BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelompok masyarakat dapat disebut negara apabila ia memiliki wilayah yang merupakan salah satu elemen dari syarat berdirinya suatu negara, disamping elemen rakyat dan pemerintah yang berdaulat. Wilayah negara merupakan tempat dimana negara menyelenggarakan yuridiksinya atas masyarakat, segala kebendaan serta segala kegiatan yang terjadi di wilayah.1 Wilayah negara terdiri atas wilayah daratan, tanah, perairan, dan ruang udara yang tiap wilayah mempunyai batas-batas tertentu dengan wilayah negara lain. Antara wilayah negara yang satu dengan negara lainnya haruslah tegas batas-batasnya. Hal ini sangat penting, karena dalam sejarah kehidupan umat manusia maupun negara-negara, pernah terjadi konflik antarnegara yang bersumber pada masalah batas wilayah. Konflik ini bisa disebabkan oleh keinginan untuk melakukan ekspansi wilayah maupun karena ketidakjelasan batas-batas wilayah antar negara yang satu dengan negara lain.
Kashmir merupakan salah satu wilayah yang terkena dampak akibat konflik persengketaan wilayah. Konflik di wilayah Kashmir tersebut melibatkan dua negara di kawasan Asia Selatan, yakni India dan Pakistan. Konflik terjadi karena dua negara ini bersama dengan Tiongkok, sama-sama mengklaim wilayah Kashmir sebagai bagian
1Pusat Survei dan Pemetaan (PUSURTA) – MABES ABRI, Wilayah Indonesia Dasar Hukum dan Permasalahannya, Jakarta, 1984, hlm.5
dari negaranya. Perebutan wilayah Kashmir merupakan salah satu dampak dari terdisintegrasinya India. Pada dasarnya, sebelum adanya konflik politik dan perebutan wilayah saat ini, dulu India merupakan negara yang sering mengalami konflik identitas akibat adanya pengelompokan masyarakat dengan sistem kasta mulai dari Shudra hingga Brahmana.2 Terdapat kaum lain yakni kaum Dalit, namun sering dianggap tidak ada di India karena dianggap sebagai kaum yang terbuang.
Akibat ketidakadilan yang dirasakan kaum Dalit ini, terdapat banyak pertentangan-pertentangan dan perlawanan yang dilakukan oleh golongan Dalit.3 Saat banyaknya diskriminasi-diskriminasi yang dirasakan oleh golongan Dalit yang berasal dari kasta rendah, Agama Islam mulai masuk ke negara India dan penyebaran agama islam di Negara India berjalan dengan lancar, karena selain penyebarannya dilakukan dengan cara-cara damai seperti melalui perdagangan dan dakwah, dalam Islam juga disebarkan informasi mengenai tidak adanya sistem kasta yang membagi stratifikasi sosial dalam masyarakat, sehingga banyak anggota dari kasta rendah di India yang kemudian memilih untuk memeluk agama Islam.4 Golongan Dalit yang beragama Islam di India akhirnya membentuk kelompok berlandaskan agama tersebut selanjutnya bersinggungan dengan kelompok yang berasal dari agama lama, yakni agama Hindu.5 Pertentangan ini bahkan telah ada sebelum India merdeka dan akhirnya
2Arnold Toynbee. Sejarah Umat Manusia: Uraian Analitis, Kronologis, dan Komparatif.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2004. Hlm 190.
3Islam Future, Sejarah perkembangan dan masuknya Islam di India, Artikel dibuat pada Agustus 2017 dan diakses dari https://www.islamfuture.net/perkembangan-islam-di-India/ pada Januari 2020.
4Arnold Toynbee. Op. cit, Hlm. 534
5Lucille Schulberg. India Yang Bersejarah. Jakarta. Tira Pustaka. 1983. Hlm 155.
menjadi salah satu penyebab terdisintegrasinya India menjadi dua negara yang berbeda ketika merdeka dari penjajahan Inggris, yakni negara India pada tanggal 14 Agustus 1947 dan negara Pakistan pada 15 Agustus 1947.6 Pemisahan India menjadi Pakistan diperlukan karena selain adanya konflik terus menerus antar keduanya dalam negara tersebut, dengan besarnya perbedaan keyakinan antar keduanya maka dikhawatirkan umat Islam juga akan menerima diskriminasi jika tetap tergabung di dalam negara tersebut. Visi antara kedua kelompok besar ini keduanya sama-sama disuarakan oleh Kongres Nasional India dan Liga Muslim India sebelum terbentuknya negara Pakistan.7
Kashmir digambarkan sebagai sebuah lembah di selatan dari ujung paling barat barisan Himalaya. Secara politik, istilah Kashmir dijelaskan sebagai wilayah yang lebih besar yang termasuk wilayah Jammu Kashmir, dan Ladakh “Vale of Kashmir”
daerah yang sangat subur, dikelilingi oleh gunung yang luar biasa dan dialiri oleh banyak aliran dari lembah-lembah. Dikenal sebagai suatu tempat paling indah dan spektakuler di dunia. Srinagar, ibu kota kuno, terletak di dekat danau Dal, dan terkenal karena kanal dan rumah perahunya. Srinagar (ketinggian 1.600 m atau 5.200 kaki) berlaku sebagai ibu kota musim panas bagi banyak penakluk asing di utara India. Tepat di luar kota terdapat taman Shalimar yang indah dibuat oleh Jehangir, kaisar Mughal,
6Monica Krisna Ayunda. Rhoma Dwi Aria. Konflik India dan Pakistan mengenai Wilayah Kashmir beserta Dampaknya (1947-1970). Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta. 2017. Hlm 3 Diakses pada 8 Januari 2020.
7T. Walter Wallbank. The Political, Economic, and Social Forces and Event Which Have Shaped Modern India and Pakistan. New York. Scott, Foresman and Company. 1963. Hlm 40
pada 1619.40 Kashmir terletak di India utara. Wilayah ini berbatasan langsung dengan Pakistan di sebelah barat, Afganistan di bagia utara, dan Republik rakyat China (RRC) di sebelah timur. Sebelum tahun 1974, semasa pemerintahan Maharaja Hari Singh, wilayah ini memiliki luas sebesar 222.236 km (85,809 mil²) yang dibagi atas empat provinsi, yaitu: azad Kashmir (Northern Areas), Kashmir Valley (sering disebut Kashmir saja), Jammu, dan Ladakh.8Karena mempertimbangkan hal-hal tersebut lah sehingga kedua negara ini yakni India dan Pakistan bersengketa merebutkan wilayah Kashmir.
Setelah berakhirnya kekuasaan Hari Singh pada tahun 1947, wilayah ini terpecah menjadi tiga bagian. Azad Kashmir memproklamasikan diri menjadi bagian dari Pakistan. Daerah Aksai Chin, yang merupakan bagian dari Ladakh, diduduki RRC dan sisanya (Kashmir, Jammu, dan Ladakh) menjadi bagian dari Negara India. Ketiga daerah ini oleh India kemudian digabung menjadi satu Negara bagian dengan sebutan Jammu dan Kashmir. Total wilayah yang berada dalam kekuasaan India ini sebesar 143.798 km² (54.571 mil).
Wilayah Jammu dan Kashmir dibagi oleh pemerintah India atas 14 distrik. Daerah Kashmir terdiri dari 6 distrik (Anantnag, Bagdam, Baramula, Kupwara, Pulwarma, Srinagar). Jammu 6 distrik (Doda, Jammu, Kathua, Poonch, Rajouri, Udhampur). Dan Ladakh 2 distrik di Kashmir (kargil, Leh). Penduduk Jammu dan Kashmir didominasi
8Lely Widyawati. Strategi India Dalam Mempertahankan Kashmir Sebagai Wilayah Integralnya.
Yogyakarta. Untiversitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2010. hlm 21
oleh pemeluk Islam dan Hindu. Penduduk muslim menjadi mayoritas dengan jumlah 3.843.305 jiwa (19%). Namun penduduk muslim hanya terkonsentrasi di Kashmir. Di daerah yang memiliki penduduk terpadat ini, 94,96% warganya memeluk Islam. Di dua daerah lainnya (Jammu dan Ladakh) penduduk muslim hanya sebesar 19,60% dan 46,04% dari total penduduk setempat.
Akhirnya, konflik ini kemudian dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan harapan mendapat penyelesaian dan sejak 1948. PBB memutuskan bahwa penyelesaian wilayah Kashmir haruslah dilakukan sesuai dengan kehendak rakyat yang diawasi PBB. Namun resolusi PBB pada kenyataannya tidak pernah berhasil dan akhirnya wilayah tersebut masih tetap menjadi permasalahan hingga saat ini.
Konflik ini bahkan memicu perang hingga empat kali, yaitu:9 Yang pertama, pada tahun 1947, sebelum pernyataan penyatuan Kashmir dan India, dilakukan oleh Pakistan dan berhasil merebut sepertiga wilayah Kashmir. Kedua, pada tahun 1965, yang berakhir dengan gencatan senjata dan direbutnya kembali wilayah Kashmir Pakistan oleh India. Ketiga, yakni tahun 1971, di Bangladesh atau Pakistan Timur, menyebabkan Bangladesh merdeka. Keempat ialah perang Kargil tahun 1999, dimana pasukan Pakistan dan pemberontak Kashmir berhasil merebut pos tentara India, namun akhirnya berhasil direbut kembali oleh India. Pada tahun 2003, terjadi kesepakatan gencatan senjata diantara keduanya, dimana peraturan ini berlaku di sepanjang
9Kharisma Febriani. Hubungan Konfliktual India-Pakistan dalam sengketa Kashmir 2010-2013.
Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2015. Hlm 3 Diakses pada 8 Januari 2020.
perbatasan Internasional India dan Kashmir, tepatnya pada garis kontrol sejauh 742 Km dan garis posisi dasar aktual di wilayah Siachen, dimana tentara yang berada di sepanjang perbatasan tersebut diminta untuk berhenti menembak dan hanya mengawasi saja.10Namun, meskipun demikian, baik India maupun Pakistan seringkali melakukan pelanggaran terhadap perjanjian tersebut. Misalnya, pada tahun 2010, pasukan Pakistan menembak mati prajurit India, selanjutnya pada tahun 2011, terdapat 97 insiden yang menyebabkan setidaknya korban tewas sebanyak 79 orang termasuk warga sipil.
Kemudian tahun 2013, ada 196 pelanggaran gencatan senjata di wilayah tersebut.
Bahkan di awal 2014 pun, pelanggaran tersebut masih terjadi di Line of Control.11Hingga saat ini, konflik India dan Pakistan belum juga berakhir. Beberapa kali masih berlangsung insiden-insiden bersenjata meskipun dalam level yang tidak terlalu besar, juga aksi bom bunuh diri seperti yang terjadi pada 4 Februari 2019 lalu di Kashmir.
Polemik berkepanjangan antara dua negara yang sejatinya satu bangsa ini telah memakan banyak korban. Sengketa ini telah merenggut 40 ribu nyawa, belum lagi 800 ribu orang lainnya yang harus mengungsi.12Persaingan saling klaim wilayah tampaknya menemui jalan buntu. Namun, isu-isu yang berkaitan dengan pemerintahan jangka panjang di Kashmir, status ekonomi, dan identitas negara bagian ini dapat harus diselesaikan agar perdamaian dapat benar-benar tercapai.
10Liputan 6, India-Pakistan gencatan senjata, artikel dibuat pada November 2003 dan diakses dari https://www.liputan6.com/global/read/67107/India-Pakistan-gencatan-senjata pada 9 Januari 2020.
11Febriani, Op. Cit. Hlm 4.
12Molly Wall dan Jason Mandryk, Operation World, (USA: IVP, 2018) hlm. 29
Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji judul tentang “TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA WILAYAH KHASMIR ANTARA INDIA DAN PAKISTAN BERDASARKAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB NOMOR 47 TAHUN 1948”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya mengenai perebutan wilayah Kashmir yang terjadi antara India dan Pakistan, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:
1. Bagaimana Status Wilayah Kashmir Menurut Hukum Internasional?
2. Bagaimana Bentuk Penyelesaian Sengketa Wilayah Kashmir antara India dan Pakistan Berdasarkan Resolusi PBB Nomor 47 Tahun 1948
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan
Memperhatikan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penulisan ini adalah:
Untuk mengetahui sejauh mana perlindungan hukum internasional terhadap wilayah Kashmir.
a) Untuk mengetahui status wilayah Kashmir serta bentuk penyelesaian sengketa wilayah Kashmir.
b) Sebagai salah satu persyaratan akademik untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Pattimura.
2. Manfaat Penulisan
Setiap penulisan atau kegiatan penelitian pastilah terdapat manfaat atau hasil yang bias diharpkan memiliki nilai dan kegunaan kedepannya. Dalam penulisan ini, penulis memiliki manfaat dan dibagi kedalam dua manfaat, yakni:
a) Manfaat teoritis
Sebagai tambahan bagi pengembangan studi hukum internasional pada umumnya, dan memberikan informasi sebagai referensi bahan kajian bagi pihak-pihak berkepentingan maupun akademisi hukum internasional, khususnya yang meneliti konflik perebutan wilayah Kashmir antara India dan Pakistan.
b) Manfaat praktis
Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi pembuatan tugas akhir dalam menempuh ujian sarjana strata satu pada jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum, Universitas Pattimura.
D. Kerangka Konseptual 1. Konsep Tentang Sengketa
Sengketa adalah suatu pertentangan atas kepentingan, tujuan dan atau pemahaman antara 2 (dua) pihak atau lebih. Sengketa akan menjadi masalah hukum apabila pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan
terhadap hak yang dilanggar, dan atau tuntutan terhadap kewajiban atau tanggung jawab.13
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan sengketa adalah pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Namun di dalam ranah internasional maka sengketa dalam skala internasional memiliki makna yang berbeda seperti yang disebutkan oleh Adolf didalam tulisannya yaitu
“Mahkamah Internasional (International Court of Justice), ia berpendapat bahwa sengketa internasional adalah suatu situasi di mana dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya kewajiban- kewajiban yang terdapat dalam perjanjian.14
Sengketa Internasional disebut dengan perselisihan yang terjadi antara Negara dan Negara, Negara dengan individu atau Negara dengan badan-badan/lembaga yang menjadi subjek internasional. Sengketa tersebut terjadi karena berbagai sebab, antara lain:
a. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian Internasional b. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian Internasional
c. Perebutan sumber-sumber ekonomi d. Perebutan pengaruh ekonomi
e. Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara lain
13Sengketa, diakses di: http://www.bakti-arb.org/arbitrase.html, pada tanggal 27 Mei 2020
14Huala Adolf, 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 3
f. Perluasan pengaruh politik& ideologi terhadap negara lain g. Adanya perbedaan kepentingan
h. Penghina terhadap harga diri bangsa
i. Ketidaksepahaman mengenai garis perbatas-an antar negara yang banyak yang belum tersele-saikan melalui mekanisme perundingan (bilateral dan)
j. Peningkatan persenjataan dan eskalasi kekuatan militer baik oleh negara-negara yang ada di kawasan ini, maupun dari luar kawasan
k. Eskalasi aksi terorisme lintas negara, dan gerakan separatis bersenjata yang dapat mengundang kesalahpahaman antar negara bertetangga
2. Konsep Kedaulatan Negara
Kedaulatan merupakan salah satu unsur ekstensial sebuah negara. Dari sudut ilmu bahasa kedaulatan dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara, daerah, dan sebagainya.15 Dalam konteks ilmu tata negara, Parthiana16 menyatakan bahwa kedaulatan dapat diartikan sebagai kekuasaan yang tertinggi yang mutlak, utuh, bulat dan tidak dapat dibagi-bagi dan oleh karena itu tidak dapat ditempatkan di bawah kekuasaan lain. Namun demikian dalam proses perkembangan lebih lanjut, telah terjadi perubahan makna kedaultan negara.
Kedaulatan suatu negara tidak lagi bersifat mutlak atau absolut, akan tetapi pada batas-batas tertentu harus menghormati kedaulatan negara lain, yang diatur
15Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikandan Kebudayaan,Jakarta, hlm.188
16I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasioanl, Mandar Maju, Bandung, 2003, hlm 90
melalui hukum internasional. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan istilah kedaulatan negara bersifat relatif (Relative Sovereignty of State). Dalam konteks hukum internasional, negara yang berdaulat pada hakikatnya harus tunduk dan mengormati hukum internasional, maupun kedaulatan dan integritas wilayah negara lain.
Lebih lanjut, berkaitan dengan arti dan makna kedaulatan, Jean Bodin menyatakan bahwa kedaulatan merupakan atribut dan ciri khusus dari suatu negara. Tanpa adanya kedaulatan, maka tidak akan ada yang dinaamakan negara.17 Yudah Bakti Ardiwisastra mengatakan bahwa dalam perkembangannya, pengertian kedaulatan mengalami berbagai perubahan di mana negara dikatakan berdaulat apabila negara tersebut mampu dan berhak mengatur dan mengurus sendiri kepentingan-kepentingan dalam negeri dan luar negeri, dengan tidak bergantung kepada negara lainnya.18 Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki dari negara, di mana negara tersebut berdaulat, tetapi mempunyai batas-batasnya yaitu ruang berlakunya kekuasaan tertinggi yang dibatasi oleh batas wilayah negara itu, diluar wilayahnya negara tersebut tidak lagi memiliki kekuasaan demikian.19
17Fred Isjawara, Pengantar Ilmu Politik, Binacipta, Bnadung, 1996, hlm 108.
18Yudah Bakti Ardiwisastra, Imunitas Kedaulatan Negara di Forum Pengadilan Asing, Alumni, Bandung,1991, hlm. 15
19Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasioanl, Buku I-Bagian Umum, Bina Cipta, Bandung, 1982, hlm. 15.
Pada masa kini kedaulatan negara merupakan sisa dari kekuasaan yang dimiliki dalam batas-batas yang ditetapkan melalui hukum internasional.
Kedaulatan suatu negara dalam implementasinya dimanifestasikan menjadi (dua) sisi, yaitu: Pertama, Kedaulatan Internal (ke dalam). Kedaulatan internal merupakan kekuasaan tertinggi suatu negara untuk mengatur masalah-masalah dalam negerinya. Kedaultan internal suatu negara diwujudkan dalam otoritas negara dalam menentukan bentuk negara, bentuk dan sistem pemrintahan yang dipilih oleh negara tersebut, sistem politik, kebijakan-kebijakan dalam negeri, maupun hal-hal yang berkaitan dengan pembentukan sistem hukum nasional.
dimana dalam penentuan kesemua hal tersebut tidak dapat dicampuri oleh negara lain. Dalam konteks kedaulatan Negara Indonesia, kedaulatan internal Negara Indonesia dapat ditunjukan dengan bentuk dan bangunan Negara Indonesia sebagai suatau negara Kesatuan yang berciri Nusantara, sebagaimana tercantum dalam Pasal 25A Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut pada dasarnya merupakan manivestasi dari aspek geopolitik Negara Indonesia yaitu Wawasan Nusantara. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa kedaulatan internal (kedaulatan ke dalam) Negara Indonesia dimanivestasikan melalui Wawasan Nusantara. Ke dua, Kedaulatan Eksternal (ke luar), sisi eksternal dari kedaulatan negara dimanifestasikan dalam wujud kekuasaan dan kemampuan suatu negara untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain dan menjalin kerjasama atau hubungan internasional dengan negara lain maupun sesama subjek hukum internasional.
Negara merupakan subyek utama dari hukum internasional, baik ditinjau secara histori maupun secara faktual. Secara histori, yang pertama-tama merupakan subyek hukum internasional pada awal mula lahir dan pertumbuhan hukum internasional adalah negara. Peranan negara sebagaia subyek hukum internasional lama kelamaan semakin dominan karena bagian terbesar dari hubunga-hubungan internasional yang dapat melahirkan prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum internasional dilakukan oleh negara-negara.20 Tunduknya suatu negara yang berdaulat atau tunduknya paham kedaulatan kepada kebutuhan pergaulan masyarakat internasional demikian merupakan syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat internasional yang teratur.
a. Pengakuan negara dalam Hukum Internasional
Kehidupan politik dunia tidak pernah statis. Runtuhnya negara raksasa Unisoviet yang kemudian terbentuk 15 negara baru, pecahnya Socialist Federal Republic of Yugoslavia (SFRY) menjadi 5 negara, pembagian Czekoslovakia menjadi dua negara republik yaitu Czech dan Slovakia yang merupakan sebagian kecil bukti hal tersebut. Demikianlah munculnya negara baru hilangngnya negara yang sudah ada, pemberontakan, kudeta, pergantian rezim pemerintahan, perubahan kepemilikian territorial silih berganti mewarnai dinamika politik dunia.
20I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, 1990, hlm. 59- 62
Berdasarkan hukum internasional, ada akibat-akibat hukum yang penting berkaitan dengan fakta-fakta tersebut. Pada umumnya untuk dapat diterima sepenuhnya dalam masyarakat internasional, suatu entitas baru apakah itu suatu negara baru, pemerintah baru, kelompok pemberontakan ataukah perolehan tambahan wilayah tertentu mebutuhkan suatu pengakuan dari suatu negara lain. Dilihat dari bentuknya, pengakuan dapat dibedakan menjadi:
1. Pengakuan terhadap negara baru;
2. Pengakuan terhadap pemerintahan baru;
3. Pengakuan terhadap belligerency;
4. Pengakuan terhadap representative organization;
5. Pengakuan terhadap perolehan tambahan territorial.
Adapun dilihat dari cara atau metodenya, pengakuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengakuan secara tegas (express recognition) dan pengakuan secara diam-diam (implied recognition). Pengakuan secara tegas dapat dilakukan dengan pernyataan pengakuan lewat public statement, nota diplomatic, atau juga perjanjian bilateral yang isinya secara tegas menyatakan pengakuan oleh satu pihak terhadap pihak yang lain. Sebagai contoh dapat dikemukakan perjanjian bilateral Inggris dengan Birma yang ditandatangani 17 Oktober 1947 yang berisi pengakuan Inggris pada Birma bekas wilayah jajahannya sebagai a fully independent sovereign state.
Didalam praktek internasional pengakuan diam-diam atau (implied recognition) justru yang lebih sering dilakukan. Tindakan negara membuaka hubungan diplomatic dengan satu negara baru, pemberian execuatur pada konsuler negara baru, kehadiran pimpinan suatu negara pada upacara kemerdekaan suatu negara baru adalah contoh-contoh pengakuan diam-diam yang dapat ditafsirkan secara jelas adanya pengakuan dari satu pihak pada pihak yang lain. Namun demikian adapun beberapa tindakan berikut yang tidak bias ditafsirkan langsung sebagai pemberian pengakuan secara diam- diam, yaitu:21
1. Menjadi pihak pada suatu perjanjian multilateral dimana negara yang tidak diakui (unrecognized state) telah lebih dulu menjadi pihak;
2. Tetap menjadi pihak ketika negara yang tidak diakui (unrecognized state) masuk menjadi negara pihak pada suatu perjanjian multilateral;
3. Pertukaran misi perdagangan dengan negara yang tidak diakui (unrecognized state);
4. Melakukan tuntutan internasional atau membayar konpensasi pada negara yang tidak diakui (unrecognized state);
5. Duduk satu meja dalam suatu perundingan dengan negara yang tidak diakui (unrecognized state);
21 Alina Kaczorowska, Text Book Public International Law, (London: Old Bailey Press, 2002), hlm.72.
6. Hadir dalam satu konverensi internasional dimana negara yang tidak diakui (unrecognized state) juga terlibat sebagai peserta;
7. Penerimaan negara yang tidak diakui dalam suatu organisasi internasional berkaitan dengan negara-negara yang menentang penerimaan tersebut.
Niat dari negara yang memberi pengakuan harus dipertanyakan lebuh dulu apakah benar tindakan yang dia lakukan berarti suatu pengakuan untuk pihak yang selama ini tidak diakuinya. Sebagai contoh dapat dikemukakan dalam Jeneva converence on Korean and Indo-China, pemerintah amerika melakukan negosiasi dengan komunis China untuk pelepasan penerbang AS yang ditawan oleh China komunis. Pada kesempatan itu delegasi AS menyatakan bahwa22
…The US government has made the decision to authorize informal US participation in this meeting because of its obligation to protect the welfare of its citizen… US participation in these conversations in no way implies US accordance of any measure of diplomatic recognition to the Red Chinese regime…
Contoh lain, negara-negara Arab dengan Israel sama-sama anggota PBB.
Sering melakukan perundingan bersama Amerika ikut sama-sama menjadi negara pihak dalam banyak perjanjian multilateral, meskipun demikian sampai saat ini negara-negara Arab tidak pernah mengakui Israel.
22 Ibid.
3. Konsep Wilayah Perbatasan
Pengertian perbatasan secara umum adalah sebuah garis demakrasi antara dua negara yang berdaulat. Pada awalnya perbatasan sebuah negara atau states border dibentuk dengan lahirnya sebuah negara. Sebelumnya penduduk yang tinggal di wilayah tertentu tidak merasakan perbedaan itu, bahkan tidak jarang mereka berasal dari etnis yang sama. Namun, dengan munculnya negara, mereka terpisahkan dan dengan adanya tuntutan negara itu mereka mempunyai kewarganegaraan yang berbeda.23 Menurut pendapat ahli geografi politik, pengertian perbatasan dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu boundaries dan frontier. Kedua definisi ini mempunyai arti dan makna yang berbeda meskipun keduanya saling melengkapi dan mempunyai nilai yang strategis bagi kedaulatan wilayah negara. Perbatasan disebut frontier karena posisinya yang terletak di depan atau di belakang suatu negara. Sedangkan istilah boundary digunakan karena fungsinya yang mengikat atau membatasi suatu unit politik, dalam hal ini adalah negara. Beberapa pendapat para ahli geopolitik tentang boundaries dan frontier antara lain sebagai berikut:
Menurut A. E. Moodie, dalam bukunya boundaris diartikan sebagai garis- garis yang mendemarkasikan batas-batas terluar dari wilayah terluar suatu negara.
Sementara frontier merupakan zona dengan lebar yang berbeda yang berfungsi
23Rizal Darmaputera, Manajemen Perbatasan dan reformasi Sektor Keamanan, Panduan Pelatihan Tata Kelola Sektor Keamanan Untuk Organisasi Masyarakat Sipil: Sebuah Toolkit, Institute for Defense, Security and Peace Studies (IDSPS)-Geneva Centre for Democratic Control of Armed Forces (DCAF), IDPS Press, Jakarta, 2009, hlm. 3
sebagai pemisah dua wilayah yang berlainan negaranya.24 Menurut Hans Weiger dalam bukunya yang berjudul Principles of Political Geography, boundories dapat dibedakan menjadi boundory zone dan boundory line. Boundary zone diwujudkan dalam bentuk kenampakan ruangyang terletak antara dua wilayah yang bebas.
Boundary line diwujudkan dalam bentuk garis, wooden barrier,a grassy path between field (jalan setapak rumput yang memisahkan dua atau lebih lapangan), jalan setapak di tengah hutan, dll.25
Dalam perspektif geografi politik, batas wilayah suatu negara (international boundary) dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu menurut fungsinya (klasifikasi fungsional) dan menurut terjadinya (klasifikasi morfologis). Klasifikasi fungsional adalah penggolongan perbatasan internasional berdasarkan pada sifat-sifat relasi di antara garis-garis perbatasan dan perkembangan bentang lahan budaya (cultural landscape) dari negara-negara yang terpisah. Sedangkan klasifikasi morfologis adalah penggolongan perbatasan internasional berdasarkan pada proses terbentuknya suatu wilayah tersebut
4. Konsep Penyelesaian Sengketa Internasional
Sengketa Internasional adalah suatu perselisihan antara subjek-subjek hukum internasional mengenai fakta, hukum atau politik dimana tuntutan atau pernyataan satu pihak ditolak, dituntut balik atau diingkari oleh pihak lainnya.
24AE Moodie, Geography Behind Politics, Chinsoun University Library, London, 1963, hlm. 72- 73
25Hans W Weiger, Principles of Political Geography, Appleton-Century, New York, 1957.
Menurut Mahkamah Internasional, sengketa Internasional merupakan suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian.26 Hukum Internasional pada awalnya mengenal penyelesaian sengketa secara damai dan penyelesaian sengketa secara perang. Namun, sekarang ini, hukum Internasional telah mewajibkan kepada semua negara (khususnya negara anggota PBB) untuk menyelesaikan sengketa Internasional melalui cara damai yag termuat dalam pasal 1, 2 dan 3 Piagam PBB. Dalam ketiga pasal tersebut menyebutkan bahwa sebagai bagian dari tujuan PBB untuk menjaga perdamaian dan keamanan Internasional maka setiap perselisihan harus diselesaikan dengan cara-cara damai dengan mengedepankan perdamaian dan keadilan serta menahan diri dari ancaman penggunaan kekerasan.27 Secara umum, ada beberapa cara untuk menyelesaikan sengketa Internasional :
a) Arbritase
Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase adalah pengajuan sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak.
Mereka itulah yang memutuskan penyelesaian sengketa, Putusan itu dapat didasarkan pada kepantasan dan kebaikan.28
26Huala Adolf, 2004, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 1.
27Ibid Hlm. 8
28 Guru pendidikan, Pengertian Sengketa Internasional, Penyebab dan Penyelesaian, artikel dibuat pada 2 Agustus 2019, diakses dari https://www.gurupendidikan.co.id/sengketa-internasional/ pada 3 Februari 2020
b) Mediasi
Keterlibatan pihak ketiga dalam mediasi sudah lebih kuat dimana mediator berperan aktif dalam mendamaikan pihak yang bersengketa dan dapat memberikan rekomendasi untuk penyelesaian sengketa. Seorang mediator diberikan kebebasan dalam menentukan proses penyelesaian sengketanya dengan memberikan saran maupun usulan yang diperolehnya dari hasil laporan para pihak terhadap sengketa tersebut. Mediator juga dapat menggunakan asas ex aequo et bono (kepatutan dan kelayakan) sehingga tidak terbatas oleh hukum yang ada.
c) Negosiasi
Negosiasi adalah perundingan yang diadakan secara langsung antara para pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian melalui perundingan tanpa melibatkan pihak ketiga. Penyelesaian sengketa dengan cara ini meskipun terlihat mudah namun juga sering mengalami kegagalan seperti adanya penolakan salah satu pihak untuk melakukan negosiasi.
d) Konsiliasi
Konsiliasi merupakan metode penyelesaian sengketa secara politik yang menggabungkan cara-cara inquiry dengan mediasi. Dalam cara ini, juga menggunakan pihak ketiga dalam menyelesaiakan sengketa. Melalui cara ini, pihak ketiga melakukan penyelidikan terhadap sengketa yang dipermasalahkan
lalu memberikan usulan-usulan formal mengenai penyelesaian sengketanya.
Usulan ini tidak mengikat para pihak yang bersengketa.29 e) Penyelesaian Yudisial (Judicial Settlement)
Dalam penyelesaian ini para pihak yang bersengketa akan mengajukan masalahnya ke Mahkamah Internasional. Mahkamah internasional ini bertugas untuk menyelesaikan tuntutan yang diajukan dan mengeluarkan keputusan yang bersifat final dan mengikat para pihak. Mahkamah Internasional merupakan bagian integral dari PBB, jadi tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.
5. Konsep Resolusi PBB
Resolusi PBB adalah suatu naskah formal yang diadopsi oleh suatu badan PBB, Walaupun hampir semua badan PBB dapat membuat resolusi, hampir semua resolusi dalam praktiknya diterbitkan oleh dewan keamanan PBB atau Sidang Umum PBB. Resolusi PBB dapat dikelompokkan menjadi resolusi substantif atau prosedural atau sesuai badan penerbitannya, antara lain Resolusi Sidang Umum, Resolusi Dewan Keamanan dan Resolusi Dewan HAM.30
Resolusi PBB adalah ungkapan formal dari pendapat atau kehendak organ- organ PBB. Resolusi pada umumnya terdiri dari dua bagian yakni pendahuluan dan operasi. Pembukaan umumnya berisi pertimbangan terkait tindakan yang akan
29Pengaturan hukum Internasional terhadap penyelesaian sengketa Internasional, diakses http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/51123/Chapter%20II.pdf?sequence=3&isAllo wed=y pada 3 Februari 2020
30Https://id.wikipedia.org/wiki/Resolusi_Perserikatan_Bangsa-Bangsa di akses pada 22 Agustus 2020
diambil, pendapat yang akan diungkapkan atau perintah yang akan diberikan.
Sedangkan bagian operasi berisi pendapat atau tindakan yang harus diambil oleh organisasi.31
Organ PBB yang dapat mengeluarkan resolusi adalah Majelis Umum dan Dewan Keamanan, resolusi majelis umum adalah sebuah keputusan resmi dari Majelis Umum PBB yang diperoleh suatu mayoritas yaitu 50% dari semua suara ditambah satu dan melalui mayoritas dua per tiga untuk menyelesaikan masalah yang secara signifikan berhubugan dengan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, pengakuan atas anggota baru untuk PBB, penangguhan hak-hak dan hak keanggotaan, pengusiran anggota, pengoperasian sistem perwalian atau pertanyaan anggaran.
Resolusi Majelis Umum bersifat mengikat secara internal dan rekomendatif (soft law) hal ini dapat dilihat pada rekomendasi yang dikeluarkan hanya terkait dengan pemilihan anggota tidak tetap Dewan Keamanan, pemilihan anggota Dewan Ekonomi, pengeluaran anggota serta anggaran sedangkan resolusi Dewan Keamanan bersifat memaksa dan mengikat32 hal ini diatur dalam Piagam PBB Pasal 25 yang berbunyi:
“Anggota-anggota Perserikataan Bangsa-Bangsa menyetujui untuk menerima dan menjalankan keputusan-keputusan Dewan Keamanan sesuai dengan Piagam ini.”
31Sharon Alfa Marlina, Analisis Hukum Resolusi Dewan Keamanan PBB Terhadap Uji Coba Nuklir Lintas Benua Oleh Korea Utara, Makassar; Universitas Hasanuddin, 2018, hal 25
32Pasal 25 dan Pasal 49 Piagam PBB
Tidak hanya secara internal namun Resolusi Dewan Keamanan PBB juga berlaku bagi negara-negara yang bukan negara anggota hal ini dapat dilihat dalam pasal 2 angka 6 Piagam PBB yang mengatur bahwa:
“Organisasi ini menjamin agar negara-negara bukan Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa bertindak dengan Prinsip-prinsip ini apabila dianggap perlu demi perdamaian dan keamanan internasional”
D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Menurut Peter Mahmud Marzuki jenis penelitian hukum secara yuridis normatif yaitu suatu penelitian terutama mengkaji bahan-bahan hukum, ketentuan-ketentuan hukum positif, asas-asas menjawab isu hukum yang dihadapi.33 Penelitian hukum normatif nama lainnya adalah penelitian hukum doktrinal yang disebut juga sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen karena penelitian ini dilakukan atau ditunjukkan hanya pada peraturan- peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.34
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini dilakukan dimana pengetahuan dan atau teori tentang objek yang akan diteliti telah ada lalu kemudian
33Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media, Cetakan 1, Jakarta, 2005, hlm. 16
34Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cetakan ke-8, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 14
dipakai guna memberikan gambaran mengenai objek penelitian secara lebih lengkap dan menyeluruh.
3. Pendekatan Penelitian
Terdapat tiga pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini, yang pertama pendekatan kasus (the case approach) yang dilakukan dengan cara menelaan kasus-kasus yang berkaitan dengan isuu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan dan mendapat kekuatan hokum yang tetap. Kedua, Pendekatan konseptual (conseptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Ketiga, pendekatan historis (historical approach) dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi.35
6. Jenis dan Sumber Bahan Hukum a) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yang digunakan yaitu Piagam PBB dan Resolusi Dewan Kemanan PBB No 47 tahun 1948
b) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang digunakan meliputi buku-buku ilmiah di bidang hukum, makalah-makalah, jurnal ilmiah, artikel ilmiah.
c) Bahan Hukum Tersier
35Peter Mahmud Marzuki, Op Cit, hlm. 22
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Dalam penelitian ini, bahan hukum tersier yang digunakan meliputi Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus Hukum, Wikipedia, situs internet yang berkaitan dengan Hukum Internasional.36
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Mengenai teknis dan metode pengumpulan data penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu dengan cara mempelajari dan meneliti literatur yang berhubungan dengan penulisan ini. Dalam penelitian kepustakaan, penulis mengumpulkan data dan mempelajari buku-buku, tulisan-tulisan dari berbagai pihak dan instansi yang tersebar dalam bentuk surat kabar, majalah, makalah, dan bahan bacaan yang memungkinkan.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Dalam pengolahan data dilakukan dengan cara menyusun kembali, meneliti dan memeriksa bahan hukum yang telah diperoleh agar dapat tersusun secara sistematis. Kemudian bahan hukum yang diperoleh tersebut dijabarkan dalam bentuk kalimat dan kata-kata. Dalam hal ini, penulis menggunakan metode analisis kualitatif.
36Ibid. Hlm. 142
E. Sistematika Penulisan BAB I: PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka konseptual, metode penelitian dan sistematika penulisan
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisikan landasan konsep-konsep yang mendasari penganalisian masalah yang berkaitan dengan penelitian ini.
BAB III: PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menguraikan tentang pembahasan yang di dalamnya terdapat hasil penelitian.
BAB IV: PENUTUP
Pada bab ini diuraikan kesimpulan dan saran yang dapat ditarik berdasarkan atas hasil pembahasan dari pemecahan masalah tersebut.