• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - Repository UHN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB I - Repository UHN"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

Kebijakan publik (khususnya kebijakan penegakan hukum, baik pidana maupun non-pidana) diharapkan dapat mencegah dan menanggulangi tindak pidana perdagangan orang. 215/Pid.Sus/2019/PN.Pya yaitu perkara pidana perdagangan orang yang dilakukan oleh orang yang ikut serta dalam perdagangan orang, pelaku bernama Husnaini menawarkan Suster Amelia Nalisa sebagai TKI ke Arab Saudi untuk bekerja di salon a gaji €. Bagaimana sanksi pidana terhadap pelaku yang ikut serta dalam perdagangan orang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang?

Temukan pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku yang terlibat perdagangan manusia pada UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Kami berharap hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang.

Pengertian Pemidanaan

Terdapat perbedaan pendapat mengenai tujuan yang ingin dicapai dengan diumumkannya putusan hakim yang diucapkan dalam acara umum. Namun undang-undangnya sendiri tidak memberikan penjelasan mengenai tujuan yang ingin dicapai dan diumumkannya putusan hakim. Menurut van Hamel, tujuan diumumkannya putusan hakim adalah untuk memberikan peringatan kepada rakyatnya yang telah melakukan perbuatan buruk dalam pekerjaannya.23.

Dalam sistem hukum di Indonesia, pidana atau hukuman yang dijatuhkan dan perbuatan yang diancamnya harus dicatat terlebih dahulu dalam Hukum Pidana. Hal ini sesuai dengan asas legalitas yang disebut nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.26 Dalam hal ini terdapat perbedaan antara istilah pemidanaan dan hukum pidana. Karena pasal ini berkaitan dengan hukum pidana, maka konsepnya harus dipersempit maknanya, yaitu pemidanaan dalam perkara pidana yang sering disamakan dengan pemidanaan atau penjatuhan atau penjatuhan hukuman oleh hakim.

Hukuman adalah hilangnya sesuatu yang diperlukan dalam hidup, yang dengan terpaksa diberikan atas nama negara, sehingga hukuman memerlukan adanya peraturan, pelanggaran dan keputusan, yang dituangkan dalam keputusan, diberikan kepada pelanggar, yang telah melakukan kejahatan, dan hal ini memerlukan adanya seperangkat nilai. Sebelum proses ini berlangsung, peranan hakim sangatlah penting, ia harus mengkonkretkan sanksi pidana yang terkandung dalam suatu peraturan dengan menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dalam suatu perkara tertentu. Hukuman menurut penulis juga merupakan suatu sanksi yang menimbulkan derita atau penderitaan yang sengaja dijatuhkan kepada seseorang yang melanggar ketentuan hukum yang ada, yang dimaksudkan untuk memberikan efek jera kepada pelakunya.

Pedoman pemidanaan ini akan sangat membantu hakim dalam menilai berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan.

Teori Pemidanaan

Dalam teori ini yang menjadi dasar pembenaran suatu kejahatan adalah kejahatan itu sendiri, yaitu setiap perbuatan melawan hukum harus dibalas. Dalam konteks sistem peradilan pidana Indonesia, ciri-ciri teori retribusi jelas tidak sesuai (bertentangan) dengan filosofi pemidanaan, yakni dengan konsep yang dikembangkan dalam RUU KUHP tahun 2019 yang masuk dalam Program Legislasi Nasional tentang Retribusi. tahun yang dengan tegas disebutkan tujuan pemidanaannya, yaitu. Hukuman harus mempunyai tujuan yang lebih jauh dari sekedar menjatuhkan hukuman, atau hukuman bukan sekedar untuk balas dendam atau pengambilan, tetapi mempunyai tujuan tertentu yang bermanfaat.

Kejahatan tidak hanya bertujuan untuk membalas dendam atau kompensasi kepada orang yang melakukan suatu kejahatan, tetapi mempunyai tujuan tertentu yang bermanfaat, oleh karena itu teori ini sering disebut dengan (Teori Utilitarian), sehingga dasar pembenaran adanya pemidanaan menurut teori ini terletak pada Maksudnya, hukuman yang dijatuhkan bukan “quia peccatum est” (karena orang berbuat jahat), melainkan Ne Peccetur (agar orang tidak berbuat jahat). Karena pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai tetapi hanya merupakan usulan untuk melindungi kepentingan masyarakat, maka teori ini disebut teori perlindungan sosial. Juga karena teori ini mengedepankan adanya tujuan dalam pembinaan, maka teori ini sering disebut teori utilitarian atau teori tujuan.

Terlihat pula dari rumusan RUU KUHP 2019 yang masuk dalam prolegnas 2020-2024, gagasan tersebut mendekati teori relatif. Mazhab ini lahir sebagai jalan keluar dari teori absolut dan teori relatif yang tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari setiap kejahatan adalah retribusi, namun tujuannya adalah untuk melindungi ketertiban hukum, karena kejahatan adalah untuk memulihkan dan memelihara ketaatan pada hukum dan penguasa.

Teori gabungan pada hakekatnya lahir dari ketidakpuasan terhadap gagasan teori balas dendam dan unsur positif dari kedua teori tersebut, yang kemudian menjadi titik tolak lahirnya teori gabungan tersebut.

Tujuan Pemidanaan

Penetapan batasan pidana dan berat ringannya pidana merupakan suatu hal yang penting dalam pemidanaan karena akan menentukan tercapainya keadilan, baik bagi pelaku maupun bagi korban kejahatan. Dari kondisi ini maka pelaku pidana harus menekankan pada penentuan batas pidana dan beratnya pidana. Dalam konsep pidana RUU KUHP Tahun 2019 yang masuk dalam Prolegnas 2020-2024 digunakan keseimbangan yaitu perlindungan terhadap masyarakat dan pembinaan/pembinaan terhadap pelaku.

Rancangan Undang-Undang KUHP Tahun 2019 yang masuk dalam Prolegnas 2020-2024 mempunyai asas keseimbangan yang diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan para penegak hukum dalam menjunjung keadilan. Tujuan pemidanaan dalam RKUHP 2019 yang masuk dalam Prolegnas 2020-2024 pada pasal 51 disebutkan bahwa pemidanaan mempunyai tujuan. 39 Adiansyah Nurahman, Asas Perimbangan Dalam Rancangan KUHP Sebagai Upaya Reformasi Hukum Pidana, Universitas Diponegoro, vol.

Menyelesaikan konflik yang timbul akibat tindak pidana, membangun keseimbangan, dan mewujudkan rasa damai dalam masyarakat; Dan. Rumusan keempat tujuan pemidanaan di atas merangkum pandangan mengenai perlindungan sosial, rehabilitasi, dan resosialisasi narapidana. Target-target yang dirumuskan dalam RKUHP tahun 2019 yang termasuk dalam rencana tahun 2020-2024 di atas, nampaknya didasarkan pada target pemidanaan berdasarkan teori hukuman relatif, yang bertujuan untuk mencapai manfaat bagi perlindungan masyarakat dan kesejahteraan sosial.

Tujuan pemidanaan bukanlah retribusi terhadap pelanggar, dimana sanksi lebih menekankan tujuannya yaitu untuk mencegah orang melakukan kejahatan.

Tinjauan Umum Mengenai Penyertaan 1. Pengertian Mengenai Penyertaan

Bentuk-Bentuk Penyertaan

Bentuk partisipasi tersebut terdapat dalam Pasal 55 dan 56 KUHP (selanjutnya disingkat KUHP). Pelaku (pelaku) adalah pelanggar terang-terangan yaitu mereka yang perbuatannya mengandung/memenuhi seluruh unsur delik yang dimaksud, nyatanya pelanggar yang tercantum dalam Pasal 55 KUHP sudah berlebihan akibat dari ketentuan ini, pelanggar tersebut tetap dapat dipidana berdasarkan pasal-pasal pelanggaran yang bersangkutan. Dalam delik materiil, yang melakukannya adalah orang yang secara pribadi melakukan perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang.

Dalam delik mutu tertentu, misalnya delik perkantoran, pelakunya adalah mereka yang mempunyai unsur-unsur atau sifat-sifat yang ditentukan dalam pasal itu sendiri. Bahwa yang melakukan tindak pidana itu adalah orang yang disuruh (orang yang dimanipulasi), atau dengan kata lain pelaku materil yang sebenarnya yang memerintahkan (mengandung) adalah orang yang tidak bertanggung jawab secara pidana atas perbuatannya itu. perbuatan (kejahatan) tersebut tanpa kesengajaan. , sehingga dengan cara ini tidak ada kesalahan pada dirinya. Yang dimaksud dalam MvT dengan kaki tangan adalah setiap orang yang dengan sengaja “membantu” (ikut serta dalam dilakukannya suatu peristiwa pidana).

Sementara itu, Simons yang juga menempatkan pelaku sebagai pelaku, menyatakan bahwa orang yang juga melakukan itu pastilah mempunyai dalam dirinya semua sifat-sifat yang dimiliki oleh pelaku tindak pidana yang bersangkutan, melainkan perbuatan yang dilakukan oleh orang yang juga melakukan itu. tidak harus berupa tindakan. orang mabuk.46. Kemudian Nonyon dengan jelas membedakan pendapat-pendapatnya sebelumnya antara “mededaderschap” dan “ikut serta melakukan” menurut Nonyon mededaderschap dalahdaderschap beberapa peserta (masing-masing merupakan full dader) dan oleh karena itu tidak mempunyai arti menurut hukum pidana, dengan kata lain menghukum daderschap itu tidak memerlukan partisipasi. Menurut Jan Remmelink, bantuan yang diberikan oleh pembantu pelaku (kaki tangan) tidak mutlak harus memberikan dampak seperti yang dibayangkan semula. 48. Bantuan pada dasarnya harus merupakan sumbangan (yang besar) terhadap terwujudnya tindak pidana pokok.

Ketentuan tersebut di atas merupakan upaya untuk membedakan secara tajam antara partisipasi dan bantuan, yang dalam praktiknya sulit dibuktikan.

Tinjauan Umum Mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang

  • Ruang Lingkup Tindak Pidana Perdagangan Orang
  • Unsur-Unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang
  • Sanksi Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang
  • Sanksi Pidana Perdagangan Orang Dalam KUHP dan Luar KUHP Perdagangan orang merupakan bentuk perlakuan yang buruk dari pelanggaran
  • Sanksi Pidana Perdagangan Orang dalam Undang-Undang HAM

Selain itu, UU No. 21 Tahun 2007 melarang siapa pun yang memasukkan orang ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk dieksploitasi; 50 Henny Nuraeny, Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kebijakan dan Pencegahan Hukum Pidana), Jakarta: Sinar Grafa, 2011, halaman 98. Tindak pidana perdagangan orang adalah setiap perbuatan atau serangkaian perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UU No. .

Sanksi pidana bagi pelaku perdagangan orang yang berada di dalam KUHP maupun di luar KUHP. Perdagangan manusia merupakan salah satu bentuk tindak pidana penganiayaan. Perdagangan manusia merupakan salah satu bentuk penganiayaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Perdagangan manusia ini telah menyebar luas dalam bentuk jaringan kejahatan terorganisir baik di dalam maupun di luar negara. 53 Ayu Stefani Ratna Maharani, Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang) di Indonesia, Universitas Udayana, vol pp 4-5.

Yang berbunyi dalam ayat 1 Pasal 2: “Barangsiapa merekrut, mengangkut, menyembunyikan, mengirimkan, memindahkan atau menerima seseorang dengan ancaman kekerasan, menggunakan kekerasan, penculikan, pemenjaraan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kedudukan atau kedudukan yang rentan, penghambaan hutang.” atau pemberian pembayaran atau keuntungan meskipun telah mendapat persetujuan dari orang yang menguasai orang lain untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun. tahun dan denda paling sedikit seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak enam ratus juta rupiah). Penjatuhan sanksi terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang tidak hanya didasarkan pada KUHP yang diatur dalam Pasal 295 alinea pertama dan kedua, Pasal 296, Pasal 297, serta Pasal 298 alinea pertama dan kedua. (2) dan Pasal 506, namun harus mengacu juga pada hukum pidana khusus di luar tindak pidana umum. Hukum pidana khusus ini mengatur sekaligus mengatur ketentuan hukum pidana formil dan hukum pidana substantif.

Apabila delik tersebut tidak mengandung unsur-unsur sebagaimana tercantum dalam pasal tersebut, maka dapat dikatakan merupakan tindak pidana biasa sebagaimana diatur dalam KUHP.

Ruang Lingkup Penelitian

Jenis Penelitian

Metode Pendekatan Masalah

Secara umum metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang54, pendekatan kasus, pendekatan korporasi (pendekatan komparatif) dan pendekatan konseptual. Metode pendekatan hukum (legal approach) dilaksanakan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini, yaitu: Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). 215/Pid.Sus/2019/PN.Pya yang memutuskan pelaku tindak pidana perdagangan orang menghukum terdakwa dengan hukuman penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar satu Rp. seratus dua puluh juta rupee) dengan ketentuan pidana denda, apabila tidak dibayar, diringankan menjadi pidana kurungan selama 1 (satu) bulan, apabila pidana denda tersebut terbukti secara meyakinkan dan meyakinkan untuk jasa tindak pidana perdagangan orang.

Sumber Bahan Hukum

Data Premier merupakan bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Keputusan Hakim (Nomor 215). /Pid Sus/2019/PN.Pya). Data sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer berupa buku teks, jurnal yang berkaitan dengan hukum pidana. Data tersier merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berupa kamus hukum.

Metode Penelitian

Analisis Bahan Hukum

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Undang Undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 1 ayat (1), perdagangan orang adalah tindakan perekrutan,

Dalam ketentuan umum Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak pidana Perdagangan Orang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan

Dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, penentuan tindak pidana perdagangan orang oleh korporasi tercermin

Menurut Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang pasal 1 ayat 1, pengertian perdagangan manusia adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,

Alat bukti dalam pemeriksaan perkara tindak pidana perdagangan orang menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 1 angka 13: Restitusi adalah pembayaran ganti

Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, dalam Pasal 1 angka 1 Perdagangan Orang adalah sebagai berikut : “Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,

Tindak Pidana Perdagangan Orang?.. Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan