• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Agama 1. Definisi Agama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIK A. Agama 1. Definisi Agama"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Agama

1. Definisi Agama

Beberapa ahli mengatakan bahwa agama berasal dari bahasa Sansekerta, di mana "a" berarti tidak dan "gama" berarti kebingungan. Jadi agama berarti bukan kekacauan. Oleh karena itu, agama adalah norma, norma yang mengatur keadaan manusia, serta norma tentang hal-hal gaib, tentang hubungan tabiat dan kehidupan bersama.1

Pandangan Daradjat tentang agama ialah sistem gabungan antar manusia, perasaan bahwa diyakininya lebih tinggi dari manusia. Pada saat yang sama, Glock dan Strucker menentukan agama merupakan metode simbol, metode kepercayaan, metode nilai, dan metode perilaku yang terorganisasikan, segalanya berpusat mengikuti isu-isu yang dihayati apabila yang semuanya bermakna (Ultimate Mean Hypothetical). 2

Di antara beberapa istilah lain disebutkan agama, yaitu: religi, religi (Inggris), religie (Belanda), religio/relegare (Latin) dan dien (Arab). Kata religie (Inggris) dan religie (Belanda) berasal dari bahasa ibu. Dari kedua bahasa tersebut, bahasa Latin "religio" berasal dari akar kata "relegare", yang berarti mengikat. Menurut Cicero, relegare berarti melakukan sesuatu dengan susah payah, jenis ibadah yang dilakukan berulang-ulang dan terus-menerus.

1 Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press:

1997), 28

2 Daradjat, Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang: 2005), 10

(2)

Lactancius mendefinisikan kata relegare sebagai disatukan dalam persatuan yang sama. Dalam bahasa Arab, agama disebut al-din dan al-milah. Kata al-din sendiri memiliki banyak arti, bisa berarti al-mulk (kerajaan), al-khidmat (pelayanan), al- izz (kemuliaan), al-dzull (kehinaan), al-ikrah (kekuatan), al- ihsan (kebajikan), al-adat (kebiasaan), al-ibadat (pengabdian), al-qahr wa al-sulthan (kekuasaan dan pemerintahan), al-tadzallulwa al-khudu (tunduk dan patuh), al-tha’at (taat), al-islam al-tauhid (penyerahan dan mengesakan Tuhan).3

Agama Hindu menuurt Sansekerta: Sanatana Dharma ("Kebenaran Abadi") dan (Vaidika-Dharma "Pengetahuan Kebenaran") adalah agama yang berasal dari anak benua India. Agama ini yaitu perkembangan dari agama Veda (Brahmanisme) dan merupakan keyakinan bangsa Arya. Agama ini tumbuh sekitar tahun 3102 SM hingga 1300 SM dan merupakan agama tertua yang masih ada di dunia hingga saat ini. Agama ini merupakan yang terbesar ketiga di dunia setelah Islam dan Kristen.4

Dalam etimologi bahasa Persia, kata Hindu berawal dari kata Sindhu (Sansekerta) dalam Weda, dan bangsa Arya menyebut wilayah mereka Sapta Sindhu (seluas tujuh sungai di barat daya anak benua India, salah satunya adalah dinamai untuk Indus). Awalnya, istilah Hindu digunakan untuk menyebut orang yang tinggal di wilayah Sindhhu. Agama Hindu memang terbentuk setelah Kristus, ketika para Brahmana telah menyelesaikan beberapa Veda. Menurut

3 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), 13

4 Gede Puja, Theologi Hindu, (Jakarta: Yayasan Dharma Sarathi, 1992), 105

(3)

masa berawalnya agama Buddha, agama Hindu sebanding dengan berawalnya muncul keseluruhan mengenal sebagai petuah Weda.5

2. Definisi Agama menurut tokoh-tokoh Antropologi

Kebanyakan orang sering memperdebatkan apakah agama adalah bagian atau institusi dari budaya tertentu, atau budaya yang ditentukan oleh agama. Dari sudut pandang orang yang beragama dan orang yang beragamanya, agama harus menjadi penentu karena orang yang hidup di dunia ini didorong untuk berusaha dan Tuhan yang memutuskan. Sebagai orang yang beragama, tidak ada yang salah dengan pandangan ini. Antropologi agama atau antropologi agama adalah profesi yang berkembang dalam antropologi yang mempelajari bagaimana agama diyakini, dihayati atau dipraktikkan dalam masyarakat. Secara umum, para antropolog mengatakan bahwa agama adalah sebuah institusi, seperti banyak institusi lain dalam suatu budaya atau masyarakat. 6

Beberapa tokoh antropologi telah menjelaskan apa yang dimaksud tentang teori agama, antara lain:

a) Menurut Elizabet K. Notthigham dalam bukunya Religion and Society, dia berbicara kini agama ialah fenomena yang serupa meresap dan ada di mana-mana, jadi itu tidak banyak membantu kami dalam upaya kami akan mewujudkan penyamarataan faktual. Selanjutnya, katanya, agama bertautan melalui pengaturan umat tentang kegunaan mendalam semenjak kehadirannya sendiri dan alam semesta. Agama menarik pikiran orang dalam skala yang lebih luas dengan serta diperlukan bagi membuktikan

5 I Nyoman Yoga Segara, Dimensi Tradisional dan Spiritual Agama Hindu, (Jakarta: Puslitbag Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, 2017), 22

6 Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), 9

(4)

kezaliman bahwa bukan biasa akan orang lain. Agama bisa memajukan kesenangan hati yang lengkap dan ketakutat dan teror. Agama serta mewujudkan bentuk sosial yang tinggi.7

b) Dalam pendapat Weber, agama adalah semangat kuat bahwa mengejar berbagai bentuk ekonomi, terutama ekonomi yang dikembangkan oleh Protestan, dan pandangan Weber adalah penentangan tentang kebiasaan, atau metode pada praktik dan perubahan yang sangat cepat. Evaluasi urusan ekonomi bukan barangkali dilakukan tanpa tolakan watak dan agama.8

c) Pendapat Koentjaraningrat adalah seorang antropolog yang menganut konsep agama dibangun atas dasar bahwa agama adalah bagian dari budaya, lantas memilih mengikuti teori E. Durkheim yang berhubungan tentang dasar-dasar keagamaan. Koentjaraningrat mengatakan tiga bagian atau komponen yang tampak pada agama, merupakan: 1). Emosi keagamaan, yang menyebabkan manusia menjadi taat. 2). Suatu sistem kepercayaan yang mencakup kepercayaan dan gambaran manusia tentang sifat-sifat Tuhan dan tentang keberadaan alam gaib. 3). Suatu sistem ritual keagamaan yang berusaha menemukan hubungan antara manusia dengan dewa, makhluk halus, atau makhluk halus yang menghuni alam gaib.9 d) Barbara Hargrove percaya maka agama adalah tanda manusia yang

berperan buat mengintegrasikan sistem ritual, sosial dan kepribadian saat

7 A. Mukti Ali, Asal-Usul Agama, (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1970), 10

8 Isomudin, Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 69

9 Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama: Upaya Memahami Keragaman, Kepercayaan, Keyakinan, dan Agama, (Bandung: ALFABETA, 2011), 6

(5)

daerah yang bermakna. Secara umum, komponen berikut disertakan di sini: 1). komunitas pengikut (jama'ah). 2). Mitos umum yang menafsirkan abstraksi nilai budaya ke dalam realitas sejarah. 3). perilaku seremonial.

4). Suatu dimensi dari pengalamanyang diakui karena mencakup sesuatu yang lebih daripada realitas sehari-hari, yakni ‘The Sacred’- yang suci.10 e) Emile Durkheim berpendapat “pada dasarnya tidak ada agama yang salah.

Semua agama adalah benar menurut mode masing-masing. Semua memenuhi kondisi-kondisi tertentu dari eksistensi manusa meskipun dengan cara yang berbeda-beda. Durkheim mengkritik definisi-definisi agama lain yang mendefinisikan agama sebagai keyakinan pada supernatural atau keyakinan padaTuhan atau zat yang spiritual. Ide tentang yang supernatural adalah perkembangan yang datang belakangan dan Budhisme meskipun bersifat religius tidak memfokuskan pada satu Tuhan atau banyak Tuhan (meski tentu saja beberapa intelektual modern menggunakan kriteria Kristen ini untuk menyatakan bahwa sesungguhnya Budhisme bukan agama melainkan filsafat). Durkheim memberi catatan maka semua agama mensyarakat pembatas antara yang sacred dan yang profane dan mengemukakan definisi agama:

Suatu agama adalah kesatuan sistem keyakinan dan praktik-praktik yang berhubungan dengan suatu yang sacred, yakni segala sesuatu yang terasingkan dan terlarang, keyakinan-keyakinan, dan praktik-praktik yang menyatu dalam suatu komunitas moral yang disebut gereja, di mana semua orang tunduk kepadanya.11

10 Ibid., 7

11 Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta: PT. LKIS Printing Cemerlang, 2002), 18-20

(6)

Dari beberapa definisi teori agama di atas, maka penulis akan menerapkan teori antropologi agama yang dikemukakan oleh Emile Durkheim. Emile Durkheim adalah seorang sosiologi atau antropologi Perancis, yang mengutarakan agama sebenarnya adalah "bentuk sosiologis primitif", dan agama adalah penafsir dan sumber tatanan sosial. Oleh karena itu, tidak ada masyarakat yang dapat berdiri sendiri tanpa perasaan dan bentuk perilaku keagamaan. Ekspresi keagamaan akan selalu masuk dalam setiap acara sosial. Sudut pandang Durkheim menarik dan membantu penyebaran agama, terutama ke kalangan agama atau teolog. Durkheim mengatakan bahwa “agama adalah kebutuhan logis”, jadi logikanya adalah bahwa agama bukan hanya fakta sejarah, tetapi juga fakta sosial; jika masyarakat ada, maka agama juga harus ada. Meskipun disadari bahwa tingkat "kebutuhan" akan agama tergantung pada komunitas itu sendiri, suatu masyarakat dengan dinamika dan struktur sosial tertentu.12

3. Agama Yang Sacred (Sakral) Dan Profan Teori Emile Dhurkheim a) Agama Sakral Perspektif Emile Dhurkheim

Teori kebenaran dalam agama, Durkheim memiliki pedapat maka fakta sosial, jadi mendasar dengan fakta individu, melainkan individu kadang disalahfaham saat pandangan nya cukup berpengaruh dalam suatu masyarakat dan kurang diperhatikan secara teliti, Durkheim menganggap akan sia-sia jika sesorang hanya memahami individu melalui faktor

12 Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama: Upaya Memahami Keragaman, Kepercayaan, Keyakinan, dan Agama, (Bandung: ALFABETA, 2011), 7-8

(7)

biologis, psikologis, atau hanya keperluan pribadinya, sebaiknya individu diterangkan lewat masyarakat, maka masyarakat diterangkan melalui sosial.13 Menurut Durkheim dianggap “seluruh primitif” dan paling sederhana, sejak awal Durkheim sudah mengeklaim bahwa masyarakat pritif tidak mengenal dengan “dua dunia” yang berbeda yaitu “natural”

dan “supranatural”sebagaimana yang dipikirkan oleh masyarakat maju (masyarakat modren), sebab menurut Durkheim pemikiran yang primitif tidak dipengaruhi dengan ilmu sains.14

Menurut Durkheim, primitif mempunyai arti organisasi masyarakat yang didalamnya terdapat kesederhanaan, agama primitif juga dapat dikatakan dapat menjelaskan tentang hakekat regiulitas manusia, agama primitif juga berpengalaman memperlihatkan aspek manusia yang paling fundamental dan permanen, agama primitif dianggap agama yang sangat baik karena dapat menyediakan kebutuhan reguilitas secara merata.

Karena tidak semua mempunyai dewa-dewi yang dijelaskan pada agama- agama terdahulu walaupun agama primitif juga mempercayai tentang suprantural. Tidak terlepas dengan agama Budhisme yang mempercayai dewa-dewi, budha ialah agama yang, melainkan tidak menguasai ide Tuhan dan roh dan ada juga ajaran tentang budha yang menampik kehadiran Tuhan dan dewa-dewi, selanjutnya tidak ada ritual-ritual yang berhubungan dengan Tuhan dan roh-roh. Maka, agama tidak lebih dari sekedar gagasan tentang Tuhan dan roh-roh, Emile Durkheim menjelaskan

13 Muhamad Fajar Pramono,” Sosiologi Agama Dalam Konteks Indonesia”, (Ponorogo: Unida Gontor Press, 2017)

14 Kamarudin, “Fungsi Sosiologi Agama (Studi Profan Dan Sakral Menurut Emile Durkheim)”(Universitas Surakarta, 2011). 163.

(8)

agama secara sakral (Sacred). Ini berrati bahwa agama adalah suatu keyakinan dan prakte-praktek yang berhubungan dengan yang sakral, sesuatu yang disisihkan dan dianggap yang terlarang.15

Pada pengamatan selanjutnya, Durkheim menemukan bahwa ciri paling mendasar dari setiap kepercayaan agama tidak terletak pada unsur

"supranatural", tetapi pada konsep "Suci", di mana terdapat perbedaan mendasar antara yang supernatural dan yang ilahi. Durkheim percaya bahwa semua kepercayaan agama, baik yang sederhana maupun yang kompleks, menunjukkan ciri yang sama, pemisahan "suci" dan "profan", yang dikenal sebagai "alami" dan "Supernatural." Durkheim menambahkan bahwa hal-hal "suci" selalu diartikan sebagai hal-hal yang superior, kuat yang biasanya tidak tersentuh dan selalu dihormati. Hal-hal

"duniawi" adalah bagian dari kehidupan sehari-hari dan bersifat duniawi.

16

Durkheim mengatakan, bahwa fokus utama agama adalah “sakral”

karena pengaruhnya yang luas, Menentukan kesejahteraan dan kepentingan semua anggota masyarakat. Duniawi tidak memiliki banyak pengaruh, itu hanya refleksi harian dari semua orang. Oleh karena itu, Durkheim mengingatkan, dikotomi "sakral" dan "sekuler" tidak boleh ditafsirkan sebagai konsep perpecahan moral, yaitu sakral sebagai "baik"

dan sekuler sebagai "buruk". Menurut Durkheim, yang baik dan yang buruk keduanya "suci" dan "sekuler". Melainkan yang sakral tidak bisa

15 Ibid., 164

16 Emile Durkheim, “The Elementary Forms Of Religious Life, Terj. Inyak Ridwan Muzir, Sejarah Agama,”

(Ircisod, Yogyakarta, 2003), 19.

(9)

membentuk profan dan sebaliknya, yang profan tidak bisa membentuk sakral. Mulai keterengan ini, fokus utama agama adalah mengikuti kegiatan yang suci.17

b) Agama Profan Dalam Perspektif Emile Durkheim

Pandangan Emile Durkheim, pola masyarakat beragama tetap dipilih saat dua pendapat, yaitu sakral dan profane. Pembagian kedua sudut pandang ini didasarkan pada pemahaman kelompok agama tentang semua entitas material dalam kenyataan. Entitas fisik adalah kemungkinan entitas terbilang bahwa bersandar pada entitas absolut. Masing-masing masyarakat beragama dapat memahami entitas seluruhnya dengan ciri agama- entitas materi- melalui pendekatan akal. Upaya menuntun masyarakat beragama mengarah keabsahan berkarakter ilmiah, akibatnya masyarakat beragama mampu menangkap makna simbol-simbol agama selaku mendalam. Pandangan tentang simbol agama berwatak transenden- sakral-, sebab masyarakat beragama mendapatkan makna dari simbol agama. Mengenai sikap profan yang memandang secara entitas seperti makna besar untuk sampai kepada kesempurnaan. Sikap profan sebab tinggi nya pandangan terhadap segenap entitas di realitas, tingginya kekuatan imajinasi dalam masyarakat menjadikan sikap dan paradigma dalam menjalankan suatu agama.18

17 Kamarudin., Ibid., 165

18 Nurul Khair, “Pengaruh Sikap Profan Terhadap Paradigma Masyarakat Beragama Perspektif Emile Durkheim”, (Jurnal: Sosiologi Agama: Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama Dan Perubahan Sosial, Vol 14, No.02, 2020), 207.

(10)

Segala etnitas didapatkan manusia dengan persepsi manusia yang membentuk gambaran, adanya gambaran-gambaran tersebut yang dipengaruhi oleh emosional manusia yang berada dibawah alam sadar manusia, sehingga mengkuatkan imajinasi manusia dalam paradigma agama yang beragam. Setiap masyarakat mengeklaim bahwa agama yang di anut adalah sesuatu yang benar, akibatnya, manusia menjaga jarak antara dirinya dengan ideologi yang bertentangan dengan yang berada diluaran. Sikap mengatur berbenturan pada tindakan manusia dalam interaksi sosial. Interaksi sosial dibangkitkan dengan nafsu keinginan dan emosional manusia menyebabkan adanya tindak kekerasan, deskriminasi, dan kebencian dalam bingkai kepercayaan masyarakat beragama.19

Emile Durkheim menyebutkan bahwa kesalahan menggunakan indera sebagai media mutlak untuk realisasi kebenaran adalah kesalahan mendasar, karena entitas material tidak dapat membawa manusia ke patung entitas immaterial. Sikap masyarakat primitif terhadap benda- benda tersebut dipengaruhi oleh persepsi. Durkheim menjelaskan bahwa kekuatan persepsi tidak dapat digunakan sebagai alat untuk membuktikan kebenaran karena persepsi itu sendiri terbatas. Keterbatasan persepsi itu sendiri merupakan suatu kelemahan, sehingga yang lemah tidak dapat menuntun kepada sumber kebenaran—sesuatu yang mutlak. Emile Durkheim percaya bahwa agama membantu menyatukan masyarakat.

Kesatuan antar kelompok agama menggambarkan kedamaian dan

19 Nurul Khair, “Ibid”, 207.

(11)

peradaban damai di mana orang hidup, Karena setiap kelompok agama meyakini adanya satu sumber kebenaran pada tahap abstrak. Menurut Emile Durkheim, tahap abstrak adalah tahap kehidupan dan peradaban tertinggi dalam dunia keagamaan, karena dunia keagamaan mengetahui bahwa ada sumber kebenaran objektif dalam realitas. Pandangan objektif merupakan hasil konstruksi rasional yang mengakui sumber kebenaran melalui entitas material dalam realitas, dengan implikasi bahwa kebenaran dapat dicapai oleh setiap masyarakat tanpa harus menjaga jarak antara keyakinan yang satu dengan yang lain, sehingga memungkinkan kelompok agama untuk Hidup dalam damai.20

Emile Durkheim melihat kekerasan sebagai sikap. Diskriminasi dan kebencian antar umat beragama modern – panggung modern – adalah sebuah kesalahan untuk membenarkan simbol-simbol agama. Masyarakat beragama didasarkan pada kekuatan persepsi untuk membenarkan kebenaran dalam kenyataan. Akibatnya, kelompok agama menganggap entitas material sebagai entitas ilahi, seperti pendapat masyarakat primitive-animisme-. Daya persepsi merupakan sumber keterbatasan yang menjangkau entitas materi secara partikular di realitas. Dampak signifikan sebagai tanggapan tentang contoh masyarakat beragama yaitu adanya pendapat subjektif dan perbuatan memastikan diri tentang keyakinan di balik dirinya. Emile Durkheim memahami masyarakat modern mesti mendalami dan mengetahui pemikiran masyarakat beragama di fase

20 Nurul Khair, “Ibid”, 208.

(12)

abstrak, sehingga masyarakat beragama modern dapat bersifat objektif dalam mencapai kebenaran.21

B. Puasa

1. Puasa Perspektif Sacral Emile Durkheim

Puasa selayaknya ditinjau melalui sudut pandang konsep Emile Durkheim, sebab puasa adalah peribadatan suci mengarah ketaatan. Dalam teori Emile Durkhem, disebut "sakral" atau "profan" untuk menggambarkan kebalikan dari konsep "sekuler" atau "duniawi" atau "materi". Suci digambarkan sebagai sesuatu selain materi atau materi di alam, yang ada di dunia individu atau komunitas kepercayaan dan masyarakat, dengan efek ketaatan atau ketaatan. Jika karakter sekuler dapat diamati dalam penampilan dan bentuk, ketuhanan hanya dapat dilihat dalam kinerja aktor yang mematuhi apa yang mereka yakini. 22

Yang Sakral tersebut memiliki dimensi belief, ritual dan performance. Sisi keyakinannya berada di dalam pemikiran dan sesuatu dibalik pemikirannya, sedangkan dimensi ritual terdapat di dalam perilaku yang tampak dan dapat diobservasi sebagai akibat keyakinan dimaksud. Sedangkan performancenya dapat dilihat dari tampilan-tampilan eksternal, misalnya gaya berpakaian, gesture, dan bahan-bahan ritual yang digunakannya.23

Manusia memiliki ada dua kecenderungan untuk melakukan salah satu dari dua hal, agama atau magi, dan dapat menggunakan keduanya juga.

Penggunaan agama atau magi pada hakikatnya adalah pemuasan keinginan

21 Emile Durkheim, “The Elementary Forms Of The Religious Life”, (Yogjakarta: Ircisod, 1965), 129.

22 Mircea Eliade, Sakral dan Profan, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), 167

23 Ibid, 169

(13)

manusia sekaligus keinginan ilahi. Manusia memang memiliki unsur-unsur yang saling melengkapi. Manusia juga terbentuk dari jasad fisikal, yang memerlukan kebutuhan hidup yang berupa materi, lalu ruh memerlukan juga kebutuhan ruhaniyahnya dan ruh itu merupakan pancaran Tuhan. Itu sebabna manusia selalu berusaha menciptakan instrumen untuk menemukan cara agar bisa berhubungan dengan Tuhan, Yang Maha Suci. Dan juga unsur nafsu dan jiwa yang menjadi mediator antara fisik dan jasad manusia dengan ruh Tuhan atau ruh pancaran Tuhan di dalam diri manusia.24

2. Puasa Menurut Agama Hindu

Dalam agama Hindu puasa dinamakan upawasa. Berpuasa diartikan sebagai tidak makan dan tidak minum pada waktu-waktu tertentu. Upawasa dapat dibedakan dalam pengertian yang sempit dan luas. Dalam pengertian yang sempit upawasa dapat diartikan sebagai dengan sengaja tidak makan dan tidak minum, termasuk pengendalian panca indra. Sedangkan dalam pengertian yang luas upawasa dapat diartikan sebagai melaksanakan pantangan, pengekangan atau pengendalian keinginan atau pengendalian diri untuk tidak berpikir, berkata dan berbuat yang bertentangan dengan ajaran agama Hindu.25

Dasar hukum mengenai puasa dalam agama Hindu terdapat dalam Atharwa Veda XII. 1. 1, yang berbunyi:

Satyam brhad rtam ugram Diksa tapo brahma yajnah

Prthuvim dharayanti sano Bhutasya bhany asya patnyumlokam Artinya:

24 Elly M. Setiadi Dan Usman Kolip, “Pengantar Sosiologi”, (Jakarta: Kencana Prenada, 2010), Hlm, 1.

25 K.M. Suhardana, Upawasa, Tapa, Dan Brata Berdasarkan Agama Hindu (Surabaya: Paramita, 2006), 4

(14)

Kebenaran hukum yang agung yang kokoh suci Tapa, Brata, doa dan korban suci (ritual). Inilah yang menegakkan bumi, semoga bumi itu, ibu kami sepanjang masa menyediakan yang luas bagi kami.26

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa ada enam unsur yang dapat menegakkan bumi, yaitu: Satya (kebenaran), Rta (Hukum), Tapa-Brata, Diksa (pensucian), Brahma dan Yajna (korban), Dimana Tapa-Brata (termasuk didalamnya puasa) termasuk salah satu unsur yang dapat menegakkan bumi.

Disamping itu juga Tapa-Brata sebagai salah satu unsur untuk menjungjung Dharma.

Selanjutnya terdapat dalam kitab Smriti juga terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang puasa yaitu di dalam Bhagawad gita XVIII. 3 yang berbunyi:

Tyajyam Dosa-vad ity ekeKarma prahur manisinah Yajna dana tapah KarmaNa tyajyam iti capare Artinya:

Beberapa orang yang bijaksana menyatakan bahwa segala Jenis kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala hendaknya ditinggalkan sebagai kegiatan yang salah, namun rsi-rsi lain yakin bahwa perbuatan korban suci, kedermawanan dan pertapaan hendaknya pernah ditinggalkan.

Selanjutnya dalam Bhagawad gita XVIII.5:

Yajna dana tapah karma na tyajyam karyam eva tat Yajna danam tapas caiva pavanani manisinam Artinya:

26 Nurjaman, Peran Puasa dalam Agama Hindu dan agama Islam (Jakarta: Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2015), 17-18.

(15)

Perbuatan korban suci, kedermawanan dan pertapaan tidak boleh ditinggalkan; kegiatan itu harus dilakukan. Roh-roh mulia sekalipun disucikan oleh korban suci, kedermawanan dan pertapaan.27

Dari kedua ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Dana, Upacara dan Tapa-Brata, adalah harus dilaksanakan jangan sampai ditinggalkan oleh seluruh umat Hindu. Karena dengan Dana, Upacara, Tapa-Brata akan dapat mensucikan diri dan juga dpat mensucikan alam semesta. Jadi demikian luasnya kegunaan Dana, Upacara, Tapa-Brata ini sehingga harus dilakukan dengan sungguh- sungguh dan tanpa mengharapkan pahala. Tetapi dalam pelaksanaan puasa ini tidak dengan cara yang berlebihan, sehingga semua kegiatan itu diatur dengan disiplin agar kehidupan spiritual dapat ditempuh dengan baik. Perintah puasa juga sudah diatur dalam kitab Yajur Veda yang berbunyi:

Agne vratapate vrataṁ Cariṣyāmi tacchakeyaṁ tan me rādhyatām, Idam aham anṛtāt satyam upaimi

Artinya:

Ya Tuhan dalam wujudmu sebagai Sang Hyang Agni. Penguasa dari sumpah puasa, hamba bertekad untuk melaksanakan sumpah puasa.

Semoga hamba mampu menyelesaikan sumpah puasa hamba ini dengan sukses. Bersama ini hamba bersumpah untuk meninggalkan kebohongan dan menjalankan kebenaran.28

Dasar mengenai puasa dalam agama Hindu tidak hanya terdapat dalam kitab Veda (baik Sruti dan Smriti) saja melainkan terdapat juga dalam sastra- sastra Hindu. Seperti yang terdapat dalam kitab Sarasmucayya. Kitab Sarasmucayya adalah salah satu kitab suci kelompok Nibanda yang membahas tentang ajaran Susila Dharma untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu

27 Ibid.., 17-18.

28Kitab, Yajur Veda 1.5

(16)

Dharma, Artha, Karma, dan Moksa. Pada dasarnya puasa berarti mendekatkan diri kepada Tuhan melalui pengendalian indria atau indra. Puasa dalam kaitan hukum Hindu adalah sebagai Penebusan Dosa.29

Puasa yang dilakukan umat Hindu seolah-olah berupaya untuk membangun relasi antara dirinya kepada Tuhanya agar mendapatkan keberkahan dari Sang Yang Widhi Wasa. Puasa di instrumenkan untuk menjadi suci, makanya orang yang melakukan puasa pada akhirnya akan bisa mereguk kesucian. Manusia akan kembali suci, makanya tujuan puasa itu “untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhannya” yang mana makna termonologisnya yaitu menjadi kembali sucisebagaiman kita dilahirkan kembali oleh ibunya. Dalam agama Hindu puasa disebut dengan upawasa, berpuasa diartikan sebagai tidak makan dan tidak minum pada waktu-waktu tertentu. Puasa menurut umat Hindu disini tidak hanya sekedar menahan haus dan lapar, tidak hanya untuk merasakan bagaimana menjadi orang miskin dan serba kekurangan, dan tidak saja untuk menghapus dosa dengan janji surga. Puasa menurut Hindu adalah untuk mengendalikan nafsu indria, mengendalikan keinginan. Indria haruslah berada dibawah kesempurnaan pikiran, dan pikiran berada dibawah kesadaran budhi. Jika indria kita terkendali, pikiran kita terkendali maka kita akan dekat dengan kesucian, dekat dengan Tuhan.30

Manusia semenjak semula memang memiliki kecenderungan untuk mempercayai terhada keberadaan Tuhan. Jika mengacu pada konsepsi kebutuhan,

29 Artikel di akses pada tanggal 19 Januari 2022 dari https://id.hukumhindu.blog.com.Artikel puasa menurut hukum hindu.

30 Wawancara dengan pemuka Agama Hindu Bapak Sunarto, 26 Maret 2022

(17)

maka manusia tidak hanya berkebutuhan fisik-biologis,pengakuan dan penghargaan, keamanandan kenyamanan, akan tetapi juga kebutuhan berketuhanan. Makanya disetiap masyarakat, bagaimana pun primitifnya, maka Tuhan selalu dihadirkan di dalam kehidupannya.31

Puasa yang kita lakukan merupakan upaya untuk membangun relasi antara tubuh, jiwa dan ruh demi untuk memperoleh ridha Tuhan. Makanya, puasa merupakan instrumen untuk membangun relasi baik dengan Tuhan, manusia dan juga alam semesta. Itulah makna bahwa ibadah lainnya itu semua berfungsi untuk kemanusiaan kita, sedangkan puasa adalah untuk Tuhan Sang Yang Widhi Wasa.

Bahwa puasa memiliki fungsi untuk mengoptimalkan peran ruh agar berseirama dengan kemauan Tuhan untuk kita.32

Jadi puasa itu diartikan dan bertujuan untuk membawa manusia kejalan yang suci, dengan cara yang khusus, seperti halnya beribadah yang baik yaitu dengan cara berdoa maka puasa juga dianggap sebagai doa secara fisik dan jiwa yang disatukan dengan roh. Maka dari itu membuat manusia menjadi perilaku baik dan bermanfaat, puasa bukan hanya menahan lapar dan haus saja tetepi untuk melatih kesabaran diri.

Agama Hindu mempuyai beberapa jenis dalam berpuasa diantaranya yaitu:

1. Puasa (Upawasa) yang wajib

31 Dr. Sugeng Pujileksono, M. Si., Pengantar Antropologi, (Malang: Intrans Publishing, 2016), 93

32 Wawancara dengan pemuka Agama Hindu Bapak Sunarto, 26 Maret 2022

(18)

Puasa yang wajib adalah Siwararti jatuh setiap panglong ping 14 Tilem Kapitu atau Prawaning Tilem Kapitu, yaitu sehari sebelum tilem.

Puasa total tidak makan dan minum apapun dimulai sejak matahari terbit sampai dengan matahari terbenam.33

Nyepi jatuh pada penanggal ping pisan sasih kedasa. Puasa total tidak makan dan minum apapun dimulai sejak fajar hari itu hingga keesokan harinya. Puasa untuk menebus dosa dinamakan dalam Veda Samrti untuk Kaliyuga: Parasara Dharmasastra, sebagai “Tapta Krcchra Vratam”.34

2. Puasa yang tidak wajib

Puasa yang tidak wajib adalah puasa yang dilaksanakan di luar ketentuan seperti yang di atas, misalnya pada hari-hari suci: Odalan, Anggara kasih, dan Buda kliwon. Puasa ini diserahkan pada kebijakan masing-masing, apakah mau siang hari saja ataupun satu hari penuh.

Ingat bahwa pergantian hari menurut Hindu adalah sejak fajar sampai fajar besoknya; bukan jam 00 atau jam 12 tengah malam. Puasa yang berkaitan dengan upacara tertentu, misalnya setelah mawinten atau mediksa, puasa selama tiga hari hanya dengan makan nasi kepel dan air kelungah nyuh gading.35

3. Puasa berkaitan hal-hal tertentu

33 Ibid., 4.

34 Tapta krcchra vratam: puasa selama tiga hari dengan tingkatan puasa: minum air hangat saja, susu hangat saja, mentega murni saja tanpa makan dan minum sama sekali.

35 Sri Svani Sivananda, Hari Raya & Puasa dalam Agama Hindu, 143.

(19)

Puasa berkaitan dengan hal-hal tertentu: sedang bersamadhi, meditasi, sedang memohon petunjuk kepada Hyang Widhi, setiap saat (tidak berhubungan dengan hari rerainan) dan jenis puasa tentukan sendiri apakah total (tidak makan dan minum sama sekali) selama satu hari satu malam atau seberapa mampunya. Memulai puasa dengan upacara sederhana yaitu menghaturkan canangsari kalau bisa dengan banten pejati memohon pesaksi serta kekuatan dari Hyang Widhi.

Mengakhiri puasa dengan sembahyang juga banten yang sama.

Makanan sehat yang digunakan sebelum dan sesudah puasa terdiri dari unsur-unsur: beras (nasi) dengan sayur tanpa bumbu keras, buah- buahan, susu, madu, dan mentega.36

Aturan-aturan atau tata cara berpuasa bermacam-macam, antara lain:

Upawasa yang dilaksanakan dalam jangka panjang lebih dari sehari, di mana pada waktu siang tidak makan/minum apa pun. Yang dinamakan siang adalah sejak hilangnya bintang timur daerah timur sampai timbulnya bintang-bintang di sore hari; Upawasa jangka panjang antara 3-7 hari dengan hanya memakan nasi putih tiga kepel setiap enam jam; Upawasa jangka pendek selama 24 jam tidak makan/minum apa pun disertai dengan mona (tidak berbicara), dilaksanakan ketika Siwaratri dan sipeng (Nyepi); Upawasa total jangka pendek selama 24 jam dilaksanakan oleh para wiku setahun sekali untuk menebus dosa-dosa karena memakan sesuatu yang dilarang tanpa sengaja; puasa itu dinamakan santapana atau kricchara; Upawasa total jangka pendek selama 24 jam dilaksanakan oleh

36 Ibid., 144..

(20)

para wiku setiap bulan untuk meningkatkan kesuciannya, dinamakan candrayana.37

3. Perbedaan Puasa Agama Hindu Dan Agama Yang Lain

Banyaknya agama di dunia ini, mungkin ada perbedaan dan persamaan dalam konsep pengajaran antara satu agama dengan agama yang lainnya. Kadang- kadang ada perbedaan hal-hal non prinsip, seperti ibadah, tetapi mungkin juga ada perbedaan prinsip dan sifat dasar. Seperti halnya puasa yang menjadi salah satu upacara keagamaan atau peribadatan agama yang selalu dilakukan oleh umat agama di dunia. Meskipun jumlah metode dan kuantitas puasa berbeda-beda antara satu agama dengan agama yang lainnya.38

Berikut perbedaan puasa agama Hindu dan agama-agama yang lain:

1. Agama Islam

Puasa dalam agama Islam yaitu menahan makan dan minum serta menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Puasa wajib dalam agama Islam yaitu puasa ramadhan, sedangkan puasa sunah yaitu puasa enam hari bulan syawal, puasa yaumul bit, puasa arofah, puasa asyuro, dan puasa senin kamis.39 Perintah puasa dalam agama Islam terdapat dalam kitab suci Al-qur’an yang berbunyi sebagai berikut:

َن ْوُقَّتَت ْمُكَّلَعَل ْمُكِلْبَق ْن ِم َنْيِذَّلا ى َلَع َبِتُك اَمَك ُماَي ِ صلا ُمُكْيَلَع َبِتُك ا ْوُنَمٰا َنْيِذَّلا اَهُّيَآٰٰي Artinya :

37 Artikel di akses pada tanggal 20 Januari 2022, https://id.wikipedia.org/wiki/Hindu.

38 Nurcholish Madjid, Puasa Titian Menuju Rayyan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 8

39 Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1998), 276

(21)

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Qs. Al- Baqarah Ayat 183). 40

Bagi umat Islam puasa merupakan kewajiban, motivasi puasa bagi umat Islam adalah sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW dengan aturan kitab suci Al-qur’an. Tujuan puasa menurut islam terletak pada hubungan seseorang kepada Allah SWT dan bertaqwa kepadanya. Waktu berpuasa dalam Islam, satu hari puasa ditentukan kapan mulai berpuasa (setelah sahur ketika terbit fajar) dan kapan boleh tidak berpuasa (berbuka, setelah terbenamnya matahari sampai menjelang fajar).

Lamanya hari berpuasa jika puasa wajib maka selama satu bulan di dalam bulan Ramadhan, umat Islam berpuasa. Namun jika puasa sunah mak tergantung hari-hari puasa sunah tersebut. Seorang muslim bisa memilih puasa sunah senin dan kamis, puasa yaumul bit pada tanggal 13, 14, 15 setiap bulannya. Pelaksanaan puasa jika puasa dilakukan adaah puasa sunah, maka tiap individu tidak sama pelaksanaanya. Namun jika puasa wajib di bulan ramadhan maka umat Islam bisa melakukan secara bersamaan. Khusus di bulan ramadhan umat Islam mempunyai serangkaian ibadah yang yang melengkapi puasa ramadhan antara lain sholat tarawih, tadarus (membaca atau mengkhatamkan bacaan Al- Qur’an), membayat zakat.41

40 Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), 44

41 Ibid, Mohammad Daud, 278

(22)

Puasa adalah bagaian tak terpisahkan dari umat Hindu. Puasa di dalam agama Hindu sangat beragam karena tergantung adat lokal dan kepercayaan masing-masing. Sebagian umat Hindu berpuasa pada hari- hari tertentu di setiap bulan. Misalnya “ekadasi” yaitu puasa hari ke 11 dari setiap bulan lunar. Lalu ada “purnama” yaitu puasa saat bulan purnama. Dalam agama Hindu puasa adalah pengendalian panca indra puasa biasa diartikan sebagai tidak makan dan tidak minum pada waktu- waktu tertentu.42 Perintah puasa dalam agama Hindu di atur dalam kitab Atharwa Veda XII. 1.1, yang berbunyi:

Satyam brhad ugram Diksa tapo brahma yajnah

Prthuvim dharayanti sano Bhutasya bhany asya patnyumlokam Artinya:

Kebenaran hukum yang agung yang kokoh suci Tapa, brata, doa dan korban suci (ritual) inilah

Yang menegakkan bumi semoga bumi ini, Ibu kami sepanjang masa menyediakan yang luas bagi kami.

Didalam agama Hindu juga ada beberapa jenis puasa wajib dan puasa sunah, dan puasa hari-hari tertentu. Puasa wajib yaitu puasa hari siwararti jatuh setiap panglong ping 14 tilem kapitu, puasa total tidak makan dan minum apapun dimulai sejak matahari terbit sampai dengan matahari terbenam. Selanjutkan puasa Nyepi puasa total tidak makan dan minum apapun dimulai sejak fajar hari itu hingga keesokan harinya, puasa ini bertujuan untuk menebus dosa. Puasa yang tidak wajib biasanya dilaksanakanmdi luar ketentuan seperti misalnya pada hari-hari suci:

odalan, anggaran kasih, dan buda kliwon.

42 Ibid, 125

(23)

Selanjutnya, orang muslim dianjurkan puasa senin dan kamis, maka Hindu juga hampir serupa. Mereka disarankan puasa kamis saja. Ini dapat di jumpai pada masyarakat Desa Besowo yang beragama Hindu.

Sebelum berbuka puasa di bulan ramdhan, biasanya umat Islam memiliki tradisi ngabuburit, mengaji sebelum berbuka (kultum), sedangkan di agama Hindu memiliki tradisi mendengarkan cerita-cerita tentang dewa- dewa mereka. Kenapa di Hindu dianjurkan puasa hari kamis, karena hari ini diperuntukkan untuk menyembah “Dewa Vrihaspati”. Tujuan tersebut, pada hari kamis mereka menghiasi sesuatu dengan warna kuning. Mulai dari pakaian sampai makanan semua serba kuning. 43

Cara berpuasanya orang Hindu pun beragam. Ada yang tidak makan dan minum sejak matahari tenggelam, sampai 48 menit setelah matahari terbit hari berikutnya. Puasa dapat berbentuk pembatasan diri dari jenis makanan tertentu. Atau hanya makan makanan yang telah ditententukan saja.

2. Agama Budha

Ajaran puasa dalam agama Budha termasuk dalam bagian atthasila yang jumlahnya ada delapan yaitu: menghindari pembunuhan makhluk hidup, menghindari perbuatan mengambil barang yang tidak diberikan, menghindari hubungan kelamin, menghindari ucapan salah, menghindari segala minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran, menghindari makanan-makanan (yang tidak diizinkan) pada waktu yang salah (setelah jam 12 siang), menghindari menari menyanyi, bermain

43 Ibid, 127

(24)

musik dan melihat pertunjukan, memakai kalungan bunga, perhiasan, wangi-wangian dan kosmetik untuk menghiasi dan mempercantik diri, menghindari penggunaan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi dan mewah.44

Persamaan puasa Hindu dan Budha dapat dilihat dari segi waktu.

Waktu dimana kedua agama ini melakukan pauasa adalah pada saat bulan gela dan bulan terang. Dalam agama Hindu dikenal dengan istilah purnama dan tilem, purnama dan tilem dirayakan untuk memohon berkah dan karunia dari Hyang Widhi. Hari purnama, sesuai dengan namanya, jatuh setiap malam bulan penuh. Sedangkan hari tilem dirayakan setiap malam pada waktu bulan mati. Kedua hari suci ini dirayakan setiap 30 atau 29 hari sekali. Pada hari purnama dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Chandra, sedangkan pada hari tilem dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Surya. Keduanya merupakan manifestasi dari Hyang Widhi yang berfungsi sebagai pelebur segala kotoran. Pada kedua hari ini hendaknya diadakan upacara persembahyangan dengan rangkaiannya berupa upakarya yadnya.45

Begitu pula dalam agama Budha, ada makna religius khusus terutama pada bulan purnama karena peristiwa-peristiwa penting tertentu sehubungan dengan hidup sang Budha terjadi pada bulan purnama. Sang Budha terlahir pada hari bulan purnama, peristiwa meninggalkan keduniawiannya terjadi pada bulan purnama, pencerahannya,

44 Dhammananda Sri, Keyakinan Umat Budha. (Terj. Ida Kurniati. Cet 3. Tk. Karaniya, 2005), 80

45 Muhammad Iskandar Zulkurnain, Ajaran Puasa Dalam Agama Hindu dan Budha, (Banjarmasin: Skripsi, Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin, 2018), 98

(25)

pembabaran ceramah pertamanya, wafatnya dan banyak kejadian penting lainnya. 46

3. Agama Kristen

Berpuasa di dalam kristen itu secara definitif. Yaitu ada banyak kelompok berbeda dengan pendapatnya masing-masing. Misalnya, bagi kelompok ‘Kristen Kharismatik’ puasa bisa dilakukan kapan saja. Yakni satu atau dua hari dalam seminggu. Berbeda dengan kelompok ‘Kristen Ortodoks’ yang berpuasa pada hari Rabu dan Jumat. Yang jelas, tak ada bulan yang dikhususkan untuk berpuasa seperti dalam ajaran Hindu. Dalil mengenai berpuasa bagi umat Kristiani sendiri termaktub kala Yesus berkhotbah di atas bukit. Alkitab dengan gamblang mengungkapkan ajaran berpuasa itu pada Matius 6:16:

"Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu:

Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.” 47

Berpuasa di dalam ajaran Kristen pun tak memiliki ganjaran pahala atau pun surga. Berpuasa lebih sebagai wujud syukur manusia atas kasih yang diberikan Tuhan. Cara menjalankan puasa umat Kristen biasanya dilakukan kapan saja. Yakni satu atau dua hari dalam seminggu. Dalam agama Kristen berpuasa pada hari Rabu dan Jumat, yang jelas tak ada bulan yang dikhususkan untuk berpuasa seperti dalam agama Hindu.

Tetapi dalam agama Hindu ada bulan dan hari-hari tertentu untuk

46 Ibid, 99

47 Kitab suci Matius 6:16

(26)

berpuasa contoh halnya puasa pada hari kamis, dianjurkan puasa hari kamis karena untuk memperingati menyembah “Dewa Vrishaspati”, puasa purnama dan tilem.48

4. Agama Konghucu

Puasa dalam agama Konghucu pada waktu yang sama ketika bulan purnama atau tanggal 1 dalam kalender Budha, umat konghucu melakukan sembahyang Lintang. Sebelum bersembahyang, umat Konghucu dianjurkan untuk berpuasa. Biasanya tiga hari sebelum sembahyang, umat Konghucu harus terlebih dulu berpuasa. Puasa dalam Konghucu ini berbeda dari konsep puasa menahan haus dan lapar.

Bentuk berpantangan beragam, tergantung kebiasaan seseorang. Jika seseorang terbiasa mengonsumsi daging, maka selama tiga hari sebelum sembahyang hari raya, mereka berpantang memakan daging.49

Jika umat Konghucu berpuasa untuk memantaskan diri bertemu dengan Tuhan, umat Hindu memiliki makna yang berbeda tetapi masih terkait dengan Tuhan. Dalam agama Hindu puasa berati mendekatkan diri kepada Tuhan. Puasa yang dilakukan tidak makan dan minum sejak matahari terbit sampai matahari terbenam, biasanya terus melakukan sembahyang di Pura. Selain puasa Siwararti puasa wajib juga dilakukan pada hari raya Nyepi, bedanya dalam puasa Nyepi tidak makan dan minum selama 24 jam penuh, sejak pagi hingga pagi lagi.50

48 White, James F, Pengantar Ibadah Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, Cet:1), 15

49 Diakses pada 10 Juli 2022, https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/cara-buddha-hindu-dan-konghucu- mengajarkan-puasa-cp6p

50 Wawancara dengan pemangku doa di Pura Karya Dharma Santi, Bapak Mangku Gunawan, 15 Maret 2022

(27)

4. Hubungan Puasa dan Resiliensi

Resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas insan yang dimiliki oleh seseorang, kelompok, atau masyarakat yang memungkinkan untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, bahkan merubah kondisi yang menyesatkan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Menurut Hadiyanti, Nurwati dan Darwis mengatakan bahwa resiliensi dapat didefinisian sebagai kapasitas, kemampuan, proses, serta hasil adaptasi seseorang terhadap perubahan, tekanan atau kekecewaan yang dialami oleh dirinya dengan cara yang lebih positif. 51

Seseorang yang resiliensi bukan individu yang imun, tahan dan dapat terbebas sama sekali dari tekanan. Individu resiliensi bukan seseorang yang sakti mandraguna, memiliki tameng sedemikian rupa sehingga selalu bebas dari berbagai kesulitan. Konsep resiliensi tidak menggambarkan hal yang demikian, ketika menghadapi situasi yang menekan, individu resiliensi tetap merasakan berbagai emosi negatif atas kejadian traumatik yang dialami. Mereka tetap merasakan marah, sedih, kecewa, bahkan cemas, khawatir, dan takut, sebagaimana orang lain pada umumnya. Hanya saja, individu resilien memiliki cara untuk segera memulihkan kondisi psikologisnya, lalu bergerak bangkit dari keterpurukan.52

Resiliensi menurut Grotberg merupakan kapasitas manusia untuk menghadapi, mengatasi, menjadi kuat, dan bahkan berubah karena pengalaman

51 Dr. Wiwin Hendriani, M. Si, Resiliensi Psikologis, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), 2

52 Ibid., 3

(28)

yang penuh tantangan yang diaalami. Individu yang resilien akan mampu mengambil makna positif dari kejadian yang dialaminya dan bahkan mampu menjadikan dirinya lebih baik dari sebelumnya. Setiap individu memiliki kapasitas untuk menjadi resilien. Pada dasarnya setiap individu dapat belajar cara menghadapi tantangan dalam hidupnya. Individu akan menjadi lebih kuat karena hal yang terjadi dalam kehidupannya akan membentuknya. Individu juga akan menjadi mampu beradaptasi terhadap kondisi yang terjadi di hidupnya dan mampu untuk bertahan dalam kondisi yang kurang menyenangkan. 53

Hubungan puasa dan resiliensi dimasa pandemi Covid-19 juga membuat kontak fisik kita menjadi semakin terbatas, meskipun relasi sosial masih dapat terbangun melalui dunia digital. Covid-19 tidak hanya mengubah pola kehidupan manusia dalam hal interaksi sosial, tetapi juga mengubah cara ibadah manusia lewat dunia digital. Dalam sekejap jagat internet tumpah ruah sebagai salah satu jalan resiliensi menghadapi wabah pandemi Covid-19. Penyebaran Covid-19 telah memberikan berbagai efek negatif terhadap kesehatan mental.54

Faktor lain yang dapat mempengaruhi resiliensi adalah religiusitas dan spiritualitas. Religiusitas dan spiritualitas merupakan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis dan tingkat kesehatan. Spiritualitasdan religiusitas dapat menjadi sumber harapan, makna, kedamaian, kenyamanan, dan pemaafan yang kuat bagi diri sendiri dan individu lain. Spiritualitas dan religiusitas memiliki manfaat yang lebih integral, contohnya dalam hal beribadah kepada Tuhan, puasa, berdoa. Puasa merupakan kepatuhan perintah kepada Tuhan dan itu merupaka

53 Andriani, A., dan Listiyandini, R. A., Peran Kecerdasan Sosial terhadap Resiliensi pada Mahasiswa Tingkat Awal. (Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi), 50

54 Ibid, 55

(29)

nilai religiusnya. Namun disisi lain puasa merupakan sebuah terapi spiritual karena melatih fokus dan menimbulkan ketenangan jiwa. Individu dengan spiritualitas yang baik dapt menghadapi tekanan dan permasalahan yang dialami karena dengan spiritualitas yang dimiliki tersebut, individu akan mengaitkan pengalaman hidupnya dengan transenden. Dengan meningkatkan keimanan juga dapat mengurangi kecemasan dan membuat perasaan menjadi rileks. Dengan kata lain, praktik keyakinan beragama dapat membuat individu menjadi resilien.55

Puasa dalam Hindu juga bisa menjadi aspek kesehatan dimasa pandemi Covid-19 seperti ini, sebab dengan berpuasa sama saja memperistirahatkan perut sepanjang hari untuk memakan sisa-sisa makanan yang tidak berguna tetapi terus menempel di tubuh manusia, lalu sel-sel yang mati dan tidak dapat dikeluarkan dari tubuh juga lalu dimakan di saat siang hari di kala tidak terdapat asupan yang masuk dalam tubuh manusia. Sama halnya puasa di Hari Raya Nyepi dilakukan pada pagi hari jam 6 pagi sampai dikeesokan harinya atau selama 24jam, manfaat dari puasa nyepi itu juga ada hubungannya sebagai daya tahan tubuh dimasa pandemi sekarang ini. Dengan berdiam diri dan menikmati keheningan juga membantu tubuh untuk berelaksasi serta memulihkan diri dari stres kehidupan sehari-hari. Puasa juga berpengaruh dimasa pandemi karena dengan berpuasa juga mendetox diri dari hal-hal makanan yang tidak baik selama yang kita cerna puasa juga tidak hanya menahan haus dan lapar tetapijuga mengendalikan nafsu indria dan keinginan, jadi semakin sedikit keinginan seseorang, semakin sempurna keimanannya. Puasa bukan hanya bertujuan agar kita masuk surga tapi juhga

55 Wildani Khoiri Oktavia, Model Konseptual Resiliensi di Masa Pandemi Covid-19: Pengaruh Religiusitas, Dukungan Sosial dan Spiritualitas, (Jurnal Psikologika: Jurnal Psikologika, Vol 26 No. 1, 2021)

(30)

untuk meningkatkan spriritualitas hambanya, hendaknya bisa membentuk diri menjadi yang baik dan santun.56

56 Wawancara dengan pemangku ibadah Hindu di pura, Bapak Gunawan, 15 Maret 2022

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan utama analisis permohonan pembiayaan adalah memperoleh keyakinan apakah customer mempunyai kemauan dan kemampuan memenuhi kewajibannya secara tertib, baik

berdasarkan saat ini tetapi seperti apa dia mungkin akan menjadi dimasa depannya. Lingkungan yang penuh dengan caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan

1) Meningkatkan kemampuan siswa dalam materi pelajaran tertentu, baik bagi yang ditunjuk menjadi tutor dalam memberikan penjelasan maupun bagi siswa yang diajar..

Faktor penyebab kesulitan pembelajaran matematika yang berasal dari peserta didik dapat dikelompokkan menjadi dua macam. Kedua faktor tersebut adalah faktor umum dan faktor

Dian Noviana Putra. Strategi Coping Terhadap Stres Pada Mahasiswa Tunanetra Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta.Skripsi: Jurusan Bimbingan Dan Konseling Islam Fakultas

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa kreativitas matematika adalah kemampuan siswa untuk melihat dan menemukan ide-ide baru atau hal-hal yang

Les vers libres, nous l’avons dit, peuvent être de différentes longueurs, certains inférieurs à l’alexandrin et même très courts (3 ou 4 syllabes) ;

Menurut Sudjana (2013), analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur yang jelas susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks