Berdasarkan peta geologi wilayah Bandung lembar 1209-3 terlihat pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 terlihat bahwa lokasi proyek Pembangunan Gedung Dekanat UNISBA yang terletak di kawasan Tamansari terdiri dari tufa (ct) dan lempung berlanau (cm), endapan kipas aluvium vulkanik yang tebalnya 1 (satu) – 5 (lima) meter. Hasil uji pengeboran dapat digunakan untuk mengkorelasikan lapisan tanah/batuan dan mengidentifikasi sifat fisik dan karakteristik batuan dasar. Sampel yang diperoleh dari uji bor kemudian digunakan untuk mencari parameter tanah melalui uji laboratorium.
Hubungan antara nilai N-SPTl dengan konsistensi tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2, sedangkan korelasi antara konsistensi tanah dengan modulus elastisitas dijelaskan pada Tabel 2.3, dan hubungan konsistensi tanah dengan nilai Poisson dapat dilihat pada Tabel 2.4. .
Pengujian Laboratorium
Sifat-Sifat Fisik (Physical Properties) 1. Kadar Air (Water Content)
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada beberapa titik di lokasi pengambilan contoh dengan menggunakan tabung contoh untuk contoh tanah tidak terganggu dan kantong plastik untuk contoh tanah terganggu dan dilakukan dengan menggunakan bor mesin atau lubang uji pada saat penyelidikan. Berat bahan pengisi kering adalah perbandingan antara berat butiran dengan volume total tanah, dinyatakan dalam gr/cm³. Porositas adalah perbandingan volume pori (Vv) terhadap volume total (V), yang dinyatakan dalam persentase atau nilai desimal.
Derajat kejenuhan adalah perbandingan antara volume air (V) dengan volume total rongga pori-pori tanah (Vv), yang dinyatakan dalam persentase.
Sifat-Sifat Mekanik (Mechanical Properties) 1. Uji Geser Langsungl (Direct Shear Test)
Pengujian triaksial biasanya menggunakan sampel tanah dengan diameter 1,5 inci (38,1 mm) dan panjang 3 inci (76,2 mm). Dengan menerapkan beban mati secara bertahap dengan kenaikan beban yang konstan hingga benda uji runtuh. Beban aksial yang diterapkan diukur menggunakan lingkaran pengukur beban (cincin uji) yang dihubungkan ke piston vertikal.
Uji konsolidasi hanya dilakukan pada jenis tanah berbutir halus seperti lempung dan lanau dan digunakan untuk mengukur besarnya penurunan konsolidasi dan laju penurunan.
Fondasi Tiang
- Fondasi Tiang Bor
- Transfer Beban
- Perencanaan Tiang
- Pelaksanaan Fondasi Tiang Bor
Penggunaan batang baja akan sangat menguntungkan jika batang yang dibutuhkan berukuran panjang dan mempunyai daya dukung ujung yang besar. Daya dukung pondasi tiang pancang diperoleh dari gesekan antara tutup tiang dengan tanah dan dari daya dukung ujung tiang. Batang yang mempunyai daya dukung ujung lebih besar dari daya dukung karpet disebut tiang tahanan ujung, sedangkan jika daya dukung karpet lebih tinggi disebut batang gesek.
Diameter tiang biasanya lebih besar dari tiang prefabrikasi, dan daya dukung masing-masing tiang juga lebih besar, sehingga penyangga dapat dibuat lebih kecil. Secara umum, batas daya dukung pondasi tiang pancang dapat diperoleh dengan menjumlahkan daya dukung ujung dan daya dukung tutup tiang. Qp = Daya dukung ujung tiang (kN) Qs = Daya dukung tutup tiang (kN) Wp = Berat tiang (kN).
Qp = Daya dukung ultimit ujung tiang (kN) qp = Tahanan ultimit per satuan luas (kN/m2) Ap = Luas penampang ujung tiang yang dibor (m2). Dalam buku Poros Bor: Prosedur Konstruksi dan Metode Perancangan yang ditulis oleh O'Neil & Reese (1999) diperkenalkan perhitungan daya dukung pondasi tiang bor yang disebut juga dengan metode FHWA. O'Neil & Reese (1999) mengembangkan persamaan daya dukung ujung tiang dengan kemungkinan batas penurunan sebesar 5% dari diameter tiang.
Perhitungan daya dukung ujung didasarkan pada korelasi langsung dari nilai SPT di sekitar ujung tiang bor. Satuan ketahanan selimut pondasi tiang bor untuk tanah/pasir nonkohesif sama dengan pondasi tiang pancang metode Beta yang juga diadopsi oleh AASHTO (2007) dan FHWA (1999) dengan menggunakan Persamaan 2.27 dan Persamaan 2.28. Jika uji laboratorium menunjukkan nilai sudut gesek antar muka ≠ 30°, maka nilai αϕrc=30° dari Gambar 2.17 harus dimodifikasi menggunakan Persamaan 2.38.
Kapasitas beban ijin tiang pancang adalah kapasitas beban ultimit dibagi nilai faktor keamanan, yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.44.
Stabilitas
Setelah dituang, lubang harus ditutup kembali dengan pasir atau tanah minimal 4 jam setelah dituang. Situasi yang paling umum hampir sama dengan di atas, namun kondisi lapangan berbeda dan data uji coba tidak tersedia. Tidak ada uji beban, kondisi tanah sulit dan terjal, pengendalian pekerjaan kurang, namun pengujian geoteknik dilakukan dengan baik.
Secara umum nilai faktor keamanan yang sering digunakan berkisar antara 2 (dua) sampai dengan 4 (empat) untuk kondisi pengoperasian atau beban yang bekerja selama pengoperasian. Untuk menentukan nilai faktor keamanan dapat digunakan klasifikasi struktur bangunan gedung yang dapat dilihat pada tabel 2.11. Berdasarkan klasifikasi struktur bangunan di atas disarankan menggunakan FK = 2,5, kemudian penentuan daya dukung tiang yang diijinkan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang berkaitan dengan SNI. Konstruksi tiang pancang militer harus memenuhi persyaratan untuk stabilitas pondasi penggalian terhadap risiko pengangkatan dasar, ledakan dan jaringan pipa.
Blow in dapat terjadi apabila tanah pada dasar galian merupakan lapisan lempung yang relatif tipis (tahan air) dan di bawahnya terdapat lapisan granular (pasir, kerikil) yang merupakan akuifer tertutup.
Deformasi
Basal heave adalah aliran tanah pada suatu galian akibat terganggunya keseimbangan daya dukung tanah pada permukaan bawah dan pada bagian bawah dinding penahan tanah. Galian dasar aman untuk jaringan pipa jika FK pipa ≥ 1,5. tiang pancang dan kombinasi, 25% beban diambil dari pondasi rakit dan 75% diambil dari pondasi tiang pancang; Distribusi gaya-gaya yang masuk ke sistem pondasi tiang pancang dan balok harus dilakukan dengan menggunakan metode numerik rasional;
Apabila menggunakan tiang pancang pondasi yang tidak berfungsi sebagai pondasi tiang pancang permanen, perancang harus dapat menunjukkan bahwa tiang pancang tersebut harus mengalami keruntuhan terlebih dahulu, meskipun tiang pancang tidak diperlukan. Penurunan suatu bangunan dengan sistem pondasi tiang pancang tidak boleh lebih besar dari 15 cm, kecuali jika terbukti atau terbukti bahwa struktur bangunan tersebut mampu menahan penurunan yang dihasilkan secara maksimal dan tidak mempengaruhi lingkungan. Jumlah tersebut dapat terlampaui apabila terbukti tidak terjadi hal-hal negatif terhadap bangunan itu sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
Jika lingkungan sekitar tidak memerlukan defleksi maksimum yang lebih ketat, maka defleksi maksimum sebesar 0,5% H harus dianggap sebagai batas toleransi defleksi dinding. Hubungan kondisi tanah, kedalaman dan jarak penggalian serta kondisi bangunan disekitarnya dalam menentukan deformasi lateral ijin dinding penyangga dapat dilihat pada tabel 2.12. Tanah tipe Al meliputi: lempung dan lanau yang terkonsolidasi berlebihan (lempung dan lanau keras yang terkonsolidasi berlebihan), tanah sisa, dan pasir sedang hingga padat.
Jenis tanah B meliputi: lempung lunak dan lanau (soft clay, lanau), tanah organik dan timbunan gembur.
Drainase Bawah Permukaan
Jenis-jenis Saluran Drainase Bawah Permukaan
Bagian dasar drainase bawah tanah ditunjukkan pada Gambar 2.20 (a) berupa parit dengan bahan pengisi atau penyaring (biasanya pasir atau kerikil). Jenis ini digunakan jika ada kemungkinan partikel halus seperti endapan besi dapat menyumbat geotekstil. Umumnya saluran drainase bawah tanah dihubungkan dengan bak penampungan atau saluran terbuka yang merupakan bagian dari sistem drainase permukaan.
Pelapis Saluran 1. Umum
Permeabilitas geotekstil yang digunakan pada drainase bawah permukaan harus lebih besar dari permeabilitas tanah aslinya.
Beban Bangunan Gedung
- Beban Mati
- Beban Hidup
- Beban Angin
- Beban Gempa
Beban angin yang digunakan dalam perancangan sistem penahan beban angin utama (SPBAU) untuk bangunan gedung tertutup atau tertutup sebagian tidak boleh kurang dari 16 lb/ft2 (0,77 kN/m2) dikalikan luas dinding bangunan dan 8 lb/ ft2 (0 ,38 kN/m2) dikalikan dengan luas atap bangunan yang dirancang pada bidang vertikal tegak lurus terhadap asumsi arah angin. Beban gempa adalah beban yang bekerja pada suatu struktur akibat gerakan tanah yang disebabkan oleh gempa bumi (baik tektonik maupun vulkanik) yang mempengaruhi struktur tersebut. Dalam peraturan perencanaan beban gempa SNI 1726:2002 digunakan faktor-faktor yang disesuaikan untuk perencanaan suatu struktur yang terdiri dari luas gempa, percepatan puncak permukaan tanah (Ao), faktor prioritas bangunan (I) , faktor reduksi gempa (R), dan waktu getaran alami (Tc).
Faktor-faktor yang digunakan untuk menghitung faktor respon gempa (C) ditunjukkan pada Persamaan 2.48 sampai dengan Persamaan 2.51. Untuk memberikan pengaruh gaya lateral siklik secara independen pada kedua arah ortogonal, gaya lateral statis harus diterapkan secara simultan pada setiap lantai pada setiap arah yang dipertimbangkan. Setiap struktur harus dianalisis pengaruh gaya lateral siklik yang diterapkan secara independen pada kedua arah ortogonal.
Pada setiap arah yang dipertimbangkan, gaya lateral statis harus diterapkan secara simultan pada setiap lantai. Fx = Gaya lateral rencana yang bekerja pada lantai xl Ws = Bagian beban mati total struktur yang bekerja pada lantai xl.
Plaxis 2D (Berbasis Metode Elemen Hingga)
Penyusunan mesh elemen hingga serta penentuan sifat dan kondisi batas setiap elemen dilakukan secara otomatis oleh pembuat mesh elemen di Plaxis berdasarkan masukan dari model geometri. Input berupa lapisan tanah, elemen struktur, tahapan konstruksi, beban dan kondisi batas dilakukan dengan menggunakan prosedur grafis sederhana dengan menggunakan komputer, sehingga memungkinkan terciptanya model geometris dalam bentuk penampang yang detail. Plaxis secara otomatis membentuk jaringan elemen hingga 2D acak dengan opsi untuk menyempurnakan jaringan secara global dan lokal.
Distribusi tekanan air pori kompleks dapat dihitung berdasarkan ketinggian dari grafik freatik atau masukan langsung dari nilai tekanan air. Plaxisl mendukung berbagai model konstitutif untuk memodelkan perilaku material tanah dan material kontinum lainnya. Model ini mencakup 2 (dua) parameter kekakuan yaitu modulus Young (E) dan rasio Poisson (v). 2) Model Mohr-Coulomb.
Model ini mencakup 5 (lima) parameter utama yaitu modulus Young (E), bilangan Poisson (v), kohesi (c), sudut gesek (ϕ) dan sudut dilatasi (ѱ). 3) Model konsolidasi tanah. Model dua tahap ini dapat digunakan untuk memodelkan perilaku tanah berpasir, kerikil, dan jenis tanah yang lebih lunak seperti lempung dan lanau. Model ini merupakan model Cam-Clay yang digunakan untuk memodelkan perilaku tanah lunak seperti tanah liat dan gambut yang terkonsolidasi.
Aliran air pori terkadang dapat diabaikan karena permeabilitasnya yang sangat rendah (tanah liat) atau karena laju pembebanan yang sangat tinggi. Dengan perilaku ini, baik tekanan air pori awal maupun tekanan air pori berlebih tidak akan diperhitungkan sama sekali.
Penelitian Terkait Sebelumnya
Perilaku ini jelas berlaku untuk tanah kering, kasus dimana drainase sempurna terjadi karena permeabilitas tinggi (tanah berpasir) dan juga untuk kasus dimana laju pembebanan sangat rendah. 2) Perilaku tidak habis-habisnya. Semua cluster yang ditetapkan sebagai undrained sebenarnya akan menjadi undrained, meskipun cluster atau bagian dari cluster tersebut berada di atas tabel freatik (permukaan air tanah). 3) Perilaku tidak berpori.