• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Alpukat

N/A
N/A
buulolo soterida

Academic year: 2024

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Alpukat"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alpukat (Persea americana Mill.)

Gambar 2.1 Tanaman alpukat [9].

Klasifikasi tanaman alpukat [9] :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Dicotyledons

Subkelas : Magnoliidae

Ordo : Laurales

Family : Lauraceae

Genus : Persea

Species : Persea americana Mill.

Nama daerah : apuket, alpuket, jambu wolanda (sunda), apokat,

(2)

4

avokat, plokat (jawa), apokat, alpokat, avokat, advokat (Sumatra).

Alpukat merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah.

Alpukat tumbuh di daerah beriklim tropis dan sub tropis sehingga sangat mudah tumbuh di Indonesia. Alpukat tumbuh baik di dataran rendah hingga dataran tinggi yaitu pada ketinggian 200-1.000 m di atas permukaan laut. Tanaman alpukat memerlukan cahaya matahari (40-80%), suhu (12,8-28,3℃) dan curah hujan minimum untuk dapat tumbuh optimal. Tanaman alpukat masih dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan kurang jika kedalaman air tanah maksimal 2 m. Terdapat beberapa daerah di Indonesia yang merupakan penghasil alpukat yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara [10].

Tanaman alpukat pohonnya memiliki bentuk kanopi rimbun dengan tinggi tanaman dapat mencapai 20 m, berdaun tunggal dan tumbuh berdesakan di ujung ranting, berbentuk jorong hingga bundar hingga lonjong dengan panjang daun antara 12-25 cm. Bunga alpukat berjenis kelamin dua, tersusun pada malai yang keluar dekat ujung ranting, berwarna kuning-kehijauan. Bunga alpukat bersifat dikogami, putik dan benang sari masak tidak bersamaan. Putik bunga berfungsi jika mengalami penyerbukan silang dari bunga yang berasal dari tanaman lain.

Buah alpukat memiliki ciri antaralain kulit lembut, permukaan kulitnya tidak rata, berwarna hijau tua hingga ungu kecoklatan bergantung varietas. Daging buah bertekstur lembut umumnya berwarna hijau muda hingga kuning [10].

Tanaman alpukat (Persea americana Mill.) merupakan tanaman yang memiliki manfaat sebagai obat tradisional. Hampir semua bagian dari tanaman ini memiliki khasiat pengobatan. Tanaman alpukat yang sering digunakan untuk berbagai pengobatan penyakit adalah daun alpukat. Daun merupakan bagian tanaman alpukat yang memiliki manfaat secara tradisional untuk membatu mengobati beberapa penyakit seperti batu ginjal, menurunkan tekanan darah, anti hipertensi, anti inflamasi, anti diuretik, dan anti bakteri [11].

(3)

5

Daun alpukat (Persea americana Mill.) memiliki kandungan zat aktif berupa senyawa fenolik meliputi flavonoid, kuersetin dan polifenol. Daun alpukat mengandung senyawa flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin, dan steroid.

Kandungan metabolit sekunder dari 100 gram daun alpukat antara lain Glikosida sianogenik (0,06±0,02%), alkaloid (0,51±0,21%), tanin (0,68±0,06%), steroid (1,21±0,14%), saponin (1,29±0,08%), fenol (3,41±0,64%) dan flavonoid (8,11±0,14%). Flavonoid dalam daun alpukat merupakan kandungan senyawa yang tertinggi dibandingkan dengan metabolit sekunder lainnya [1].

Flavonoid yang terkandung dalam daun alpukat memiliki fungsi utama sebagai antioksidan. Antioksidan adalah suatu inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif lebih stabil sehingga dapat menghambat terjadinya stress oksidatif dengan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas. Potensi antioksidan dari senyawa flavonoid daun alpukat dapat dimanfaatkan untuk menghambat beberapa penyakit degeneratif dan seringkali digunakan dalam pembuatan kosmetika bahan alam karena dapat mencegah dan mengurangi kerusakan kulit yang menyebabkan penuaan dini [12], [13].

Daun alpukat secara empiris digunakan sebagai diuretik yaitu meningkatkan volume urin yang dihasilkan saat urinasi. Flavonoid dalam ekstrak daun alpukat dapat memberikan efek diuretik. Pemberian ekstrak daun alpukat pada konsentrasi 1% b/v, 2% b/v dan 3% b/v memberikan efek diuretik tikus putih jantan dan konsentrasi 3% b/v menunjukan efek paling baik sebagai diuretik, meskipun pemberian suspensi furosemid 0,072 % b/v masih memiliki efek yang lebih baik sebagai diuretik [14]. Daun alpukat oleh masyarakat selain dimanfaatkan untuk memperlancar pengeluaran air kencing juga dapat menghancurkan batu pada saluran kencing. Hasil percobaan farmakologi menunjukkan bahwa infus daun alpukat mempunyai daya inhibitor kristalisasi kalsium oksalat pada ginjal [15].

(4)

6

Daun alpukat merupakan tanaman yang dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan hipertensi. Flavonoid yang terkandung didalamnya memiliki kemampuan untuk melindungi endotel, menghambat agregasi platelet dan memengaruhi kerja Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Mekanisme diuretik pada saponin dapat menyebabkan penurunan cardiac output, penurunan resistensi perifer dan tekanan darah [16].

Flavonoid yang merupakan golongan flavonol memiliki aktivitas antibakteri karena adanya gugus fenol yang dapat mengkoagulasi protein dengan menonaktifkan enzim-enzim dan berinteraksi dengan dinding sel bakteri sehingga bakteri menjadi lisis. Beberapa penelitian menyebutkan ekstrak etanol daun alpukat memilik potensi aktivitas antibakteri terutama pada bakteri s.aureus dan s.typi [17].

2.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan melalui jalur biosintesis asam sikimat dan asam malonat yang umumnya terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagainya zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6 [12].

Gambar 2.2 Kerangka dasar flavonoid [17].

(5)

7

Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang banyak digunakan sebagai sumber antioksidan yang mampu melawan radikal bebas. Radikal bebas merupakan produk samping hasil dari proses pembentukan energi dalam tubuh. Antioksidan adalah kelompok bahan kimia yang melindungi sistem biologis terhadap potensi efek berbahaya dari proses, atau reaksi oksidasi, dengan berbagai cara.

Antioksidan merupakan zat yang dibutuhkan oleh tubuh yang secara umum dapat menghambat oksidasi lemak. Flavonoid merupakan salah satu senyawa antioksidan yang dioksidasi oleh radikal sehingga menghasilkan radikal yang lebih stabil dan tidak reaktif [18].

Flavonoid yang terdapat pada tanaman salah satu fungsinya untuk melindungi diri dari infeksi bakteri. Aktivitas antibakteri flavonoid telah banyak diuji secara invitro dan menunjukan aktivitas terhadap banyak bakteri [19]. Beberapa golongan flavonoid yang telah terbukti mempunyai aktivitas antibakteri adalah apigenin, galangin, naringenin, epigalokatekin galat, dan derivatnya, flavon, dan isoflavon. Penelitian yang telah dilakukan menunjukan pengkompleksan 5- hidroksi-7,4′-dimetoksiflavon dengan logam metal meningkatkan aktivitas antibakteri. Aktivitas ini diakibatkan oleh 3,4-hidroksi pada cincin C. Dengan adanya gugus hiroksi tersebut flavonoid akan membentuk kompleks dengan protein pada bakteri dan melisis membran bakteri tersebut [20].

Flavonoid juga dapat digunakan sebagai senyawa anti inflmasi. Telah diuji secara in silico antara flavonoid dan obat standar Celecoxib menunjukan bahwa flavonoid dari golongan flavonol, flavon, dan isoflavon potensial sebagai anti- inflamasi. Reaksi inflamasi atau peradangan merupakan akibat dari mekanisme perlindungan diri terhadap zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Saat zat asing masuk ke dalam tubuh, tubuh bereaksi dengan melepaskan senyawa prostaglandin, leukotriene, interleuin, nitrit oksida, dan proinflamatori sitokin [21]. Inflamasi terjadi akibat integrasi enzim COX-1 dan COX-2 dengan prostaglandin, enzim COX-2 yang dihasilkan maka akan menstimulasi rasa sakit.

Umumnya sifat anti-inflamasi ini diakibatkan oleh ikatan rangkap karbon dengan karbon. Ikatan rangkap ini bekerja dengan cara menginhibisi ikatan protein kinase

(6)

8

serin-treonin pada situs katalitik enzim. Apabila enzim ini berikatan dengan protein kinase serin-treonin akan menyebabkan aktivasi sel yang melibatkan sistem imun [22]. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa energi ikatan flavonoid pada situs siklooksigenase yaitu -8.77 kcal/mol hingga 6.24 kcal/mol yang tidak berbeda jauh jika dibanding standar Celecoxib yaitu -8.30 kcal/mol [21]. Flavonoid diklasifikasikan menjadi beberapa subkelas diantaranya [18], [22]:

a. Kalkon

Merupakan flavonoid yang unik karena dibedakan dengan tidak adanya cincin aromatik C yang merupakan basis rangka dari flavonoid itu sendiri. Senyawa kalkon diantaranya adalah phloridzin, arbutin, phloretin, dan chlarconaringenin. Kalkon umumnya ditemukan pada tumbuhan seperti tomat, stroberi, pir, beri-berian dan gandum [23].

b. Flavon

Flavon merupakan flavonoid yang sering ditemukan pada daun, buah dan bunga dalam bentuk glukosida. Struktur flavon sendiri terdiri dari ikatan rangkap antara posisi 2′dan 3′, serta memiliki keton pada posisi 4. Sebagian besar flavon memiliki gugus hidroksil pada posisi 5. Beberapa contoh senyawa flavon yaitu apigenin, luteolin, luteolin-7-glukosida, akatekin, dan baicalin [20].

c. Flavonol

Flavonol merupakan flavonoid dengan gugus hidroksil. Senyawa flavonol diantaranya adalah kuersetin, mirisetin, fisetin, galangin, morin, rutin, dan robinetin. Kuersetin adalah salah satu flavonol terbaik [18]. Perbedaan antara flavonol dengan flavon terdapat pada gugus di posisi 3 pada cincin C yang memungkinkan terjadinya glikosilasi. Gugus aromatik cincin B merupakan gugus yang bertanggung jawab atas aktivitas flavonol karena ikatan rangkap konjugasi pada nomor 2′ dan 3′ memiliki kemampuan untuk perpindahan elektron dari cincin B menuju radikal bebas dan memecah radikal bebas [19].

(7)

9

Aktivitas farmakologi yang dimiliki flavonol adalah antioksidan. Tanaman yang banyak mengandung flavonol antara lain tomat, apel, anggur, bawang, beri [23].

d. Flavanon

Flavanon adalah senyawa yang berwarna yang tak dapat dideteksi pada pemeriksaan kromatografi. Flavanon dan kalkon adalah dua jenis flavonoid yang isomerik dan jenis yang satu mudah diubah menjadi jenis yang lain.

Flavanon biasanya lebih mudah terbentuk dalam suasana asam sedangkan kalkon lebih mudah didapatkan dalam suasana basa [18]. Ciri dari flavanon ini adalah cincin C yang saturasi, memiliki ikatan rangkap diantara posisi 2 dan 3 dan ini yang membedakan dengan flavon [20]. Tumbuhan yang banyak mengandung flanavon adalah jeruk, anggur dan lemon [23].

e. Flavanol

Flavanol atau disebut juga katekin, merupakan derivat dari flavanone dengan penambahan gugus hidroksi. Perbedaan yang mencolok yaitu tidak adanya ikatan rangkap pada posisi 2 dan 3 serta gugus hidroksi yang selalu menempel di posisi 3 pada cincin C. Senyawa ini banyak ditemukan terutama pada buah kiwi, apel dan anggur [23]. Senyawa flavanol diantaranya adalah katekin, epikatekin, dan galokatekin yang dapat dibagi lagi menjadi turunan yang lebih kompleks [24].

2.3 Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia nabati menurut cara yang cocok [25]. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan, sedangkan ekstrak kering adalah sediaan yang berasal dari tanaman atau hewan, diperoleh dengan cara pemekatan dan pengeringan ekstrak cair

(8)

10

hingga mencapai konsentrasi yang diinginkan menurut cara-cara yang memenuhi syarat [26].

Proses ekstraksi dilakukan bertujuan untuk mengambil senyawa kimia yang terkandung dalam sampel. Prinsip ekstraksi didasarkan pada perpindahan masa komponen zat yang terlarut ke dalam pelarut sehingga terjadi perpindahan pada lapisan antar muka dan berdifusi masuk ke dalam pelarut [27]. Pemilihan metode ekstraksi bergantung pada bagian tanaman yang akan diektraksi dan bahan aktif yang diinginkan. Tujuan dari suatu proses ekstraksi adalah untuk memperoleh suatu bahan aktif yang tidak diketahui, memperoleh suatu bahan aktif yang sudah diketahui, memperoleh sekelompok senyawa yang memiliki struktur sejenis, memperoleh semua metabolit sekunder dari suatu bagian tanaman dengan spesies tertentu, mengidentifikasi semua metabolit sekunder yang terdapat dalam suatu mahluk hidup sebagai penanda kimia atau kajian metabolisme. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan menurut saat ekstraksi yaitu jumlah simplisia yang akan diestrak, derajat kehalusan, jenis pelarut, waktu ekstraksi, kondisi dan metode esktaksi [28].

Teknik ekstraksi yang ideal adalah teknik yang mampu mengekstraksi bahan aktif yang diinginkan sebanyak mungkin, cepat, mudah dilakukan, murah, ramah lingkungan dan hasil yang diperoleh selalu konsisten jika dilakukan berulang- ulang. Teknik ekstraksi terbagi menjadi 2 yaitu secara konvensional dan non konvensional. Teknik ekstraksi konvensional biasanya dilakukan dengan cara sederhana dengan menyari atau merendam simplisia. Contoh teknik ekstraksi konvensional yaitu maserasi, infusa, dekoksi, penggodokan atau perebusan, fermentasi, perkolasi dan sokhlet. Teknik ekstraksi non konvensional biasanya dilakukan dengan bantuan teknologi seperti dengan bantuan gelombang ultrasonik atau Ultraound Assisted Extraction (UAE), dengan bantuan listrik atau Pulsed- Electric Field Extraction (PEF), dengan bantuan enzim atau Enzyme Assisted Extraction (EAE), dengan bantuan gelombang mikro atau Microwave Assisted Extraction (MAE), dengan cairan pelarut bertekanan atau Pressurized Liquid Extraction (PLE) dan dengan fluida superkritik [29].

(9)

11

Jenis-jenis ekstraksi berdasarkan bentuk substansi dalam campuran yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat cair. Ekstraksi cair-cair biasanya dilakukan untuk bahan berupa cairan sedangkan ekstraksi padar-cair biasanya dilakukan untuk bahan yang berbentuk padatan seperti simplisia. Ekstraksi dapat dilakukan dengan pemanasan atau tanpa pemanasan. Ekstraksi tanpa pemanasan atau ekstraksi dengan cara dingin dilakukan pada suhu ruang. Metode ini biasanya digunakan untuk mengekstraksi bahan yang mengandung komponen kimia yang mudah rusak dengan pemanasan atau termolabil, contoh ekstraksi dengan cara dingin yaitu maserasi dan perkolasi. Ekstraksi dengan pamanasan umunya digunakan untuk mengekstraksi komponen kimia yang tahan pemanasan. Ekstraksi ini memanfaatkan panas untuk mempercepat reaksi dalam menarik senyawa. Contoh ekstraksi dengan pemanasan yaitu seduhan atau godokan, infusa, dekokta, digesti, refluks dan sokhletasi [28].

2.4 Maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan proses perendaman bahan dengan pelarut yang sesuai dengan senyawa aktif yang akan diambil dengan pemanasan rendah atau tanpa adanya proses pemanasan, saat proses perendaman bahan akan terjadi pemecahan dinding sel dan membran sel yang diakibatkan oleh perbedaan tekanan antara luar sel dengan bagian dalam sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan pecah dan terlarut pada pelarut organik yang digunakan [30]. Faktor-faktor yang memengaruhi ekstraksi antara lain waktu, suhu, jenis pelarut, perbandingan bahan dan pelarut, dan ukuran partikel. Maserasi merupakan metode ekstraksi konvensional dengan cara menyari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai [28].

Metode maserasi merupakan metode sederhana dan sangat cocok untuk menyari bahan yang lembut atau tidak keras serta bahan yang tidak tahan atau rusak karena pemanasan [8]. Maserasi dipilih karena tidak menggunakan panas, sehingga metabolit sekunder tidak rusak karena flavonoid merupakan senyawa yang mudah rusak dengaan pemanasan pada suhu diatas 50℃, serta proses pengerjaan mudah

(10)

12

dengan peralatan yang sederhana [17]. Faktor penting dalam melakukan ekstraksi flavonoid adalah lamanya ekstraksi berlangsung. Semakin lama waktu ekstraksi, kuantitas bahan yang terekstrak juga akan semakin meningkat dikarenakan kesempatan untuk bersentuhan antara bahan dengan pelarut makin besar. Waktu maserasi yang terlalu singkat akan mengakibatkan tidak semua senyawa fitokimia larut dalam pelarut yang digunakan, dan apabila waktu ekstraksi terlalu lama maka senyawa fitokimia yang diekstrak akan rusak namun waktu maserasi yang melewati waktu optimum akan menyebabkan komponen yang terekstrak menurun. Waktu maserasi yang melewati waktu optimum akan merusak zat terlarut yang ada di dalam bahan dan berpotensi meningkatkan proses hilangnya senyawa-senyawa pada larutan yang terekstrak karena penguapan [31].

Kelebihan dari metode maserasi adalah biayanya yang murah, mudah untuk dilakukan dan tanpa pemanasan sehingga tidak merusak senyawa flavonoid karena jika menggunakan pemanasan dapat membuat kadar flavonoid berkurang bahkan rusak [32]. Selain dari kelebihannya yang sederhana maserasi juga menghasilkan rendemen lebih banyak dibanding ekstraksi dingin lainnya yaitu rendemen ekstrak daun alpukat tertinggi yaitu menggunakan pelarut etanol dengan waktu maserasi 30 jam yaitu 27,84%, sedangkan rendemen terendah terdapat pada perlakuan pelarut aquades dengan waktu maserasi 36 jam yaitu 16,74% dengan kadar flavonoid total tertinggi diperoleh dari pelarut etanol dengan waktu maserasi 30 jam yaitu 64,12 mgQE/g berat kering bahan [31].

2.5 Ultrasound Assisted Extraction (UAE)

Ultrasound Assisted Extraction atau UAE merupakan salah satu metode ekstraksi non konvesional dengan memanfaatkan energi gelombang ultrasonik. Pada saat campuran ekstrak disonikasi, gelombang ultrasonik akan memecah dinding sel dan melepaskan isi sel ke media ekstraksi [33]. Teknik ekstraksi ini dilakukan dengan bantuan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 20-2000 kHz untuk meningkatkan permeabilitas sel tanaman dan membangkitkan kavitasi. Seperti gelombang pada umumnya, gelombang ultrasonik bergerak melalui suatu media dengan mekanisme kompresi dan ekspansi. Ekstraksi dengan bantuan gelombang

(11)

13

ultrasonik memiliki kelebihan dalam mengeluarkan senyawa organik dan anorganik dari matriks bagian tanaman. Mekanismenya diperkirakan melalui terjadinya intensifikasi perpindahan massa dan percepatan pelarut dalam mengakses senyawa bahan aktif yang terkandung dalam sel-sel bagian tanaman.

Mekanisme ekstraksi dengan model ini melibatkan dua fenomena fisik, yaitu difusi melalui dinding sel bagian tanaman dan pengeluaran isi sel oleh pelarut setelah dinding sel pecah [29].

UAE memiliki kelebihan dibandingkan metode maserasi karena metode ultrasonik menggunakan gelombang ultrasonik dengan frekuensi lebih besar dari 16-20 kHz.

Salah satu kelebihan metode ekstraksi ultrasonik adalah kecepatan ekstraksinya, dibandingkan dengan ekstraksi secara termal atau konvensional. Metode ultrasonik ini lebih aman, lebih singkat, dan meningkatkan jumlah rendemen kasar [7]. Rendemen total fenolik yang diperoleh dari ekstraksi menggunakan ultrasonik lebih besar dibandingkan metode maserasi serta waktu yang dibutuhkan juga lebih singkat [34]. Penelitian terdahulu dengan ekstraksi menggunakan gelombang ultrasonik 32 KHz menghasilkan flavonoid total ekstrak daun katuk yaitu 5,68 ± 0,34 mgQE/g bahan [35].

2.6 Spektrofotometri UV-Visible

Spektrofotometri UV-Vis adalah instrumen yang paling sering digunakan untuk analisis kualitiatif berupa penetapan struktur dan analisis kuantitatif dalam penetapan kadar senyawa secara eksperimental. Cara kerja alat ini yaitu dengan adanya interaksi senyawa organik dengan sinar ultraviolet dan sinar tampak, dapat digunakan untuk menentukan struktur molekul senyawa organik. Bagian dari molekul yang paling cepat bereaksi dengan sinar tersebut adalah elektron yang berikatan dan elektron nonikatan (elektron bebas). Eksitasi elektron direkam dalam bentuk spektrum yang dinyatakan sebagai panjang gelombang dan absorbansi, sesuai dengan jenis elektron-elektron yang terdapat dalam molekul yang dianalisis. Makin mudah elektron bereksitasi makin besar panjang gelombang yang diabsorbsi, makin banyak elektron yang bereksitasi makin tinggi absorban [36].

(12)

14

Beberapa istilah yang digunakan terkait dengan analisis spektrofotometri UV-Vis yaitu kromofor, auksokrom, efek batokromik atau pergeseran merah, efek hipokromik atau pergeseran biru, hipsokromik dan hiperkromik. Kromofor adalah molekul atau bagian molekul yang mengabsorbsi sinar dengan kuat di daerah UV- Vis. Auksokrom adalah gugus fungsi yang mengandung pasangan elektron bebas berikatan kovalen tunggal, yang terikat pada kromofor yang mengintensifkan absorbsi sinar UV-Vis pada kromofor tersebut, baik panjang gelombang maupun intensitasnya. Efek batokromik atau pergeseran merah yaitu perubahan absorbsi panjang gelombang ke arah panjang gelombang yang lebih besar sedangkan efek hipokromik atau pergeseran biru yaitu perubahan absorbsi ke panjang gelombang yang lebih pendek. Efek hiperkromik yaitu terjadinya peningkatan intensitas absorbsi dan hipokromik penurunan intensitas absorbsi [36].

Umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer, yaitu single-beam dan double-beam. Perbedaann keduanya adalah single-beam digunakan untuk mengukur absorbansi pada gelombang tunggal sedangkan double-beam digunakan untuk mengukur absorbansi pada dua gelombang yang melewati sampel.

Spektrofotometer yang umum digunakan untuk analisis kuantitatif adalah spektrofotometer single-beam. Keuntungan spektrofotometer single-beam yaitu lebih murah dan sederhana dibandingkan double-beam. Bagian-bagian pada instrumen spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat pada Gambar 2.3 Spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan untuk penentuan terhadap sampel yang berupa larutan, gas, atau uap. Sampel harus diubah menjadi suatu larutan yang jernih Untuk sampel yang berupa larutan perlu diperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang dipakai antara lain murni, harus melarutkan sampel dengan sempurna, tidak mengandung ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya, tidak berwarna, dan tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis [36].

(13)

15

Gambar 2.3 Skema alat spektrofotometer UV-Vis Single beam [34].

Pengukuran senyawa flavonoid total menggunakan pembanding kuersetin karena kuersetin merupakan salah satu golongan flavonoid yang terkandung dalam daun alpukat. Larutan sampel ditambahkan AlCl3 yang dapat membentuk kompleks sehingga terjadi pergeseran panjang gelombang ke arah visible (tampak) yang ditandai dengan larutan menghasilkan warna yang lebih kuning. Penambahan natrium asetat yang bertujuan untuk mempertahankan panjang gelombang pada daerah visible (tampak). Perlakuan inkubasi selama 30 menit sebelum pengukuran dimaksudkan agar reaksi berjalan sempurna, sehingga intensitas warna yang dihasilkan lebih maksimal [32].

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik dan memisahkan senyawa yang mempunyai kelarutan berbeda–beda dalam berbagai pelarut komponen kimia yang terdapat dalam bahan

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik dan memisahkan senyawa yang mempunyai kelarutan berbeda–beda dalam berbagai pelarut komponen kimia yang terdapat dalam bahan alam

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal dengan menggunakan pelarut.. Tujuan utama ekstraksi adalah mendapatkan atau

Hal ini dikarenakan pada proses sokletasi digunakan panas sesuai dengan titik didih pelarut untuk mempercepat kelarutan senyawa aktif dalam suatu bahan, sehingga senyawa aktif

Ekstraksi adalah suatu kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut cair.. Senyawa aktif yang

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat aktif yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.. Pemilihan pelarut dan cara ekstraksi

Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

2.5 Ekstraksi Ekstrak merupakan sediaan kental yang didapatkan dengan cara menekstraksi zat aktif dari suatu simplisia nabati maupun hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai..