• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Analitis dalam Memecahkan Masalah Matematika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Analitis dalam Memecahkan Masalah Matematika"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Deskripsi Konseptual

1. Kemampuan Berpikir Analitis dalam Memecahkan Masalah Matematika Menurut Polya (1973), terdapat tiga macam masalah matematika, yaitu masalah untuk menemukan sesuatu, masalah untuk membuktikan dan masalah perhitungan. Dalam menemukan/menafsirkan sesuatu, guru membawa siswa mendekati ide dari pemecahan masalah. Dalam masalah pembuktian yang paling penting adalah bagaimana hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya. Dalam masalah perhitungan siswa harus menyatakan informasi yang belum diketahui dengan

variabel kemudian menemukan konsep dan menerapkan dalam

perhitungannya. Dalam memecahkan masalah matematika terdapat empat langkah, yaitu: 1) understanding the problem (memahami masalah), 2)

devising a plan (memikirkan suatu rencana), 3) carrying out the plan

(melaksanakan rencana penyelesaian), dan 4) looking back (memeriksa kembali).

Memahami masalah (understanding the problem) berarti memahami kondisi masalah dan apakah mungkin untuk memenuhinya, mencari informasi yang belum diketahui, kemudian membuat gambaran dan notasi yang mewakili masalah tersebut. Dalam merencanakan suatu penyelesaian

(2)

masalah (devising a plan) hendaknya menemukan hubungan antara fakta/keterangan yang diketahui dan yang belum diketahui. Pernahkah melihat masalah yang sama atau berhubungan sebelumnya, adakah teorema yang dapat membantu. Dapatkah menggunakan hasil atau metode yang berhubungan. Dalam melaksanakan suatu rencana (carrying out the plan) harus dipikirkan apakah setiap langkah sudah benar dan dapatkah membuktikannya. Sedangkan memeriksa kembali berati (looking back) apakah jawaban yang diperoleh sudah memenuhi pemecahan masalah yang dikehendaki.

Masalah dalam matematika menurut Adjie dan Maulana (2007) adalah sesuatu yang muncul karena akibat melakukan suatu pekerjaan, tetapi tidak secara langsung bisa dijawab karena harus menyeleksi informasi (data) yang diperoleh. Dalam memahami masalah, kita harus mengidentifikasi fakta atau informasi yang diberikan, apa yang ditanyakan, diminta untuk dicari atau dibuktikan. Dalam memilih pendekatan, misalkan membuat diagram, grafik tabel atau gambar, memilih dan menggunakan konsep yang relevan untuk membentuk model matematika. Dalam menyelesaikan model, kita harus melakukan operasi hitung yang benar dalam menerapkan pendekatan. Dalam menafsirkan solusi, kita harus memeriksa apakah jawabannya masuk akal dan sudah memberikan pemecahan maslah. Untuk menyelesaikan masalah dibutuhkan berbagai kemampuan, yaitu berbagai pengetahuan, sikap dan

(3)

psikomotor. Berbagai kemampuan yang dimaksud adalah mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta.

Menurut Ihsan (2010) menganalisis berarti membagi-bagi objek yang “complex” menjadi unsur-unsur yang “simplex”. Pembagian tersebut dapat dilakukan dengan cara “experimental (sesuai realitas)” dan “rasional (secara teoritis)”. Menganalisis berarti seseorang harus berjalan dari akibat ke sebab-sebabnya, faktum-faktum ke hukum-hukumnya, dari hal-hal yang khusus ke hal-hal yang umum. Adapun analisis dilakukan berdasarkan hukum pembagian yaitu: adekuat/lengkap (tidak berubah), setiap unsur tidak saling mengandung unsur yang lain, dan berdasarkan dasar yang sama.Menurut Amer (2005), berpikir analitis sangat berguna untuk memahami bagian-bagian dari situasi, kemampuan untuk meneliti dan merinci fakta dan berpikir pada kekuatan dan kelemahannya. Mengembangkan kapasitas untuk berpikir dengan bijaksana, membedakan cara, untuk menyelesaikan masalah, menganalisis data, mengingat dan menggunakan informasi, sebagaimana dikemukakannya bahwa:

1) Analythical thinking is a powerful thinking tool-for understanding the parts of situation, is the ability to scrutinize and break down facts and thougths into their strengths and weaknesses. 2) Developing the capacity to think in thoughtful, discerning way, to solve problem, analyze data, and recall and use information.

Menurut Barttlet (Amer, 2005), berpikir analitis memungkinkan kita untuk memahami bagian-bagian dari situasi, merinci suatu menjadi

(4)

komponen-komponennya, dan mengidentifikasi tentang perbedaannya, sebagaimana pendapatnya bahwa:

1) Analytichal thinking enables us to understand the parts of the situation…, 2) Breaks things down into their component parts…, 3) About identifying differences…

Menganalisis melibatkan proses memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan bagaimana hubungan-hubungan antar-bagian dan antara setiap bagian tersebut dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan (Anderson & Krathwohl, 2010). Kategori proses menganalisis meliputi proses membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan. 1) Membedakan melibatkan proses memilah potongan-potongan informasi yang relevan atau penting dari sebuah struktur. Kata kerja untuk membedakan adalah menyendirikan, memilah, memfokuskan dan memilih. 2) Mengorganisasikan merupakan proses mengidentifikasi elemen-elemen suatu situasi dan mengenali bagaimana

elemen-elemen ini membentuk sebuah struktur yang koheren (masuk akal). 3) Mengatribusikan melibatkan proses dekonstruksi, yang di dalamnya siswa

menentukan tujuan dari elemen-elemen yang membentuk sebuah struktur. Menurut Sudjana (2013), analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur yang jelas susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks karena memanfaatkan tiga kecakapan sebelumnya. Dengan analisis seseorang diharapkan mampu memilah suatu menjadi

(5)

bagian-bagian yang terpadu, memahami prosesnya, cara kerja dan sistematikanya. Kecakapan yang termasuk dalam proses analisis menurut Sudjana yaitu: 1) Mengklasifikasikan berdasarkan kriteria analitik tertentu; 2) Menjelaskan sifat-sifat yang tidak tersebut dengan jelas secara langsung; 3) Meramalkan kualitas, asumsi atau kondisi berdasarkan kriteria dan hubungan materinya; 4) Memilah relevansi, mengenali pola, melihat sebab-akibat; 5) Mengenali prinsip-prinsip organisasi dari unsur-unsur; dan 6) Menentukan sudut pandang dari suatu kerangka dan tujuan materi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir analitis dalam memecahkan masalah matematika merupakan kemampuan menguraikan masalah matematika menjadi unsur-unsur pokoknya, membedakan unsur-unsur yang relevan dan tidak relevan dengan masalah, mencari keterkaitan dari tiap-tiap unsur, mengorganisasikan atau membangun hubungan dari potongan-potongan informasi yang telah diberikan serta mengenali tujuan bagaimana setiap unsur dalam masalah matematika saling terkait.

Peneliti menyimpulkan indikator berpikir analitis dalam memecahkan masalah matematika sebagai berikut:

1) Mengurai.

Mengurai berarti menguraikan masalah matematika menjadi unsur-unsur pokoknya, menentukan dan membedakan unsur-unsur yang relevan atau

(6)

penting dari masalah matematika. Berikut contoh soal yang termasuk kategori mengurai:

Soal:

Diketahui = 1 dengan x dan n adalah bilangan bulat positif. Tentukan

nilai x dan n yang memenuhi persamaan tersebut. Penyelesaian:

= 1

= , karena semua bilangan dipangkatkan nol hasilnya 1. Sehingga diperoleh,

Misalkan, Maka,

(7)

Dari dua nilai a di atas, yang memenuhi persamaan , dimana x dan n adalah bilangan bulat positif, adalah a=4.

Jadi nilai x dan n yang memenuhi adalah x=2 dan n=2. 2) Mengorganisasikan

Mengorganisasikan berarti melihat hubungan bagaimana setiap unsur dari masalah matematika saling terkait dan mampu menentukan cara untuk menata unsur-unsur tersebut. Berikut contoh soal yang termasuk kategori mengorganisasikan:

Soal:

Empat bilangan prima berurutan kurang dari 25, yaitu a,b,c, dan d dipilih, sehingga rata-rata keempat bilangan tersebut senilai dengan rata-rata dari bilangan terkecil dan terbesar. Rata-rata keempat bilangan tersebut juga senilai dengan bilangan kedua ditambah dengan dua. Tentukan bilangan-bilangan prima yang memenuhi syarat tersebut. Penyelesaian: Misal: Bilangan terkecil : a. Bilangan terbesar : d. Bilangan kedua b.

(8)

. . . (1) . . . (2)

Ditanya: bilangan-bilangan prima yang memenuhi syarat tersebut. Dari persamaan (1)

. . . (3)

Subtitusi persamaan (3) ke persamaan (2).

(9)

Bilangan prima kurang dari 25, yaitu : 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23

Dari persamaan (4), bilangan ketiga adalah bilangan kedua ditambah dengan 4. Jadi urutan bilangan yang mungkin adalah :

5, 7, 11, 13 dan 11, 13, 17, 19. Dari persamaan (3), b+c=a+d. 7 + 11 = 5 + 13 = 18 13 + 17 = 11 + 19 = 30 Keduanya memenuhi. Dari persamaan (2), . = 9 = 7+2 = b+2 = 15 = 13 + 2 = b + 2

Karena persamaan (3) dan (1) senilasi maka kedua urutan bilangan prima tersebut memenuhi syarat.

Jadi urutan bilangan prima yang memenuhi syarat di atas adalah 5, 7, 11, 13 dan 11, 13, 17, 19.

3) Mengatribusikan.

Mengatribusikan berarti menentukan tujuan dari informasi yang relevan dengan masalah matematika atau mampu mengenali pola dari unsur-unsur dalam masalah matematika. Berikut contoh soal yang termasuk kategori mengatribusikan:

(10)

Sebuah bola dijatuhkan ke atas permukaaan tanah dari ketinggianh dan memantul 0

kembali. Setiap bola memantul, tinggi bola berkurang seperlima dari tinggi sebelumnya. Berapa ketinggian bola pada pantulan ke tujuh?

Penyelesaian:

Tinggi bola awal: h . 0

Tinggi bola pada pantulan pertama: h1= h0–

5 1 h0 = 5 4 h0

Tinggi bola pada pantulan kedua: h2 = h1– 5 1 h1 = 5 4 h1= 5 4 × 5 4 h0 = 25 16 h0

Tinggi bola pada pantulan ketiga: h3 = h2– 5 1 h2 = 5 4 h2= 5 4 × 25 16 h0 = 125 64 h0 Dari uraian di atas dapat diperoleh bahwa:

Tinggi bola awal: h = (0

5 4

)0h 0

Tinggi bola pada pantulan pertama: h1 = 5 4 h0 = ( 5 4 )1h0

Tinggi bola pada pantulan kedua: h2 = = 5 16 h0 = ( 5 4 )2h 0

Tinggi bola pada pantulan ketiga: h3 = 125 64 h0 = ( 5 4 )3h 0

Maka tinggi bola pada pantulan ke tujuh adalah h7 = ( 5 4

)7h . 0 2. Creativity Quotient (CQ)

Menurut Alder (2002), acuan yang tetap untuk menyatakan tingkat kreativitas orang, anak-anak, dan orang dewasa menggunakan Creativity Quotient (CQ). Quotient dalam Creativity Quotient ini sama halnya dengan Quotient pada Emotinal Quotient

(11)

(EQ) dan Inteligence Quotient (IQ). Creativity Quotient adalah cara dalam menyatakan bagian pokok dari kreativitas.

Menurut Sternberg (Munandar, 1999) kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologi, yaitu: intelegensi, gaya kognitif, dan motivasi. Inteligensi meliputi kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan keseimbangan serta integrasi intelektual secara umum. Gaya kognitif menunjukan kelonggaran dan keterikatan pada konvensi (kebiasaan), menyukai hal-hal yang menuntut kreativitas, menyukai masalah yang tidak terlalu berstruktur. Motivasi meliputi kelenturan, toleransi, dorongan untuk berprestasi, keuletan dalam menghadapi rintangan dan pengambilan resiko.

Guilford (Munandar, 1999) membedakan ciri-ciri utama dari kreativitas, yaitu ciri bakat (aptitude) dan ciri non-bakat (non-aptitude trait). Ciri-ciri bakat aptitude (berpikir kreatif) meliputi kelancaran, kelenturan atau keluwesan (fleksibilitas), dan orisinilitas dalam berpikir, dan ciri-ciri dioperasionalkan dalam tes berpikir divergen. Ciri non-aptitude meliputi sejauh mana seseorang mampu menghasilkan prestasi kreatif.

Menurut Munandar (1999), kreativitas diartikan sebagai kemampuan umum untuk mencipta sesuatu yang baru, memberi gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah, melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Hal ini didukung oleh definisi konvensional yang menyatakan bahwa berpikir kreatif berhubungan dengan penemuan sesuatu yang baru menggunakan sesuatu yang telah ada sebelumnya (Slameto, 2013).

(12)

Tes untuk mengukur kecerdasan kreativitas seseorang meliputi ciri kognitif (aptitude

traits) dan ciri afektif (non-aptitude traits) dari kreativitas. Tes luar negeri yang

mengukur kreativitas adalah tes Guilford yang mengukur kemampuan berpikir divergen dengan membedakan aspek kelancaran, kelenturan, orisinalitas dan elaborasi dalam berpikir, Tes Torrance (Torrance Test of Creative Thinking) dapat digunakan mulai usia prasekolah sampai tamat sekolah menengah, mempuanyai bentuk verbal dan figural. Tes yang khusus dikonstruksi dan sudah dibakukan di Indonesia adalah Tes Kreativitas Verbal dan Tes Kreativitas Figural.

Tes kreativitas Verbal berlandaskan pada model struktur Intelek dari Guilford sebagai kerangka teoritis. Tes ini memiliki enam subtes, yaitu: permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifat yang sama, macam-macam penggunaan dan apa akibatnya. Sedangkan Tes Kreativitas Figural diadaptasi dari circle test dari Torrance. Tes ini terdiri dari konten figural yang diselesaikan dalam waktu 10 menit. Kedua tes ini mengukur kelancaran, orisinalitas dan fleksibilitas dalam berpikir. Kedua tes ini yang digunakan untuk mengukur kreativitas siswa kelas akselerasi 1 SMP Negeri 1 Purwokerto yang bekerjasama dengan dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Untuk mengetahui hasil tes tersebut, peneliti mengambil data hasil tes yang telah dilaksanakan oleh sekolah.

Berikut tabel pengkategorian kreativitas berdasarkan skor CQ. Tabel 2.1 Pengkategorian Kreativitas

Skor CQ Kategori

(13)

123 – 146 Cukup Tinggi (Di atas rata-rata)

99 – 122 Sedang (Rata-rata)

75 – 98 Agak Rendah ( Di bawah rata-rata)

≤ 74 Rendah

B. Penelitian Relevan

Penelitian Parjono dan Wardaya (2009), yang berjudul Peningkatkan Kemampuan Analisis, Sintesis, Dan Evaluasi Melalui Pembelajaran Problem Solving menunjukan suasana yang lebih kondusif untuk belajar dapat dilihat dari peningkatan aktivitas siswa dalam menjawab pertanyaan, berkurangnya ketidak-aktifan dalam tugas, dan berkurangnya ketergantungan terhadap orang lain. Selain itu, tingkat gangguan di kelas juga berkurang dapat dilihat dengan berkurangnya jumlah siswa yang ramai dan malas serta kemajuan kemampuan inteligensi juga tinggi yang dapat dilihat dari nilai mereka yang meningkat dan hasil pekerjaan mereka setelah pelajaran. Peneltitian Nuariana Wahyu Wulandari, dkk (2014) dengan judul Kemampuan Analisis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Materi Kalor Tipe Grafik merupakan penelitian kualitatif yang dilaksanakan di SMP Negeri 33 Semarang menunjukkan bahwa dalam mengerjakan soal tipe grafik siswa cenderung menghafal langkahnya. Siswa juga mengalami kesulitan dalam menguraikan dan menghitung melalui setiap proses. Penelitian Medianta dan Heli Ihsan demgan judul Creativity Quotient Pada Siswa SMA Kelas Berstandar Internasional merupakan studi deskriptif dan komparatif, menunjukan bahwa kreativitas pada siswa SBI SMAN 1 Sumedang dengan kelas

(14)

reguler SMAN IV Jogjakarta memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi beban tugas, waktu luang dan fasilitas yang berbeda yang dimiliki oleh kedua kelompok tersebut.

Berdasarkan kajian penelitian terdahulu, maka peniliti mengangkat judul Deskripsi Kemampuan Berpikir Analitis Dalam Memecahkan Masalah Matemtatika Siswa Kelas Akselerasi 1 SMP Negeri 1 Purwokerto Ditinjau dari Creativity Quotient (CQ).

C. Kerangka Pikir

Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk memahami situasi yang sedang terjadi, kemudian memenuhi situasi tersebut dengan sesuatu yang berbeda dari kebiasaan pada umumnya yang menunjukan kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas dalam berpikir, menggunakan unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Berpikir analitis merupakan proses mengurai dan melihat hubungan dan mengenali tujuan dari sebuah struktur. Sebelum menemukan sesuatu, gagasan atau hubungan baru, unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya diuraikan terlebih dahulu, dan dicari keterkaitannya apakah unsur-unsur itu bisa dibangun ulang untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Dengan kreativitas yang tinggi, kemampuan berpikir analitis yang dimiliki orang tersebut juga semakin baik, begitu juga saat mereka memecahkan masalah matematika. Dalam memecahkan masalah matematika dibutuhkan berbagai kemampuan yaitu: mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

Gambar

Tabel 2.1 Pengkategorian Kreativitas

Referensi

Dokumen terkait

Evsel atıksular için genelde fiziksel ve biyolojik arıtma yöntemleri tercih edilirken endüstriyel atıksuların arıtımı için kimyasal yöntemler kullanılmaktadır.. Ancak,

Situasi A yang menggambarkan tekanan anggaran waktu tinggi dan pengujian subtansive yang dihadapi auditor memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan perilaku

Berdasarkan hasil uji korelasi, didapatkan hasil bahwa terdapat korelasi yang signifikan dan kuat antara bilangan iod dan energi aktivasi, sedangkan untuk kadar air dan

a) Seksi Perencanaan Tata Ruang; b) Seksi Pemanfaatan Tata Ruang; dan c) Seksi Pengendalian Tata Ruang.. Unit Pelaksana Teknis Dinas. Kelompok Jabatan Fungsional. Dinas

Definisi konseptual dalam penelitian ini mencakup variabel bebas yang terdiri dari motivasi berprestasi, disiplin kerja dan kompetensi pedagogik, sedangkan variabel terikat

Kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas kerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu

Contoh berikut ini membandingkan dengan perhitungan biaya tradisional dan mendemonstrasikan distorsi biaya produk yang dapat terjadi di sistem traisional.. Dual