• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI PUSTAKA. Pertimbangan Pondasi berdasarkan regulasi desain pondasi IMO :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II STUDI PUSTAKA. Pertimbangan Pondasi berdasarkan regulasi desain pondasi IMO :"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1

Umum

Pondasi dalam dapat menahan beban kompresi melalui tahanan selimut dan

tahanan ujung, beban uplift ditahan melalui tahanan selimut serta berat dari

tiang itu sendiri. Kemudian beban lateral ditahan oleh kekakuan tiang dan

tanah disekelilingnya.

Selanjutnya akan diberikan persamaan-persamaan yang umum digunakan

dalam menyelesaikan perhitungan pondasi. Persamaan-persamaan tersebut

akan digunakan sesuai dengan perhitungan yang diperlukan saja.

Pertimbangan Pondasi berdasarkan regulasi desain pondasi IMO :

2.1.1 Pondasi Telapak

Pondasi telapak dikelompokkan sebagai pondasi kaku, di mana beban

struktur atas dialihkan ke tanah pendukung melalui kaki pondasi.

Pondasi telapak harus dirancang sesuai dengan persyaratan berikut:

- Pondasi memiliki daya dukung yang cukup terhadap beban

eksternal.

- Deformasi pondasi telapak dan struktur atas lebih rendah dari nilai

ijin.

- Setiap elemen struktur pondasi harus memiliki kapasitas dan daya

tahan yang diperlukan.

2.1.2 Pondasi Tiang

Pondasi tiang harus dirancang untuk memenuhi persyaratan di bawah ini:

- Pondasi harus memiliki kapasitas tahanan yang cukup terhadap

beban eksternal.

- Deformasi pondasi tiang dan struktur atas lebih rendah dari nilai

batas.

- Setiap elemen struktur pondasi harus memiliki kapasitas dan daya

tahan yang cukup.

(2)

2

Klasifikasi pondasi tiang :

Berdasarkan bahan yang digunakan dan metode konstruksi, pondasi tiang

dapat dikelompokkan seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Klasifikasi Pondasi Tiang

Klasifikasi menurut bahan Klasifikasi menurut Metode Konstruksi

Tiang pra-cetak

Tiang beton bertulang

(RC) pancang Tiang Tiang pancang palu Tiang Beton

Pra-Tegang Berkekuatan Tinggi (PHC)

Tiang Bor

Tiang pancang Vibrasi

Preboring Jacking method Inner Excavation with tip protection Pile

Tiang Beton Baja (SC) Tiang Baja (SP)

Tiang H

Cor-di-tempat Tiang Beton Bertulang

Tiang cor di tempat (menggunak

an mesin penggali)

Semua metode casing Metode Pengeboran

Reverse Circulation

Metode Pengeboran Tanah

All Casing with Pile Tip Reinforcing

Jarak antar tiang :

Jarak tiang harus ditetapkan dengan memperhatikan kondisi desain

struktur, kondisi desain kaki pondasi, tipe tiang, kondisi tanah dan

sebagainya.

- Jarak minimum

Untuk desain dan konstruksi, jarak minimum tiang yaitu

sekurangnya 3 kali diameter (3D) tiang (tidak tergantung tipe

tiang), jika tidak dapat dihindari, kecuali penggalian dalam dengan

metode tiang proteksi ujung, nilai 2.5 kali diameter tiang (2.5D)

dapat digunakan.

- Jarak maksimum

Tidak terdapat jarak maksimum untuk pembatasan konstruksi

namun kekakuan kaki pondasi pada pekerjaan desain harus

diperhatikan.

(3)

Pondasi dalam dalam hal ini pondasi tiang biasa digunakan untuk

memastikan suatu bangunan berada dalam kondisi aman. Situasi yang

memerlukan pondasi tiang sebagai sistem pondasi adalah sebagai berikut:

- Lapisan tanah permukaan merupakan lapisan yang sangat

kompresibel dan memiliki daya dukung yang rendah.

- Struktur atas menerima gaya horizontal.

-

Struktur atas menerima gaya uplift.

Pondasi tiang menahan beban kompresi melalui tahanan selimut dan

tahanan ujung, beban uplift ditahan melalui tahanan selimut. dan beban

lateral ditahan oleh kekakuan tiang dan tanah disekelilingnya,dimana

pondasi tiang lebih efektif menahan beban daripada pondasi telapak.

2.1.3 Kriteria Pondasi Tiang Bor Pada Konstruksi Track Yang Berdekatan

- Batas Jarak Konstruksi Yang Berdekatan

Batas pondasi tiang pancang cor-di-tempat adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Batas Pondasi Tiang Bor Pada Konstruksi Yang Berdekatan

I. Daerah tanpa syarat : Daerah memenuhi salah satu (1) atau (2)

(1) B

0

> 2b

2

dan D

f2

D

f1

(2) B

0

> (D

f2

– D

f1

) tan (45° - /2) + B

1

dan D

f2

> D

f1

b 13,28 12,3 22,74 43,58 . . 8,49

D

f1 Df2

II

2

c tan (45

o

- )

-

2

-

45

o

+ /2

Lama Baru 2

45

o

+ /2

B

1

B

1 II

I

III 2 b2 b2

(4)

4

II. Daerah dengan syarat atau terbatas; D

f2

D

f1

dan daerah

memenuhi (3) dan (4)

(3) B

0

< 2b

2

(atau b

2

), untuk pondasi dalam, 3b

2

(4) B

0

< (D

f2

– D

f1

) tan (45° - /2) – 2C/γ tan (45°- /2)

III. Daerah semi-syarat : Daerah tidak memenuhi baik I maupun II.

- Pekerjaan Pelaksanaan Konstruksi yang berdekatan

Untuk pondasi tiang pancang cor-di-tempat, tergantung pada kondisi

tempat, langkah berikut ini harus dilakukan.

(1) Perbaikan tanah di lokasi sekitar untuk mencegah kerusakan

seperti :

1) Grouting bahan cair

2) Instalasi pekerjaan pelindung

(2) Langkah penanganan terhadap metode konstruksi pondasi

yang baru :

1) Penggunaan casing (bor tanah, Reverse)

2) Peningkatan kepadatan dengan cairan betonit

3) Pengamanan bagian kepala di dalam lubang

4) Pemeriksaan kondisi tiang pada bagian dasar lubang

5) Perkuatan panggung untuk peralatan konstruksi

6) Penanganan aliran masuk air

7) Pemeriksaan kesinambungan kerja

8) Pemeriksaan kecepatan penggalian (Reverse)

9) Pemeriksaan penuangan beton

10) Perlakuan terhadap perpanjangan bucket

(3) Perkuatan struktur lama

2.2

Karakteristik Tiang Bor

Tiang bor yang dicor langsung ditempat (cast in place pile) dibentuk dengan

membuat sebuah lubang dalam tanah sesuai dengan dimensi dari tiang yang

akan dibuat dan mengisinya dengan anyaman tulangan.

(5)

Selanjutnya dituangkan beton cair segar untuk didiamkan sampai proses

pengerasan beton selesai dan membatu kemudian sebagai bentuk bekisting

tiang atau cetakannya adalah tanah yang telah dibor sebelumnya. Pondasi

tiang jenis ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, diantaranya :

- Metode desain yang semakin handal, berbagai metode desain yang

rasional telah dikembangkan untuk berbagai macam pembebanan dan

kondisi tanah.

- Kapasitas kedalaman elevasi ujung tiang / lapisan pendukung yang akan

di instal pondasi bor dapat terukur dan di inspeksi dengan mudah.

- Inspeksi tanah galian, keandalan dari desain pondasi akan baik bila

kondisi tanah diketahui. Untuk pondasi tiang bor pada saat penggalian

dapat dilakukan pemeriksaan mengenai

jenis

tanah untuk

membandingkan dengan jenis tanah yang diantisipasi.

- Dapat dilakukan pada berbagai jenis tanah, pondasi tiang bor pada

umumnya dapat dikonstruksi pada hampir semua jenis tanah. Pengeboran

dapat dilakukan pada tanah kerikil dan tanah keras serta dapat menembus

batuan keras.

- Gangguan lingkungan minimal. Suara, getaran dan gerakan dari tanah di

sekitarnya dapat dikatakan lebih baik daripada pondasi dalam jenis

pancang.

- Kemudahan terhadap perubahan konstruksi. Kontraktor / pelaksana dapat

dengan mudah mengikuti perubahan diameter atau panjang tiang bor

untuk mengkompensasi suatu kondisi yang tidak terduga.

- Umumnya daya dukung yang amat tinggi memungkinkan perancangan

satu kolom dengan dukungan satu tiang (one column one pile) sehingga

dapat menghemat kebutuhan pile cap.

- Mudah memperbesar kepala tiang bila diperlukan, misalnya untuk

memperbesar inersia terhadap momen.

Namun terdapat pula beberapa kelemahan tiang bor yang menjadi

pertimbangan saat melakukan desain diantaranya :

- Pelaksanaan yang sukses bergantung dari keterampilan dan pengalaman

dan kemampuan kontraktor / pelaksana, pengerjaan yang buruk dapat

menyebabkan penurunan daya dukung yang cukup berarti.

(6)

6

- Kondisi tanah dinding dan ujung tiang kadang kala rusak oleh proses

pemboran atau sedimentasi sehingga seringkali daya dukungnya tidak

dapat di andalkan.

- Berbahaya bila ada tekanan sumur air artesis karena tekanan ini dapat

menerobos ke atas.

Selain itu masih ada beberapa masalah pondasi bor yang belum terjawab

diantaranya :

- Besarnya reduksi kuat geser tanah akibat cara pemboran berbeda.

- Besarnya reduksi kuat geser akibat re-boring ulang pada titik bor yang

mengalami kegagalan penetrasi.

- Efek migrasi air dari beton ke dalam tanah.

- Pengaruh dari teknik pelaksanaan.

2.3

Daya Dukung Aksial Tunggal

Daya dukung tiang secara umum berupa tahanan selimut dan tahanan ujung.

Pada kondisi tanah tertentu dimana lapisan atas merupakan tanah lunak dan

tiang dipancang hingga mencapai lapisan tanah keras / lapisan pendukungnya,

tiang ini disebut sebagai tahanan ujung (end bearing piles) dimana sebagian

daya dukung diperoleh dari tahanan ujungnya. Pada kasus lain dimana tiang

tidak mencapai lapisan tanah keras maka daya dukung tiang didominasi oleh

tahanan selimut tiang. Jenis tiang seperti ini disebut tiang gesekan kulit (skin

friction pile). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar 2.1.

(7)

Sumber : Braja M.Das

Gambar 2.2 (a) dan (b) Tiang Tahanan Ujung, (c) Tiang Tahanan Selimut

Seperti diketahui bahwa daya dukung dari pondasi tiang berasal dari

penjumlahan daya dukung ujung tiang dengan gaya gesesan (friction) antara

tiang dengan tanah. Jika pondasi tiang dibebani, akan menghasilkan kurva

beban-penurunan seperti pada gambar 2.3. pada awalnya sistem tiang akan

berperilaku secara elastik. Terbentuk garis lurus sampai titik A dan jika beban

dilepaskan, kepala tiang akan kembali ke posisi semula. Pada kondisi

pembebanan ini seluruh beban masih dipikul oleh tahanan selimut pada tiang.

Gambar 2.4 (a) menunjukan distribusi pemikulan beban di titik A.

Bilamana beban dinaikan hingga titik B maka sebagian dari gesekan selimut

tiang dibagian atas tiang mencapai ultimit dan terjadi gelincir antara tiang

tanah, pada saat ujung tiang bergerak dan tahanan ujung mulai dimobilisasi.

Jika beban dilepaskan lagi maka kepala tiang tidak akan kembali ke posisi

semula melainkan ke titik C, meninggalkan suatu penurunan tetap (permanent

set) sebesar OC.

Pergerakan yang dibutuhkan untuk memobilisasi gesekan ultimit pada selimut

tiang umumnya amat kecil (0.3 – 1% dari diameter tiang atau berkisar 2.0 –

5.0 mm), sedangkan untuk memobilisasi tahanan ujung tiang dibutuhkan

gerakan yang lebih besar. Oleh karena itu gesekan selimut ultimit tercepai

(8)

8

lebih dahulu. Bilamana beban ditambah terus, maka tahanan selimut tiang

tidak dapat lebih tinggi dan beban-beban berikutnya dialihkan kepada tahanan

ujung.

Ketika mobilisasi tahanan ujung tercapai penuh (titik D), tiang bergerak terus

kebawah tanpa disertai peningkatan beban berarti. Kondisi inilah yang disebut

daya dukung ultimit pondasi tiang.

Distribusi pemikulan beban oleh tanah pada pondasi tiang ketika mencapai

titik B dan saat mencapai beban ultimit (titik D) ditunjukan oleh gambar 2.4

(c). Dimana pada titik D baik tahanan selimut tiang maupun tahanan ujungnya

mencapai nilai ultimit.

Sumber : Paulus P. Rahardjo

(9)

Sumber : Paulus P. Rahardjo

Gambar 2.4 Distribusi Pemikulan Beban Pada Pondasi Tiang

Pada dasarnya kapasitas daya dukung tiang dapat dihitung dengan persamaan

dasar yang dikemukakan oleh Tomlinson (1977) berikut :

(2.1)

Q

u

= tahanan ultimit tiang

Q

p

= tahanan ujung tiang (end bearing)

Q

s

= tahanan selimut tiang (skin friction)

W

p

= berat tiang

Biasa harga W

p

(weight of the pile) ini diabaikan karena sangat kecil

pengaruhnya terhadap daya dukung ultimit tiang. Namun dalam beberapa

kondisi seperti tiang pancang pada konstruksi lepas pantai, harga Wp

diperhitungkan karena panjang tiang yang cukup besar. Sehingga persamaan

2.2 dapat ditulis

(2.2)

Penentuan kapasitas daya dukung tiang adalah sesuatu yang sukar dan sulit,

sejumlah besar persamaan-persamaan yang berbeda digunakan dan setiap dua

diantaranya persamaan tersebut jarang sekali memberikan hasil perhitungan

kapasitas yang sama. Organisasi / perencana yang telah menggunakan

persamaan tertentu dan telah memperoleh hasil yang memuaskan dari

persamaan tersebut cenderung akan tetap menggunakan persamaan tersebut.

(10)

10

Didalam perhitungan kapasitas daya dukung pondasi tiang bor, persamaan

yang dipakai pada umumnya sama dengan rumus untuk menghitung kapasitas

daya dukung pondasi pada tiang pancang. Kadang kala sebagai pembeda

adalah daya dukung selimut. Dimana pada pondasi tiang bor, mobilisasi daya

dukung selimut (friction) tidak 100% tetapi ada pengurangan. Hal ini

diakibatkan oleh adanya pengaruh pengeboran (drilling), adakalanya

penggunaan slurry dapat menyebabkan terhalangnya permukaan pondasi

dengan tanah, sehingga kontak tanah dengan tiang tidak terjadi secara

langsung.

Kalau digunakan bentonit untuk menahan sisi dinding lubang bor, maka akan

berakibat terhadap berkurangnya daya dukung friksi akibat bentonit yang

digunakan tidak dapat dihilangkan dari sisi ruang antara tanah dengan beton.

Hal ini akan mengakibatkan suatu lapisan adukan beton yang lunak (soft

slurry) diantara bidang kontak.

Didalam perencanaan daya dukung aksial suatu tiang dapat digunakan

parameter-parameter dari beberapa data yang ada, yaitu data parameter tanah

yang didapat dari uji sampel di laboratorium, data sondir dan data N-SPT dari

bor log.

2.3.1 Daya Dukung Pondasi Tiang Tunggal Berdasarkan Data Parameter Tanah

Dari Laboratorium

Metode Statis Meyerhof

Meyerhof (1976) mengajukan formula statis untuk menganalisis daya dukung

tiang dengan menggunakan faktor daya dukung (Nc dan Nq) berdasarkan

parameter tanah (pasir menggunakan nilai sudut geser

ϕ

, lempung

menggunakan nilai kuat geser Cu), sehingga formulanya dibedakan untuk

tanah pasir dan tanah lempung.

Tanah Pasir

Daya dukung titik tiang pada pasir umumnya meningkat dengan nisbah antara

kedalaman penanaman tiang dan lebar tiang (Lb/D) dan mencapai nilai

maksimum pada nisbah lb/D=(Lb/D)cr. Perlu diingat bahwa untuk tanah

(11)

homogen Lb akan sama dengan penanaman tiang L (lihat gambar 2.2 (a)).

Namun pada gambar 2.2.(b), dimana tiang telah masuk ke dalam lapisan

pendukung tiang, Lb<L. Diluar nisbah kritis (Lb/D)cr, nilai qp tetap konstan

(yaitu qp=q1). Fakta ini diperlihatkan pada gambar 2.4 untuk kasus tanah

homogen, yaitu L=Lb, variasi (Lb/D)cr dengan sudut gesek tanah diberikan

pada gambar 2.6 berdasarkan pada variasi (Lb/D)cr.

Sumber : Braja M.Das

Gambar 2.5 Variasi Tahanan Titik Pada Pasir Homogen

Meyerhoff memperkenalkan formula daya dukung ujung tiang sebagai

berikut :

(2.3)

Q

p1

= daya dukung ujung tiang

A

p

= luas penampang ujung tiang

Q

p

= daya dukung batas diujung tiang persatuan luas

q’

= tegangan vertikal efektif

N

q

*

= faktor daya dukung ujung untuk tanah berpasir (gambar 2.5) yang

besarnya tergantung nilai

ϕ

.

Harga q

p

tidak boleh melebihi daya dukung batas q

1

, oleh sebab itu daya

dukung ujung tiang tidak boleh lebih besar dari :

(2.4)

Q

p2

= daya dukung ujung tiang

A

p

= luas penampang ujung tiang

(12)

12

N

q

*

= faktor daya dukung ujung untuk tanah pasir

ϕ

= sudut geser dalam

Dari kedua nilai daya dukung ujung Q

p1

dan Q

p2

dibandingkan, dan diambil

harga terkecil untuk perencanaan.

Sumber : Braja M.Das

Gambar 2.6 Faktor Daya Dukung Untuk Pondasi Dalam

Tanah Lempung

Formula yang digunakan adalah :

(2.5)

Untuk tiang pada lempung jenuh dengan kondisi taksalur (ϕ), persamaan

(2.5) dapat diubah menjadi:

(2.6)

Q

p

= daya dukung ujung tiang

A

p

= luas penampang ujung tiang

q

p

= daya dukung batas diujung tiang per satuan luas

(13)

N

c

*

= faktor daya dukung ujung untuk tanah lempung (gambar 2.5)

Daya dukung selimut tiang dihitung berdasarkan rumus berikut :

(2.7)

Q

s

= daya dukung selimut tiang

A

p

= luas selimut tiang =

p

= keliling tiang

ΔL

= panjang segmen tiang yang terbenam

f

= gesekan selimut tiang

Cara untuk mengetahui besar gesekan selimut tiang (f) adalah sebagai berikut

:

Tanah Pasir

(2.8)

k

= koefisien tekanan tanah lateral

q’

= tegangan vertikal efektif tanah, dianggap konstan setelah kedalaman

15D Meyerhoff atao 10D Schmertmenn

Untuk tiang bor, harga k ditentukan k = ko = 1 – sin ϕ

Harga k dan δ dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Harga k dan δ Berdasarkan Bahan Tiang

Bahan Tiang

Δ

Nilai k

Kepadatan relative

rendah

Kepadatan relative

tinggi

Baja

20

0

0.5

1.0

Beton

¾ ϕ

1.0

2.0

Kayu

2/3 ϕ

1.5

4.0

Sumber : M.J Tomlinson

Tanah Lempung

Ada tiga metode yang biasa digunakan untuk menghitung besarnya gesekan

selimut (f) pada tanah lempung yaitu :

Metode lamda (Vijayvergian & Focht)

(2.9)

λ

= konstanta dari gambar (2.6)

(14)

14

q’

ave

= tegangan vertikal efektif rata-rata

Cu

ave

= kuat geser undrained rata-rata

f

ave

= gesekan selimut tiang rata-rata

harga rata-rata vertikal efektif (q’ave) dapat diperlihatkan pada gambar 2.7

berdasarkan :

(2.10)

A

= luas diagram tegangan vertikal efektif

L

= panjang tiang

Sedangkan untuk mencari harga kohesi rata-rata digunakan persamaan berikut

:

(2.11)

Cu

i

= kuat geser undrained (lapis i)

Li

= panjang segmen tiang (lapis i)

L

= panjang tiang

Sumber : Paulus P. Raharjo

(15)

Sumber : Paulus P. Raharjo

Gambar 2.8 Harga Rata-rata Cu Dengan Tegangan Vertikal Efektif

Metode Alpha (Tomlinson)

(2.12)

f

= gesekan selimut

α

= faktor lekatan tanah lempung yang dapat dilihat pada gambar 2.8

C

u

= kohesi

Untuk menentukan besarnya α dapat ditentukan dengan menggunakan gambar

2.8 tetapi dapat juga digunakan dinilai 0.55 hal ini berdasarkan hasil analisis

dari beberapa uji pembebanan tiang berinstrumen, oleh Reese dan O’niell

1989 merekomendasi harga α sebesar 0.55.

(16)

16

Sumber : Paulus P. Raharjo, 1997

Gambar 2.9 Variasi harga α Terhadap C

u

Metode Beta (Metode Tegangan Efektif)

(2.13)

f

ave

= gesekan selimut tiang rata-rata

β

= k tan ϕ

r

ϕ

r

= sudut gesr dalam pada kondisi terdrainase ( dari uji triaksial CD )

k

= 1 - sin ϕ

r

(untuk tanah terkonsolidasi normal)

k

= 1 - sin ϕ

r

√OCR (untuk tanah OC)

q’

= tegangan vertikal efektif

OCR = Over Consolidation Ratio

2.3.2 Daya Dukung Pondasi Tiang Tunggal Berdasarkan Data Cone Penetration

Test (CPT) Dari Uji Sondir

Jika diketahui data CPT atau sondir maka daya dukung ijin pondasi dapat

dihitung sebagai berikut :

(17)

JHP = Jumlah Hambatan Pelekat (Total Friction) adalah penjumlahan

skin resistance atau sleeve friction dari konus sondir pada kedalaman

tertentu (kg/cm)

O

= keliling tiang (cm)

q

c

= tahanan konus pada dasar pondasi (kg/cm

2

)

Sumber dari buku Rekayasa Pondasi Perencanaan Praktis dan Metode

Pelaksanaan yang disusun oleh Ir. Made G Diarsa.

2.3.3 Daya Dukung Pondasi Tiang Tunggal Berdasarkan Data N-SPT

Metode SPT Meyerhoff

Meyerhoff juga mengajukan metode untuk memperkirakan besarnya nilai

tahanan ujung dan tahanan selimut berdasarkan data hasil uji SPT. Metode ini

menggunakan besarnya nilai N-SPT sebagai parameter. Untuk menghitung

besarnya tahanan ujung dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut

(meyerhoff 1956).

(2.15)

Q

p

= tahanan ujung ultimit

N

b

= harga N-SPT pada elevasi ujung tiang

A

p

= luas penampang ujung tiang

Untuk tiang dengan desakan tanah yang kecil seperti tiang bor dan tiang baja

profil H, maka daya dukung selimut hanya dihitung dengan persamaan

dibawah ini :

(2.16)

2.4

Efisiensi Dan Daya Dukung pada Pondai Kelompok Tiang

Perlu diperhatikan bahwa walaupun persamaan kapasitas adalah untuk tiang

tunggal, namun dalam pelaksanaan jarang digunakan sebuah tiang tunggal.

Umumnya paling sedikit dua atau tiga tiang yang digunakan dalam sebuah

kelompok, dikarenakan masalah penjajaran dan eksentrisitas yang kurang

baik.

(18)

18

Meskipun pada tiang berdiameter besar atau untuk beban-beban yang ringan

sering digunakan pondasi tiang tunggal untuk memikul kolom atau beban

struktur atas, pada lazimnya beban kolom dari struktur atas dipikul oleh

kelompok tiang.

Keuntungan dari digunakan kelompok tiang adalah :

- Tiang tunggal tidak mempunyai kapasitas yang cukup untuk menahan

beban kolom.

- Pemancangan tiang atau instalasi tiang bor dapat meleset (sampai dengan

15cm) dari posisinya. Eksentrisitas yang ditimbulkan terhadap pusat

beban dari kolom dapat menimbulkan momen-momen tambahan. Bila

kolom dipikul oleh beberapa pondasi, maka pengaruh eksentrisitas ini

dapat berkurang banyak.

- Kegagalan dari sebuah tiang dapat diminimalisir akibat oleh adanya tiang

yang lain.

- Pemadatan kearah lateral pada saat pemancangan memperbesar tekanan

tanah lateral yang bekerja di sekeliling tiang sehingga meningkatkan

kapasitas tahanan geseknya. Hal ini terutama berlaku pada tanah berpasir.

Pada kelompok tiang maka baik pada ujung maupun keliling tiang akan

terjadi overlapping daerah yang mengalami tegangan-tegangan akibat beban

kerja struktur (gambar 2.11) menunjukan daerah pengaruh tegangan pada

kelompok tiang.

(19)

Gambar 2.10 Overlaping Daerah Tegangan Sekitar Kelompok Tiang

Pondasi tiang yang duduk diatas lapisan padat biasanya merupakan tiang

tahanan ujung (point bearing). Untuk overlapping tegangan yang terjadi maka

akan memperbesar tegangan keliling disekitar tiang. hal ini menguntungkan

untuk pondasi pasir karena daya dukungnya meningkat. Demikian juga karena

adanya pelebaran daerah pengaruh dari kelompok tiang maka secara

keseluruhan kelompok tiang pada tanah pasir bukan merupakan masalah

kecuali perlunya pengontrolan penurunan dari kelompok tiang yang umumnya

beberapa kali lebih besar dari tiang tunggal.

Kebanyakan peraturan bagunan mensyaratkan jarak minimum antara tiang

sebesar 2 kali diameter sedangkan jarak optimal antara tiang adalah antara 2.5

– 3D dan jarak maksimum yang diizinkan adalah 6D. Laporan terakhir ASCE

Committe on Deep Foundation (1984), mengajurkan untuk tidak

menggunakan efisiensi kelompok untuk mendeskripsikan aksi kelompok tiang

(group action). Laporan yang dihimpun berdasar studi dan publikasi sejak

1963 menganjurkan bahwa tiang tahanan gesek pada lapisan tanah pasiran

dengan jarak 2D-3D akan memiliki daya dukung lebih besar daripada jumlah

total daya dukung individual tiang, sedangkan untuk tiang tahanan gesek pada

tanah kohesif, geser blok disekeliling kelompok tiang ditambah dengan daya

dukung ujung besarnya tidak boleh melebihi jumlah total daya dukung

masing-masing tiang juga.

Apabila pengaturan tiang pada suatu pile cap telah mengikuti persyaratan.

Maka kapasitas daya dukung group tiang tidak sama dengan kapasitas daya

dukung satu tiang dikalikan dengan banyaknya tiang pada group tiang

tersebut. tetapi didefinisikan sebagai perkalian antara kapasitas daya dukung

satu tiangn dengan banyaknya tiang dikalikan kembali dengan efisiensi group

tiang. Daya dukung sebuah tiang dalam kelompok adalah sama dengan daya

dukung tiang tersebut bila berdiri sendiri dikalikan dengan faktor efisiensi.

(20)

20

Q

sp

=Daya dukung yang diijinkan untuk sebuah tiang tunggal

E

= Faktor Efisiensi

Perhitungan faktor efisiensi menggunakan metode Converse – Labarre

(AASHO)

B

= Lebar / diameter tiang

S

= Jarak antar tiang (dari pusat ke pusat)

m

= Jumlah baris tiang

n

= Jumlah tiang perbaris

Untuk tanah-tanah kohesif, selain menggunakan faktor efisiensi, dapat juga

menggunakan rumus daya dukung tiang kelompok menurut Ditjen Bina

Marga, Depatemen PU, yang terlebih dahulu dihitung daya dukung kelompok

tiang secara keseluruhan, kemudian dibagi dengan banyaknya tiang akan

didapat daya dukung sebuah tiang kelompok. secara sederhana ditulisankan

dengan formula sebagai berikut :

(2.17)

Q

pg

= kapasitas daya dukung maksimum group tiang

n

= banyaknya tiang

Q

ult

= kapasitas daya dukung maksimum satu tiang

Efisiensi Kelompok tiang tergantung pada beberapa faktor diantaranya :

- Jumlah tiang, panjang, diameter, pengaturan dan terutama jarak antara as

tiang.

- Metode pengalihan beban (gesekan selimut atau tahanan ujung).

- Prosedur pelaksanaan konstruksi (tiang pancang atau tiang bor) dan jenis

tanah.

(21)

- Jangka waktu setelah pemancangan.

- Interaksi antara pile cap dengan tanah permukaan.

Efisiensi Kelompok Tiang Pada Tanah Lempung

Daya dukung batas kelompok tiang pada tanah lempung didasarkan pada aksi

blok yaitu bila kelompok tersebut berperan sebagai blok, seperti diilustrasikan

pada gambar 2.12

Sumber : Joseph E. Bowles

Gambar 2.11 Kelompok Tiang Sebagai Pondasi Blok

Daya dukung kelompok tiang dihitung sebagai berikut :

Tentukan

jumlah

total kapasitas kelompok tiang

(2.18)

Tentukan

daya dukung blok berukuran

(2.19)

Bandingkan kedua besaran diatas. Harga daya dukung diambil nilai yang

lebih kecil

Ap

= luas penampang (m

2

)

m

= jumlah tiang pada deret baris

n

= jumlah tiang pada deret kolom

p

= keliling tiang (m)

(22)

22

Cu

= kuat geser undrained (kg/cm

2

)

Sumber :Braja M.Das

Gambar 2.12 Grafik Bjerrum dan Eide’s

Tidak ada metode yang paling memuaskan nilai efisiensi kelompok tiang

sehingga seorang ahli geoteknik harus menggunakan “pertimbangan”. Tetapi

beberapa petunjuk praktis dapat diikuti :

- Tentukan apakah keruntuhan blok terjadi. Umumnya bila jarak antar

tiang cukup besar, keruntuhan tidak ditentukan oleh blok. Keruntuhan

blok hanya terjadi bila jarak antara tiang cukup rapat (s/D<2) sehingga

umumnya tidak terjadi masalah.

- Kapasitas dukung sementara kelompok tiang pada tanah kohesif turun

sebagai akibat tekanan air pori yang timbul saat pemancangan. Efisiensi

kelompok sementara dapat turun hingga 0.4 – 0.8 tetapi akan meningkat

terdapat waktu.

- Kelompok tiang dalam tanah non kohesif mencapai kapasitas maksimum

sesaat sesudah pemancangan karena tekanan air pori akan segera hilang.

Efisiensi kelompok umumnya lebih besar dari 1.0. untuk desain dapat

digunakan angka Eg=1.2 pada tiang pancang dan Eg=1.0 pada pondasi

tiang pancang dengan pre-drilling.

2.5

Daya Dukung Lateral

Beban lateral dan momen dapat bekerja pada pondasi tiang akibat gaya

gempa, gaya angin pada struktur atas, beban static seperti misalnya tekanan

aktif pada abutment jembatan atau pada soldier pile, tumbukan kapal dan

(23)

lain-lain. Untuk analisis, kondisi kepala tiang dibedakan sebagai kondisi kepala

tiang terjepit (fixed head) dan kepala tiang bebas (free head).

Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan salah

satu dari dua kriteria :

- Beban lateral ijin ditentukan dengan membagi beban ultimit dengan suatu

faktor keamanan.

- Beban lateral ditentukan berdasarkan defleksi maksimum yang diijinkan

Penentuan Kriteria Tiang Pancang Dan Tiang Pendek

Dalam perhitungan pondasi yang dibebani lateral disamping kondisi kepala

tiang, umumnya tiang dibedakan perilakunya atas pondasi tiang pendek dan

pondasi tiang panjang. Pada tiang pendek, sumbu tiang masih tetap lurus pada

kondisi terbebani lateral. Kriteria penentuan tiang pendek dan tiang panjang

didasarkan pada kekakuan relatif antara pondasi tiang dengan tanah.

Pada tanah lempung over consolidated, modulus subgrade tanah

biasanyadiasumsi konstan terhadap kedalaman tanah. Dalam hal ini

digunakan faktor kekakuan R untuk menentukan tiang pendek atau tiang

panjang.

(2.20)

K = Ks/1.5 dengan nilai ks adalah modulus subgrade tanah yang dapat

ditentukan melalui korelasi dengan kuat geser tanah seperti pada

tabel 2.3

Tabel 2.3 Hubungan Antara Ks dan Cu

Konsistensi Sedang hingga teguh Teguh hingga amat teguh Keras

Kuat geser undrained

Cu (kg/cm2) 0.50 – 1.00 1.00 – 2.00 > 2.00

Rentang Ks

(kg/cm2) 0.15-0.30 0.30 – 0.60 > 0.60

(24)

24

Sedangkan pada tanah lempung yang terkonsolidasi normal dan tanah berbutir

kasar, nilai modulus subgrade umumnya meningkat secara linier terhadap

kedalaman, sehingga digunakan kriteria lain yaitu :

(2.21)

E

= modulus tiang

I

= momen inersia tiang

ηh

= modulus variasi reaksi subgrade dalam satuan kN/m

3

yang harganya

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.4 Nilai Modulus Reaksi Subgrade ηh

Jenis Tanah

ηh

dalam kN/m

3

Kering Tercelup

Pasir lepas Pasir sedang Pasir padat

Pasir sangat lepas dengan beban berulang -

Tanah organic yang sangat lunak -

Lempung sangat lunak - -

Beban statis -

Beban berulang -

Sumber : Swami Saran, 1996

Kriteria tiang pendek dan panjang ditentukan berdasarkan nilai R atau T yang

telah dihitung dengan ditunjukan dalam tabel 2.5

Tabel 2.5 Kriteria Jenis Tiang

Jenis Tiang

Modulus Tanah

Kaku (pendek)

L ≤ 2T

L ≤ 2R

Elastis (panjang)

L ≥ 4T

L ≥ 3.5R

(25)

Selain itu reaksi tiang terhadap suatu beban horizontal ditentukan sekali oleh

panjang tiang. Pada tiang pendek (D/B ≤ 20) kegagalan/kelongsoran

disebabkan oleh runtuhnya tanah disekeliling tiang, sedangkan tiang sendiri

tidak rusak. Pada tiang panjang (D/B ≥ 20) kegagalan/kelongsoran disebabkan

oleh kerusakan struktural pada tiang. Brom (1965) telah menemukan

penyelesaian untuk menentukan daya dukung batas horizontal.

FK

Hu

Hsp

Tiang pendek (D/B ≤ 20)

Gambar 2.13 Hu Pada Tanah Kohesif

(26)

26

Metode Analisis

Ada beberapa metode yang telah dikembangkan untuk menganalisa tiang

yang dibebani ssecara lateral diantaranya adalah metode broms, Brinch –

Hansen dan Reese-Matlock. Pada penulisan kali ini akan dibahas penggunaan

metode Broms.

Penurunan Pondasi Tiang Pada Tanah Pasir

Penurunan Pondasi Tiang Tunggal

Perkiraan penurunan (settlement) yang terjadi pada pondasi tiang merupakan

masalah yang rumit yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti terjadinya

gangguan pada tegangan tanah saat pemancangan dan ketidakpastian

mengenai distribusi dan posisi pengalihan beban (load transfer) dari tiang ke

tanah. Karena penurunan dipengaruhi mekanisme pengalihan beban, maka

penyelesaian untuk perhitungan penurunan hanya bersifat pendekatan.

Pada tanah pasir ada beberapa metode yang digunakan untuk memperkirakan

settlemet yang akan terjadi, diantaranya adalah metode semi-empiris dan

metode empiris. Pada perencanaan pondasi tiang tunggal perkiraan penurunan

dapat dihitung dengan menggunakan formula-formula Vesic (1977) berikut

ini :

Metode Semi Empiris

(2.22)

S

= penurunan total pondasi tiang tunggal

S

s

= penurunan akibat deformasi aksial tiang

S

p

= penurunan dari ujung tiang

S

ps

= penurunan tiang akibat beban yang dialihkan sepanjang tiang

Ketiga komponen diatas dihitung secara terpisah dengan menggunakan

formula-formula berikut :

(2.23)

Qp

= daya dukung ujung tiang

(27)

Qs

= daya dukung selimut tiang

L

= panjang tiang

A

p

= luas penampang tiang

E

p

= modulus elastic tiang

α

s

= koefisien yang harganya tergantung pada distribusi gesekan selimut

sepanjang tiang. Vesic (1977) menyarankan α

s

=0.5 untuk distribusi

gesekan yang seragam atau hiperbolik sepanjang tiang.

Metode Empiris

(2.24)

S

= penurunan total kepala tiang (inch)

D

= diameter tiang (inch)

Q

= beban kerja (lbs)

A

p

= luas penampang tiang

L

= panjang tiang

E

p

= modulus elastic tiang

2.6

Penurunan Pondasi Kelompok Tiang

Penurunan kelompok tiang umumnya lebih besar daripada pondasi tiang

tunggal karena pengaruh tegangan pada daerah lebih luas dan lebih dalam.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan, diantaranya :

Metode Vesic (1977)

Vesic (1977) memberikan formula sederhana sebagai berikut :

(2.25)

s

= penurunan pondasi tiang tunggal

S

g

= penurunan kelompok tiang

B

g

= lebar kelompok tiang

(28)

28

Metode Meyerhoff (1976)

Meyerhoff (1976) memberikan formula empiris yang sederhana untuk

memperkirakan penurunan kelompok tiang berdasarkan hasil uji penetrasi

standar (SPT) dan hasil uji sondir.

Berdasarkan hasil N-SPT

(2.26)

S

g

= penurunan kelompok tiang

q

= tekanan pada dasar pondasi (kg/cm

2

)

B

g

= lebar kelompok tiang

N

= harga N rata-rata pada kedalaman ±B

g

dibawah kaki pondasi tiang

I

= [1-L/8B

g

] ≥ 0.5

L

= kedalaman pondasi = panjang tiang

Untuk pasir kelanauan (SM), harga S

g

harus dikali dua

Berdasarkan Data Sondir

(2.27)

Formula-formula diatas adalah berdasarkan anggapan bahwa tanah bersifat

homogeny daerah pengaruh pondasi.

Penurunan Kelompok Tiang Pada Tanah lempung

Penurunan (settlement) pondasi tiang pada tanah kohesif terdiri atas dua

komponen yaitu :

- Penurunan seketika (short term settlemet) yang terjadi segera setelah

beban bekerja.

- Penurunan jangka panjang atau penurunan konsolidasi, yang terjadi

secara berangsur-angsur bersamaan dengan disipasi air pori.

Untuk penurunan seketika metode yang berlaku pada pasir dapat juga

diterapkan. Perkiraan penurunan pondasi tiang kelompok pada tanah lempung

dapat menggunakan prosedur sebagai berikut :

(29)

- Tentukan beban kerja

(beban kerja ini harus lebih kecil dari yang diijinkan)

- Beban kerja diatas dialihkan pada kedalaman 2/3D dibawah pile cap,

Penurunan tanah diatas kedalaman tersebut amat masih kecil dan dapat

diabaikan.

- Beban kerja disebarkan kebawah pondasi tiang dengan perkiraan pola

penyebaran vertikal : horizontal = 2 : 1

- Tanah dibagi atas lapis-lapis dengan masing-masing lapis ditentukan

parameter kompresibilitasnya tegangan efektif awal σ’ dan besarnya

beban luar (overburden pressure) = Δσ. Kemudian settlement tiap lapis

dijumlahkan sebagai berikut.

(2.28)

Bilamana tanah overkonsolidasi maka harus diperhitungkan dengan C

r

(rebound compression index) pada harga (σ’+Δσ) < P

c

(preconsolidation

pressure)

Notasi dari persamaan-persaman diatas adalah sebagai berikut :

(2.29)

q

= beban merata yang bekerja pada tanah

Q

g

= beban yang bekerja pada kelompok tiang

B

g

= lebar efektif pada pile cap

L

g

= panjang efektif pada pile cap

S

= penurunan akibat proses konsolidasi

Σ’

= tegangan efektif mula-mula

Δσ

= penambahan beban akibat beban luar (overburden pressure)

e

o

= angka pori awal

ΔH

= tebal lapisan tanah lempung

C

c

= indeks pemampatan tanah

C

r

= indeks pemuaian tanah

P

o’

= tekanan efektif awal akibat berat tanah

(30)

30

2.7

Kecepatan Waktu Konsolidasi

Persamaan diatas digunakan untuk menentukan besarnya penurunan yang

terjadi akibat proses konsolidasi, sedangkan untuk mengetahui waktu yang

diperlukan sehingga proses konsolidasi selesai dapat diketahui dengan

berbagai metode, salah satu dari mote yang dapat digunakan adalah metode

akar waktu

Pada metode akar waktu, grafik deformasi vs akar waktu dibuat untuk

tiap-tiap penambahan beban, seperti yang terdapat pada gambar 2.14. Cara untuk

menentukan harga c

v

yang diperlukan adalah sebagai berikut:

Gambar suatu garis AB melalui bagian awal kurva

Gambar suatu garis AC sehingga OC = 1.15 OB. Absis titik D, yang

merupakan perpotongan antara garis AC dan kurva konsolidasi, memberikan

harga akar waktu untuk tercapainya 90% (√t

90

)

Untuk konsolidasi 90%, T

90

=0.848 (dapat dilihat pada tabel 2.5), jadi waktu

yang diperlukan untuk tercapainya konsolidasi 90% adalah

Tv

= faktor waktu, T

90

artinya faktor waktu untuk terjadinya konsolidasi

90%

t

= waktu terjadinya konsolidasi t

90

artinya waktu yang diperlukan

untuk terjadinya konsolidasi 90%

C

v

= koefisien

H

dr

= panjang aliran rata-rata yang harus ditempuh oleh air pori selama

(31)

Sumber : Braja M.Das

Gambar 2.15 Metode Logaritma Waktu (Logaritm of Time Method)

Untuk Menentukan Koefisien Konsolidasi

Tabel 2.6 Variasi Faktor Waktu Terhadap Derajat Konsolidasi

Derajat Konsolidasi U%

Faktor

Waktu T

v

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0

0.008

0.031

0.071

0.126

0.197

0.287

0.4003

0.567

0.848

~

Sumber : Braja M.Das

Peristiwa konsolidasi dianggap tidak terjadi keseluruhan atau keluarnya air

pori dari dalam tanah sebanyak 100% tetapi dianggap 90% saja, dengan

(32)

32

demikian waktu untuk terjadinya konsolidasi 100% tidak dapat dipredisksikan

atau dapat dianggap tak terhingga, seperti yang terdapat pada tabel 2.6

Untuk mengontrol suatu perencanaan dan pembangunan tentang penurunan

maksimum yang diperbolehkan maka dari itu diperlukan suatu ketentuan yang

mengatur hal tersebut. Untuk batasan maksimum yang diijinkan mengikuti

Standar Teknis Kereta Api Indonesia, melalui IMO ditunjukan nilai seperti

yang terlihat pada tabel 2.7

Tabel 2.7 Tabel Nilai Standar Unit Penurunan

Tanah Dasar Pondasi

Total penurunan yang diijinkan Pangkal Jembatan (mm) Pilar Jembatan (mm) 1. Batuan

2. Tanah Keras seperti pasir padat dan kerikil 3. Pasir lepas dan tanah liat

10/10.000 atau kurang 15/10.000 atau kurang 30/10.000 atau kurang 10/10.000 atau kurang 20/10.000 atau kurang 40/10.000 atau kurang

Sumber : Standar Teknis Kereta Api Indonesia

2.8 Berm

Berm umumnya digunakan sebagai slope dalam posisi rel yang

mempunyai posisi lebih tinggi dari tanah dasar. Menurut Standar Teknis

Kereta Api, menunjukkan penampang standar untuk konstruksi timbunan

dan lokasi berm harus mengikuti hal-hal berikut :

- Terletak pada batas antara timbunan atas dan timbunan bawah (pada

kedalaman 3 m dari permukaan formasi).

- Pada setiap kedalaman 6 m dari batas antara timbunan atas dan

timbunan bawah. Jika tinggi timbunan kurang dari 6 m, berm dapat

ditiadakan. Lebar standar untuk berm adalah 1,5 m dan

permukaannya memiliki kemiringan 5 %.

(33)

Gambar 2.16 Penampang Melintang Berm Pada Jalan KA

Ketebalan balas Lebar permukaan formasi Berm Berm 3, 0 m 6, 0 m 3, 0 m 6, 0 m 1:1,8 ~ 1:2,0 1:1,5 ~ 1:2,0 1:1,5 ~ 1:2,0

(34)

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Pondasi Tiang
Gambar 2.1 Batas Pondasi Tiang Bor Pada Konstruksi Yang Berdekatan  I.   Daerah tanpa syarat : Daerah memenuhi salah satu (1) atau (2)
Gambar 2.2 (a) dan (b) Tiang Tahanan Ujung, (c) Tiang Tahanan Selimut  Seperti  diketahui  bahwa  daya  dukung  dari  pondasi  tiang  berasal  dari  penjumlahan daya dukung ujung tiang dengan gaya gesesan (friction) antara  tiang  dengan  tanah
Gambar 2.3 Kurva Beban – Penurunan Pada Pondasi Tiang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan berdasarkan adanya hal-hal yang dianggap perlu untuk diteliti lebih lanjut, yang berhubungan dengan pengaruh beberapa faktor yaitu pergantian

Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, maka peneliti ingin mengangkat permasalahan yang mencakup upaya pembentukan karakter peserta didik melalui implementasi

30 49 50 4.1 Spesifikasi Keperluan Instrumen bagi Portal Web Jarum 70 5.1 Latar Belakang Responden Mengikut Jantina dan Bangsa 80 5.2 Kekerapan Penggunaan Internet Di

[r]

memasuki fase dewasa terlebih siswa kelas lima di Gontor yang telah menjadi pengurus bagi juniornya, mereka tidak lagi memerlukan ancaman dalam menumbuhkan motivasi, hal ini

Persyaratan dan ketentuan pembukaan Deposito Berjangka rupiah di Bank BTN IAIN Sunan Ampel Surabaya.. Dalam pembukaan Deposito Berjangka Rupiah di Bank BTN IAIN

Damang Singa Yudha No.7 Batu Intan