• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan dan Perancangan Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis

N/A
N/A
irlan archi

Academic year: 2024

Membagikan "Perencanaan dan Perancangan Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan tentang pendahuluan, gambaran isi konsep perencanaan dan perancangan yang terdiri dari pengertian judul, latar belakang permasalahan, permasalahan dan persoalan, tujuan dan sasaran, batasan dan lingkup pembahasan, metode perancangan, sistematika pembahasan dan pola pikir.

1.1 JUDUL

“Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis”

1.2 PENGERTIAN JUDUL 1.2.1 Pusat

Pusat /pu-sat/ merupakan tempat yang berada di tengah; pusar; pokok pangkalan atau yang menjadi pumpunan berbagai urusan, hal, dan sebagainya (KBBI).Pusat atau center dalam bahasa inggris yaitu a building or place used for a particular purpose or activity atau sebuah bangunan atau tempat yang digunakan untuk tujuan tertentu (Kamus Oxford).Pusat dalam proposal ini berarti suatu tempat dimana sesuatu yang menarik aktivitas atau fungsi terkumpul atau terkonsentrasi, juga sebagai tempat yang menjadi pumpunan instansi-instansi dibawahnya.

1.2.2 Pengelolaan Sampah

Pengelolaan/pe·nge·lo·la·an/n1adalah proses, cara, mengelola; 2 proses melakukan aktivitas tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain; 3 proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi (KBBI).Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat(UU RI No.18 Tentang Pengelolaan Sampah, 2008).Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah (UU RI No.18 Tentang Pengelolaan Sampah, 2008).

1.2.3 Surakarta

Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang direncanakan untuk bangunan Pusat Pengelolaan Sampah.

(2)

2 1.2.4 Arsitektur Ekologis

Arsitektur Ekologis atau eko-arsitektur merupakan pembangunan secara holistis (berhubungan dengan sistem keseluruhan), yang memanfaatkan pengalaman manusia (tradisi dalam pembangunan), sebagai proses dan kerja sama antara manusia dan alam sekitarnya atau pembangunan rumah atau tempat tinggal sebagai kebutuhan kehidupan manusia dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan alamnya(Frick, 2007).

1.2.5 Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta dengan Pendektan Arsitektur Ekologis Jadi, Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis ini merupakan perencanaan dan perancangan arsitektur untuk mewadahi berbagai kegiatan pengelolaan sampah yang sifatnya terpusat, sistematis dan menyeluruh yang berbasis pada prinsip 3R (Reuse, Reduce dan Recycle) dengan mewadahi berbagai kegiatan seperti pengumpulan, pemilahan, pendaur ulangan sampah, pendidikan kemasyarakatan mengenai sampah serta berbagai kegiatan kreatif dan komersil di Kota Surakarta dan menerapkan prinsip-prinsip arsitektur ekologis pada desainnya.

1.3 LATAR BELAKANG

1.3.1 Permasalahan Sampah di Indonesia

Indonesia saat ini menempati posisi kedua sebagai negara penyumbang sampah terbesar di dunia setelah Cina (Kompas, 2016). Pertumbuhan kota di segala bidang yang diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk menyebabkan adanya peningkatan dalam aktivitas jasa, industri dan bisnis, juga berdampak pada meningkatnya hasil buangan dari aktivitas ini berupa volume dan jenis sampah yang dihasilkan. Menurut Riset Greeneration, organisasi non- pemerintah yang 10 tahun mengikuti isu sampah, satu orang di Indonesia rata- rata menghasilkan 700 sampah plastik per tahun, dimana itu baru satu jenis sampah saja. Kondisi ini diperparah oleh adanya paradigma masyarakat bahwa sampah merupakan sesuatu yang harus segera dibuang atau disingkirkan. Ini mengakibatkan kegiatan pengelolaan sampah yang ada dilakukan dengan pemindahan, pembuangan dan pemusnahan sampah. Adapun sampah yang dikelola dan diolah hanya di beberapa kota dan hanya beberapa persen dari sampah yang dihasilkan.

(3)

3 Sampah apabila tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan dampak negatif yang mengganggu lingkungan. Diantaranya yaitu gangguan penyakit, menurunnya kualitas dan estetika lingkungan, dan dapat menyebabkan berbagai bencana alam lainnya seperti banjir. Jika dilihat dari segi pengelolaan sampah di Indonesia (Gambar 1) maka diketahui bahwa 68% sampah diangkut dan ditimbun, 9 % dikubur, 6 % diolah menjadi kompos dan daur ulang, 5 % dibakar, dan 7 % sampah tak terkelola (Sumber: Kementrian Lingkungan Hidup dan Pekerjaan Umum, 2014).

Gambar 1. Persentase Perlakuan terhadap Sampah

(Sumber: Kementrian Lingkungan Hidup dan Pekerjaan Umum, 2014)

Dari gambar diatas diperoleh informasi bahwa sebagian besar sampah yaitu sebanyak 68% sampah tidak diolah dan langsung diangkut dan ditimbun di TPA.

Hal ini mengakibatkan menumpuknya sampah di TPA dan lama-kelamaan TPA akan menjadi overload. Oleh karena itu, agar pengelolaan sampah berlangsung dengan baik, maka setiap kegiatan pengelolaan sampah harus mengikuti prinsip yang ada.Menurut PP No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, bahwa kebijakan pengelolaan sampah yang selama lebih dari tiga dekade hanya bertumpu pada pendekatan kumpul-angkut-buang (end of pipe) dengan mengandalkan keberadaan TPA, diubah dengan pendekatan reduce atsource dan resource recycle melalui penerapan 3R.

Pengelolaan sampah yang ideal diperlukan untuk mengatasi masalah sampah. Konsep pengelolaan sampah yang ideal (Sudrajat, 2006), yaitu;

pengelolaan sampah di sumber sampah, pengelolaan sampah di TPA, dan pengelolaan sampah di TPA. Padahal dilihat dari realita pengelolaan sampah

9% 68%

5%

6% 7% 5%

Pengelolaan Sampah Domestik

Diangkut dan ditimbun Dikubur Dibakar

(4)

4 yang ada saat ini kebanyakan tertuju pada pembuangan akhir saja tanpa ada proses pengolahan terlebih dahulu (Gambar 1). Hal ini diperparah dengan tidak adanya pengolahan sampah di TPA (umumnya TPA di Indonesia menggunakan metode landfill dan open dumping) sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan pada TPA dan berujung pada overload.

Sesuai dengan PP No. 81 tahun 2012 bahwa kegiatan pengelolaan sampah harus sesuai dengan prinsip 3R. Pengelolaan sampah dengan prinsip 3R inilah yang nantinya akan mendasari pembuatan proyek tugas akhir ini hingga berwujud sebuah desain. Tepatnya prinsip 3R ini akan mendasari apa saja kegiatan yang diwadahi dalam proposal ini.

1.3.2 Permasalahan Sampah di Kota Surakarta

Kota Surakarta memiliki produksi sampah yang terus meningkat dan belum tertasi secara tuntas. Dapat dilihat dari tempat pembuangan akhir Kota Surakarta yaitu TPA Putri Cempo yang saat ini kapasitasnya sudah overload atau melebihi daya tampung. Sampah yang sudah masuk ke TPA Putri Cempo pada tahun 2015 mencapai 1,5 juta ton, padahal daya tampung yang direncanakan adalah 1,3 juta ton(Tribun jateng, 2015). Hal ini disebabkan karena sampah yang masuk ke TPA semakin meningkat setiap tahunnya. Kenaikan ini terlihat dari volume sampah yang masuk ke TPA Putri Cempo enam tahun terakhir pada Gambar 2.

Gambar 2. Volume Sampah yang Masuk ke TPA Putri Cempo 6 Tahun Terakhir (Sumber: BPS, 2016)

Dengan kondisi TPA yang overload, Pemerintah Kota Surakarta tidak menyediakan tempat lain untuk tempat pembuangan akhir, sehingga Dinas Kebersihan dan Pertamanan masih memberdayakan lokasi tersebut hingga sekarang. Kondisi ini terlihat parah dan membahayakan. Hal ini terlihat dari

91,6 88 88,6 92,4 96,2 100,3

80 85 90 95 100 105

2010 2011 2012 2013 2014 2015 Volume sampah yang masuk ke TPA Putri Cempo (ton)

(5)

5 ketinggian sampah yang menggunung mencapai 6 meter (Gambar 3), padahal kondisi yang ideal adalah 2 meter diatas permukaan tanah (Joglosemar, 2011).

Gambar 3. Ketinggian Sampah TPA Putri Cempo mencapai 6m (Sumber: Joglosemar, 2016)

1.3.3 Potensi Kota Surakarta sebagai Lokasi Pusat Pengelolaan Sampah

Kota Surakarta memiliki potensi dalam hal pelaku dan aktivitas pengelolaan sampah. Potensi tersebut ada di TPA Putri Cempo sendiri. Penduduk setempat kebanyakan bermata pencaharian sebagai pemulung, memilah sampah dan kemudian menjualnya ke pengepul. Selain itu pemerintah kota juga mengirim pemulung dari luar kota untuk mencari nafkah dan menyediakan tempat tinggal yang tidak jauh dari lokasi tersebut. Potensi lain yaitu adanya ternak sapi milik masyarakat setempat yang berkontribusi membantu mengurangi penumpukan sampah dengan memakan sampah organik. Potensi lain seperti yang ada pada tiga RT di Kecamatan Laweyan dan satu RT di Mojosongo yang berinisiatif membuat bank sampah sendiri.

Pemerintah daerah Kota Surakarta mendukung adanya fasilitas pengelolaan sampah dengan mengeluarkan Perpres no 18 tahun 2016 mengenai Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah, dan Kota Surakarta merupakan salah satu di antara tujuh kota sebagai pilot projectnya. Kota-kota yang lain yaitu Jakarta, Bandung, Tanggerang, Semarang, Surabaya dan Makassar. Dari 7 kota tersebut, Surakarta memiliki jumlah prasarana pengelolaan sampah yang belum memadai. Jika kota-kota lain sudah memiliki industri pengolahan sampah sendiri, di Surakarta pengolahan sampah sebatas mengubahnya menjadi bentuk kerajinan dan pemulung atau lapak mengirim sampah mentah menuju kota lain untuk didaur ulang.

(6)

6 Kota Surakarta masih belum memiliki fasilitas yang dapat menampung kegiatan pengelolaan sampah secara menyeluruh. Hal ini menjadi peluang untuk perlunya membuat sebuah fasilitas yang dapat menampung berbagai kegiatan pengelolaan sampah secara lebih sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi kegiatan-kegiatan berbasis 3R. Selain itu diperlukan juga pengembangan term dari sekedar tempat pembuangan menjadi tempat pengolahan agar masyarakat yang sudah berinisiatif dalam mengolah sampah dapat terwadahi dan agar prinsip pengolahan sampah dapat diterapkan oleh semua masyarakat.

1.3.4 Upaya Memasyarakatkan Pengelolaan Sampah melalui Media Arsitektur Paradigma masyarakat bahwa sampah merupakan barang kotor yang tidak mempunyai nilai perlu diubah. Sampah merupakan barang yang masih memiliki nilai dan dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan mentah atau bahan berguna lainnya. Seperti menerapkan prinsip reuse dengan menggunakan kembali sampah rumah tangga menjadi sebuah kerajinan. Potensi kerajinan sampah sendiri sudah ada di Kota Surakarta. Seperti industri rumah tangga di Jebres, kerajinan limbah koran KUB Bina Usaha Mandiri di Kadipiro, dan Baluwarti. Namun kegiatan seperti ini perlu kesadaran dari dalam diri masing- masing individu. Mengingat kegiatan pembuangan sampah dengan cara dipilah berdasarkan jenisnya saja dinilai tidak efektif, maka diperlukan suatu kegiatan yang sistematis yang mengedukasi dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya pengolahan sampah. Oleh karena itu, diperlukan suatu wadah yang mampu mewadahi kegiatan tersebut, yang mampu mengedukasi masyarakat serta mewadahi kegiatan kreatif dan komersil bagi masyarakat yang sudah memiliki potensi akan kegiatan pengolahan sampah ini.

Arsitektur merupakan salah satu cara untuk mengubah paradigma buruk masyarakat mengenai sampah. Kondisi tempat pengelolaan sampah yang ada di Indonesia sebagian besar adalah TPA dengan kondisi sampah yang menumpuk dan bau. Hal ini memperparah paradigma masyarakat akan sampah dan menimbulkan keengganan untuk mengelolanya. Alangkah baik jika fasilitas pengelolaan sampah dibuat sebaik mungkin dengan memakai citra arsitektur yang sesuai, seperti menggunakan ekspresi visual arsitektur sebagai hasil olah

(7)

7 sampah. Contohnya adalah “Rumah Botol” milik walikota Bandung yaitu Ridwan Kamil yang berhasil membuat fasad rumah mengggunakan bahan bekas yaitu botol-botol kaca bekas (Gambar 4).

Gambar 4. Fasad “Rumah Botol” berbahan baku botol bekas (Sumber: Kompas, 2016)

Selain itu, beberapa kota di dunia memanfaatkan kemampuan arsitektur untuk memperbaiki citra sekaligus mengubah paradigma masyarakat terhadap pengolahan sampah. Prinsip asal buang tanpa memilah-milah dan mengolahnya terlebih dahulu selain akan menghabiskan lahan yang sangat luas sebagai TPA juga merupakan pemborosan energi dan bahan baku yang terbatas yang tersedia di alam. Seperti di Hiroshima, Jepang, memiliki Naka Waste Incineration Plant (Gambar 5) dan di Bolzano, Italy yang memiliki Bozen Waste to Energy Plant (Gambar 6). Fasilitas ini selain berfungsi sebagai tempat pembakaran sampah (waste inceneration), juga sebagai tempat mendaur ulang sampah dan memiliki fasilitas tur di dalam bangunan dalam rangka penyuluhan serta proses penyadaran bagi masyarakat. Viewing Gallery yang ada memungkinkan masyarakat melihat ruang insinerator dan ruang daur ulang.

Gambar 5. Interior Naka Waste Incineration Plant (Sumber: ArchNewsNow.com)

(8)

8 Gambar 6. Eksterior Bozen Waste to Energy Plant

(Sumber: ArchNewsNow.com)

Dapat dilihat dari gambar diatas (Gambar 5 dan 6), tempat pengolahan sampah tersebut jauh dari kesan kotor dan bau yang selama ini melekat pada persepsi masyarakat mengenai sampah. Oleh karena itu, fasilias ini bertujuan untuk menggunakan arsitektur sebagai wadah untuk mengubah persepsi masyarakat bahwa sampah jika dikelola dengan baik akan menjadi sesuatu yang lebih bernilai dan berharga.

1.3.5 Nilai Ekonomi Kegiatan Pengelolaan Sampah

Sampah atau barang buangan memiliki prospek yang bagus dalam hal ekonomi. Cara penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang sampah sekaligus memanfaatkannya sehingga selain membersihkan lingkungan, juga menghasilkan kegunaan baru. Hal ini secara ekonomi akan mengurangi biaya penanganannya (Murthado & Said, 1988). Pada tabel 1, terlihat bahwa harga barang bekas mempunyai harga yang cukup berarti. Apabila didaur ulang, maka harganya akan berlipat-lipat ganda dari harga sebelumnya.

Tabel 1. Harga barang bekas tahun 2016

NO JENIS BARANG HARGA/Kg

1. Botol Plastik Rp. 2200

2. Plastik kresek Rp. 500

3. Plastik Bening Rp. 1500

4. Plastik kemasan Rp. 100

2. Koran bekas Rp. 2500

3. Kertas HVS Rp. 2000

4. Kertas CD/ Buram Rp. 1500

5. Buku campur Rp. 1800

6. Kardus Rp. 2050

7. Sak semen Rp. 2700

(9)

9

8. Besi A Rp. 2200

9. Besi B Rp. 1200

10. Kuningan Rp. 32.000

11. Alumunium kaleng Rp. 10.500

12. Alumunium panci Rp. 12.000

13. Kaleng Rp. 1100

14. Beling bening Rp. 400

15. Beling coklat Rp. 200

16. Beling campur Rp. 150

(Sumber: www.sakadoci.com)

Nilai sampah akan semakin meningkat jika mengalami proses pengolahan terlebih dahulu. Salah satunya adalah dengan menjadikan sampah sebagai bahan baku karya kerajinan. Seperti pada satu jenis sampah saja yaitu bekas botol plastik dapat menghasilkan berbagai macam barang dan kerajinan baru yang meningkatkan nilai jual dan estetikanya. Pada gambar 7 membuat pot bunga gantung dari botol plastik yang menambah dekorasi ruangan, lampu hias dari bekas botol plastik, dekorasi dinding, bahkan perahu dari bekas botol plastik, dan lain sebagainya.

Gambar7. Pot bunga gantung dari botol plastik sebagai dekorasi (Sumber : www.dagelan.co)

Kegiatan pengelolaan sampah kota mulai dari sumber sampah hingga tempat pengelolaan sampah dapat menimbulkan dampak negatif. Adapun dampak negatifnya meliputi aspek biofisik, sosial, ekonomi dan budaya.

Keuntungan yang dapat diperoleh konsumen atau masyarakat atau problem yang dapat terpecahkan jika sebuah fasilitas pengelolaan sampah dibangun(Sejati, 2009) adalah sebagai berikut:

1. Tumpukan sampah di rumah berkurang, hal ini juga akan berdampak pada berkurangnya volume sampah yang masuk ke TPA.

(10)

10 2. Konsumen mendapat imbalan berupa uang jika dapat memilah sampah dan

menjualnya ke fasilitas ini.

3. Refreshing,memperoleh suatu pengalaman yang baru.

4. Konsumen mendapatkan paduan dan integrasi dari semua lini dalam penanggulangan masalah sampah.

5. Masyarakat dapat memperoleh inspirasi untuk memanfaatkan celah bisnis yang ada.

Dampak negatif tempat pengelolaan sampah yang ada selama ini antara lain sebagai berikut(Sudrajat, 2006):

1. Polusi udara berupa bau yang sangat menyengat akibat proses pembusukan bahan organik. Polusi bau terjadi mulai dari sumber sampah, lalu di sepanjang jalan dari sumber sampah ke lokasi tempat pengelolaan sampah.

2. Polusi udara berupa asap. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan pembakaran sampah (insinerator). Dampaknya juga berakibat ke pencemaran bau, pandangan terhalang, serta patikulat karbon melayang di udara yang akan membahayakn paru-paru.

3. Polusi air berupa keluarnya air lindi akibat air hujan mencuci sampah yang sudah busuk serta segala kotoran yang terjerap didalamnya. Air tersebut ada yang mengalir di permukaan tanah yang dampaknya mengotori jalan dan kampung sehingga menimbulkan bau dan penyakit. Sementara aliran air yang di bawah tanah akan mempengaruhi bau dan kesehatan sumur penduduk, seperti munculnya penyakit.

4. Polusi terhadap tanah yang menyebabkan tanah bekas TPA akan dijenuhi garam-garam mineral sehingga tingkat salinitasnya sangat tinggi.

Membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkannya kembali untuk tujuan lahan pertanian.

1.3.6 Pendekatan Arsitektur Ekologis sebagai Strategi Desain Pusat Pengelolaan Sampah

Pendekatan arsitektur yang sesuai untuk fasilitas ini perlu dipilih berdasarkan kriteria-kriteria perencanaan fasilitas pengelolaan sampah yang ideal. Menurut Permen PU Nomor 03/PRT/M/2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga

(11)

11 Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, kriteria fasilitas pengolahan sampah harus mempertimbangkan:karakteristik sampah;teknologi pengolahan yang ramah lingkungan; keselamatan kerja; dan kondisi sosial masyarakat. Ironisnya, fasilitas pengelolaan sampah yang ada saat ini seperti pada TPA dan TPST yang ada terlihat jauh dari kesan ramah lingkungan (Gambar 8 dan 9).

Kondisi TPA dengan tumpukan sampah yang tidak terkelola dengan baik malah mengakibatkan berbagai permasalahan baru seperti bau, timbulnya gas beracun, dan permasalahan lingkungan lainnya. Dari gambar 8 dan 9 saja sudah terlihat bahwa komponen-komponen ekositem seperti udara, air, tanah dan flora dan fauna setempat terganggu. Padahal seharusnya fasilitas pengelolaan sampah dibuat untuk membuat kondisi lingkungan dan ekosistem berjalan dengan semestinya dan bahkan lebih baik lagi.

Gambar 8. Kondisi TPA Bantar Gebang Bekasi (Sumber: Tribunnews, 2015)

Gambar 9. Kondisi TPA Putri Cempo Solo (Sumber: Antaranews.com)

Pendekatan arsitektur ekologis dipilih sebagai strategi desain untuk Pusat Pengelolaan Sampah dikarenakan objek yang direncanakan merupakan sebuah wadah yang bertujuan untuk menanggulangi permasalahan sampah sehingga dapat menciptakan keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya. Hal ini sesuai dengan unsur pokok yang menjadi perhatian dalam arsitektur ekologi

(12)

12 adalah yaitu udara, air, tanah dan energi serta sesuai dengan dasar-dasar arsitektur ekologis (Frick, 2007)yaitu:

- Holistis, berhubungan dengan sistem keseluruhan, melibatkan perencanaan, perancangan dan pengelolaan secara terpadu (bengunan fisik karya arsitektural, serta kesinambungan terhadap lingkungan, manusia dan budaya yang melingkupinya).

- Memanfaatkan pengalaman manusia, dan pengalaman lingkungan alam terhadap manusia.

- Pembangunan sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu yang statis.

- Kerjasama antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan kedua belah pihak.

Bertolak dari fenomena-fenomena tersebut, maka diperlukan sebuah pusat pengelolaan sampah dengan manajemen yang lebih baik, sistematis, dan menyeluruh, yang berbasis pada prinsip pengolahan sampah yang baku yaitu berbasis 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle) sebagai prinsip yang mendasari kegiatan programming desain, serta menerapkan prinsip-prinsip arsitektur ekologis sebagai pendekatan atau teori desain.

1.4 PERMASALAHAN DAN PERSOALAN 1.4.1 Permasalahan

Bagaimana rumusan konsep perencanaan dan perancangan Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis?

1.4.2 Persoalan

Persoalan yang harus diselesaikan terkait konsep perencanaan dan perancangan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

a. Siapa saja pengguna dalam memenuhi kegiatan yang ada pada fasilitas Pusat Pengelolaan Sampah?

b. Bagaimana penentuan kegiatan pada Pusat Pengelolaan Sampah yang direncanakan?

c. Bagaimana program ruang, penzoningan serta pola hubungan ruang berdasarkan pelaku dan kelompok kegiatan yang diwadahi?

(13)

13 d. Bagaimana menentukan lokasi yang layak agar dapat mengakomodasi

kegiatan pengelolaan sampah?

e. Bagaimana tata masa dan fasad bangunan yang menarik untuk membuat citratempat pengolahan sampah menjadi lebih baik?

f. Bagaimana menentukan sistem konstruksi dan utilitas yang sesuai dengan kegiatan yang diwadahi?

g. Bagaimana mewujudkan prinsip-prinsip arsitektur ekologis yang akan diterapkan pada desain Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta?

1.5 TUJUAN DAN SASARAN 1.5.1 Tujuan

Tujuan dari proyek tugas akhir ini adalah mendapatkan hasil rancanganPusat Pengelolaan Sampah di Surakarta berdasarkan pada prinsip- prinsip arsitektur ekologis.

1.5.2 Sasaran

Langkah yang akan dilakukan untuk mencpai tujuan dari perencanaan dan perancangan Pusat Pengelolaan Sampah adalah sebagai berikut:

a. Terwujudnya konsep pengguna dan kegiatan Pusat Pengelolaan Sampah b. Terwujudnya rumusan konsep program ruang, penzoningan serta pola

hubungan ruang berdasarkan pada pengguna dan kelompok kegiatan yang diwadahi

c. Terpilihnya lokasi yang tepat yang dapat mengakomodir proses pengelolaan sampah

d. Terwujudnya desain tata masa dan fasad bangunan yang menarik agar membuat citra tempat pengelolaan sampah menjadi lebih baik lagi.

e. Terpilihnya sistem struktur konstruksi dan utilitas Pusat Pengelolaan Sampah yang sesuai

f. Terwujudnya desain yang didasari oleh prinsip-prinsip arsitektur ekologis sebagai strategi desainnya.

1.6 BATASAN DAN LINGKUP PEMBAHASAN 1.6.1 Batasan

a. Perencanaan dan perancangan Pusat Pengolahan Sampah di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur ekologis dibahas dengan batasan sebagai

(14)

14 wadah yang menampung kegiatan pengolahan berbagai jenis sampah (organik dan anorganik) yang berbasis pada prinsip 3R.

b. Perencanaan fasilitas lain mengacu pada perencanaan utama bangunan Pusat Pengolahan Sampah di Surakarta.

c. Perencanaan bangunan Pusat Pengolahan Sampah Terpadu Berbasis 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di Surakarta akan berkaitan dengan disiplin ilmu arsitektur ekologis.

1.6.2 Lingkup Studi

Lingkup studi meliputi teori dan aspek dasar mengenai pengertian pusat pengelolaan sampah, pengelolaan sampah berbasis 3R, prinsip-prinsip arsitektur ekologis pada bangunan yang kemudian dianalisis menjadi konsep perencanaan dan perancangan yang diwujudkan dalam rancangan bangunan. Pembahasan di luar lingkup disiplin ilmu arsitektur akan dibahas sebatas menunjang dan memberi kejelasan.

1.7 METODE PERANCANGAN

Metode perancanganPusat Pengelolaan Sampah di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis akan dibagi dalam beberapa tahap karena setiap tahap memiliki metode yang berbeda. Tahap-tahap ini yaitu sebagai berikut:

a. Proses Pencarian Ide

Pencarian ide atau gagasan tentang Pusat Pengelolaan Sampah berbasis 3R menggunakan pola berfikir deduktif yaitu mengambil informasi secara umum kemudian diklasifikasikan menjadi informasi khusus. Maka data yang dihasilkan akan menentukan ide yang tepat akan jenis objek yang akan dirancang dan jenis tema yang dipilih, yaitu tema arsitektur ekologis.

b. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terkait dengan kegiatan, lokasi dan teori desain yang digunakan. Pengumpulan data dibagi menjadi 2 kategori, yaitu:

1) Data Primer

Dengan cara studi lapangan yaitu pencarian data dengan cara langsung dari hasil pengamatan lokasi dengan kasus TPA Putri Cempo, dengan cara mengamati potensi yang dapat digunakan dalam perancangan. Pengamatan lingkungan setempat, wawancara dengan

(15)

15 orang-orang yang berhubungan dengan objek Pusat Pengelolaan Sampah berbasis 3R di Surakarta seperti pekerja di tempat pengelolaan sampah yang ada, potensi masyarakat yang terkait dengan kerajinan berbahan baku sampah, dan warga sekitar tapak yang akan direncanakan.

2) Data Sekunder a) Studi Literatur

Studi literatur yang digunakan sebagai referensi, berupa buku, jurnal, paper, artikel, dan karya ilmiah lainnya.

b) Studi Preseden

Studi preseden objek yang sama sebagai acuan untuk merancang bangunan baru.

c. Analisis

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan pendekatan- pendekatan yang sesuai dengan lingkup analisis. Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.Analisis dalam penulisan Konsep Perencanaan dan Perancangan Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta dengan Pendekatan Arsitketur Ekologis ini dilakukan dengan memecah atau menguraikan komponen-komponen arsitektur kedalam beberapa bagian, kemudian dibuat perencanaan komponen-komponen tersebut yang didapat dari studi literatur, studi preseden dan studi empiris.

Analisis dibagi menjadi 2 yaitu analisis perencanaan yang terdiri dari komponen-komponen arsitektur yang berupa perencanaan 2D seperti tujuan, fungsi, visi misi, struktur organisasi, perencanaan pelaku dan kegiatan. Kedua yaitu analisis perancangan yang berbentuk perancangan 3D seperti perancangan tapak, bentuk dan massa bangunan, fasad, struktur dan utilitas.

Komponen-komponen arsitektur yang dianalisis terdiri dari:

(16)

16 1) Analisis Pelaku

Analisis ini ditentukan dari analisis fungsi ruang dalam bangunan. Anasilis ini dicapai dengan menentukan aktivitas pelaku, mulai dari masuk hingga keluar tapak.

2) Analisis Aktivitas

Analisis ini berhubungan dengan analisis fungsi, karena analisis ini dilakukan setelah fungsi-fungsi dalam Pusat Pengelolaan Sampah yang ditentukan. Analisis ini dicapai dengan menganalisis aktivitas-aktivitas yang dilakukan pengunjung mulai dari masuk tapak lalu ke bangunan sampai keluar tapak.

3) Analisis Program Ruang

Analisis ini berupa persyaratan ruang, sirkulasi ruang, organisasi ruang, pola hubungan antar ruang, besaran ruang dan zoning ruang. Analisis ini dilakukan setelah fungsi, aktivitas, dan pelaku didalam bangunan yang ditentukan.

4) Analisis Tapak

Analisis tapak dimulai dengan mengidentifikasi tapak perancangan terhadap hubungannya dengan objek yang akan dirancang. Analsis tapak pada perancangan Pusat Pengelolaan Sampah ini menghasilkan program tapak yang terkait dengan fungsi dan fasilitas yang akan diwadahi pada tapak perancangan. Analisa ini meliputi pengaruh iklim, analisis view dan orientasi, analisis pencapaian, analisis sirkulasi, analisis kebisingan, analisis vegetasi, dan analisis zoning tapak.

5) Analisis Bentuk dan Tampilan Bangunan

Analisis bentuk dan tampilan dilakukan setelah analisis tapak, fungsi, aktivitas, pelaku dan ruang telah ditentukan. Analisis ini dicapai dengan pemunculan karakter bangunan yang serasi dan saling mendukung.

6) Analisis Struktur dan Utilitas

Analisis ini berkaitan dengan bangunan, tapak, dan lingkungan sekitarnya.

Analisis struktur meliputi sistem struktur dan bahan yang digunakan.

Sedangkan analisa utilitas meliputi: sistem penyediaan air bersih, sistem drainase, sistem pembuangan sampah, sistem pencahayaan, sistem

(17)

17 penghawaan, sistem jaringan listrik, sistem keamanan, sistem komunikasi, sistem penangkal petir.

Semua analisis diatas diperlukan untuk memaparkan kebutuhan yang perlu disiapkan selama proses perancangan. Analisis yang dilakukan perlu diuraikan dengan sangat detail untuk mempermudah perancangan ke tahap berikutnya.

d. Konsep Perencanaan dan Perancangan

Perumusan konsep dilakukan dengan mensintesis komponen-komponen arsitektur yang sudah diuraikan pada tahap analisis, kemudian mengambil kesimpulan dari alternatif pemecahan masalah yang telah dianalisis pada tahap sebelumnya. Pemecahan masalah ini diterjemahkan kedalam bentuk konsep-konsep perancangan.

Tahap selanjutnya yaitu tahap transformasi desain, yaitu dari konsep kemudian nantinya akan diinterpreting atau diterjemahkan ke dalam bentuk sketsa-sketsa ide perancangan yang kemudian menjadi gambar-gambar kerja. Tahap ini dilakukan dengan mengkaji ulang kesesuaian, sebagaimana yang telah ditetapkan pada awal pemilihan tema yang terdapat pada latar belakang, penetapan rumusan masalah, tujuan dan manfaat serta tinjauan teori. Kemudian dilakukan kegiatan transformasi yaitu mengubah konsep yang berupa verbal menjadi visual.

Dalam setiap tahapan perancangan seringkali mengalami penambahan, bahkan memungkinkan juga mengalami perubahan. Sehingga dalam proses perancangan dilakukan secara bertahap sebagai langkah evaluasi dan penyempurnaan terhadap rancangan objek.

1.8 SISTEMATIKA PEMBAHASAN Sistematika Konsep

BAB 1 PENDAHULUAN

Pembahasan mengenai definisi dan pengertian judul, latar belakang masalah, permasalahandan persoalan, tujuan dan sasaran, metode penyelesaian, dan sistematika pembahasan Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis.

(18)

18 BAB 2 TINJAUAN TEORI SAMPAH, PENGELOLAAN SAMPAH DAN

ARSITEKTUR EKOLOGIS

Tinjauan teori mengenai sampah, jenis-jenis sampah, pengelolaan dan pengolahan sampah, prinsip-prinsip desain arsitektur ekologis, serta preseden yang mendukung bangunan yang akan direncanakan.

BAB 3 TINJAUAN LOKASI

Bab ini berisi tentang data mengenai kriteria pemilihan lokasi, batas lokasi,kondisi geografis, potensi lingkungan, serta peraturan pada wilayah terkaityang nantinya mempengaruhi perencanaan Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis.

BAB 4 PUSAT PENGELOLAAN SAMPAH YANG DIRENCANAKAN

Bab ini berisi tentang gambaran dan pemahaman umum meliputi tujuan, fungsi, visi dan misi bangunan yang rencanakan, lingkup kegiatan yang diwadahi dalam bangunan, serta strategi rancang bangun yang digunakan dalam merancang bangunan.

BAB 4 ANALISIS PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Bab ini berisi tentang analisis pendekatan permasalahan mengenai pengolahan tatanan dan kualitas ruang baik itu tata ruang dalam maupun tataruang luar, analisis program ruang, analisis tapak, analisis desainbangunan hingga analisis struktur konstruksi dan utilitas bangunan.

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PUSAT PENGELOLAAN SAMPAH DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS

Menyajikan konsep desain, yang merupakan hasil akhir dari proses analisisyang menjadi dasar dalam mewujudkan desain fisik bangunan Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis.

(19)

19 1.9 POLA PIKIR

Gambar 10. Skema Pemunculan Ide

(20)

20 Gambar 11. Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

menanggulangi masalah produksi sampah dan mengubah citra negatif masyarakat. melalui pengolahan tata ruang dan fasad dengan pendekatan

Lingkup pembahasan lebih menekankan pada perancangan Balai Pertanian di Kabupaten Enrekang dengan pendekatan Arsitektur Ekologis yang mengacu dari permasalahan yang

Tujuan utama dari Perencanaan Pusat Teknologi Informasi Di Kendari Dengan Pendekatan arsitektur Hijau sebagai wadah dan sarana yang akan menjadi sebuah pusat teknologi informas

Bab VI Konsep Perencanaan Dan Perancangan Pusat Desain Grafis –––––– dengan Pendekatan Arsitektur Metafora di Yogyakarta...1. Konsep Kegiatan

Perancangan pusat penelitian tanaman hortikultura dengan konsep ekologi arsitektur di kawasan Cangar ini salah satunya adalah dengan pendekatan optimalisasi vegetasi

Dokumen ini membahas tentang perancangan Performing Art Center di Batusangkar, Sumatera Barat dengan pendekatan Arsitektur

STUDIO TUGAS AKHIR ARSITEKTUR PERANCANGAN BOTANICAL GARDEN PADA LAHAN PASCA TAMBANG DI KABUPATEN BANGKA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS DISUSUN OLEH: CLARISSA LEONORA

STUDIO TUGAS AKHIR ARSITEKTUR PERANCANGAN ULANG BANGUNAN RUMAH TINGGAL BERGAYA ARSITEKTUR KOLONIAL DENGAN PENDEKATAN KONSERVASI ARSITEKTUR DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh: