• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Dermaga

Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapatnya dan menembatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaik turunkan penumpang. Dimensi dermaga didasarkan pada jenis ukuran kapal yang merapat dan bertambat pada dermaga tersebut.

Dibelakang dermaga terdapat halaman yang cukup luas. Di halaman ini terdapat apron, gudang transit, tempat bongkar muat barang dan jalan.

Apron adalah daerah yang terletak diantara sisi dermaga dan sisi depan gudang di mana terdapat pengalihan kegiatan angkutan laut (kapal) ke kegiatan angkutan darat. Gudang transit digunakan untuk menyimpan barang sebelum bisa diangkut oleh kapal atau setelah dibongkar dari kapal dan menunggu pengangkutan barang ke daerah yang dituju.

Dermaga dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu wharf atau quai dan jetty atau pier atau jembatan.

Wharf adalah dermaga yang parallel dengan pantai dan biasanya berimpit dengan garis pantai. Wharf juga berfunsi sebagai penahan tanah yang ada dibelakangnya. Jetty dan pier adalah dermaga yang menonjol ke laut. (Bambang Triatmodjo, 1996)

2.2 Pemilihan Tipe Dermaga

Dermaga dibangun untuk melanyani kebutuhan tertentu. Pemilihan tipe dermaga sangat dipengaruhi oleh kebutuhan yang akan dilayani, ukuran kapal, arah gelombang dan arah angin, kondisi topografi dan tanah dasar laut, dan paling penting adalah tinjauan ekonomi untuk memdapatkan bangunan yang lebih ekonomis. Pemilihan tipe di dasarkan pada tinjauan berikut:

 

   

 

 

   

   

(2)

1. Tinjauan Topografi daerah pantai

Di perairan yang dangkal sehingga kedalaman yang cukup agak jauh dari darat, penggunaan jetty akan lebih ekonomis karena tidak diperlukan pengerukan yang besar. Sedangkan di lokasi dimana kemiringan dasar cukup curam, pembuatan pier dengan menggunakan pemancangan tiang di perairan yang dalam menjadi tidak praktis dan sangat mahal.

2. Jenis kapal yang dilayani

Dermaga yang melayani kapal minyak dan kapal barang curah mempunyai konstruksi yang ringan disbanding dengan dermaga barang potongan (general cargo), karena dermaga tersebut tidak membutuhkan peralatan bongkar muat barang yang besar (kran), jalan kereta api, gudang-gudang dan yang lainnya. Untuk melayani kapal tersebut penggunaan pier akan lebih ekonomis. Dermaga yang melayani barang potongan dan peti kemas menerima beban yang besar di atasnya, seperti kran, barang yang dibongkar-muat, peralatan transportasi (kereta api,truk). Untuk keperluan tersebut dermaga tipe wharf akan lebih cocok. (Bambang Triatmodjo, 1996)

2.3 Pier dan Jetty

Pier adalah dermaga yang dibangun dengan membentuk sudut terhadap garis pantai. Pier dapat digunakan untuk merapat kapal pada suatu sisi atau kedua sisinya. Pier berbentuk jari lebih efisien karena dapat digunakan untuk meraoat kapal pada kedua sisinya untuk panjang dermaga yang sama. Perairan di antara dua pier yang berdampingan disebut slip.

(Bambang Triatmodjo, 1996)  

   

 

 

   

   

(3)

Gambar 2.1 : Pier berbentuk T

Gambar 2.2 : Pier berbentuk L

2.4 Gaya-gaya Yang Bekerja Pada Dermaga

Gaya-gaya yang bekerja pada dermaga dapat dibedakan menjadi gaya lateral dan vertikal. Gaya lateral meliputi gaya benturan kapal pada dermaga, gaya tarikan kapal dan gaya gempa, sedangkan gaya vertical adalah berat sendiri bangunan dan beban hidup. (Bambang Triatmodjo, 1996)

2.4.1 Gaya Benturan Kapal

Pada waktu merapat ke dermaga kapal masih mempunyai kecepatan sehingga akan terjadi benturan antar kapal dan dermaga.

Dalam perencanaan dianggap bahwa benturan maksimum terjadi apabila kapal bermuatan penuh menghantam dermaga pada 10°

terhadap sisi depan dermaga.

 

   

 

 

   

   

(4)

Gaya benturan kapal yang harus ditahan dermaga tergantung pada energy benturan yang diserap oleh system fender yang dipasang pada dermaga. Gaya benturan bekerja secara horizontal dan dapt dihitung sesuai dengan energy benturan. Hubungan antar gaya dan energi benturan tergantung pda tipe fender yang digunakan.(Bambang Triatmodjo, 1996).

2.4.2 Gaya Akibat Angin

Angin yang berhembus ke badan kapal yang ditambatkan akan mnyebabkan gerakan kapal yang bisa menimbulkan gaya pada dermaga , apabila arah angin menuju ke dermaga, maka gaya tersebut berupa gaya benturan ke dermaga sedangkan jika arahnya meninggalkan dermaga akan menyebabkan gaya tarikan kapal pada alat penambat. (Bambang Triatmodjo, 1996)

2.4.3 Gaya Akibat Arus

Seperti halnya angin, arus yang bekerja pada bagian kapal yang terendam air juga akan menyebabkan terjadinya gaya pada kapal yang kemudian diteruskan pada dermaga dan alat penambat. (Bambang Triatmodjo, 1996)

2.5 Alat Penambat

Alat penambat adalah suatu konstruksi yang digunakan untuk keperluan berikut ini:

1. Mengikat kapal pada waktu berlabuh agar tidak terjadi pergeseran atau gerak kapal yang disebabkan oleh gelombang , arus dan angin.

2. Menolongnya berputarnya kapal.

Alat penambat ini bisa diletakkan di darat (dermaga) atau di dalam air.

menurut macam konstruksinya alat penambat terdiri dari tiga macam (Bambang Triatmodjo, 1996):

 

   

 

 

   

   

(5)

1. Bolder pengikat 2. Pelampung penambat

3. Dolphin (Mooring dolphin dan Breasting dolphin)

Gambar 2.3 : Konstruksi dolphin (Mooring dolphin)

Gambar 2.4 : Konstruksi Dolphin (Breasthing dolphin)  

   

 

 

   

   

(6)

2.6 Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi (K. Nakazawa, 1983).

Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang berada sibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang bekerja padanya (Sardjono HS,1988). Atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari permukaan tanah kedalaman > 8 m (Bowles,1991).

Dalam pelaksanaan pemancangan pada umumnya pondasi dipancangkan tegak lurus dalam tanah, tetapi ada juga yang dipancangkan miring (battle pile) untuk dapat menahan gaya – gaya horizontal yang bekerja. Sudut kemiringan yang dapat dicapai oleh tiang tergantung dari alat yang dipergunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaannya.

Dalam kenyataannya, fungsi tiang pancang sangat banyak, dan penerapannya untuk masalah – masalah lain cukup banyak diantaranya:

 Untuk mengangkat beban – beban konstruksi diatas tanah kedalam atau melalui sebuah stratum / lapisan tanah. Didalam hal ini beban vertikal dan beban lateral boleh jadi terlibat.

 Untuk menentang gaya desakan keatas, gaya guling, seperti untuk telapak ruangan bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau untuk menopang kaki – kaki menara terhadap guling.

 Memampatkan endapan – endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Tiang pancang ini dapat ditarik keluar kemudian.

 

   

 

 

   

   

(7)

 Mengontrol lendutan / penurunan bila kaki – kaki yang tersebar atau telapak berada pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.

 Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan atau pier, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.

 Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban – beban diatas permukaan air melalui air dan kedalam tanah yang mendasari air tersebut. Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan yang terpengaruh oleh beban vertikal maupun beban lateral (Bowles,1991).

2.6.1 Klasifikasi Pondasi Tiang

Berdasarkan metoda instalasinya, pondasi tiang dapat diklasifikasikan menjadi:

A. Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang merupakan pondasi tiang yang dibuat terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam tanah hingga mencapai kedalaman tertentu. Metoda yang paling umum untuk memasukkan tiang ke dalam tanah adalah dengan memukul kepala tiang berulang kali dengan sebuah palu khusus yang disebut sebagai pemancangan tiang. Namun demikian istilah

“pemancangan” tidak hanya terbatas pada pemukulan kepala tiang dengan palu saja, tetapi juga meliputi metode penggetaran tiang dan penekanan tiang secara hidrolis. Pondasi tiang yang dipancang umumnya menyebabkan desakan dalam tanah sehingga mencapai tegangan kontak antara selimut tiang dengan tanah yang relatif lebih besar dibandingkan dengan tiang bor.

B. Tiang Bor

Sebuah tiang bor dikonstruksikan dengan cara membuat sebuah lubang bor dengan diameter tertentu hingga kedalaman yang diinginkan. Umumnya tulangan yang telah dirangkai  

   

 

 

   

   

(8)

kemudian dimasukkan ke dalam lubang tersebut dan diikuti dengan pengisian material beton ke dalam lubang bor tersebut.

Kedua jenis tiang di atas dibedakan karena mekanisme pemikulan beban yang relatif berbeda, sehingga secara empirik menghasilkan daya dukung yang berbeda, pengendalian mutu yang berbeda, dan cara evaluasi yang berbeda pula untuk masing – masing jenis tiang tersebut.

2.6.2 Pondasi Tiang Pancang menurut Pemakaian Bahan dan karakteristik Strukturnya

Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, 1991),tetapi yang sering digunakan sekarang antara lain:

a. Tiang Pancang Beton

Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, 1991), yaitu:

1) Precast Reinforced Concrete Pile

Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang telah cukup keras kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.

Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan.

 

   

 

 

   

   

(9)

2) Precast Prestressed Concrete Pile

Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestress, yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras. Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.

3) Cast in Place

Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran. Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:

 Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas

 Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

b. Tiang pancang baja

Jenis-jenis tiang pancang baja ini biasanya berbentuk H yang didigiling atau merupakan tiang pancang pipa. Balok yang mempunyai flens lebar (wise-flange beam) atau balok I dapat juga digunakan, tapi balok H khususnya dibuat sebanding untuk menahan tegangan pemancangan yang keras yang mungkin dialami oleh tiang- tiang tersebut. Dalam tiang pancang H, flens dan badan mempunyai tebal yang sama, benruk WF yang standar dan bentuk H biasanya mepunyai badan yang tipis dari flens.

 

   

 

 

   

   

(10)

Tiang pancang pipa adalah tiang pancang yang terpatri maupun yang tidak mempunyai sambungan lipat yang dapat dirancang, baik dengan ujung terbuka maupun ujung yang tertutup. Tiang pancang pipa sering kali diisi dengan beton setelah pemancangan, walaupun dalam beberapa hal pengisian tidak perlu.

Pipa yang pada ujungnya terbuka dan tiang pancang H melibatkan perpindahan volume yang relatif kecil selama pemancangan. Mengenai tiang pancang pipa, jika dijumpai batu-batu kecil, maka batu tersebut dipecahkan dengan mata bor pemotong (choping bit), atau dengan peledakan dan dikeluarkan melalui pipa. Jika dijumpai batu-batu besar, maka kemungkinan untuk mengakhiri tiang pancang pada batu-batu tersebut harus diselidiki.

c. Tiang pancang komposit

Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terbuat dari dua macam bahan yang berbeda yang bekerja secara bersama-sama, sehingga merupakan satu kesatuan tiang.

2.7 Daya Dukung Axial Tiang Pancang

Kapasitas aksial pondasi tiang pancang ditentukan oleh kemampuan material tiang untuk menahan beban (kapasitas struktural) atau daya dukung tanah, dengan daya dukung terkecil yang lebih menentukan. Untuk menentukan berapa kedalaman tiang pancang yang dibutuhkan dapat dihitung dengan menggunakan acuan yaitu besarnya beban aksial yang terjadi. Data yang dibutuhkan dalam perancangan tersebut yaitu data nilai SPT dan data laboratorium. Hasil dari perhitungan daya dukung tersebut tidak boleh kurang dari nilai  

   

 

 

   

   

(11)

reaksi vertikal yang terjadi akibat gaya-gaya luar yang bekerja.

(M.Shouman, 2010)

2.7.1 Persamaan umum daya dukung tiang pancang

Tiang pancang yang dipancangkan masuk sampai lapisan tanah keras, sehingga daya dukung tanah untuk pondasi ini lebih ditekankan untuk tahanan ujungnya. Tiang pancang ini disebut end bearing piles. Yang perlu diperhatikan pada lapisan tanah keras.

Apabila tiang tidak mencapai lapisan tanah keras, maka untuk menahan beban yang diterima tiang, mobilisasi tahanan sebagian besar ditimbulkan oleh gesekan tiang dengan tanah (skin friction).

Tiang pancang seperti ini disebut friction piles.

Qult = Qe + Qs (2.1)

Qall =

(2.2)

dimana:

Qult = daya dukung maksimum tiang pancang Qe = daya dukung ujung

Qs = daya dukung friksi Qal l= daya dukung ijin

SF = faktor keamanan = 2,5 – 4,0

Gambar 2.5 : a) End Bearing Pile ; b) Friction Pile  

   

 

 

   

   

(12)

2.7.2 Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Data Lapangan A. Berdasarkan Hasil Sondir

Diantara perbedaan tes dilapangan, sondir atau Cone Penetration Test (CPT) seringkali sangat dipertimbangkan berperan cukup penting dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasikan lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik tanah. didalam perencanaan pondasi tiang pancang, data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung dari tiang pancang.

Kapasitas daya dukung tiang dibedakan menjadi dua, yaitu daya dukung ujung dan daya dukung geser/friksi (M.Shouman, 2010):

 Daya Dukung Ujung

Qe = 10 . Ckd . Ae [Ton] (2.3) dimana:

Qe = Daya dukung ujung (Ton) Ae = Luas tiang (m2)

Ckd = nilai tahanan konus qc rata-rata yang diambil dari kedalaman 1 d dibawah dan 3 d diatas level ujung tiang

 Daya Dukung Friksi

Qs = 0,05 . qc . As [Tanah Homogen] (2.4) Qs =

[Tanah Berlapis] (2.5)

B. Berdasarkan Hasil SPT

Penentuan daya pondasi tiang dengan menggunakan data SPT antara lain diberikan oleh Mayerhof dan Schmertmann.

 

   

 

 

   

   

(13)

 Metode Meyerhof

Untuk jenis tanah dan jenis tiang yang berbeda, Mayerhof (1956) menganjurkan formula daya dukung untuk ting pancang sebagai berikut:

(2.6) dengan:

= Daya dukung ultimit pondasi tiang (ton) = Nilai NSPT pada elevasi dasar tiang = Luas penampang dasar tiang (m2) = Luas selimut tiang (m2)

= Nilai NSPT rata-rata sepanjang tiang

Untuk tiang dengan desakan tanah yang kecil seperti tiang bordan tiang baja H, maka daya dukung selimut hanya diambil separuh dari formula di atas, sehingga menjadi:

(2.7) Nilai Nb disarankan untuk dibatasi sebesar 40 sedangkan fs

(yaitu 0,2.N) disarankan untuk tidak melebihi 10 ton/m2.

Tabel 2.1 : Nilai gesekan selimut dan tahanan ujung untuk desain pondasi tiang pancang (Sumber:Schmertmann, 1967)

Jenis Tanah Deskripsi

Gesekan Selimut (kg/cm2)

Tahanan Ujung (kg/cm2) Pasir bersiha GW ,GP ,GM ,SW

,SP, SM

0,019.NSPT 3,2.NSPT

Lempung lanau bercampur pasir, pasir kelanauan, lanau

GC, SC, ML CL 0.04.NSPT** 1,6.NSPT

Lempung plastis CH, OH 0.05.NSPT** 0,7.NSPT

 

   

 

 

   

   

(14)

Batu gamping rapuh, pasir berkarang

- 0,01.NSPT 3,6.NSPT

keterangan:

a : Berlaku untuk di atas maupun di bawah muka air

* : Untuk N > 60, diambil N=60

** :Dianjurkan untuk memberikan reduksi nada lempung teguh dan lempung pasiran.

 Metode Schmertmann

Schmertmann menggunakan korelasi Nspt dengan tahanan ujung sondir (qc). Untuk menentukan daya dukung gesekan dan daya dukung ujung pondasi tiang. Tabel 2.2 memberikan ikhtisar usulan Schmertmann tersebut. Tabel ini berlaku untuk pondasi tiang pancang dengan penampang tetap.

 Berdasarkan Kapasitas Tiang Pancang Tekan

Qu = Qsc + Qe (2.8)

dimana:

Qu = Daya dukung maksimum tiang pancang Qsc = Daya dukung friksi

Qsc = α . cu . perimeter . I (untuk jenis tanah c-soil) Qsc = 2 . Nspt . perimeter . I (untuk jenis tanah ф-soil) Qe = Daya dukung ujung

Qp = 9 . cu . area (untuk jenis tanah c-soil) Qp = 40 . Nspt . I/D (untuk jenis tanah ф-soil) ≤ 400 . Nspt . area

cu = nilai tahanan konus Qp = 6,67 x Nspt

I = kedalaman tanah

 Berdasarkan Kapasitas Tiang Pancang Tarik

Qu = Qs + Wp (2.9)

dimana:

 

   

 

 

   

   

(15)

Qu = Daya dukung maksimum tiang pancang Qs = Daya dukung friksi

Qs = 0,7 . Qsc

Wp = Berat tiang pancang Wp = Area pile x berat pipa x I

2.7.3 Metoda Perhitungan Tahanan Lateral A. Persamaan Kedalaman Titik Jepit (zf)

Akibat dari kombinasi beban yang bekerja pada tiang pondasi vertikal yang tertanam sebagian, tiang bisa mengalami lentur dan tekuk. Kombinasi beban yang dimaksud adalah:

 Gaya aksial

 Gaya horisontal H

 Gaya Momen M

Berikut ini adalah ilustrasi dari beban dan mekanisme lentur serta tekuk yang ditunjukan pada gambar 2.8

Gambar 2.6 : Tekuk pada kepala tiang akibat beban vertikal dan lateral a. Jepit sebagian b. Kedalaman jepit ekivalen  

   

 

 

   

   

(16)

Dalam merencanakan pondasi dermaga, struktur bangunan diasumsikan sebagai portal tiga dimensi yang mempunyai kedalaman titik jepit (Zf). faktor yang menentukan untuk mendapatkan panjang ekivalen tiang yang dianggap berdiri bebas dengan terjepit di dasarnya adalah modulus elastisitas tanah (E), serta harga faktor-faktor kekakuan R dan T. Panjang kedalaman jepit ekivalen dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

L

e

= z

f

+ e

(2.10)

dimana:

Le = panjang ekivalen

Zf = jarak dari muka tanah ke titik jepit dasar

Zf = 1,4 R (untuk tanah dengan harga modulus konstan) Zf = 1,8 T (untuk tanah dengan harga modulus naik linear) e = jarak dari posisi kerja gaya luar dengan muka tanah

Dalam menentukan harga faktor-faktor kekakuan R dan T dapat ditentukan dengan melihat jenis tanah yang akan digunakan, apabila tanah bersifat lempung teguh yang terkonsolidasi secara berlebih, modulus subgrade tanah (coefficient of horizontal subgrade reaction atau Ks) umumnya diasumsikan konstan terhadap kedalaman tanah.

Dalam hal ini digunakan faktor kekakuan R untuk menentukan perilaku tiang sebagai berikut:

R =

(2.11)

dimana:

E = modulus elastisitas tiang (kN/m2) I = momen inersia tiang (m4)

K = ks/1,5

Ks = modulus of subgrade reaction didapat dari uji beban lapangan dengan plat bujur sangkar 30 x 30 cm

 

   

 

 

   

   

(17)

k

s

=

D = diameter tiang (m)

Untuk nilai ks berhubungan dengan kuat geser tak terdrainase dari tanah lempung seperti diberikan pada tabel 2.2:

Tabel 2.2 : Hubungan antara ks dan cu

Konsistensi Kuat geser tak terdrainase, cu

(kN/m2)

Rentang ks

(MN/m3)

Teguh 100 – 200 18 - 36

Sangat teguh 200 – 400 36 – 72

Keras > 400 > 72

Sedangakan pada tanah lempung lunak yang terkonsolidasi normal dan tanah berbutir kasar, nilai modulus subgrade tanah umumnya meningkat secara linear terhadap kedalaman, sehingga digunakan kriteria lain, yaitu faktor kekakuan T sebagai berikut:

T =

(dalam satuan panjang) (2.12) Dimana ηh adalah konstanta modulus subgrade tanah atau constant of horizontal subgrade reaction. Nilai ηh mempunyai hubungan dengan modulus subgrade horisontal sebagai berikut:

k

s

=

(2.13) dimana x adalah kedalaman yang ditinjau. Untuk tanah lempung lunak yang terkonsolidasi normal, nilai ηh = 350 – 700 kN/m3 sedangkan untuk tanah lanau organik lunak, ηh = 150 kN/m3. Untuk tanah nonkohesif nilai ηh dalam (MN/m3) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3 : Harga ηh pada tanah nonkohesif (MN/m3)  

   

 

 

   

   

(18)

Relative density Loose Med. dense Dense

Tanah kering / lembap 2,5 7,5 20

Tanah jenuh 1,4 5 12

B. Penentuan Kriteria Tiang Pendek dan Panjang

Dalam perhitungan pondasi tiang yang menerima beban lateral, disamping kondisi kepala tiang umumnya tiang juga perlu dibedakan berdasarkan perilakunya sebagai pondasi tiang pendek (tiang kaku) atau pondasi tiang panjang (tiang elastis).

Pada pondasi tiang pendek, sumbu tiang masih tetap lurus pada kondisi terbebani secara lateral. Kriteria penentuan tiang pendek dan tiang panjang didasarkan pada kekakuan relatif antara pondasi tiang dengan tanah.

Untuk menentukan apakah tiang yang dibebani secara lateral sebagai tiang pendek (kaku) atau tiang panjang (elastis) dapat ditentukan berdasarkan harga faktor-faktor kekakuan R dan T yang telah dibahas pada bahasan sebelumnya. Berikut ini adalah tabel kriteria jenis perilaku tiang:

Tabel 2.4 : kriteria jenis perilaku tiang

Jenis perilaku tiang Kriteria

Pendek (kaku) L ≤ 2.T L ≤ 2.R

Panjang (elastis) L ≥ 4.T L ≥ 3,5.R

C. Defleksi Tiang Vertikal Akibat Beban Lateral

Terdapat beberapa macam cara untuk menghitung lendutan (defleksi) tiang akibat beban lateral. Salah satu cara yang paling sederhana adalah seperti formula di bawah ini:

Y

=

(untuk free head pile) (2.14)  

   

 

 

   

   

(19)

Y

=

(untuk fixed head pile) (2.15) Beban dan mekanisme defleksi ditunjukan pada gambar 2.7:

Gambar 2.7 : Model kantilever sederhana untuk tiang dengan beban lateral

Broms memberikan cara yang sedikit lebih teliti untuk menghitung defleksi tiang, dan dijelaskan sebagai berikut:

a. Pada Tanah Berbutir Halus

Faktor yang diperlukan untuk mengetahui perilaku defleksi tiang disebut β (flexibility factor), dan dihitung dengan formula:

β =

(2.16)

Short/Rigid pile  

   

 

 

   

   

(20)

Free head pile dengan harga βL < 1,5 mempunyai defleksi sebesar:

Y0 =

(2.17)

Fixed head pile dengan harga βL < 0,5 mempunyai defleksi sebesar:

Y0 = (2.18)

Dimana kh adalah modulus of subgrade reaction yang menurut Broms diambil sebesar k1.

Long Pile atau Finite Pile

Free head pile dengan harga βL > 2,5 mempunyai defleksi sebesar:

Y0 = (2.19)

Fixed head pile dengan harga βL < 0,5 mempunyai defleksi sebesar:

Y0 =

(2.20)

Dimana K: modulus of subgrade untuk long pile K dihitung berdasarkan rumus:

K =

Dimana: α = √

(2.21)

K0 diambil = Kh = K1

Untuk keperluan praktis Broms menyarankan harga α:

α =

(2.22)

dan menurut Broms harga-harga η1 dan η2 ditampilkan pada tabel di bawah:

 

   

 

 

   

   

(21)

Tabel 2.5 : nilai η1 dan η2

Shearing strength (kN/m2)

< 27 0,32

27 - 107 0,36

> 107 0,40

Material forming (pile)

Baja 1,00

Beton 1,15

Kayu 1,30

Apabila harga K0 didapat dari hasil percobaan pembebanan (horizontal subgrade reaction) maka K0 dihitung:

K0 = 1,67 E50 (2.23)

Dimana E50 adalah modulus sekan dari kurva tegangan- regangan tanah pada 50% tegangan leleh.

b. Tanah Granular (c=0)

Pada tanah granular perilaku tiang dilihat dari harga η yang diturunkan oleh Broms.

η =

(2.24)

dimana harga nh bisa dilihat pada tabel di bawah:

Tabel 2.6 : koefisien modulus tanah nh menurut Reese

Relative density Loose Med. Dense Dense Tanah kering atau lembab

(Terzaghi) kN/m3

2,50 7,50 20

Tanah jenuh (Terzaghi) MN/m3 1,40 5 12

Tanah jenuh (Reese) MN/m3 5,30 16,30 34  

   

 

 

   

   

(22)

Defleksi tiang akibat beban lateral bisa dihitung dengan cara sebagai berikut:

Short Pile (ηL < 2) Y0 =

free head pile (2.25)

Y0 =

fixed head pile (2.26)

Long Pile (ηL > 4) Y0 =

free head pile (2.27) Y0 =

fixed head pile (2.28)

2.8 Load and Resistance Factor Design

SNI 03-1729-2002 mengkombinasikan perhitungan kekuatan batas (ultimate) dengan kemampuan layan dan teori kemungkinan untuk keamanan yang disebut juga metode Load and Resistance Factor Design – LRFD. Dalam metoda LRFD terdapat beberapa prosedur perencanaan dan biasa disebut perancangan kekuatan batas, perancangan plastis, perancangan limit, atau perancangan keruntuhan (collapse design).

LRFD didasarkan pada filosofi kondisi batas (limit state). Istilah kondisi batas digunakan untuk menjelaskan kondisi dari suatu struktur atau bagian dari suatu struktur tidak lagi melakukan fungsinya. Ada dua kategori dalam kondisi batas, yaitu batas kekuatan dan batas layan (serviceability).

Kondisi kekuatan batas (strength limit state) didasarkan pada keamanan atau kapasitas daya dukung beban dari struktur termasuk kekuatan plastis, tekuk (buckling), hancur, fatik, guling, dll.

Kondisi batas layan (serviceability limit state) berhubungan dengan performansi (unjuk kerja) struktur dibawah beban normal dan berhubungan  

   

 

 

   

   

(23)

dengan hunian struktur yaitu defleksi yang berlebihan, gelincir, vibrasi, retak, dan deteriorasi.

Struktur tidak hanya harus mampu mendukung beban rencana atau beban ultimate, tetapi juga beban servis/layan sebagaimana yang disyaratkan pemakai gedung. Misalnya suatu gedung tinggi harus dirancang sehingga goyangan akibat angin tidak terlalu besar yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, takut, atau sakit. Dari sisi kondisi batas kekuatan, rangka gedung tersebut harus dirancang supaya aman menahan beban ultimate yang terjadi akibat adanya angin besar 50-tahunan, meskipun boleh terjadi kerusakan kecil pada bangunan dan pengguna merasakan ketidaknyamanan.

Metode LRFD mengkonsentrasikan pada persyaratan khusus dalam kondisi batas kekuatan dan memberikan keluasaan pada perancang teknik untuk menentukan sendiri batas layannya. Ini tidak berarti bahwa kondisi batas layan tidak penting, tetapi selama ini hal yang paling penting (sebagaimana halnya pada semua peraturan untuk gedung) adalah nyawa dan harta benda publik. Akibatnya keamanan publik tidak dapat diserahkan kepada perancang teknik sendiri.

Dalam LRFD, beban kerja atau beban layan (Qi) dikalikan dengan faktor beban atau faktor keamanan (i) hampir selalu lebih besar dari 1,0 dan dalam perancangan digunakan “beban terfaktor“. Besar faktor bervariasi tergantung tipe dan kombinasi pembebanan.

Struktur direncanakan mempunyai cukup kekuatan ultimate untuk mendukung beban terfaktor. Kekuatan ini dianggap sama dengan kekuatan nominal atau kekuatan teoritis dari elemen struktur (Rn) yang dikalikan dengan suatu faktor resistansi atau faktor overcapacity () yang umumnya lebih kecil dari 1,0. Faktor resistansi ini dipakai untuk memperhitungkan ketidakpastian dalam kekuatan material, dimensi, dan pelaksanaan. Faktor resistansi juga telah disesuaikan untuk memastikan keseragaman reliabilitas dalam perancangan.

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 6.3 SNI 03-1729-2002, untuk suatu elemen, penjelasan paragraf diatas dapat diringkas menjadi: (jumlah  

   

 

 

   

   

(24)

faktor perkalian beban dan faktor beban) ≤ (faktor resistansi) (kekuatan/resistansi nominal).

∑ (2.29)

Ruas sebelah kiri dari pers. Diatas menyatakan pengaruh beban pada struktur sedangkan ruas sebelah kanan menyatakan ketahanan atau kapasitas dari elemen struktur. (Sumargo, 2010)

2.9 Profil Baja

Sejarah profil baja struktur tidak lepas dari perkembangan rancangan struktur di amerika serikat yang kemudian diikuti oleh negara lain. Bentuk profil yang pertama kali dibuat di Amerika Serikat adalah besi siku pada tahun 1819. Baja I pertama kali dibuat di AS pada tahun 1884 dan struktur rangka yang pertama (Home Insurance Company Building of Chicago) dibangun pada tahun yang sama. William LeBaron Jenny adalah orang pertama yang merancang gedung pencakar langit dimana sebelumnya gedung dibangun dengan dinding batu.

Untuk dinding luar dari gedung 10 lantai Jenny menggunakan kolom cast iron dibungkus batu. Balok lantai 1 s.d. 6 terbuat dari wrought iron, dan untuk lantai diatasnya digunakan balok baja struktur. Gedung yang seluruh rangkanya dibuat dari baja struktur adalah Gedung Rand-McNally kedua di Chicago dan selesai dibangun pada tahun 1890.

Menara Eiffel yang dibangun pada tahun 1889 dengan tinggi 985 ft dibuat dari wrought iron dan dilengkapi dengan elevator mekanik.

Penggabungan konsep mesin elevator mekanik. Penggabungan konsep mesin elevator dan ide dari Jenny membuat perkembangan konstruksi gedung tinggi meningkat hingga sekarang.

Sejak itu berbagai produsen baja membuat bentuk profil berikut katalog yang menyediakan dimensi, berat, dan properti penampang lainnya.

Pada tahun 1896, Associatoin of American Stell Manufacturers (sekarang American Iron and Stell Institute, AISI) membuat bentuk standar. Sekarang  

   

 

 

   

   

(25)

ini profil struktur baja telah distandarisasi, meskipun dimensi eksaknya agak berbeda sedikit tergantung produsennya.

Baja struktur dapat dibuat menjadi berbagai bentuk dan ukuran tanpa banyak merubah sifat fisiknya. Pada umumnya yang diinginkan dari suatu elemen adalah momen inersia yang besar selain luasnya. Termasuk didalamnya adalah bentuk I, T, dan C..

Balok S adalah balok profil pertama yang diproduksi di AS, mempunyai kemiringan flens sisi dalam 1;6. Perhatikan bahwa tebal flens profil W yang hampir konstan dibandingkan profil S dapat mempermudah penyambungan. Sekarang ini produksi wide-flange hampir 50% dari seluruh berat bentuk profil yang diproduksi di AS, sedangkan di Indonesia hampir seluruh balok menggunakan profil W. Gambar 2.7 memperlihatkan profil W dan S serta profil lainnya.

Tentu saja dalam proses manufaktur baja akan terjadi variasi sehingga besaran penampang yang ada tidak sepenuhnya sesuai dengan yang tersedia dalam tabel manual tersebut. Untuk mengatasi variasi tersebut, toleransi maksimum telah ditentukan dalam peraturan. Sebagai konsekuensi dari toleransi tersebut, perhitungan tegangan dapat dilakukan berdasarkan properti penampang yang diberikan dalam tabel.

Dari tahun ke tahun terjadi perubahan dalam penampang baja. Hal ini disebabkan tidak cukup banyaknya permintaan baja profil tertentu, atau sebagai akibat dari perkembangan profil yang lebih efisien, dll. (Sumargo, 2010)

 

   

 

 

   

   

(26)

Gambar 2.8 Beberapa Bentuk Profil Baja

2.9.1 Kelebihan Baja sebagai Material Struktur

Jika kita menyimak bangunan sekitar kita baik berupa jembatan, gedung, pemancar, papan iklan, dan lainnya akan sependapat bahwa baja merupakan material struktur yang baik.

Kelebihan dari baja terlihat dari kekuatan, relatif ringan, kemudahan pemasangan, dan sifat baja lainnya. Kelebihan material baja diantaranya adalah:

 Kekuatan Tinggi

Kekuatan yang tinggidari baja per satuan berat mempunyai konsekuensi bahwa beban mati akan kecil. Hal ini sangat penting untuk jembatan bentang panjang, bangunan tinggi, dan bangunan dengan kondisi tanah yang buruk.

 Keseragaman

Sifat baja tidak berubah banyak terhadap waktu, tidak seperti halnya pada struktur beton bertulang.

 Elastisitas

Baja berperilaku mendekati asumsi perancang teknik dibandingkan dengan material lain karena baja mengikuti hukum Hooke hingga mencapai tegangan yang cukup tinggi. Momen inersia untuk penampang  

   

 

 

   

   

(27)

baja dapat ditentukan dengan pasti dibandingkan dengan penampang beton bertulang.

 Permanen

Portal baja yang mendapat perawatan baik akan berumur sangat panjang, bahkan hasil penelitian menunjukan bahwa pada kondisi tertentu baja tidak memerlukan perawatan pengecatan sama sekali.

 Daktilitas

Daktilitas didefinisikan sebagai sifat material untuk menahan deformasi yang besar tanpa keruntuhan terhadap beban tarik. Suatu elemen baja yang diuji terhadap tarik akan mengalami pengurangan luas penampang dan akan terjadi perpanjangan sebelum terjadi keruntuhan.

Sebaliknya pada material keras dan getas (brittle) akan hancur terhadap beban kejut. SNI 03-1729-2002 mendefinisikan daktilitas sebagai kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan deformasi inelastis bolak-balik berulang (siklis) di luar batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya.

Beban normal yang bekerja pada suatu elemen struktur akan mengakibatkan terjadinya konsentrasi tegangan yang tinggi pada beberapa titik. Sifat daktil baja memungkinkan terjadinya leleh lokal pada titik-titik tersebut sehingga dapat mencegah keruntuhan prematur.

Keuntungan lain dari material daktil adalah jika elemen struktur baja mendapat beban cukup maka akan terjadi defleksi yang cukup jelas sehingga dapat digunakan sebagai tanda keruntuhan.

 Liat (Thougness)

Baja struktur merupakan material yang liat artinya memiliki kekuatan dan daktilitas. Suatu elemen baja masih dapat terus memikul beban dengan deformasi yang cukup besar. Ini merupakan sifat material yang penting karena dengan sifat ini elemen baja bisa menerima deformasi yang besar selama fabrikasi, pengangkutan, dan pelaksanaan tanpa menimbulkan kehancuran. Dengan demikian pada baja struktur  

   

 

 

   

   

(28)

dapat diberikan lenturan, diberikan beban kejut, geser, dan dilubangi tanpa memperlihatkan kerusakan. Kemampuan materila untuk menyerap energi dalam jumlah yang cukup besar disebut toughness.

 Tambahan pada Struktur yang Telah Ada

Struktur baja sangat sesuai untuk penambahan struktur. Baik sebagian bentang baru maupun seluruh sayap dapat ditambahkan pada portal yang telah ada, bahkan jembatan baja seringkali diperlebar.

 Lain-lain

Kelebihan lain dari material baja adalah:

 Kemudahan penyambungan baik dengan baut, paku keling, maupun las

 Cepat dalam pemasangan

 Dapat dibentuk menjadi profil yang diinginkan

 Kekuatan terhadap fatik

 Kemungkinan untuk penggunaan kembali setelah pembongkaran

 Masih bernilai meskipun tidak digunakan kembali sebagai elemen struktur

 Adaptif terhadap prefabrikasi

2.9.2 Kelemahan Baja sebagai Material Struktur Kekurangan material baja diantaranya adalah:

 Biaya Pemeliharaan

Umumnya material baja sangat rentan terhadap korosi jika dibiarkan terjadi kontak dengan udara dan air sehingga perlu dicat secara periodik.

 Biaya Perlindungan Terhadap Kebakaran

Meskipun baja tidak mudah terbakar tetapi kekuatannya menurun drastis jika terjadi kebakaran. Selain itu baja juga merupakan konduktor panas yang baik sehingga dapat menjadi pemicu kebakaran pada komponen lain. Akibatnya, portal dengan kemungkinan kebakaran tinggi  

   

 

 

   

   

(29)

perlu diberi pelindung. Ketahanan material baja terhadap api dipersyaratkan dalam Pasal 14 SNI 03-1729-2002.

 Rentan Terhadap Buckling

Semakin langsing suatu elemen tekan, semakin besar pula bahaya terhadap buckling (tekuk). Sebagaimana telah disebutkan bahwa baja mempunyai kekuatan yang tinggi per satuan berat dan jika digunakan sebagai kolom seringkali tidak ekonomis karena banyak material yang perlu digunakan untuk memperkuat kolom terhadap buckling.

 Fatik

Kekuatan baja akan menurun jika mendapat beban siklis. Dalam perancangan perlu dilakukan pengurangan kekuatan jika pada elemen struktur akan terjadi beban siklis.

 Keruntuhan Getas

Pada kondisi tertentu baja akan kehilangan daktilitasnya dan keruntuhan getas dapat terjadi pada tempat dengan konsentrasi tegangan tinggi. Jenis beban fatik dan temperatur yang sangat rendah akan memperbesar kemungkinan keruntuhan getas (ini yang terjadi pada kapal Titanic). (Sumargo, 2010)

2.10 Elemen Mengalami Lentur dan tarik Aksial

Beberapa jenis elemen yang mengalami lentur dan tarik aksial diberikan dalam Gambar 2.8 Dalam spesifikasi LRFD Section H1 diberikan persamaan interaksi untuk profil simetris yang mendapat beban lentur dan aksial tarik. Persamaan interaksi ini juga berlaku untuk elemen dengan beban lentur dan aksial tekan. Persamaan tersebut adalah (Sumargo, 2010):

a) Jika 0,2

n u

P P

 , maka 1,0

9

8 



 

ny b

uy nx

b ux n

u

M M M

M P

P

 (2.30)

b) Jika 0,2

n u

P P

 , maka 1,0

2 



 

ny b

uy nx

b ux n

u

M M M

M P

P

 (2.31)

 

   

 

 

   

   

(30)

dengan :

M = nx adalah kuat lentur nominal terhadap sumbu-x Mny = adalah kuat lentur nominal terhadap sumbu-y M = ux adalah kuat lentur perlu terhadap sumbu-x Muy = adalah kuat lentur perlu terhadap sumbu-y P n = adalah kuat aksial nominal

P u = adalah kuat aksial perlu

Gambar 2.9 Beberapa Elemen Dengan Beban Lentur dan Tarik Aksial

2.11 Perencanaan Sambungan

Pada konstruksi baja, sambungan merupakan bagian yang sangat penting, sebab sambungan berfungsi merangkaikan komponen-komponen batang menjadi sebuah struktur yang kaku dan kuat. Sambungan juga berfungsi mentransfer gaya yang bekerja pada satu elemen ke elemen yang  

   

 

 

   

   

(31)

lain. Pada perancangan ini, tipe sambungan yang digunakan yaitu tipe sambungan baut. (Sumargo, 2010)

2.11.1 Jenis Baut

Ada beberapa jenis baut yang dapat digunakan sebagai sambungan dalam struktur baja. Beberapa jenis baut tersebut antara lain adalah

„unfinished bolt‟ atau baut biasa. Baut ini dikelompokkan oleh ASTM dalam A307 yang terbuat dari baja karbon dengan sifat tegangan- regangan yang hampir sama dengan baja A36. Diameter dari baut ini bervariasi antara 5/8 s.d. 1½ in dengan interval diameter 1/8 in.

Baut A307 umumnya mempunyai kepala persegi dan „nuts‟ untuk mengurangi harga, tetapi kepala berbentuk heksagonal juga sering digunakan karena penampilannya lebih menarik, mudah diputar dan mudah digenggam dengan alat putar, serta memerlukan lebih sedikit ruang putar. Baut jenis ini mempunyai toleransi yang cukup besar dalam dimensi leher dan ulirnya, oleh karena itu kuat rencana baut ini jauh lebih rendah dari pada baut mutu tinggi. Baut A307 umumnya digunakan pada struktur ringan dengan beban static dan untuk elemen sekunder seperti gording, girt, pengaku, platform, rangka kecil, dll.

Perencana umumnya akan menggunakan baut biasa untuk sambungan dan bukan baut mutu tinggi. Kekuatan dan kelebihan dari baut biasa telah sejak lama tidak diperhatikan. Analisa dan perencanaan sambungan dengan baut A307 diperlakukan sama seperti sambungan rivet kecuali dalam hal tegangan ijin.

Baut mutu tinggi dibuat dari karbon medium baja yang dipanaskan dan dari baja alloy dengan kekuatan tarik dua kali atau lebih dari baut biasa. Pada dasarnya ada dua jenis baut mutu tinggi, baut A325 (dari baja karbon medium yang dipanaskan) dan baut A490 dengan kekuatan yang lebih tinggi (dari baja alloy yang dipanaskan). Baut mutu tinggi digunakan pada seluruh jenis bangunan mulai dari bangunan kecil hingga bangunan tingkat tinggi serta jembatan. Baut jenis ini dikembangkan  

   

 

 

   

   

(32)

akibat kelemahan tarik pada leher baut biasa setelah proses pendinginan.

Gaya tarik yang dihasilkan tidak cukup kuat untuk membuat baut dalam posisi semua/diam akibat beban getaran. Baut mutu tinggi harus dikencangkan lebih kuat hingga mempunyai tegangan tarik bagian yang disambung terikat kuat antara kepala baut dan „nuts‟, dan beban ditransfer oleh gesekan.

Kadang-kadang baut mutu tinggi dibuat dari baja A449 untuk ukuran yang lebih besar dari 1½ in diameter baut A325 dan A490. Baut dengan ukuran lebih besar digunakan pula sebagai baut angkur mutu tinggi dan batang berulir dengan diameter yang bervariasi. (Sumargo, 2010)

2.11.2 Macam-macam Sambungan Baut

Sambugan baut dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

 Sambungan Kaku, yaitu sambungan yang kekakuannya cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara elemen yang disambung terhadap beban kerja

 Sambungan Semi Kaku, yaitu sambungan yang tidak memiliki kekakuan yang cukup, tetapi memiliki kapasitas yang cukup untuk memberikan kekangan yang dapat diukur terhadap besarnya perubahan sudut-sudut antara elemen struktur.

 Sambungan Sederhana, yaitu sambungan yang tidak memiliki kekakuan untuk mempertahankan perubahan sudut-sudut elemen struktur. (Sumargo, 2010)

2.11.3 Kelebihan Baut

Kelebihan dari baut adalah:

 Pekerja lebih sedikit dibandingkan dalam pemasangan sambungan dengan rivet.

 

   

 

 

   

   

(33)

Dibandingkan sambungan rivet, untuk memberikan kekuatan yang sama diperlukan baut mutu tinggi lebih sedikit

 Sambungan yang baik dengan baut mutu tinggi tidak memerlukan tenaga yang dilatih terlalu tinggi dibandingkan dengan sambungan baut atau rivet dengan mutu sambungan yang sama. Cara pemasangan baut mutu tinggi yang baik dapat dipelajari hanya dalam beberapa jam.

 Tidak diperlukan baut bantu pelaksanaan (erection bolt) dan harus dilepaskan kembali (tergantung peraturan yang digunakan) dibandingkan pada sambungan las.

 Kebisingan yang ditimbulkan tidak seperti pada sambungan rivet.

 Peralatan yang diperlukan untuk membuat sambungan baut lebih murah.

 Tidak menimbulkan bahaya kebakaran atau terlemparnya rivet yang masih panas.

 Sambungan dengan baut mutu tinggi memberikan kekuatan fatik yang lebih tinggi dibandingkan sambungan rivet dan las.

 Jika perlu perubahan bentuk struktur akan lebih mudah hanya dengan membuat baut dibandingkan dengan sambungan las dan rivet. (Sumargo, 2010)

2.11.4 Jarak Antara dan Jarak Sisi Baut

Pitch adalah jarak dari pusat-ke-pusat baut dalam arah sejajar sumbu elemen. Gage adalah jarak dari pusat-ke-pusat baut tegak lurus terhadap sumbu elemen. Jarak sisi adalah jarak dari pusat baut ke sisi elemen. Jarak antar baut adalah jarak terpendek antara baut pada gage yang sama atau berlainan. (Sumargo, 2010)

 

   

 

 

   

   

(34)

Gambar 2.10 Notasi Dalam sambungan Baut

2.11.5 Jarak Antara Minimum

Baut harus dipasang pada jarak tertentu untuk mendapatkan pemasangan yang efisien dan mencegah keruntuhan tumpu dari elemen diantara bautnya. Spesifikasi LRFD J3.3 memberikan jarak minimum pusat-ke-pusat untuk lubang standar, lubang diperbesar, atau lubang slot yaitu diameternya tidak boleh kurang dari 22/3 (dan lebih disarankan diameter 3 in.). Hasil uji menunjukkan bahwa kekuatan tumpu berbanding lurus dengan 3d pusat ke pusat hingga mencapai mencapai maksimum 3d.

Tabel 2.7 (Tabel J3.7 Spesifikasi LRFD) menunjukkan nilai pertambahan yang harus dijumlahkan pada nilai 3d untuk memperhitungkan peningkatan dimensi lubang (yaitu lubang besar dan lubangslot) sejajar dengan garis kerja gaya. (Sumargo, 2010)

Tabel 2.7 : Nilai Pertambahan Jarak Antara C1 untuk menentukan Jarak Antara Minimum dari Lubang yang diperbesar

*Jika panjang slot lebih kecil dari maksimum yang diijinkan dalam Tabel 8.2, C1 boleh dikurangi dengan perbedaan antara panjang slot maksimum dan aktual.

Sumber: American Institute of Steel Construction, Manual of Steel Construction Load &

Resistance Factor Design, 2nd Ed. (Chicago: AISC, 1994), Table J3.7, p.6-86.

 

   

 

 

   

   

(35)

2.11.6 Jarak Sisi Minimum

Baut tidak boleh ditempatkan terlalu dekat dengan sisi elemen dengan dua alasan. Pertama, membuat lubang terlalu dekat dengan sisi akan menyebabkan baja melentur keluar bahkan retak. Kedua, pada ujung elemen akan terjadi tarikan baut yang menyebabkan sobeknya baja. Dalam praktek diambil jarak minimum 1,5 – 2,0 dari diameter baut sehingga baja mempunyai kekuatan geser yang cukup setidaknya sama dengan kekuatan geser dari baut. Untuk mendapatkan informasi yang lebih pasti harus mengacu pada spesifikasi yang digunakan. LRFD J3.4 menyatakan bahwa jarak dari pusat lubang standar ke sisi bagian yang disambung tidak boleh kurang dari nilai yang diberikan dalam Tabel 2.9 (dari Tabel J3.4 manual LRFD).

Pengurangan jarak sisi minimum diijinkan (1¼ in) menurut LRFD untuk ujung sambungan yang dibaut pada web balok dan direncanakan hanya terhadap reaksi geser balok saja. Informasi ini diberikan dalam catatan kaki dari Tabel 2.8.

Jarak sisi minimum dari pusat lubang-besar (oversized hole) atau lubang slot ke sisi dari bagian yang disambung harus sama dengan jarak minimum yang disyaratkan untuk lubang standar ditambah suatu pertambahan C2, dimana nilai C2 diberikan dalam Tabel 2.10 (dari Tabel J3.8 spesifikasi LRFD). Pada paragraf berikut akan dijelaskan bahwa kekuatan tumpu dari sambungan harus direduksi jika persyaratan ini tidak dipenuhi. (Sumargo, 2010)

Tabel 2.8 : Jarak Sisi Minimum  

   

 

 

   

   

(36)

[a] Diijinkan untuk menggunakan jarak yang lebih kecil yang disesuaikan sebagaimana Spesifikasi LRFD J3.10.

[b] Untuk lubang oversize atau lubang dengan slot, lihat Tabel 8.5.

[c] Semua jarak sisi dalam tabel ini dapat dikurangi 1/8 in jika lubang berada pada titik dengan tegangan tidak lebih dari 25% kuat rencana maksimum dalam elemen.

[d] Nilai ini mungkin 1 ¼ in pada ujung sambungan balok, siku dan geser pada ujung pelat.

Sumber: American Institute of Steel Construction, Manual of Steel Construction Load &

Resistance Factor Design, 2nd Ed. (Chicago: AISC, 1994), Table J3.4, p.6-82.

2.11.7 Jarak Maksimum Antar Baut dan Jarak Sisi

Spesifikasi baja struktur mensyaratkan jarak sisi maksimum untuk sambungan baut. Tujuan dari persyaratan ini adalah untuk mengurangi kemungkinan terperangkapnya air diantara bagian yang disambung. Jika baut terlalu jauh dari elemen yang disambung, sisi elemen dapat terpisah sehingga air dapat masuk. Jika hal ini terjadi maka korosi akan terakumulasi sehingga menambah separasi. LRFD memberikan jarak sisi maksimum yang diijinkan (J3.5) yaitu 12 kali tebal bagian yang disambung, tetapi tidak lebih dari 6 in.

Jarak sisi maksimum dan jarak antar baut yang digunakan pada baja terkena udara luar harus lebih kecil dari baja yang dicat secara teratur untuk mencegah korosi. Salah satu persyaratan untuk menggunakan baja untuk udara luar adalah kontak antara baja dan air secara kontinu. Oleh karena itu spesifikasi LRFD mensyaratkan bahwa bagian dari baja built-up yang kontak dengan udara luar (weathering steel) harus tersambung dengan kuat dengan interval cukup dekat untuk mencegah terjadinya kantung air. Spesifikasi LRFD J3.5 menyatakan bahwa jarak maksimum antar baut pusat-ke-pusat untuk elemen yang dicat atau elemen tanpa cat yang tidak akan mengalami korosi adalah 24 kali tebal pelat paling tipis, dan tidak melebihi 12 in. Untuk elemen yang terdiri dari baja yang ada kontak dengan udara luar dan tidak memungkinkan terjadi korosi, jarak maksimum adalah 14 kali tebal pelat paling tipis dan tidak boleh lebih dari 7 in.

Lubang tidak boleh dibuat terlalu dekat dengan pertemuan flens dan web dari suatu balok atau pertemuan kaki dari profil siku. Lubang  

   

 

 

   

   

(37)

dapat dibor, tetapi cara ini terlalu mahal dan hanya perlu dilakukan kecuali pada kondisi khusus. Meskipun lubang dibor, akan sulit untuk menempatkan dan mengencangkan baut dengan keterbatasan ruang yang ada. (Sumargo, 2010)

Tabel 2.9 : Nilai Pertambahan Jarak Sisi C2

[a] Jika panjang slot kurang dari maksimum yang diijinkan (lihat Tabel 8.2), C2 dapat dikurangi separuh dari beda antara jarak slot maksimum dan aktual.

Sumber: American Institute of Steel Construction, Manual of Steel Construction Load &

Resistance Factor Design, 2nd Ed. (Chicago: AISC, 1994), Table J3.8, p.6-86.

2.11.8 Kekuatan Geser Baut

Pada sambungan tipe tumpu diasumsikan bahwa beban yang ditransfer lebih besar dari pada tahanan geser yang ditimbulkan oleh pengencangan baut, dimana elemen akan saling bergeser sedikit dan baut akan menerima gaya geser dan tumpu. Kuat rencana baut dalam geser tunggal sama dengan dikalikan dengan kuat geser nominal baut dalam ksi dan dikalikan kembali dengan luas penampang. Menurut LRFD, nilai untuk geser pada baut mutu tinggi, rivet dan baut biasa A307 adalah 0,75.

Kuat geser nominal untuk baut dan rivet diberikan dalam Tabel 2.11 (dari Tabel J3.2 spesifikasi LRFD). Untuk baut A325 besar kuat gesernya adalah 48 ksi jika ulir termasuk dalam bidang geser dan 60 ksi jika ulir tidak termasuk bidang geser. (Untuk baut A490, nilainya adalah 60 ksi dan 75 ksi). Jika baut menerima geser ganda, kekuatan gesernya adalah dua kali geser tunggal. (Sumargo, 2010)

 

   

 

 

   

   

(38)

2.11.9 Kekuatan Tumpu Baut

Kekuatan tumpu sambungan baut bukan ditentukan dari kekuatan baut sendirimelainkan didasarkan pada kekuatan bagian yang disambung dan susunan baut. Secaradetail, kekuatan yang dihitung tergantung pada jarak antar baut dan jarak baut ke sisielemen, kekuatan tarik Fu elemen yang disambung, dan tebal elemen.

Kekuatan rencana tumpu dari suatu baut sama dengan (sama dengan 0,75) dikali dengan kuat tumpu nominal dari bagian yang disambung (Rn). Rumus untuk Rn diberikan dalam Spesifikasi LRFD Section J3.10. Dalam rumus tersebut melibatkan diameter baut (d) dan tebal elemen yang disambung dengan baut (t). Rumus lainnya mengandung jarak pusat-ke-pusat lubang standar dalam arah kerja gaya.

Jika terdapat lubang slot pendek dan slot panjang dengan slot tegak lurus pada garis kerja gaya, s adalah jarak dari pusat-ke-pusat lubang. Untuk lubang ukuran besar (oversized hole) dan untuk lubang slot sejajar garis kerja gaya, s dijumlahkan dengan pertambahan jarak C1 dalam Tabel 2.9 (dari Tabel J3.7). (Sumargo, 2010)

Tabel 2.10 : Kuat Rencana Penyambung  

   

 

 

   

   

(39)

[a] Beban statik saja

[b] Diijinkan ulir dalam bidang geser

[c] Kuat tarik nominal bagian ulir dari batang „upset‟, didasarkan pada luas penampang pada diameter ulir terbesar, AD harus lebih besar dari luas nominal batang sebelum dilakukan „upsetting‟ dikalikan dengan Fy.

[d] Untuk baut A325 dan A409 dengan beban tarik fatik, lihat Apendik K3.

[e] Jika digunakan sambungan tipe tumpu untuk menyambung batang tarik dengan susunan alat

penyambung (baut, rivet,dll) yang panjangnya diukur sejajar garis kerja gaya, melampaui 50 in., nilai dalam tabel harus dikurangi 20%.

Sumber: American Institute of Steel Construction, Manual of Steel Construction Load &

Resistance Factor Design, 2nd Ed. (Chicago: AISC, 1994), Table J3.2, p.6-81.

Jika Le ≥ 1,5d dan s ≥ 3d, dan jika ada dua baut atau lebih dalam garis kerja gaya. Jika deformasi sekitar lubang baut menjadi pertimbangan desain (yaitu jika kita menginginkan deformasi ≤ 0,25 in)

Rn = 2,4dtFu (LRFD Pers. J3-1a) (2.32) Jika deformasi sekitar lubang baut tidak menentukan (yaitu jika deformasi > 0,25 in diperbolehkan) Untuk lubang baut dekat sisi.

Rn = Le tFu ≤ 3,0dtFu (LRFD Pers. J3-1b) (2.33) Untuk baut lain

( ) (LRFD Pers. J3-1c) (2.34) Untuk lubang baut slot panjang tegak lurus pada garis kerja gaya R = 2,0dtFu (LRFD Pers. J3-1d) (2.35)

Jika Le < 1,5d atau s < 3d, atau jika hanya ada satu baut dalam garis kerja gaya Untuk baut tunggal atau baut terdekat dengan sisi jika ada dau baut atau lebih dalam garis kerja gaya

R = Le tFu ≤ 2,4dtFu (LRFD Pers. J3-2a) (2.36) Untuk baut lainnya

( ) (LRFD Pers. J3-2b) (2.37)

2.12 Konsep Desain

Konsep Desain Tugas Akhir ini, yaitu : 1. Menentukan kedalaman jepit pondasi

 Metoda Davisson dan Robinson 2. Pemodelan struktur atas dermaga  

   

 

 

   

   

(40)

3. Analisa pembebanan

SNI 03-1727-1989 Peraturan Muatan Indonesia

 RSNI t 03 2005

SNI 03-1726-2003 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung

4. Perencanaan Balok dan Pelat

Load and Resistance Factor Design (LRFD) yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI)

5. Perencanaan struktur rangka penopang

Load and Resistance Factor Design (LRFD) yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI)

SNI 03-1729-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja 6. Perencanaan kedalaman pemancangan pondasi

metoda daya dukung axial berdasarkan uji SPT (Standart Penetration Test) yang ditemukan oleh Meyerhof

metoda penentuan kriteria tiang pendek dan tiang panjang.

 

   

 

 

   

   

Gambar

Gambar 2.1 :  Pier berbentuk T
Gambar 2.3 :  Konstruksi dolphin (Mooring dolphin)
Gambar 2.5 :  a) End Bearing Pile ; b) Friction Pile           
Tabel 2.1 :  Nilai gesekan selimut dan tahanan ujung untuk desain pondasi tiang pancang  (Sumber:Schmertmann, 1967)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 95% kulit kelengkeng memiliki senyawa aktif tertentu yang toksik terhadap larva Artemia salina Leach, namun dengan

4.2 Zbiranje informacij Da bi bilo ocenjevanje bonitete podjetij kar najbolj realno in nepristransko ter da bi se tako kar najbolje zavarovali pred izpostavljenostjo

Ðiaip ar taip, elektorato elgesys, viena vertus, ir politikø bandymai já atspëti ir pa- naudoti, kita vertus, tai ne kas kita, kaip sa- votiðka socialiniø sluoksniø santykiø

Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dan sampai pada akhir analisis dan perancangan aplikasi multimedia company profil pada SMA Muhammadiyah wonosobo, maka dapat disimpulkan

Ini terlihat pada berbagai kegiatan promosi yang dilakukannya secara langsung, contohnya dalam hal advertising T-Cash melakukan periklanan lewat media lalu dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa factor Communicative Abilities mempunyai pengaruh signifikan pada tingkat menengah terhadap kemampuan literasi media (

Tu/uan # gangguan nutrisi dapat diatasi. Lakukan pendekatan pada k&#34;ien dan ke&#34;uarga. Me)udahkan ker/asa)a antara perawat dengan k&#34;ien. Penderita tidak diare &#34;agi0

Dari hasil tersebut perbandingan aktivitas antibakteri rebusan bunga rosela dengan kontrol negatif (akuades) memiliki perbedaan signifikan, rebusan bunga rosela