• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II - Repository UMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II - Repository UMA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Mahasiswa

1. Pengertian Mahasiswa

Secara harafiah maha artinya besar dan siswa disebut juga pelajar, jadi yang dimaksud mahasiswa adalah mereka yang terdaftar dan sedang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi (PT), baik perguruan tinggi Negeri maupun Swasta.

Tujuan pendidikan diperguruan tinggi adalah agar mahasiswa dengan menguasai ilmu pengetahuan dan skill sesuai dengan bidangnya, serta menjadikan mahasiswa menjadi manusia dewasa dan berintelektual hingga mampu berperan dan memikul tanggung jawab dan kehidupan bermasyarakat. Mahasiswa pelajar tingkat perguruan tinggi dan sudah dewasa berkembang menjadi dewasa Sukirman (dalam Hulu, 2010).

Mahasiswa adalah orang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institusi, atau akademi. Mereka yang terdaftar diperguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa. Masa mahasiswa meliputi rentan umur 18/19 tahun, 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I sampai dengan semester IV, dan periode 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa semester V sampai dengan semester VIII (Winkel, 1997).

(2)

Menurut Piaget (dalam Hulu,2010) kapasitas kognitif individu mampu menyelesaikan masalah yang kompleks dengan kapasitas berpikir abstrak, logis, dan rasional. Dari segi intelek sebagian besar mereka telah lulus SMU dan masuk perguruan tinggi.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan mahasiswa merupakan pelajar tingkat perguruan tinggi dan sudah dewasa perkembangan emosional, psikologis, fisik, kemandirian, telah berkembang menjadi dewasa. Masa mahasiswa meliputi rentan umur 18/19 tahun 20/21 tahun yaitu dari mahasiswa semester I sampai dengan semester IV, dan periode 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa semester V sampai dengan semester VIII.

B. Self-Regulated Learning

Penjelasan tentang pengaturan diri dalam belajar yang menjadi salah satu variabel dalam penelitian ini didasarkan pada teori “social cognitive“ dari Bandura.

Maka sebelum masalah pengaturan diri dalam belajar dibahas, terlebih dahilu akan diuraikan sepintas mengenai teori “social cognitive“. Pendekatan teoritik teori

social Cognitive” adalah teori “social learning”. Hanya dikemudikan oleh kekuatan dari dalam, demikian pula tidak secara otomatis dikontrol oleh stimuli dari lingkungan. Fungsi psikologis dijelaskan sebagai interaksi timbal balik yang terus menerus terjadi lebih luas daripada yang dihambarkan oleh label “social learning”.

Selain itu menurutnya, banyak teori-teori yang berbeda rumusannya seperti teori

drive” dari Dollar dan Millers (1941), teori “Expectancy” dari Rotter (1954) teori

(3)

“conditioning“ dari Patterson (1982) semuanya menggunakan label social learning . Untuk hal ini lah Bandura bahwa label yang lebih tepat dan terpisah dari pendekatan teoritisnya adalah teori “social cognitive” dan penggunaan label ini tidak mendapat tuntutan dari asal-usul teoritiknya.

1. Pengertian Self-Regulated Learning

Menurut teori “social learning” (Bandura, 1986), terdapat 3 proses kunci yang menyangkut pengertian umum pengaturan diri, yaitu :

a. Mengamati kinerja diri, yaitu seseorang menguji perilakunya sendiri dalam hal kualitas, kuantitas maupun originalitas. Menurut Nelson (1977) sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hanya informasi yang nyata terhadap perilaku sendiri yang akan mengubah perilaku seseorang

b. Menilai kinerja diri, yaitu seseorang mengevaluasi diri terhadap standart pribadinya. Hasil penelitian Bandura dan Kupers (1964) menunjukkan bahwa standart seseorang untuk menilai kinerjanya dipelajari dari model yang diamatinya, yang berada dalam dunia sosialnya sendiri.

c. Konsekuensi diri, yaitu penilaian terhadap perilaku sendiri dapat menimbulkan kepuasan, ketidakpuasan, kebanggaan ataupun kritik terhadap diri sendiri.

Berdasarkan hasil penelitiannya, Bandura (1978) menyimpulkan bahwa orang yang menghargai pencapaiannnya sendiri secara signifikan lebih tinggi kinerjanya daripada mereka yang tidak menghargai pencapaian dalam kegiatan yang

(4)

sama. Dengan demikian penghargaan atau hukuman pada diri sendiri atas keberhasilan atau kegagalan secara efektif dapat mengontrol perilaku seseorang.

Menurut Frank dan Robert (Nugroho, 2006) self-regulated merupakan kemampuan diri untuk memonitor pemahamannya, untuk memutuskan kapan ia siap diuji, untuk memilih strategi pemrosesan informasi yang adekuat dan sejenisnya. Self-regulated learning mencakup tiga tahap kegiatan yakni sbelum, selama dan sesudah melaksanakan tugas belajar. Menurut Zimmerman (dalam Nugroho,2006) self-regulated learning sebagai derajat metakognisi, motivasional (mempunyai dorongan untuk belajar) dan perilaku individu berpastisipasi secara aktif dalam proses belajar yang dijalani untuk mencapai tujuan belajar. Secara metakognitif, siswa yang mengatur diri adalah mereka yang merencanakan, mengorganisasikan mengintruksikan diri, memonitor diri dan mengevaluasi diri pada berbagai tahapan selama proses belajar berlasung. Siswa yang mempunyai dorongan untuk belajar mempunyai otonomi atas dirinya,serta memilih, menyusun dan menciptakan lingkungan yang dapat mengoptimalkan belajarnya.

Self-regulated learning juga dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif belajarnya sendiri didalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Winne (dalam Nugroho, 2006) menyatakan bahwa Self-regulated learning memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan tersebut dapat berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang

(5)

baik, belajar pekalian, mengajukan pertanyaan yang relevan), atau tujuan sosioemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya).

2. Pandangan Teoritikus “social cognitive” terhadap self-regulated learning

Teoritikus “social cognitive” menjelaskan bahwa seseorang tidak hanya dikemudikan dari dalam, maupun secara otomatis dikontrol oleh stimulus dari luar, fungsi psikologis dijelaskan sebagai suatu model interaksi timbal balik antara aspek perilaku, aspek koginitif dan pribadi serta lingkungan. Demikian pula dalam belajar dipengaruhi oleh ketiga hal diatas yang berhubungan secara timbal balik. Selain itu kemampuan siswa untuk mengatur diri tergantung pada perkembangan belajar.

Semakin tua atau semakin banyak pengalamannya yang diperoleh oleh siswa, maka dapat dipastikan semakin baik ia mengatur diri dalam belajar (Bandura, 1986).

Menurut Thoresen dan Mahoney (dalam Zimmerman 1984) strategi yang umum digunakan untuk menambah pengaruh proses pengaturan diri dalam belajar antara lain dengan merancang strategi yang dapat mengontrol perilaku, lingkungan maupun mengontrol proses-proses tersembunyi seperti “self efficacy”, penentuan tujuan maupun proses metakognitif. Dalam pengaturan diri dalam perilaku, siswa yang secara aktif menggunakan strategi evaluasi, (misalnya mengecek kembali pekerjaan rumah) akan mendapatkan informasi tentang kekurangan sesuatu pekerjaannya.

Dalam pengaturan diri terhadap lingkungan siswa secara aktif menggunakan strategi untuk mengatur lingkungan belajarnya, yang biasanya merupakan suatu

(6)

rangkaian perilaku, (misalkan merencanakan belajar ditempat yang tenang dengan mengubah tata ruang, mematikan suara radio, memasang lampu yang memadai, dan sebagainya). Penataan lingkungan belajar selanjutnya tergantung pada persepsi siswa terhadap keefektifannya dalam menunjang belajar.

Pengaturan diri terhadap proses-proses tersembunyi terutama menyangkut dengan hal-hal yang berhubungan dengan proses metakognitif dan penentuan tujuan. (misalnya dalam melakukan percobaan da;am pelajaran tertentu, siswa secara aktif memikirkan langkah-langkah yang perlu dilakukannya agar percobaan tersebut berhasil baik).

3. Aspek-aspek Self Regulated Learning

Menurut Sleight (1997), dijelaskan ada beberapa aspek self regulated learning yang harus dimilki oleh individu, seperti :

a. Motivasi.

Motivasi merupakan faktor yang dimilki oleh individu yang dapat mengarahkan danmembantu individu dalam mengorganisasi aktivitas belajarnya

b. Metakognisi.

Komponen ini merupakan kemampuan individu untuk memahami apa yang dibutuhkan dalam mengahadapi suatu situasi dalam belajar.

(7)

c. Efistemic Beliefs

Aspek ini merupakan merupakan prinsip atau kepercayaan yang dimiliki individu dalam belajar.

d. Strategi belajar

Strategi belajar ini merupakan aktivitas mental dalam usaha mengelola mengorganisir aktivitas belajar siswa secara efisien.

e. Pengetahuan yang dimiliki.

Aspek ini mengindikasikan bahwa pengetahuan yang dimilki individu menenai materi atau lingkungan belajar yang dapat membantu pamahaman pengetahuan baru dalam kelancaran aktivitas belajar.

4. Karakteristik Self Regulated Learning

Haris dan Graham (1998), menggambarkan bahwa siswa yang memiliki tujuan dalam belajar dan memiliki kemandirian dalam membuat perencanaan, mengatur diri dan melakukan evaluasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah disusun. Karakteristik lain yang dimiliki individu yang melakukan Self Regulated Learning dalam belajar menurut Schunk dan Zimmerman (dalam Wolters,1998) adalah individu yang aktif dalam mengatur aktivitas belajarnya.

Winne (dalam Nugroho,2006) mengemukakan karakteristik yang dimiliki anak yang memiliki Self-regulated learning, antara lain:

(8)

a. Bertujuan memperluas pengetahuan dalam menjaga motivasi.

b. Menyadari keadaan emosi mereka dan punya strategi untuk mengelola emosinya.

c. Secara periodik memonitor kemajuan kearah monitornya.

d. Menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang mereka buat.

e. Mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang diperlukan.

Sementara Rochester Institut Of Technology (2000), mengemukakan karakteristik seorang Self Regulated Learning adalah:

a. Memiliki kemandirian dalam tugas yang diberikan kepada mereka dan membuat perencanaan dalam mengatur penggunaan waktu serta sumber- sumber yang dimiliki baik yang bersumber dari dalam dirinya maupun dari luar pada saat menyelesaikan tugas.

b. Memiliki need for challenge, artinya seseorang memiliki kecenderungan untuk menyesuaikan diri terhadap kesulitan yang dihadapinya pada saat mengerjakan tugas dan mengubahnya menghadapi sebuah tantangan pada suatu hal yang menarik dan menyenangkan.

c. Mengetahui bagaimana menggunakan sumber-sumber yang ada, baik yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya serta melakukan pemantauan terhadap proses belajar. Disamping itu mereka juga melakukan evaluasi terhadap performasi dalam belajar.

(9)

d. Memiliki kegigihan dalam belajar dan mempunyai strategi tertentu yang membantunya dalam belajar.

e. Seseorang yang melakukan Self Regulated Learning pada saat melakukan aktifitas membaca, menulis maupun berdiskusi dengan orang lain mempunyai kecenderungan untuk mebuat suatu pengertian atau makna dari apa yang dibaca, ditulis maupun didiskusikannya.

f. Menyadari bahwa kemampuan yang dimiliki bukanlah satu-satunya faktor yang mendukung kesuksesan dalam meraih prestasi belajar, melainkan juga dibutuhkan strategi dan upaya gigih dalam belajar.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa karakterisitk yang dimiliki seseorang yang menggunakan Self Regulated Learning adalah aktif dalam mengatur aktivitas belajarnya, memiliki kemandirian, mempersipakan merencanakan dan mengatur aktivitas belajar, memiliki upaya gigih dalam belajar, memiliki kemampuan untuk mengelola dan menggunakan sumber-sumber yang mendukung aktivitas belajar, memilki kemampuan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kegiatan belajar.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Regulated Learning

Teori regulasi diri yang dikemukakan oleh Bandura (dalam Purdie, 1996), terfokus pada segala daya upaya siswa melakukan inisiatif dalam belajar serta usaha untuk mengontrol dan mengevaluasi belajarnya. Menurut Bandura (dalam Zimmerman, 1989) Self Regulated Learning mengacu pada tingkatan siswa dapat

(10)

menggunakan diri untuk mengatur strategi dalam bertingkah laku serta mengatur lingkungan belajar.

Menurut teori sosial kognitif, bahwa ada 3 hal yang mempengaruhi seseorang melakukan Self Regulated Learning , yaitu:

1. Individu , yang tercakup dalam faktor individu antara lain :

a. Pengetahuan individu semakin banyak dan beragam sehingga membantu individu melakukan Self Regulated Learning.

b. Kemampuan metakognitif individu semakin tinggi, sehingga dapat membantu individu melaksanakan Self Regulated Learning.

c. Tujuan ingin dicapai, artinya semakin tinggi kompleks tujuan ingin diraih, semakin besar kemungkinan individu melakukan Self Regulated Learning.

2. Perilaku, fungsi perilaku adalah membantu individumenggunakan segala kemampuan ang dimiliki. Semakin besar optimal upaya dilakukan individu mengatur proses belajar, akan meningkatkan Self Regulated Learning pada diri individu.

3. Lingkungan,pengaruh lingkungan yang turut menentukan pengaturan diri dalam belajar adalah peran pengalaman, modeling, persuasi verbal, dan struktur dalam konteks belajar.

a. lingkungan sosial dan pengalaman mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan manusia. Menurut Bandura (1986), observasi dir dan pengalaman merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam merubah persepsi

(11)

siswa terhadap “self efficacy” dan pengetahuan seseorang, karenanya peranan pengalaman bagi siswa adalah untuk memotivasi siswa dalam pemulihan strategi belajar.

a. Peranan modelling dalam pengaturan diridalam belajar yang efektif dapat mempertanggung jawabkan“self efficacy”pada siswa yang kurang pecaya diri diri. Menurut Bandura (1986), modeling melalui strategi imitasi yang efektif dapat menaikkan“self efficacy”siswa yang tidak mempunyai pengalaman secara teoritas modeling akan berperan secara efektif apabila model merasa aman dengan yang diobservasi.

b. Persuasi verbal sebenarnya merupakan siatu metode yang kurang efektif dalam melakukan pengaturandiri dalam belajar, karena sangat tergantung pada titik pemahaman siswa (Bandura,1986), karena sangat tergantungpada titik pemahaman anak Bandura (dalam ansow, 2004) tapi karena dikombinasikan dengan modelling, persuasi verbal mendai medium yang kuat, karena anak dapat belajar melalui berbagai ketrampilan kognitif, afektif dan motorik.

Dalam penelitian yang dilakukan Rosental dan Zimmerman (dalam Ansow,2004) tentang peran model motorik dan verbal terhadap siswa SD dalam hal pertukaran boneka (untuk menakuti burung), ditentukan siswa yang mengamati model secara verbal dan yang motorik menjalankan rangkaian manipulasi permaianan menjadikan lebih banyak pasangan boneka daripada siswa yang melihat model diam. Data ini menunjukkan bahwa penjelasan yang terinci dan pengamatan

(12)

langsung terhadap gerakan model akan mempercepat pemahaman siswa dalam proses belajar.

4. Struktur dalam konteks belajar juga mempunyai pengaruh yang cukup kuat dalam pengaturan diri, terutama menyangkut penentuan tujuan belajar dan tugas.

Menurut Zimmerman (dalam Ansow, 2004) usia dalam belajar tetap tergantung pada lingkungan sosial dimana ia berada. Mengubah kondisi belajar dari yang biasa ribut menjadi tenang akan mempengaruhi pengaturan diri dalam belajar.

Berdasarkan uaraian diatas, diambil kesimpulan bahwa ketiga komponen tersebut (individu, perilaku, dan lingkungan) saling berkaitan dalam mempengaruhi self- regulated learning siswa dan juga tahapan maupun proses yang dilalui sangat menunjang dalam peningkatan self-regulated learning seseorang.

6. Proses Self-Regulated Learning

Pada dasarnya konseppengaturan diri berangkat dari pandangan dari ahli sosial kognitif untuk menjelaskan faktor pembelajaran , Ormrod (2008) Secara khusus, pembelajaran yang diatur sendiri (self-regulated learning) mencakup proses-proses berikut ini dimana dari antaranya bersifat metakognitif:

(13)

a. Perencanaan (planning). Pembelajar yang mengatur diri sebelumnya sudah menentukan bagaimana baiknya menggunakan waktu dan sumber daya yang tersedia untuk tugas-tugas belajar.

b. Motivasi diri (self-motivation). Pembelajar yang mengatur diri biasanya memiliki self-efficacy yang tinggi akan kemampuan mereka menyelesaikan tugas belajar dengan sukses. Mereka menggunakan banyak strategi agar tetap terarah.

c. Monitor diri (self-monitoring). Pembelajar yang mengatur diri terus memonitor kemajuan mereka dalam kerangka tujuan yang telah ditetapkan dan mereka mengubah strategi belajar atau memodifikasinya.

d. Evaluasi diri (self-evaluation). Pembelajar yang mempu mengatur diri menentukan apakah yang mereka pelajari itu telah memenuhi tujuan awal mereka. Idealnya mereka juga menggunakan evaluasi diri untuk menyesuaikan penggunaan berbagai strategi dalam kesempatan-kesempatan dikemudian hari.

Maka dapat disimpulkan bahwa untuk memiliki kemampuan Self-Regulated Learning yang baik, seorang mahasiswa harus dapat melakukan semua proses yang ada, sebab seseorang dikatakan memilki kemampuan Self-Regulated Learning jika ia melakukan semua proses yang telah ada.

(14)

C. Studi Identifikasi Self-Regulated Learning pada Mahasiswa

Mahasiswa Psikologi Universitas Medan Area Stambuk 2015 memilki usia yang berkisar antara 18-21 tahun. Pada usia tersebut mahasiswa mulai memasuki periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru Hurlock (1994). Pola kehidupan baru yang harus dihadapi mahasiswa adalah menyelesaikan studinya di Universitas dengan baik.

Tuntutan Universitas Fakultas Psikologi di Indonesia terhadapa mahasiswanya adalah agar lebih mandiri dan efektif dalam merencanakan dan mengatur kegiatan belajar mereka. Jadi untuk menyelesaikan studinya dengan baik dan tepat waktu, mahasiswa harus mampu merencanakan dan mengatur kegiatan belajarnya. Namun tidak semua mahasiswa mampu merencanakan dan mengatur kegiatan belajarnya, mereka hanya menjalankan apa yang diberikan atau ditugaskan tanpa ada perencanaan dan pengaturan. Kegiatan perencanaan dan pengaturan ini disebut self-regulated learning, didalam kelas banyak mahasiswa yang mengobrol dengan teman sebelahnya ketika dosen sedang mennjelaskan, sering mngkopi paste tugas temannya dan juga malas mengerjakan tugas tambahan yang diberikan kerena nilai midnya rendah, kemudian saat diadakan kuis hanya sedikit mahasiswa yang bernilai tinggi dibandingkan yang bernilai rendah. Namun apakah mahasiswa Fakultas Psikologi stambuk 2015 sudah melakukan proses Self-Regulated Learning mengingat Rochester Institu Of Technology (2000), mengemukakan karakteristik seorang yang mempunyai Self-Regulated Learning yaitu:

(15)

a. Memiliki kemandirian dalam tugas yang diberikan kepada mereka dan membuat perencanaan dalam mengatur penggunaan waktu serta sumber- sumber yang dimiliki baik yang bersumber dari dalam dirinya maupun dari luar pada saat menyelesaikan tugas.

b. Memiliki need for challenge, artinya seseorang memiliki kecenderungan untuk menyesuaikan diri terhadap kesulitan yang dihadapinya pada saat mengerjakan tugas dan mengubahnya menhadi sebuah tantangan pada suatu hal yang menarik dan menyenangkan.

c. Mengetahui bagaimana menggunakan sumber-sumber yang ada, baik yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya serta melakukan pemantauan terhadap proses belajar. Disamping itu mereka juga melakukan evaluasi terhadap performasi dalam belajar.

d. Memiliki kegigihan dalam belajar dan mempunyai strategi tertentu yang membantunya dalam belajar.

e. Seseorang yang melakukan Self-Regulated Learning pada saat melakukan aktifitas membaca, menulis maupun berdiskusi dengan orang lain mempunyai kecenderungan untuk mebuat suatu pengertian atau makna dari apa yang dibaca, ditulis maupun didiskusikannya.

f. Menyadari bahwa kemampuan yang dimiliki bukanlah satu-satunya faktor yang mendukung kesuksesan dalam meraih prestasi belajar, melainkan juga dibutuhkan strategi dan upaya gigih dalam belajar.

Referensi

Dokumen terkait

Jika saya diterima menjadi asisten praktikum Labotorium Mekatronika Alat dan Mesin Agroindustri, saya akan melaksanakan tugas sebagai asisten dengan sebaik-baiknya dan penuh dengan