis. Lebih lanjut, penyebab umum terjadinya konflik pertanahan dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu: faktor hukum dan faktor non hukum: 41. Faktor hukum tersebut terdiri dari: adanya tumpang tindih peraturan perundang-undangan dan tumpang tindih peradilan 42 Yang dimaksud dengan tumpang tindih kepemilikan tanah adalah: peraturannya misalnya UUPA sebagai induk peraturan di bidang sumber daya agraria, namun dalam menerima peraturan lain tidak dibentuk UUPA. sebagai undang-undang induk, sehingga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sektoral baru seperti UU Kehutanan, UU Pokok Pertambangan, dan UU Penanaman Modal.

Dan yang dimaksud dengan tumpang tindih peradilan misalnya, saat ini terdapat tiga lembaga peradilan yang dapat menangani konflik pertanahan, yaitu perdata, pidana, dan tata usaha negara. Dalam bentuk konflik tertentu, salah satu pihak yang menang secara perdata belum tentu menang secara pidana (dalam hal konflik yang melibatkan tindak pidana) atau akan menang di bidang Tata Usaha Negara (di Pengadilan Tata Usaha Negara). Terjadinya tumpang tindih penggunaan lahan, nilai ekonomi lahan yang tinggi, kesadaran masyarakat terhadap penggunaan lahan semakin meningkat, lahan semakin berkurang sedangkan masyarakat terus bertambah, dan karena faktor kemiskinan Tumpang tindih penggunaan lahan yaitu pertumbuhan penduduk yang pesat dari waktu ke waktu menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk. yang bertambah, sedangkan produksi pangan tetap atau dapat berkurang karena banyak lahan pertanian yang telah beralih fungsi, dapat diperpanjang kembali untuk paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali untuk paling lama 25 (dua puluh lima) tahun. Sedangkan dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a UU Penanaman Modal diatur bahwa Hak Guna Usaha mempunyai jangka waktu paling lama 95 (sembilan puluh lima).

Nilai ekonomi tanah yang tinggi, yaitu dengan semakin meningkatnya harga jual tanah di pasar, maka tanah menjadi salah satu obyek yang menjanjikan bagi masyarakat, baik untuk membuka lahan usaha perkebunan, persawahan, pemukiman dan lain-lain. tanah . untuk kawasan industri. Terkait dengan tanah sebagai aset pembangunan, telah terjadi perubahan pola pikir masyarakat terhadap penguasaan tanah, yaitu tidak lagi ada penggunaan tanah sebagai sarana investasi atau bahan baku ekonomi. Tanah tetap konstan seiring bertambahnya jumlah penduduk, yaitu pertumbuhan penduduk yang sangat pesat, baik melalui kelahiran, migrasi dan urbanisasi, maupun melalui jumlah tanah yang tetap, menjadikan tanah sebagai aset ekonomi yang bernilai sangat tinggi, sehingga setiap jengkal tanah tetap dipertahankan sebesar-besarnya. mungkin.

Keterbatasan akses terhadap lahan merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan karena terbatasnya aset dan sumber daya produktif yang dapat diakses.

Tinjauan Umum Tentang Hak Atas Tanah 1. Pengertian Tanah

  • Hak Atas Tanah
  • Kewajiban-Kewajiban yang Terkandung dalam Hak Atas Tanah

Dari isi Pasal 4 ayat (1) UUPA dapat disimpulkan bahwa negara mempunyai kekuasaan untuk memberikan hak atas tanah kepada orang perseorangan atau badan hukum. Hak atas tanah adalah hak yang memberikan kewenangan kepada pihak yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dimilikinya. Hak Milik, Pasal 20 ayat (1) dan (2) UUPA menyebutkan bahwa hak milik adalah hak yang bersifat turun-temurun, terkuat dan terlengkap yang dapat dimiliki oleh masyarakat atas tanah, dengan tidak melupakan ketentuan dalam Pasal 6 yang berkaitan dengan fungsi sosial.

Dalam Pasal 35 ayat 1, UUPA mengatur bahwa: HGB berhak mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya, untuk jangka waktu paling lambat 30 (30 tahun). Dari pengertian tersebut diketahui bahwa pemilik bangunan berbeda dengan pemilik hak atas tanah di mana bangunan itu didirikan. Pemilik hak atas tanah yang dimaksud sama dengan hak atas tanah lainnya, yaitu orang perseorangan (warga negara Indonesia) atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia.

Sama halnya dengan hak untuk berkendara, seperti halnya dua hak sementara atas tanah sebelumnya, UUPA juga tidak memuat definisi khusus mengenai hak untuk berkendara. Hak yang memberikan kewenangan kepada seseorang untuk membangun dan menempati rumah di atas tanah orang lain. 55 Achmad Chulaemi, 1993, Hukum Agraria, Pembangunan, Jenis-Jenis Hak Atas Tanah dan Peralihannya, FH-Undip: Semarang, hal.

Hak atas tanah memberikan kewenangan untuk menggunakan tanah yang bersangkutan oleh pemegang hak atas tanah. Terdapat ketentuan yang terdapat dalam Pasal 6 UUPA bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial; Dalam melaksanakan hak atas tanah, Anda juga harus menyadari batasan-batasan baik yang bersifat umum (di luar) maupun hak itu sendiri (di dalam).

Kerangka Pemikiran

Defenisi Operasional

Jenis Penelitian

Lokasi Penelitian

Jenis Dan Sumber Data

Data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, misalnya buku, surat kabar, skripsi, jurnal, majalah, artikel.

Populasi Dan Sampel

Selain itu penulis juga akan mengumpulkan data sekunder untuk menganalisis data primer berdasarkan data sekunder, sehingga dapat memberikan jawaban rumusan masalah yang lebih ilmiah dan seimbang. Oleh karena itu, harus dicari data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Teknik Analisis Data

Untuk memperoleh data yang valid dan ilmiah, penulis akan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang menurut penulis berkompeten untuk memberikan data yang lebih ilmiah.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf Di Kementerian Agraria

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL.. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2021

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Di Kabupaten Subang, sistem pelaksanaan pendaftaran tanah berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan

Permasalahan lain yang akan timbul sehubungan dengan penerbitan dan pelaksanaan Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2/SE-HT.02.01/VI/2019