9
Dimensi dasar untuk masing-masing kategori kendaraan rencana ditunjukkan dalam tabel 2.4 dan gambar 2.1 sampai dengan gambar 2.3 menampilkan sketsa dimensi kendaraan rencana tersebut. Dimensi kendaraan juga berfungsi untuk menentukan lebar perkerasan yang akan direncanakan.
Gambar 2.1 Dimensi Kendaraan Kecil
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997
Gambar 2.2 Dimensi Kendaraan Sedang
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997
10 Gambar 2.3 Dimensi Kendaraan Besar
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997 2.2.2 Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih untuk keperluan perencanaan setiap bagian jalan raya seperti: tikungan, kemiringan jalan, jarak pandang, kelandaian jalan, dan lain-lain. Kecepatan rencana tergantung kepada :
1. Kondisi pengemudi dan kendaraan yang bersangkutan 2. Sifat fisik jalan dan keadaan medan disekitarnya 3. Cuaca
4. Adanya gangguan dari kendaraan lain 5. Batasan kecepatan yang diijinkan.
Kecepatan rencana inilah yang dipergunakan untuk dasar perencanaan geometrik (alinyemen). Kecepatan rencana dapat ditetapkan pada tabel 2.5 sebagai berikut :
Tabel 2.5 Kecepatan Rencana (𝑉 ) Sesuai Klasifikasi Fungsi Jalan
Fungsi Jalan Kecepatan Rencana (𝑽𝑹), Km/Jam Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70-120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997
11 2.2.3 Satuan Mobil Penumpang
Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah satuan kendaraan di dalam arus lalu lintas yang disetarakan dengan kendaraan ringan/mobil penumpang, besaran smp dipengaruhi oleh tipe/jenis kendaraan, dimensi kendaraan dan kondisi medan, dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6. Ekivalen Mobil Penumpang (EMP)
No Jenis Kendaraan Datar/Perbukitan Pegunungan
1 Sedan, Jeep, Station Wagon. 1,0 1,0
No Jenis Kendaraan Datar/perbukitan Pegunungan 2 Pick-Up, Bus Kecil, Truck Kecil. 1,2 – 1,4 1,9 – 3,5
3 Bus dan Truck Besar. 1,2 – 5,0 2,2 – 6,0
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997 2.2.4 Penampang Melintang Jalan
Penampang melintang jalan adalah gambar potongan melintang tegak lurus pada sumbu jalan (Sukirman, 2015).
Kemiringan Melintang Jalan
Kemiringan melintang pada jalan berfungsi untuk kebutuhan drainase jalan sehingga air yang jatuh pada permukaan jalan akan mengalir langsung ke saluran pembuangan samping (Sukirman, 2015). Menurut SNI tahun 2004 besar kemiringan melintang normal sebagai berikut dapat lihat Gambar 2.4.
1. Untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton/semen, kemiringan melintang 2%-3%.
2. Pada jalan berlajur lebih dari 2, kemiringan melintang ditambah 1% ke arah yang sama.
3. Untuk jenis perkerasan yang lain, kemiringan melintang disesuaikan dengan karakteristik permukaannya.
12
Bahu Jalan
Bahu jalan merupakan bagian jalan yang terletak di antara tepi jalan lalu lintas dengan tepi saluran yang berfungsi sebagai berikut:
1. Tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok, pengemudi yang ingin beristirahat, dan lajur lalu lintas darurat;
2. ruang untuk menghindari diri dari kecelakaan;
3. ruang untuk memberi keleluasaan pada pengemudi sehingga dapat meningkatkan kinerja jalan.
Kemiringan melintang normal pada bahu jalan harus lebih besar dari kemiringan melintang pada jalur perkerasan jalan sebesar 3%-5% karena bedanya sifat kedap air pada bahu jalan dengan lajur lalu lintas (SNI, 2004).
Gambar bahu jalan dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Tipikal kemiringan melintang jalan dan bahu jalan Sumber: SNI, 2004
2.2.5 Jarak Pandang
Jarak Pandang adalah panjang bagian jalan di depan pengemudi yang dapat dilihat dengan jelas, diukur di tempat kedudukan mata pengemudi.
Kemampuan untuk dapat melihat kemuka dengan jelas merupakan hal yang penting untuk keselamatan dan pemakaian kendaraan di efisien bagi pengemudi di jalan.
Untuk faktor keamanan di jalan, jalan harus direncanakan sedemikian untuk dapat mencapai tingkat keamanan dan menyediakan jarak pandang yang cukup. Jarak pandangan yang cukup memungkinkan pengemudi dapat
13
mengendalikan kecepatan kendaraannya, sehingga menghindari timbulnya bahaya pada jalur lintas ataupun penghalang.
Jarak pandangan yang cukup direncanakan dengan menyesuaikan rencananya pada dua hal yaitu :
1. Jarak yang diperlukan oleh kendaran untuk berhenti (stopping) jarak ini harus berlaku pada semua jalan.
2. Jarak yang diperlukan untuk melakukan penyiapan (passing) kendaraan lain, sangat diperlukan pada jalan dengan dua jalur atau tiga jalur.
2.2.5.1 Jarak Pandang Henti
Jarak pandang henti adalah panjang bagian jalan yang diperlukan oleh pengemudi untuk menghentikan kendaraannya, jarak pandangan henti harus cukup penjangnya untuk dapat memungkinkan kenaraan berjalan dengan kecepatan rencana pada suatu jalan, dan dapat diberhentikan sebelum mencapai suatu halangan yang berada pada lintasannya. Jarak pandangan henti merupakan penjumlahan dua bagian jarak yaitu :
1. Jarak PIEV, yaitu jarak yang ditempuh oleh kendaraan pada saat pengemudi melihat suatu halangan (objek) hingga saat pengemudi menginjak rem.
2. Jarak mengerem (breaking distance), yaitu jarak yang diperlukan untuk menghentikan kendaraan dengan mengijak rem.
Tabel 2.7 Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum
𝐕𝐑 𝐊𝐦/𝐉𝐚𝐦 120 100 80 60 50 40 30 20
Jh Minimum (m) 250 172 120 75 55 40 27 16 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997
Berdasarkan buku Shirley L.Hendarsin didapat persamaan untuk menghitung jarak pandangan henti di bawah ini :
Rumus 2.1 Untuk jalan dengan kelandaian tertentu Jh = 0,278 . V . T +
( ± ) ... (2.1)