• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Menghafal

N/A
N/A
Indra Kari Batuah

Academic year: 2024

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Menghafal"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hakekat Hafalan

1. Pengertian Menghafal

Menurut Ahmad Warson Munawir. (1997:279) dalam bahasa Arab, menghafal menggunakan terminologi al-Hifzh yang artinya menjaga, memelihara atau menghafalkan. Sedang al-Hafizh adalah orang yang menghafal dengan cermat, orang yang selalu berjaga-jaga, orang yang selalu menekuni pekerjaannya. Istilah al-Hafizh ini dipergunakan untuk orang yang hafal al- Qur’an tiga puluh juz tanpa mengetahui isi dan kandungan al-Qur’an.

Sebenarnya istilah al-Hafizh ini adalah predikat bagi sahabat Nabi yang hafal hadits-hadits shahih (bukan predikat bagi penghafal al-Qur’an).

Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pengertian menghafal adalah berusaha meresapkan kedalam fikiran agar selalu ingat, Prima Tim Pena (1999:307). Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf (1999:86) menghafal adalah

“proses mengulang sesuatu baik denganmembaca atau mendengar.” Pekerjaan apapun jika seringdiulang, pasti menjadi hafal.

2. Tujuan Menghafal Al-Qur’an

Menghafal Al-Qur’an memiliki tujuan yang agung. Adapun tujuan menghafal Al-Qur’an menurut Abdul Aziz Abdul Rauf (2002: 13-25) sebagai berikut:

7

(2)

a. Menjaga kemutawatiran Al-Qur’an di dunia

b. Meningkatkan kualitas iman dan keilmuan umat Islam

c. Menjaga Terlaksananya Sunnah-sunnah Rasulullah SAW di muka Bumi d. Menjauhkan Mukmin dari Aktivitas yang tidak ada nilai di sisi Allah SWT e. Melestarikan budaya Salafush Shalih.

Atas dasar tujuan tersebut maka tidak diragukan lagi bahwa menghafal Al-Qur’an adalah sebuah aktivitas yang penuh keutamaan dan kebaikan di sisi Allah SWT. Keutamaan, karena penghafal AlQur’an adalah orang yang dipilih oleh Allah SWT sebagai wakil-Nya di dunia untuk menjaga keaslian Al- Qur’an. Kebaikan, karena menghafal Al-Qur’an akan mendapat pahala yang besar di akhirat kelak.

3. Syarat-syarat Menghafal Al-Qur’an

Menghafal Al-Qur’an adalah pekerjaan yang mulia di sisi Allah SWT sebagaimana yang telah penulis jelaskan sebelumnya. Oleh karena itu, menurut Sa’adullah (2008: 26-34) seorang penghafal hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Ikhlas

Hal pertama yang harus dilakukan oleh penghafal AlQur’an adalah mereka harus membulatkan niat menghafal AlQur’an hanya mengharap ridho Allah SWT (Sa’adullah, 2008: 26). Firman Allah SWT :

        

      



(3)

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan (ikhlas) ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang

lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5

Karena itu keikhlasan hati merupakan perkara yang harus di miliki oleh para penghafal sebelum memulai menghafal Al-Qur’an. Ikhlas karena Allah SWT adalah pintu untuk mendapatkan kemudahan dalam menghafal sekaligus untuk mendapatkan keridhaan-Nya (Hamzah, 2008: 11).

b. Mempunyai Kemauan yang Kuat

Menghafal Al-Qur’an sebanyak 30 juz, 114 surah, kurang lebih memiliki 6.236 ayat dan memerlukan waktu yang relatif lama. Tentunya hal ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Menghafal Al-Qur’an tidak seperti menghafal bacaan-bacaan yang lain, apalagi bagi orang non Arab yang sehari-harinya tidak menggunakan bahasa Arab dalam berkomunikasi.

Sehingga kemauan (azzam) yang kuat untuk menghafal Al-Qur’an itu harus dimiliki oleh para penghafal Al-Qur’an.

c. Disiplin dan Istiqomah

Seorang penghafal Al-Qur’an harus disiplin dan istiqomah dalam menghafal Al-Qur’an. Harus gigih memanfaatkan waktu senggang, cekatan, dan mengurangi kesibukan-kesibukan yang kurang bermanfaat.

d. Talaqi

(4)

Seorang penghafal Al-Qur’an hendaknya berguru (talaqi) kepada seorang guru yang hafal Al-Qur’an, mantap beragama serta guru yang terkenal mampu menjaga diri. Menghafal Al-Qur’an tidak diperbolehkan sendiri tanpa seorang guru. Karena di dalam Al-Qur’an terdapat bacaan- bacaan sulit yang tidak bisa dipelajari teorinya saja.

e. Berahklak Terpuji

Orang yang menghafal Al-Qur’an hendaklah selalu berahklak terpuji.

Akhlak terpuji tersebut harus sesuai dengan ajaran syariat yang telah diajarkan oleh Allah SWT. Rendah hati, tidak berbangga diri dan, tidak sombong atas hafalan AlQur’annya.

Jadi kelima syarat-syarat tersebut mutlak harus dimiliki oleh seorang penghafal, karena dia akan menjadi seorang pengemban AlQur’an, dan selain itu juga dengan dimilikinya syarat-syarat tersebut dia akan mengalami kemudahan dalam proses menghafal A-Qur’an.

4. Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam Menghafal AlQur’an Menghafal Al-Qur’an tidak semudah membalikan telapak tangan.

Kesulitan-kesulitan pasti dialami oleh setiap orang yang ingin menghafalnya.

Karena itu, sebelum menghafal Al-Qur’an perlu mengetahui faktor-faktor pendukung dan juga yang penghambatnya. Faktor-faktor pendukung dalam menghafal Al-Qur’an menurut Abdul Rauf, (2004:54) sebagai berikut:

a. Bacaan Al-Qur’an Benar dan Baik

(5)

Bacaan Al-Qur’an yang benar dan baik harus dimiliki oleh para penghafal Al-Qur’an. Bacaan Al-Qur’an di anggap benar, manakala bacaannya telah menerapkan kaidah ilmu tajwid. Begitu pula, dianggap baik bilamana bacaan tersebut berirama dan lancar. Allah SWT menghendaki agar membaca Al-Qur’an sesuai dengan bacaan Nabi Muhammad SAW.

Sedangkan bacaan beliau sesuai dengan apa yang didengarnya dari malaikat Jibril. Jadi demikian, membaca Al-Qur’an yang benar dan baik akan membantu dan mempermudah dalam proses menghafal Al-Qur’an.

b. Mendengar Bacaan Al-Qur’an

Mendengar bacaan Al-Qur’an dari orang lain adalah sangat penting karena hal itu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap hafalan sehingga membekas dalam ingatan penghafal dalam tempo waktu yang panjang.

c. Memiliki Satu Jenis Mushaf

Memakai satu jenis mushaf Al-Qur’an akan memudahkan para penghafal dalam menghafal Al-Qur’an, karena sesungguhnya bentuk dan letak ayat-ayat Al-Qur’an itu akan terpatri dalam hati jika para penghafal sering membaca dan melihatnya. Sebaliknya kalau sering menghafal dengan mushaf Al-Qur’an yang berbedabeda maka hafalannya akan berbeda-beda pula, dan hal itu jelas akan mempersulit dalam hafalannya.

Jadi memakai satu jenis mushaf Al-Qur’an adalah salah satu faktor keberhasilan dalam menghafal Al-Qur’an. Adapun mushaf Al-Qur’an yang

(6)

dimiliki oleh para penghafal sebaiknya yang bagus, satu jenis dan banyak digunakan oleh mayoritas umat Islam, hal ini akan membantu para penghafal manakala kehilangan atau yang lainnya.

d. Usia Ideal

Usia yang paling idial untuk menghafal Al-Qur’an adalah dimulai sejak usia 4 tahun sampai 23 tahun, maka masa-masa seperti ini harus digunakan sebaikbaiknya, karena menghafal pada usia dini jauh lebih cepat dan kuat hafalannya di banding menghafal ketika usia dewasa. Sedangkan menurut Muhammad Ratib An-Nalbisi (dalam Sa’ad Riyadh, 2009: 68)

“Sesungguhnya seorang anak itu sudah bisa mampu menghafal Al-Qur’an pada usia-usia dini, kemudian jika telah menginjak remaja dia akan mampu memahami, akan tetapi hal itu setelah lisannya mulai fasih dalam mengucapkan lafadz-lafadz AlQur’an. Kemudian takala dia telah mencapai usia muda, sungguh dia akan mampu belajar banyak hal tentang adab-adab.”

Jadi tidak terpungkiri bahwa menghafal Al-Qur’an pada usia ideal adalah salah satu faktor yang pengaruhnya sangat signifikan terhadap keberhasilan dalam menghafal Al-Qur’an, karena pada usia ini seseorang belum banyak melakukan dosa dan beban pikiran.

e. Memiliki Kondisi Fisik dan Pikiran yang sehat

(7)

Kondisi fisik yang prima dan pikiran yang sehat sangat membantu penghafal dalam menghafal Al-Qur’an. Penghafal yang badannya sakit akan mengalami kesulitan dalam menghafal karena mungkin ia akan cepat lelah, pusing dan tidak bersemangat. Begitu juga penghafal yang pikirannya tidak sehat, misalnya mengalami tekanan jiwa karena persoalan hidup yang dialaminya. Oleh karena itu penghafal Al-Qur’an hendaklah menghindari diri dari kegiatankegiatan yang akan meyebabkan fisik dan pikiran tidak sehat.

f. Manajemen Waktu

Abdullah bin Mas’ud r.a berpendapat, jika seseorang benarbenar ingin menjadi calon penghafal Al-Qur’an maka orang tersebut harus pandai- pandai mengatur waktu, bekerja keras, mengurangi waktu tidur atau waktu santai, bahkan bila perlu hiburannya harus ada nilai-nilai Al-Qur’an.

Nasihat-nasihat seperti itulah yang sering disampaikan para ulama terdahulu (dalam Abdul Aziz Abdul Rauf, 2002: 46). Adapun waktu yang baik untuk menghafal adalah pada sepertiga malam setelah melaksanakan shalat malam karena pada saat itu suasana tenang, sehingga hafalan cepat masuk. Selain itu juga waktu yang baik dalam menghafal adalah setelah melakukan shalat subuh.

g. Tempat

(8)

Tidak terpungkiri bahwa tempat memiliki pengaruh yang besar terhadap proses menghafal Al-Qur’an. Karenanya para penghafal harus memperhatikan tempat dimana ia menghafal Al-Qur’an. Tempat yang cocok untuk menghafal adalah tempat yang memiliki sirkulasi udara yang baik dan juga tidak memiliki banyak kesibukan. Sebaik-baiknya tempat yang dianjurkan oleh para ulama adalah masjid, karena masjid akan menjaga para penghafal dari segala aktivitas kemaksiatan, baik itu yang ditimbulkan oleh mata, telinga maupun lisan.

Adapun faktor-faktor penghambat dalam menghafal AlQur’an yang sering dialami oleh para penghafal menurut Abdul Rauf, (2004: 84) sebagai berikut:

a. Tidak Mampu Membaca Al-Qur’an dengan Baik

Penghafal yang belum mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan belum lancar, akan mengalami hambatan dalam menghafal. Hal tersebut karena penghafal akan merasakan dua beban ketika menghafal yaitu beban membaca dan beban menghafal. Agar tidak mengalami kesulitan menghadapi beban ini, ciptakan kemampuan membaca.

b. Tidak Mampu Mengatur Waktu

Bagi penghafal Al-Qur’an yang tidak mampu mengatur waktunya akan mengalami hambatan dalam menyelesaikan hafalannya. Hal itu terjadi karena dia akan merasakan seakan-akan tidak memiliki waktu yang cukup

(9)

untuk menghafal, karena itu penghafal harus disiplin dengan waktu. Pada hakikatnya, hanya orang disiplinlah yang mampu mengatur waktu.

c. Adanya Ayat-ayat yang serupa

Ayat-ayat mutasyabihat banyak sekali terdapat dalam AlQur’an, kalau penghafal tidak betul-betul teliti dalam permasalahan ini bisa mengalami kesulitan dalam menghafal, karena bisa pindah dari surat satu ke surat yang lainnya. Maka penghafal harus memperbanyak pengulangan pada ayat-ayat yang serupa melebihi ayat-ayat yang tidak serupa. Insya Allah dengan cara itu penghafal akan lebih mudah mengingatnya.

d. Pengulangan yang Sedikit

Jika penghafal dalam proses menghafal Al-Qur’an merasa kesusahan dalam merekam ayat-ayat yang sedang dihafal. Atau ketika menyetor hafalan tiba-tiba bacaannya tidak lancar padahal sebelumnya merasa sudah lancar dan betul-betul hafal. Hal itu menandakan pengulangan terhadap ayat yang dihafalnya masih kurang.

e. Tempat dan Lingkungan Kurang Kondusif

Tempat dan lingkungan menghafal yang tidak kondusip seperti tempat kerja, tempat keramaian dan sebagainya, akan memecahkan konsentrasi penghafal sehingga akan mengalami hambatan dalam menghafal Al-Qur’an. Maka tempat yang bisa membantu konsentrasi menghafal hendaknya dipilih oleh para penghafal Al-Qur’an.

(10)

f. Tidak Ada Pembimbing

Keberadaan seorang pembimbing dalam menghafal AlQur’an sangat penting. Pembimbing akan selalu memberikan semangat kepada para penghafal. Jadi para penghafal yang tanpa pembimbing akan mengalami hambatan dalam menghafal AlQur’an yang cukup patal.

B. Media Pembelajaran Audio Visual

Media berasal dari bahasa Latin yaitu medius yang berarti ‘tengah’,

‘perantara’, atau ‘pengantar’. Media adalah perantara dari sumber informasi kepenerima informasi (Sanjaya, 2012). Sedangkan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses belajar mengajar sehingga dapat merangsang perhatian dan minat siswa dalam belajar (Arsyad, 2013).

Fungsi media dalam proses pembelajaran adalah sebagai alat bantu, alat penyalur pesan, alat penguatan, dan wakil guru dalam menyampaikan informasi secara lebih menarik. Guru sebagai pengirim pesan, media sebagai pengantar pesan, dan siswa sebagai penerima pesan. Ada berbagai macam bentuk media pembelajaran, salah satunya adalah media hasil teknologi audio visual.

Media audio-visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media auditif (mendengar) dan visual (melihat). Media Audiovisual merupakan sebuah alat bantu audiovisual yang berarti bahan atau alat yang

(11)

dipergunakan dalam situasi belajar untuk membantu tulisan dan kata yang diucapkan dalam menularkan pengetahuan, sikap, dan ide.

1. Manfaat media audiovisual adalah:

a. Membantu memberikan konsep pertama atau kesan yang benar, b. Mendorong minat

c. Meningkatkan pengertian yang lebih baik d. Melengkapi sumber belajar yang lain e. Menambah variasi metode mengajar f. Menghemat waktu

g. Meningkatkan keingintahuan intelektual;

h. Cenderung mengurangi ucapan dan pengulangan kata yang tidak perlu;

i. Membuat ingatan terhadap pelajaran lebih lama;

j. Dapat memberikan konsep baru dari sesuatu diluar pengalaman biasa.

2. Jenis-jenis Media Audio Visual

a. Media Audio Visual Gerak

Media audio visual gerak adalah media intruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi) karena meliputi penglihatan, pendengaran dan gerakan, serta menampilkan unsur gambar yang bergerak. Jenis media yang termasuk dalam kelompok ini adalah televisi, video tape, dan film bergerak.

(12)

a) Film

Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame dimana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. Kemampuan film melukiskan gambar hidup dan suara memberinya daya tarik tersendiri.

Kedua jenis media ini pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Mereka dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.

b) Video

Video sebagai media audio visual yang menampilkan gerak, semakin lama semakin populer dalam masyarakat kita. Pesan yang disajikan dapat bersifat fakta (kejadian/ peristiwa penting, berita), maupun fiktif (seperti misalnya cerita), bisa bersifat informatif, edukatif maupun intruksional. Sebagian besar tugas film dapat digantikan oleh video, namun tidak berarti bahwa video akan menggantikan kedudukan film. Masing-masing memiliki keterbatasan dan kelebihan sendiri.

c) Televisi (TV)

Televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel dan ruang. Dewasa ini televisi yang dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan dengan mudah

(13)

dapat dijangkau melalui siaran dari udara ke udara dan dapat dihubungkan melalui satelit. Televisi pendidikan adalah penggunaan program video yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu tanpa melihat siapa yang menyiarkannya. Televisi pendidikan tidak hanya menghibur, tetapi lebih penting adalah mendidik. Oleh karena itu, ia memiliki ciri-ciri tersendiri, antara lain yaitu:

a) Dituntun oleh instruktur, seorang instruktur atau guru menuntun siswa sekedar menghibur tetapi yang lebih penting adalah mendidik. melalui pengalaman-pengalaman visual.

b) Sistematis, siaran berkaitan dengan mata pelajaran dan silabus dengan tujuan dan pengalaman belajar yang terencana.

c) Teratur dan berurutan, siaran disajikan dengan selang waktu yang berurutan secara berurutan dimana satu siaran dibangun atau mendasari siaran lainnya,

d) Terpadu, siaran berkaitan dengan pengalaman belajar lainnya, seperti latihan, membaca, diskusi, laboratorium, percobaan, menulis, dan pemecahan masalah.

3. Karakteristik Media Audio Visual

Teknologi Audio visual cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi yaitu dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pengajaran melalui audio-visual jelas bercirikan pemakaian perangakat keras selama proses belajar, seperti mesin

(14)

proyektor film, tape recorder, dan proyektor visual yang lebar. Karakteristik atau ciri-ciri utama teknologi media audio-visual adalah sebagai berikut:

a. Mereka biasanya bersifat linier;

b. Mereka biasanya menyajikan visual yang dinamis;

c. Mereka digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perancang/pembuatnya;

d. Mereka merupakan representasi fisik dari gagasan real atau gagasan abstrak;

e. Mereka dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif;

f. Umumnya mereka berorientasi kepada guru dengan tingkat pelibatan interaktif murid yang rendah.

4. Kelebihan dan Kekurangan Media Audio visual

Media audio visual mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri- sendiri. Ada dua jenis media audio visual disini yaitu audio visual gerak dan audio visual diam.

a. Kelebihan media audio visual gerak

1) Kelebihan dan kekurangan film sebagai media audio visual gerak.

a) Keuntungan atau manfaat film sebagai media pengajaran antara lain:

1) Film dapat menggambarkan suatu proses, misalnya proses pembuatan suatu keterampilan tangan dan sebagainya.

2) Dapat menimbulkan kesan ruang dan waktu.

3) Penggambarannya bersifat 3 dimensional.

(15)

4) Suara yang dihasilkan dapat menimbulkan realita pada gambar dalam bentuk ekspresi murni.

5) Dapat menyampaikan suara seorang ahli sekaligus melihat penampilannya.

6) Kalau film dan video tersebut berwarna akan dapat menambah realita objek yang diperagakan.

7) Dapat menggambarkan teori sain dan animasi.

b) Kekurangan-kekurangan film sebagai berikut:

1) Film bersuara tidak dapat diselingi dengan keterangan-keterangan yang diucapkan sewaktu film diputar, penghentian pemutaran akan mengganggu konsentrasi audien.

2) Audien tidak akan dapat mengikuti dengan baik kalau film diputar terlalu cepat.

3) Apa yang telah lewat sulit untuk diulang kecuali memutar kembali secara keseluruhan.

4) Biaya pembuatan dan peralatannya cukup tinggi dan mahal.

2) Kelebihan dan kekurangan video sebagai media audio visual gerak

a) Kelebihan video

1) Dapat menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat dari rangsangan lainnya.

2) Dengan alat perekam pita video sejumlah besar penonton dapt memperoleh informasi dari ahli-ahli/ spesialis.

(16)

3) Demonstrasi yang sulit bisa dipersiapkan dan direkam sebelumnya, sehingga dalam waktu mengajar guru dapat memusatkan perhatian dan penyajiannya.

4) Menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang.

5) Keras lemah suara dapat diatur dan disesuaikan bila akan disisipi komentar yang akan didengar.

6) Guru bisa mengatur dimana dia akan menghentikan gerakan gambar tersebut, artinya kontrol sepenuhnya ditangan guru.

7) Ruangan tidak perlu digelapkan waktu menyajikannya.

b) Kekurangan video

1) Perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi mereka jarang dipraktekkan.

2) Sifat komunikasinya yang bersifat satu arah haruslah diimbangi dengan pencarian bentuk umpan balik yang lain.

3) Kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan secara sempurna.

4) Memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks.

3) Kelebihan dan kekurangan televisi sebagai media audio visual gerak

a) Kelebihan televisi:

1) Bersifat langsung dan nyata, serta dapat menyajikan peristiwa yang sebenarnya.

(17)

2) Memperluas tinjauan kelas, melintasi berbagai daerah atau berbagai negara.

3) Dapat menciptakan kembali peristiwa masa lampau.

4) Dapat mempertunjukkan banyak hal dan banyak segi yang beraneka ragam.

5) Banyak mempergunakan sumber-sumber masyarakat.

6) Menarik minat anak.

7) Dapat melatih guru, baik dalam pre-service maupun dalam intervice training.

8) Masyarakat diajak berpartisipasi dalam rangka meningkatkan perhatian mereka terhadap sekolah.

b) Kekurangan-Kekurangan Televisi:

1) Televisi hanya mampu menyajikan komunikasi satu arah.

2) Televisi pada saat disiarkan akan berjalan terus dan tidak ada kesempatan untuk memahami pesan-pesan nya sesuai dengan kemampuan individual siswa.

3) Guru tidak memiliki kesempatan untuk merevisi tayangan TV sebelum disiarkan.

4) Layar pesawat televisi tidak mampu menjangkau kelas besar sehingga sulit bagi semua siswa untuk melihat secara rinci gambar yang disiarkan.

(18)

5) Kekhawatiran muncul bahwa siswa tidak memiliki hubungan pribadi dengan guru, dan siswa bisa jadi bersifat pasif selama penayangan.

b. Kelebihan dan kekurangan media audio visual diam

1) Kelebihan dan kekurangan film bingkai sebagai media audio visual diam.

a) Kelebihan film bingkai sebagai media pendidikan adalah:

1) Materi pelajaran yang sama dapat disebarkan ke seluruh siswa secara serentak;

2) Perhatian anak-anak dapat dipussatkan pada satu butir tertentu;

3) Fungsi berfikir penonton dirangsang dan dikembangkan secara bebas;

4) Film bingkai berada di bawah kontrol guru;

5) Dapat dilakukan secara klasikal maupun individu;

6) Penyimpanannya mudah (praktis);

7) Dapat mengatasi keterbatasan keterbatasan ruang, waktu dan indera;

8) Mudah direvisi/diperbaiki, baik visual maupun audionya;

9) Relatif sederhana dan murah dibandingkan dengan media TV atau film;

10) Program dibuat dalam waktu singkat.

b) Kekurangan film bingkai

1) Film bingkai yang terdiri dari gambar-gambar lepas mudah hilang jika penyimpanan kurang baik

(19)

2) Hanya mampu menyajikan objek-objek secara diam.

3) Penggunaan program memerlukan ruangan yang gelap.

4) Lebih mahal biayanya

C. Hakikat Anak Tunagrahita Ringan 1. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan

Menurut Sumantri (1996), Anak tunagrahita ringan adalah mereka yang masih dapat belajar, membaca, menulis dan berhitung sederhana. Sedangkan pengertian Tunagrahita ringan menurut Amin (1996) yaitu mereka yang termasuk kedalam kelompok yang meskipun kecerdasannya dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam pelajaran akademik, Penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja. Dalam matapelajaran akademik mereka pada umumnya mampu mengikuti mata pelajaran tingkat sekolah lanjutan baik di sekolah luar biasa maupun disekolah biasa dengan program khusus sesuai dengan berat ringannya ketunagrahitaan yang disandangnya.

Sedangkan menurut Rochyadi dan Alimin (2005) Tunagrahita ringan merupakan kondisi yang komplek, menunjukkan kemampuan intelektual yang rendah dan mengalami hambatan dalam prilaku adaptif atau kemampuan seseorang dalam memikul tanggung jawab sosial menurut ukuran norma sosial tertentu,

(20)

Berdasarkan pendapat diatas, dapat dimaknai bahwa pada dasarnya anak tunagrahita ringan mempunyai IQ berada dibawah rata-rata sekitar 50-70. akan tetapi ia masih bisa mengikuti pelajaran akademik, penyesuaian sosial, mereka dapat bergaul, dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial, tidak saja pada lingkungan yang terbatas tetapi juga pada lingkungan yang paling luas dan bekerja.

2. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan

Karakteristik merupakan suatu ciri khas seseorang anak untuk menentukan apakah seorang anak termasuk pada kelompok anak tunagrahita ringan atau tidak, maka melalui ciri-ciri yang ada dapat memahami dan menentukan langkah pemberian bantuan atau layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimilikinya.

Secara rinci, karakteristik anak tunagrahita ringan dijelaskan oleh Amin (1996) anatara lain:

a. Intelektual

Kemampuannya dalam berfikir sangat terbatas terutama dalam hal yang bersifat abstrak, mereka banyak belajar cara membeo.

b. Keterbatasan Sosial

Anak tunagrahita ringan dalam memelihara dan memimpin selalu memerlukan bimbingan dan pengawasan dari orang lain.

c. Keterbatasan Fungsi Mental

(21)

Anak tunagrahita ringan sukar dalam memusatkan perhatian dan mengalami kesukaran dalam mengungkapkan suatu ingatan.

d. Keterbatasan Dalam Dorongan Emosi

Perkembangan dan dorongan emosi anak tunagrahita ringan sesuai dengan ketunaannya.

Sedangkan menurut Delphie (2006) mengemukakan karakteristik anak tunagrahita meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama seperti anak- anak yang tidak menyandang tunagrahita.

b. Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali melakukan kesalahan (expectanci for filure)

c. Suka meniru perlakuan yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness).

d. Mempunyai prilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri

e. Mempunyai permasalahan berkaitan dengan prilaku sosial (social behavioral)

f. Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar.

g. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan h. Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik.

i. Kurang mampu untuk berkomonikasi.

j. Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak

(22)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita ringan (mampu didik) memiliki keterampilan yang dapat dikembangkan guna untuk masa depannya kelak. Baik itu dari segi akademik maupun keterampilan. Keterampilan yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita ringan berbagai macam.

3. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Maria J Wantah (2005) mengemukakan klasifikasi anak tunagrahita, antara lain :

a. Tunagrahita ringan

Memiliki IQ antara 50-70, dan mereka dapat mempelajari keterampilan, dan akademik mereka sampai kelas 6 Sekolah Dasar.

b. Tunagrahita sedang

Memiliki IQ sekitar 35-55. Anak-anak tersebut dapat melakukan pekerjaan dan tugas-tugas seperti menolong diri sendiri, tetapi memerlukan bantuan orang lain.

c. Tunagrahita berat

Memiliki IQ sekitar 20-40, mereka tidak dapat belajar keterampilan mengurus diri sendiri, dan keterampilan untuk berkomunikasi sangat terbatas.

d. Tunagrahita sangat berat

(23)

Memiliki IQ dibawah 20. Mereka tidak dapat belajar beberapa keterampilan dasar seperti menolong diri sendiri, dan berkomunikasi walaupun dengan latihan yang memadai.

Sedangkan menurut Mega Iswari (2008) tunagrahita dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok :

1) Kelompok tunagrahita ringan IQ 68-78 kira-kira 10 diantara 1.000 orang.

2) Kelompok tunagrahita IQ 52-55 kira-kira 3 dari diantara 1.000 orang.

3) Kelompk tunagrahita berat IQ 30-40 kira-kira 1 diantara 1.000 orang.

Berdasarkan klasifikasi tunagrahita di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tunagrahita dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat.

4. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Anak Tunagrahita

Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dengan maksud untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran tercapai secara efektif dan efesien guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran.

Adapun prinsip-prinsip pembelajaran untuk anak tunagrahita menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) antara lain:

a. Prinsip Kasih Sayang

Untuk mengajar Anak Tunagrahita membutuhkan kasih sayang yang tulus dari guru. Guru hendaknya berbahasa yang lembut, penyabar, rela berkorban, ramah, berperilaku baik dan supel sehingga siswa tertarik untuk

(24)

belajar dan timbul kepercayaan, dan akhirnya siswa bersemangat untuk belajar.

b. Prinsip Keperagaan

Anak Tunagrahita kesulitan dalam berfikir Abstrak, dengan segala keterbatasannya itu siswa lebih mudah tertarik dalam belajar dengan menggunakan benda-benda kongkrit maupun berbagai alat peraga (model) yang sesuai.

c. Prinsip habilitasi dan rehabilitasi

Meskipun dalam bidang akademik siswa Tunagrahita memiliki kemampuan yang terbatas. Namun dalam bidang-bidang lainnya mereka masih memiliki kemampuan atau potensi yang masih dapat dikembangkan (Habilitasi). Rehabilitasi adalah usaha yang dilakukan dengan berbagai macam bentuk dan cara, sedikit demi sedikit mengembalikan kemampuan yang hilang atau belum berfungsi optimal.

D. Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu penelitian Ika Purbani, 2015 : penggunaan media audio visual untuk meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa tunagrahita ringan kelas IV di SLB negeri 2. Dari hasil penelitian Ika Purbani membuktikan bahwa media audio visual dapat meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa tunagrahita ringan. Penelitian ini relevan dengan penulis lakukan dimana penelitian tersebut meningkatkan

(25)

kemampuan hafalan surat pendek melalui media audio visual bagi anak tunagrahita ringan.

E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka berfikir penulis tentang pelaksanaan penelitian yang bermula ditemukan permasalahan di lapangan tentang proses pelaksanaan pembelajaran keterampilan pada anak tunagrahita ringan.

Dengan ditemui masalah tersebut penulis mempunyai keinginan untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan suatu upaya membantu mengatasi masalah anak mengenai pembelajaran keterampilan. Berdasarkan permasalahan, penulis menggunakan metode demonstrasi dalam meningkatkan keterampilan anak tunagrahita ringan untuk menanam jahe yang bermanfaat agar berguna dalam kehidupan sehari-hari anak nantinya. Berikut ini pola pikir penulis dijelaskan dalam bagan di bawah ini:

(26)

Kondisi Awal Anak belum mampu menghafal surat pendek yang telah dipelajari

Anak mengalami kesulitan dalam mengucapkan lafaz surat pendek.

Belum maksimalnya upaya yang dilakukan guru untuk memotivasi anak menghafal surat pendek.

Pendekatan yang digunakan guru kurang menarik dan bersifat monoton sehingga minat anak terhadap menghafal surat pendek masih rendah

Tindakan Pelaksanaan PTK:

Menhafal surat pendek melalui media audio visual

Hasil akhir Kemampuan menghafal surat pendek menigkat

Bagan 2.1 KerangkaKonseptual

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action resecarh) yaitu penelitian yang laksanakan untuk memperbaiki mutu pembelajaran di kelas. Menurut Arikunto (2005) mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah : "Suatu pengamatan terhadap kegiatan belajar mengajar berupa tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama, tindakan tersebut diarahkan oleh guru dan laksanakan oleh siswa".

Tujuan utama dari penelitian tindakan kelas ini, menurut Arikunto (2005) adalah untuk menyelesaikan persoalan nyata yang ada di kelas sekaligus mencari jawaban mengapa hal itu dapat dipecahkan melalui tindakan yang dilakukan dan penelitian ini dikembangkan secara bersama-sama oleh peneliti dan kolaborator untuk menentukan kebijakan dan pembangunan.

Dari pendapat ahli tersebut, dapat dijelaskan bahwa penelitian tindakan merupakan penelitian yang dilakukan di kelas, sebagai suatu upaya peningkatan kualitas dalam bidang pendidikan dengan memberikan suatu tindakan dalam pelaksanaanya yang sangat memperhatikan proses dan hasilnya. Implikasi dari

33

(28)

pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini sangat positif bagi keprofesionalan praktis yang bersangkutan.

Dalam penelitian tindakan kelas Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti yang dijelaskan oleh Arikunto (2005):

1. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan penelitian yang mengikut sertakan secara aktif peran guru dan siswa dalam berbagi tindakan.

2. Kegiatan perenungan, pemikiran dan evaluasi dilakukan berdasarkan pertimbangan rasional yang mantap dan valid guna melakukan perbaikan dalam upaya memecahkan masalah yang terjadi.

3. Tindakan perbaikan terhadap situasi dan kondisi pembelajaran yang dilakukan segera dan dilakukan secara praktis.

Di samping itu, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. PTK berangkat dari permasalahan pembelajaran yang ada di kelas, dengan tujuan untuk memperbaiki praktek pengajaran di kelas.

2. Usaha perbaikan proses dan hasil belajar berkolaborasi antara peneliti dengan guru.

(29)

3. PTK bertujuan untuk mendapatkan penjelasan tentang kemajuan, peningkatan, kemunduran, kekurang efektifan dari pelaksanaan tindakan.

Jadi, Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan untuk memperbaiki mutu praktek pengajaran di kelas. Penelitian ini dilakukan dengan bentuk kolaborasi dengan guru kelas yaitu peneliti bertindak sebagai pemberi tindakan sedangkan guru kelas sebagai pengamat. Adakalanya guru kelas sebagai pemberi tindakan, peneliti dan guru kelas juga berkolaborasi dalam perumusan masalah sampai pada pelaporan hasil penelitian, diawali dengan melihat kondisi objektif empat orang anak tunagrahita ringan yang mengalami kesulitan dalam menghafal surat pendek.

Penelitian yang peneliti buat ini mendeskripsikan proses dan hasil tindakan.

Dalam hal ini peneliti akan mendeskripsikan tentang penerapan media audio visual dalam meningkatkan hafalan surat pendek bagi anak tunagrahita ringan.

B. Subjek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah guru dan empat orang anak tunagrahita ringan kelas VIII di SLB Perwari Padang, dengan inisial AF, FR, AM dan NS.

(30)

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di SLB Perwari Padang yang mana sekolah ini merupakan tempat subjek bersekolah. Penulis melakukan penelitian di dalam kelas dan di luar kelas.

3. Kolaborator Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan bentuk kolaborasi dengan guru yaitu peneliti yang bertindak sebagai pemberi tindakan sedangkan guru kelas di sini bertindak sebagai pengamat. Antara guru kelas dan pengamat juga berkolaborasi dalam perumusan masalah sampai pada pelaporan hasil penelitian.

C. Alur Kerja

Masalah Anak Tunagrahita Ringan dalammenghafal surat

pendek

Plan

(Perencanaan) Pelaksanaan

tindakan I

Observasi I Analisis Data I

Siklus I

Refleksi I

(31)

Bagan 3.1.

Alur Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu mengembangkan dengan kata-kata terhadap upaya meningkatkan kemampuan hafalan surat pendek melalui media audio visual bagi anak tunagrahita ringan.

Penelitian ini menggunakan siklus-siklus, dimana dalam siklus-siklus terdapat empat tahapan yang lazim di gunakan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

1. Perencanaan

Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan masalah dan menganalisis penyebab masalah, perencanaan pemecahan masalah, serta

Perencanaan siklus II

(32)

pengembangan pemecahan masalah. Pada kegiatan ini calon peneliti di bantu oleh guru kelas.

Rumusan masalahnya adalah belum adanya kemampuan anak dalam menghafal surat pendek, selanjutnya pemecahan masalah yang akan dilakukan adalah meningkatkan kemampuan hafalan surat pendek melalui media audio visual.

Melihat permasalahan di atas, maka peneliti bekerja sama dengan guru kelas mempersiapkan perencanaan diantaranya :

a. Menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar

b. Mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam indikator

c. Indikator kemudian dikembangkan menjadi tujuan pembelajaran

d. Merumuskan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan guru dalam kelas e. Menetapkan alat peraga yang akan digunakan dalam pembelajaran sesuai

dengan materi

f. Merencanakan pedoman evaluasi.

g. Melaksanakan evaluasi.

2. Pelaksanaan Tindakan

(33)

Tahapan berikutnya adalah peneliti akan melaksanakan tindakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan seperti pada tahap perencanaan di atas, yaitu meningkatkan kemampuan hafalan surat pendek melalui media audio visual pada anak tunagrahita ringan.

Setiap siklus akan dilakukan lima kali pertemuan, pertemuan pertama untuk merencanakan tindakan, empat kali pertemuan tatap muka satu kali tes atau evaluasi. Pembelajaran dilakukan selama 2 X 35 menit setiap pertemuan yang terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti yaitu dengan mengunakan media audio visual sebagai upaya meningkatkan kemampuan hafalan surat pendek pada anak tunagrahita ringan dan kegiatan penutup berupa kesimpulan dan evaluasi. Pelaksanaan dan langkah-langkah pembelajaran disesuaikan kembali dengan materi pembelajaran membaca permulaan yang akan dipelajari.

3. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Peneliti melakukan observasi dengan menggunakan format instrumen menghafal surat pendek serta mencatat hal-hal penting yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan hafalan surat Annas dengan surat Al-Falaq pada guru dan anak tunagrahita ringan, observasi ini juga bisa dijadikan sebagai alat tes.

(34)

4. Refleksi

Tahap ini peneliti bersama kolaborator atau guru kelas, menganalisis dan mengevaluasi guna melihat apakah melalui media audio visual dapat meningkatkan kemampun hafalan surat pendek, agar hasil yang diperoleh lebih teruji maka dilanjutkan kembali dengan siklus II.

D. Variabel Penelitian

Penelitia ini terdapat dua variabel, adapun defenisi operasional variabelnya adalah sebagai berikut:

1. Variable terikat adalah variabel yang timbul akibat adanya variabel bebas, variabel terikat dari penelitian ini yaitu kemampuan hafalan surat pendek.

Hafalan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan anak dalam menghafal surat pendek dari langkah awal sampai akhir.

2. Veriabel bebas adalah variabel yang menyebabkan timbulnya variabel lain, variabel bebas penelitian ini adalah media audio visual.

a. Ketika menghafal surat Annas dan surat Al-Falaq, guru kelas menggunakan media audio visual.

b. Guru kelas memperkenalkan alat dan bahan yang digunakan untuk hafalan surat Annas dan surat Al-Falaq

c. Guru kelas mengajarkan langkah-langkah menghafal surat Annas dan surat Al-Falaq dengan menggunakan media audio visual.

(35)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpul data yang tepat dan benar, sangat memberikan data yang objektif dalam penelitian ini, menurut Creswell yang dikutip oleh Wiriatmadja (2006:12). Pada prinsipnya teknik pengumpul data ada empat cara mendasar untuk mendapatkan informasi data penelitianyaituobservasi, wawancara, studi dokumentasi, dan tes penguasaan materi. Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dengan cara :

1. Observasi

Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung terhadap objekyang diteliti untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan Ridwan (2005:38). Kegiatan observasi yang dilakukan adalah mengamati anak dan guru selama proses pembelajaran untuk melihat kemampuan hafalan surat pendek serta bagaimana proses penggunaan media audio visual dalam pembelajaran hafalan surat pendek.

Peneliti melakukan observasi dengan menggunakan format observasi kemampuan hafalan surat pendek, adapun langkah-langkahnya yaitu :

a. penyusunan instrument adalah penyusunan kisi-kisi, kisi-kisi bisa dipahami sebagai acuan atau pedoman untuk membuat instrument dalam hafalan surat pendek.

b. Catatan lapangan juga digunakan untuk memperoleh data secara obyektif, yang tidak terekam dalam format instrumen observasi mengenai hal-hal yang

(36)

terjadi selama pemberian tindakan.

2. Dokumentasi

Dalam penelitian ini peneliti juga mengunakan studi yang berbentuk photo atau vidio, yang bertujuan untuk mempelajari data dan memperoleh informasi tentang peningkatan hafalan surat pendek. Dokumentasi dilakukan setiap kegiatan dengan media audio visual, baik dokumentasi berupa photo atau vidio.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini berupa data kualitatif dengan berpedoman pada hasil observasi, dengan kolaborasi berdasarkan cacatan penting dilapangan yang berlangsung. Dimana data yang diperoleh digambarkan melalui kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategorinya untuk memperoleh kesimpulan.

Dalam penelitian ini peneliti menganalisa data dengan menggunakan cara Wiriatmadja (2006:136) seperti dibawah ini :

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan pelaksanaan tindakan, proses pemilihan, pemusatan data dengan melakukan penyederhanaan, dan mentransparanskan data yang ada dikumpulkan berulang lalu dianalisis, dan disimpulkan, dilanjutkan dengan tujuan penelitan, dan hasil yang dicapai oleh guru dan anak.

(37)

2. Penyajian data

Pada tahap ini, data yang sudah terorganisasi dideskripsikan atau digambarkan sehingga bermakna dan mudah dipahami. Pendeskripsian ini dapat dibuat dalam bentuk narasi maupun grafik, menggambarkan peningkatan kemampuan hafalan surat pendek pada anak tunagrahita ringan.

3. Penarikan kesimpulan

Pengambilan intisari dari data yang telah dipaparkan ke dalam bentuk pernyataan, kalimat yang singkat dan padat.

Dari langkah-langkah kegiatan analisis data diatas dapat disimpulkan bahwa analisis data dilakukan terhadap data yang telah direduksi, baik data perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Analisis data dilakukan secara terpisah- pisah agar dapat ditemukan berbagai informasi yang mendukung dan menghambat pembelajaran.

Selain pendekatan kualitatif dalam menganalisa data, peneliti juga menggunakana pendekatan kuantitatif. Teknik analisis data kuantitatif digunakan persentase, menurut Suharsimi (2006:51) ditentukan sebagai berikut :

Nilai = Jumla h skorperole h an

jumlah skormaksimal x 100 %

G. Teknik Keabsahan Data

(38)

Untuk memperoleh keabsahan data yang dihubungkan dengan masalah seberapa jauh kebenaran dan kenetralan hasil penelitian. Menurut Lexy J Moleong (1998:178) ada beberapa kegiatan yang dilakukan peneliti yaitu:

1. Perpanjang keikutsertaan

Dalam perpanjangan waktu dan keikutsertaan berkolaborasi dengan guru di lapangan, peneliti dapat memperhatikan segala sesuatu yang berkaitan dengan data yang akan diteliti mengenai meningkatkan kemampuan hafalan surat pendek pada anak tunagrahita ringan.

2. Mengadakan trianggulasi

Hal ini dilakukan untuk mengecek kembali data-data yang sudah diperoleh dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data yang diambil. Dapat diperoleh perbedaan kemampuan anak sebelum dan sesudah tindakan dengan menggunakan media audio visual.

3. Menggunakan bahan referensi

Mengkomunikasikan hasil pengumpulan data yang diperoleh kepada sumber data, sehingga adanya kesesuaian informasi yang telah diberikan mengenai upaya meningkatkan kemamapuan hafalan surat Annas dan surat Al-Falaq pada anak tunagrahita ringan.

4. Diskusi dengan orang lain

(39)

Melakukan diskusi mengenai upaya meningkatkan kemampuan hafalan surat Annas dan surat Al-Falaq pada anak tunagrahita ringan, dengan orang yang mengetahui masalah yang diteliti, seperti guru, kepala sekolah, dan teman sejawat yang ada di sekolah tersebut.

5. Mengadakan audit dengan dosen pembimbing

Hal ini dilakukan untuk memeriksa kelengkapan data dan ketelitian laporan yang diberikan agar timbul keyakinan bahwa segala sesuatu yang akan dilaporkan adalah tepat mencapai kebenaran yang diharapkan.

Berdasarkan langkah-langkah tersebut maka peneliti akan menjelaskan pada tahap dan langkah yang sudah direncanakan. Sehingga penelitian yang diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik sehingga memperoleh temuan demi meningkatkan kemampuan hafalan surat Annas dan surat Al-Falaq melalui media audio visual pada anak tunagrahita ringan

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson Munawir, 1997. Almunawir Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif.

Amin, Moh.(1996). Ortopedagogik Anak Tuna Grahita. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.

Arikunto, Suharsimi.(2005). Menajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

As’ad Humam. 1994. Kumpulan Materi Hafalan Bacaan Do’a Sehari-hari Surat- Surat Pendek Ayat-Ayat Pilihan. Yogyakarta: Balai Litbang LPTQ Nasional Yayasan Tim Tadarus AMM.

Aziz Abdul Rauf, (1999). Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an. Yogyakarta: Press.

Delphie, Bandhi. 2006. Pembelajaran Anak Luar Biasa. Bandung: Rafika Aditama.

Delphie, Bandie. (2007). Pembelajaran untuk anak dengan berkebutuhan khusus.

Jakarta: Depdiknas

Ika Purbani, 2015 : penggunaan media audio visual untuk meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa tunagrahita ringan kelas IV di SLB negeri 2.

Lexy Maleong (1988). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Erlangga

Maria j,Wantah. (2007). Pengembangan kemandirian anak tunagrahita Mampu latih.

Jakarta: DEPDIKNAS.

Rochyadi, Endang dan Alimin, Zaenal. 2005. Pengembangan Program Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita. Jakarta: Depennas.

(41)

Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’I. (1998). Mengungkap Rahasia Al-Qur’an.

Bandung: Penerbit Mirzan.

Sumantri, Sutjihati. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud.

KISI-KISI PENELITIAN

MENINGKATKAN KEMAMPUAN HAFALAN SURAT PENDEK MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL BAGI ANAK

TUNAGRAHITA RINGAN KELAS VIII DI SLB PERWARI PADANG Variabel Sub Variabel Indikator Deskriptor Kemampuan

hafalan surat Annas ayat 1- 6 dan surat Al-Falaq ayat 1-5

Kemampuan hafalan surat Annas ayat 1-6 dan surat Al- Falaq ayat 1-5 melalui media audio visual

a. Hapalan surat

Annas ayat 1-6 a. Ayat 1

    

b. Ayat 2

  

c. Ayat 3

  

d. Ayat 4

    

e. Ayat 5

    



f. Ayat 6

   

b. Hapalan surat

Al-Falaq ayat 1-5

a. Ayat 1

    

b. Ayat 2

    

c. Ayat 3



d. Ayat 4

     

e. Ayat 5

     

Referensi

Dokumen terkait

Tahap pelaksanaan tindakan pada siklus II melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan pada tahap perencanaan tindakan. Pada siklus II ini juga menerapkan model

Berdasarkan bagan kerangka berpikir penelitian tindakan kelas diatas, peneliti berasumsi bahwa untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak dapat dilakukan melalui

Sedang menurut Piaget (Depdiknas, 2000:6) bahwa untuk meningkatkan perkembangan mental anak ke tahap yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan memperkaya pengalaman anak

Dengan kondisi awal seperti ini kemudian peneliti akan melaksanakan suatu tindakan untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Negeri Getasan 01 dengan

Pada tahap ini peneliti melaksanakan tindakan sesuai dengan perencanaan tindakan yang telah disiapkan sebelumnya. Pelaksanaan tindakan ini menggunakan perangkat pembelajaran

Proses pelaksanaan tindakan siklus II adalah melaksanakan apa yang telah direncanakan pada tahap perencanaan yang telah disusun oleh peneliti. Hasil temuan pada

Setelah melakukan perencanaan tindakan, guru kelas melaksanakan tindakan yaitu menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe NHT pada mata pelajaran matematika dengan

Proses pelaksanaan tindakan siklus II adalah melaksanakan apa yang telah direncanakan pada tahap perencanaan yang telah disusun oleh peneliti. Hasil temuan pada