• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan kewenangan Diplomat Dan Konsuler Dalam Hubungan Luar Negeri

1 Perwakilan Diplomatik

a) Pengertian Diplomatik

Pengertian umum tentang diplomasi menurut Ernest Satow adalah pemakaian dari kecerdasan/akal dan kebijaksanaan terhadap suatu kelakuan daripada hubungan dinas antara pemerintah-pemerintah dari negara-negara merdeka, kadang-kadang diperluas juga didalam hubungan antara pemerintah dengan negara asal, secara lebih singkat dikatakan kelakuan daripada kewajiban/tugas antara negara dengan maksud damai.1

Sir Ernest Sattow juga memberikan batas definisi diplomasi yaitu sebagai keterampilan dan ketangkasan di dalam perlakuan dari pada pergaulan internasional dan perundingan. Menurut Oxford English Dictionary, pengertian- pengertian diplomasi adalah sebagai berikut:

a. Diplomasi adalah pengendalian serta pemeliharaan hubungan-hubungan internasional.

1 Ernes sattow, guide to diplomacy practice, 1957, hlm 1

(2)

b. Diplomasi adalah cara daripada pengendalian serta pemeliharaan hubungan internasional oleh para duta besar dan duta.

c. Diplomasi adalah pekerjaan ataupun pengetahuan serta kebijaksanaan seorang diplomat.2

Mu’in BA memberikan definisi diplomasi adalah mempergunakan segala

kebijaksanaan dan kecendikiawanan dalam melaksanakan dan memelihara hubungan-hubungan yang resmi antara pemerintahan-pemerintahan dan negara- negara yang merdeka. Lebih lanjut dikemukakan beliau bahwa alat yang digunakan didalam melaksanakan pekerjaan diplomasi adalah perundingan dan permusyawaratan. Perundingan tersebut dapat dilaksanakan dengan mengadakan pertemuan atau konferensi dan juga dengan perantaraan surat menyurat dan pertukaran nota.3

Demikianlah beberapa pengertian umum dari diplomasi yang telah diberikan sarjana asing, diplomat veteran asing maupun sarjana Indonesia. Berdasarkan pengertian dan definisi tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa faktor penting yang harus dimiliki hukum diplomatik, yaitu antara lain : (1) adanya hubungan antar bangsa untuk merintis kerjasama dan persahabatan, (2) hubungan tersebut dilakukan melalui pertukaran misi diplomatik termasuk para pejabatnya, (3) para pejabat diplomatik harus diakui statusnya sebagai agen diplomatik, dan (4) agar para diplomat itu dapat melakukan tugas dan fungsinya secara efisien, mereka perlu diberikan kekebalan

2 Simpson, John; Weiner, Edmund (1989). Oxford English Dictionary, second, London:

Oxford University

3 Mu’in,Perjuangan Diplomasi dan Politik Luar Negeri, Pustaka Azam, 1982:13

(3)

dalam kebiasaan hukum internasional dan keistimewaan yang didasarkan atas aturan-aturan, serta perjanjian-perjanjian lainnya yang menyangkut hubungan diplomatik antar negara.4

Petugas-petugas yang berada di berada perwakilan diplomatik menurut Konvensi Wina 1961 pasal 1 adalah sebagai berikut :

a. Anggota Misi adalah kepala misi dan anggota-anggota staf misi.

b.Kepala misi adalah orang yang diberi tugas oleh negara pengirim dengan tugas untuk bertindak didalam kapasitasnya sebagai kepala misi. Kepala misi disebut sebagai Agen Diplomatik (Diplomatic Agent)

c. Anggota-anggota Staf Misi adalah anggota-anggota staf diplomatik, anggota- anggota staf administrasi dan teknik, dan anggota staf pelayan misi.

d. Anggota Staf Diplomatik adalah anggota-anggota staf misi yang mempunyai tingkatan diplomatik, disebut juga sebagi agen diplomatik.

e. Agen Diplomatik adalah kepala misi atau seorang anggota staf misi diplomatik.

f. Anggota Staf Teknik dan Administrasi adalah anggota-anggota staf misi yang dipekerjakan didalam pelayanan teknik dan administrasi dari misi.

g. Anggota Staf Pelayan adalah anggota-anggota staf misi di dalam pelayanan domestik dari misi.

h. Pelayan Pribadi adalah orang yang di dalam pelayanan domestik dari seorang anggota misi dan yang bukan pegawai negara pengirim misi.

4 Syahmin AK, suatu pengantar diplomatik, PT armico, bandung, 1998, hlm 13

(4)

i. Gedung Misi adalah bangunan atau bagian dari bangunan dan tanah yang mendukungnya, tanpa memandang pemilikannya, dipergunakan untuk tujuan- tujuan misi termasuk tempat kediaman kepala misi.5.

b) Tata Cara Pembukaan Hubungan Diplomatik

Menurut Pasal 2 Konvensi Wina 1961: “Pembukaan hubungan diplomatik antara negara-negara dan pengadaan misi diplomatik tetapnya dilakukan melalui persetujuan timbal balik.”Persetujuan timbal balik untuk membuka hubungan diplomatik ini dapat dilakukan dengan cara:

a) Membuat perjanjian pembukaan hubungan diplomatik

b) Mendeklarasikan bersama, Hal ini dilakukan apabila antara kedua kepala negara bertemu baik dalam suatu kunjungan resmi di salah satu negara atau disela-sela suatu pertemuan resmi di tempat lain.6

Apabila kedua negara telah sepakat untuk membuka hubungan diplomatik, maka tahap berikutnya adalah:

1) Pengangkatan:

(a) Kepala misi yang akan ditempatkan di negara penerima diusulkan terlebih dahulu oleh negara pengirim untuk mendapatkan persetujuan (agreement) dari negara penerima.

(b) Apabila negara penerima menolak memberikan persetujuan orang tersebut, tidak ada kewajiban bagi negara penerima untuk memberikan alasan penolakannya.7

5 Syahmin AK, suatu pengantar diplomatik, PT armico, bandung, 1998, hlm 13

6 ibid

(5)

2) Penerimaan Kepala Misi Diplomatik

Kepala misi diplomatik yang mendapatkan persetujuan dari negara penerima, selanjutnya akan diberikan surat kepercayaan (Letter of Credence) yang ditandatangani oleh kepala negara ditujukan kepada kepala negara penerima.8 Biasanya seorang kepala misi diplomatik sebelum berangkat menuju posnya di negara penerima, akan tinggal dahulu di ibukota negaranya, akan mengadakan pembicaraan-pembicaraan dengan Kepala Negara, Menteri Luar Negeri, dan pejabat-pejabat lainnya di Kementrian Luar Negeri serta dengan wakil-wakil diplomatik dari negara dimana ia akan ditempatkan, kepala misi ini akan mempelajari hubungan antara dua negara tersebut dimasa lampau, diberi bahan- bahan dan informasi-informasi oleh para ahli dari biro-biro di kementrian luar negeri yang berkaitan dengan tugasnya (menurut pembagian geografis, fungsi, dan sebagainya), dan diperlengkapi dengan dokumen-dokumen penting diantaranya, paspor-paspor diplomatik, baik untuk kepala misi sendiri, untuk keluarganya, maupun stafnya.9

Setelah Diplomat tersebut tiba di posnya yang baru di negara penerima, Kepala Misi ini akan menghubungi Menteri Luar Negeri untuk memohon audiensi dengan Kepala Negara dengan maksud untuk menyerahkan surat kepercayaannya (Letter of Credence), biasanya upacara penyerahan surat kepercayaan ini dilakukan secara formal. Pada intinya dalam upacara penyerahan

7 Tercantum dalam pasal 4 konvensi wina 1961 tetang hubungan dilomatiki

8 ibid

9Arsip mata kuliah Hukum Diplomatik Fakultas hukum Universitas lampung oleh abdul muthalib tahar, s.h,.m.h

(6)

surat kepercayaan ini terdiri atas dua hal, yaitu: (1) Pidato singkat dari wakil diplomatik tersebut, (2) Pidato dari Kepala Negara setelah menerima surat kepercayaan.10

Tahap berikutnya biasanya Kepala Misi Diplomatik tersebut mengadakan kunjungan dan mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri, dengan Pemimpin-pemimpin atau Pejabat-pejabat yang berpengaruh dalam pemerintahan negara penerima, para rekan-rekan sejawat lainnya dari Korps Diplomatik yang biasanya masing-masing akan membalas kunjungan tersebut pada waktu yang akan datang. Setelah itu barulah Kepala Misi Diplomatik akan melaksanakan tugas-tugas diplomat sesungguhnya.11

c) Tugas dan Fungsi Pejabat Diplomatik

Mengenai tugas dan fungsi pejabat diplomatik menurut Konvensi wina 1961 pasal 3 ayat (1)yaitu:

a) Mewakili negaranya di negara penerima

b) Melindungi kepentingan negara pengirim di negara penerima dalam batas-batas yang dibolehkan oleh hukum internasional.

c) Melakukan perundingan dengan pemerintah negara penerima.

d) Memberikan laporan kepada negara pengirim mengenai keadaan-keadaan dan perkembangan-perkembangan di negara penerima, dengan cara-cara yang dibenarkan oleh hukum.

10Syahmin AK, suatu pengantar diplomatik, PT armico, bandung, 1998, hlm 13

11ibid

(7)

e) Memajukan hubungan persahabatan antar negara pengirim dan negara penerima, dan memajukan hubungan ekonomi, budaya, dan ilmu pengetahuan.12

d) Klasifikasi Kepala Perwakilan Diplomatik

(1) Klasifikasi menurut Konvensi Wina 1961

Pasal 14 Konvensi Wina Tahun 1961, mengatur tentang klasifikasi kepala- kepala misi diplomatik, yang dibedakan menjadi tiga tingkatan/kelas, antara lain: (1)Ambassador atau Nuncious, yang diakreditasikan pada kepala negara atau kepala misi lain yang sederajat, (2) Envoys, Ministers dan Internuncious, yang diakreditasikan kepala negara, (3) Charge d’affaires, yang diakreditasikan

kepada Menteri Luar Negeri. Meskipun diadakan klasifikasi terhadap kepala- kepala misi diplomatik ini, tidak diadakan pembedaan terhadap mereka kecuali mengenai urusan kehadiran dan etiket.13

(2)Klasifikasi Menurut Kongres Wina 1815

Klasifikasi Kepala Misi Diplomatik menurut Kongres Wina tanggal 19 Maret 1815 adalah (a) Duta Besar serta Perwakilan Tahta Suci Vatikan (Ambassador Papa Legates Nuncious), (b) Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa penuh (Envoys Extraordinary and Minister Plenipotentiary), dan (c) Kuasa usaha (Charge d’affaires)14

(3) Klasifikasi menurut Kongres Aix-La Chapella 1818

12 Tercantum dalam konvensi wina pasal 3 ayat 1

13Syahmin AK, suatau pengatur hukum diplomatik, PT armico, bansung, 1998, hlm 49

14Syahmin AK, suatau pengatur hukum diplomatik, PT armico, bansung, 1998, hlm 49

(8)

Klasifikasi Kepala Misi Diplomatik menurut Kongres Aix-La Chapella 1818 adalah (a) Ambassador ang Legates, or Nuncious, (b) Envoys and Minister Plenipotentiary, (c) Minister Resident, (d)Charge D’Affaires.15

2. Perwakilan Konsuler

a) Pengertian Konsuler

Konsuler merupakan perwakilan negara yang biasanya ditempatkan pada suatu daerah dalam wilayah negara penerima atau pada wilayah yang belum merdeka.

Biasanya, untuk merintis pembukaan hubungan diplomatik antar negara, didahului dengan pengiriman pejabat konsuler.

Hubungan konsuler ini hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat non politis, artinya hanya terbatas pada hal-hal yang bertujuan untuk memajukan hubungan perdagangan, perniagaan dan untuk kepentingan warga negara yang berdiam di berbagai daerah dalam wilayah kekuasaan negara yang bersangkutan.16

Konvensi Wina 1963 pasal 1 mengenai hubungan konsuler, menguraikan beberapa definisi- definisi sebagai berikut :

a. Consular post adalah suatu konsulat jenderal, konsulat, wakil konsulat (konsulat muda) atau perwakilan konsuler.

b. Consular district adalah wilayah yang ditetapkan atau ditunjuk untuk mana suatu post konsuler melaksanakan fungsi-fungsi konsulernya.

15 ibid

16 M. Tasrief, Hukum Diplomatik dan Prakteknya, CV Al islhan, Surabaya, 1988, hlm 70

(9)

c. Head of Consular Post adalah seseorang yang diberi tugas bertindak didalam kapasitasnya sebagai kepala post konsuler.

d. Consular office adalah setiap orang, pejabat konsuler, termasuk kepala suatu post konsuler yang diberi kepercayaan dalam kapasitasnya untuk melaksanakan fungsi-fungsi konsuler.

e. Consular Employee adalah setiap orang yang bekerja didalam pelayanan administrative atau teknis dari suatu post konsuler.

f. Members of the Service staff adalah setiap orang yang bekerja didalam urusan intern suatu post konsuler, termasuk para pelayan rumah tangga pejabat konsuler.

g. Members of the Consular post adalah pejabat-pejabat konsuler, pegawai- pegawai konsuler, dan anggota-anggota staf pelayanan konsuler.

h. Members of the Consular Staff adalah pejabat-pejabat konsuler selain daripada kepala post konsuler, dan anggota-anggota staf pelayanan konsuler.

i. Members of Private Staff adalah setiap orang yang bekerja secara khusus untuk melayani kepentingan pribadi seorang anggota post konsuler.

j. Consular Premises adalah meliputi bangunan-bangunan atau bagian dari bangunan-bangunan (gedung) dan tanah yang mendukungnya, tanpa memperhatikan pemilikannya, dipergunakan secara khusus untuk tujuan-tujuan post konsuler.

k. Consular Archives adalah meliputi semua naskah, dokumen, surat- menyurat, buku-buku, pita-pita (kaset) dan daftar-daftar dari suatu post konsuler bersama-sama dengan sandi-sandi, kode-kode, kartu-kartu indeks, dan setiap

(10)

barang perabotan yang dimaksudkan untuk perlindungannya, atau menjaga keselamatannya.17

Dalam Hukum Internasional, dikenal dua pembedaan kategori konsul, yaitu (1) Konsul Jabatan atau Konsul Karir dan, (2) Konsul Kehormatan, yang mana seorang konsul kehormatan ini tidak harus merupakan warga negara dari negara pengirim, namun dapat saja dari warga negara penerima.18

b) Tata Cara pembukaan Konsuler

Konvensi Wina 1963 pasal 7 mengenai hubungan konsuler menyebutkan bahwa suatu perwakilan konsuler yang berada di suatu negara bertugas untuk menjalankan fungsi-fungsi konsuler. Dibukanya suatu perwakilan konsuler karena negara pengirim menanggap perlu dibentuknya perwakilan konsuler mengingat kepentingan negaranya dan warga negaranya.19

Mengenai pembukaan hubungan konsuler, Konvensi Wina 1963 pasal 2 tentang Hubungan Konsuler menentukan sebagai berikut : (a) Pembukaan hubungan konsuler diantara negara- negara terjadi dengan persetujuan timbal balik, (b) Persetujuan yang diberikan untuk pembukaan hubungan diplomatik diantara dua negara jika tidak ditentukan lain, termasuk persetujuan untuk pembukaan hubungan konsuler, (c) Pemutusan hubungan diplomatik tidak dengan sendirinya mencakup pemutusan hubungan konsuler.20

17Tercantum dalam konvensi wina 1963 pasal 1

18Shyamin AK, suatau pengantar Hukum Diplomatik, PT amrico Bandung, 1998, hlm 105

19Tercantum dalam konvensi wina 1963 pasal 7

20ibid

(11)

Menurut pasal 2 ayat (2) Konvensi Wina 1963, persetujuan yang diberikan untuk pembukaan hubungan diplomatik diantara dua negara jika tidak ditentukan lain, termasuk pula persetujuan untuk pembukaan hubungan konsuler. Hal ini berarti persetujuan pembukaan hubungan diplomatik, apabila tidak ditentukan lain termasuk pembukaan hubungan konsuler. Dengan demikian untuk pembukaan hubungan konsuler tidak diperlukan lagi suatu persetujuan bersama. Disamping itu didalam persetujuan tersebut harus disepakati pula mengenai jumlah personil anggota staf diplomatik.21

c) Tugas dan fungsi perwakilan konsuler

Tugas dan fungsi perwakilan konsuler yang diatur dalam Konvensi Wina tahun 1963 pasal 5 sebagai berikut:

(a) Melindungi kepentingan-kepentingan dari negara pengirim dan warga negara- warga negaranya di wilayah negara penerima, baik secara individu maupun terhadap badan usahanya dalam batas-batas yang diperbolehkan oleh hukum internasional.

(b) Mengembangkan hubungan-hubungan perdagangan, ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan antara negara pengirim dan negara penerima, sesuai dengan konvensi.

(c) Mencari dan memberikan informasi kepada negara pengirim mengenai keadaan-keadaan dan perkembangan-perkembangan yang terjadi di negara penerima, semuanya itu dilakukan sesuai hukum yang berlaku.

21Tercantum dalam konvensi wina 1963 pasal 2 ayat 2

(12)

(d) Mengeluarkan paspor dan dokumen-dokumen perjalanan bagi warga negara pengirim, dan visa bagi orang-orang setempat yang akan pergi mengunjungi atau bepergian ke negara pengirim.

(e) Membantu dan mendampingi warga negara pengirim baik secara individual maupun terhadap badan-badan usaha warga negara pengirim di negara penerima.

(f) Berusaha melindungi kepentingan-kepentingan warga negaranya baik secara individual maupun badan usahanya dalam hal terjadinya pergantian yang timbul dari mortis cause, diwilayah negara penerima, sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku di negara penerima.22

d) Klasifikasi Kepala Perwakilan Konsuler

Mengenai klasifikasi kepala-kepala perwakilan konsuler ini, Konvensi Wina tahun 1963 mengaturnya dalam pasal 9. Berdasarkan Pasal 9 Konvensi Wina 1963, kepala-kepala perwakilan konsuler dibedakan menjadi:

(a) Konsul Jenderal, ditetapkan sebagai kepala dari beberapa distrik konsuler dan mengepalai beberapa konsul, atau dapat juga sebagai kepala suatu distrik konsuler yang sangat luas.

(b) Konsul, ditetapkan untuk kota-kota dan pelabuhan saja.

(c) Konsul Muda, adalah asisten konsul jenderal atau konsul yang mempunyai sifat konsuler dan dapat menduduki tempat konsul dalam semua tugas-tugasnya.

22Tercantum dalam konvensi wina 1963 pasal 5

(13)

(d) Agen Konsul, adalah agen-agen dengan sifat konsuler, yang ditetapkan oleh seorang konsul jenderal atau Konsul untuk melaksanakan bagian-bagian tertentu atau tempat-tempat tertentu dari suatu distrik konsuler.23

Keppres Nomor 51 tahun 1976, tentang pokok-pokok Organisasi-Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri Pasal 1 ayat (7), menetapkan bahwa Konsul jendral dan konsul yang memimpin perwakilan konsuler adalah pejabat yang mewakili Neraga Republik Indonesia di bidang Konsuler. Kemudian menurut Pasal 3 ayat (2), Konsulat Jenderal RI atau Konsulat RI adalah Perwakilan konsuler RI yang masing-masing dipimpin oleh seorang Konsul Jenderal atau konsul yang bertanggung jawab kepada Duta Besar Luar biasa dan berkuasa Penuh, bertanggung jawab langsung kepada Menteri Luar Negeri.24

B. Konsep Hubungan Pemerintah Dengan Negara Lain Ditinjau Dari Hukum Nasional Dan Internasional.

1. Konvensi Wina 1961 mengenai Hubungan Diplomatik

Pada tanggal 2 Maret sampai 14 april 1961 diselenggarakan suatu konvensi internasional untuk membahas masalah-masalah dan kekebalan diplomatik.

Konferensi tersebut diberi nama the United nations Conference on Diplomatic Intercourse and Immunities dan diselenggarakan di Wina. Dari konferensi tersebut menghasilkan instrumen-instrumen: Vienna Convention on diplomatic Relations, Optional Protocol Concerning Acquisition of Nationality, dan Optional Protocol Concerning the Compulsory Settlement of Disputes. Diantara

23Tercantum dalam konvensi wina 1963 pasal 9

24 Tercantum dalam keppres no 51 tahun 1976

(14)

ketiga instrument tersebut Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik (Convention on Diplomatic Relations) merupakan yang terpenting.25

Konvensi itu diterima oleh 72 negara, tidak ada yang menolak dan satu negara abstain. Pada tanggal 18 April 1961 wakil dari 75 negara menandatangani Konvensi tersebut, yang terdiri dari mukadimah, 53 pasal dan 2 protokol. Tiga tahun kemudian, pada tanggal 24 April 1964 konvensi tersebut mulai berlaku.

Sekarang hampir seluruh negara di dunia telah meratifikasi konvensi tersebut termasuk Indonesia yang meratifikasinya dengan Undang-Undang No.1 tahun 1982 pada tanggal 25 Januari 1982.26

Dapatlah dikatakan bahwa himpunan ketentuan-ketentuan mengenai hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik ini merupakan hukum hubungan diplomatik sebagai bagian dari hukum internasional yang paling mapan dan sudah lama berkembang dalam kehidupan masyarakat antar bangsa.27

Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik sekarang ini telah menjadi konvensi universal karena hampir seluruh negara di dunia telah menjadi pihak pada instrumen yuridik tersebut. Banyak kasus dimana peradilan nasional mendasarkan hampir seluruh keputusan-keputusannya atas ketentuan-ketentuan konvensi walaupun salah satu negara yang bertikai belum menjadi pihak.

Kekuatan utama Konvensi ini adalah diterimanya prinsip resiprositas28yang telah

25Dr. Boer Mauna, 2005,Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, PT. Alumni Bandung, 2008: hlm.514

26 26Dr. Boer Mauna, 2005,Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, PT. Alumni Bandung, 2008: hlm.514

27 ibid

28Prinsip resiprositas adalah prinsip timbal balik dalam hubungan antar negara yang dapat saling menguntungkan satu sama lain

(15)

merupakan sanksi efektif dan tetap atas ketaatan terhadap ketentuan-ketentuan Konvensi.29

Setiap negara sekaligus merupakan negara pengirim dan penerima, bila suatu negara lalai dalam memberikan hak-hak istimewa, kekebalan atau perlindungan terhadap wakil-wakil negara asing, maka negara asing tersebut akan mengambil sikap yang sama. Oleh karena itu, merupakan kepentingan suatu negara untuk memberikan perlakuan yang baik kepada perwakilan-perwakilan diplomatik asing dan anggota-anggotanya agar wakil-wakilnya di negara lain juga mendapat perlakuan yang sama pula. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi ini merupakan pedoman dan landasan bagi penyelenggaraan dan kegiatan luar negeri antar negara dan khususnya dalam menjalankan peranan, tugas dan fungsi perwakilan masing-masing negara di negara lain.30

2. Konvensi Wina 1963 mengenai Hubungan Konsuler

Komisi Hukum Internasional mulai tahun 1955 melakukan kodifikasi tentang hubungan konsuler. Sebagai hasil kerja Komisi tersebut, majelis Umum PBB pada tahun 1961 memutuskan untuk menyelenggarakan suatu konferensi kodifikasi di Wina pada tahun 1963 yang merupakan lanjutan dari penerimaan Konvensi Hubungan Diplomatik tahun 1961.31 Pada tanggal 24 April 1963 lahirlah Konvensi Hubungan Konsuler yang mengatur mengenai hubungan perdagangan, perniagaan dan untuk kepentingan warga negara yang berdiam di berbagai daerah dalam wilayah kekuasaan negara yang bersangkutan. Konvensi

29 Suryokusumo,”Hukum Diplomatik Teori dan Kasus”, Penerbit Alumni, Bandung1995, hlm:46

30Sumaryo Wasito., Sm.Hk., 1984, konvensi-konvensi Wina, Andi Offset Yogyakarta. Hlm. 57

31Mochtar Kusumaatmaja, 1999, Pengantar Hukum Indonesia, Putra Abardin. Hlm. 31

(16)

ini mulai berlaku pada bulan maret 1967. Indonesia telah meratifikasi Konvensi tersebut dengan Undang-Undang no.1 tahun 1982 pada tanggal 25 Januari 1982.32

C. Tinjauan Hubungan Kerjasama Antara Indonesia dan Singapura

Sejak merdeka, hubungan luar negeri Indonesia berpatokan pada kebijakan luar negeri "bebas dan aktif" dengan mencoba mengambil peran dalam berbagai masalah regional sesuai ukuran dan lokasinya, namun menghindari keterlibatan dalam konflik di antara kekuatan-kekuatan besar dunia. Kebijakan luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto beralih dari sikap anti-Barat dan anti-Amerika yang menjadi ciri pemerintahan Soekarno.

Setelah Soeharto mengundurkan diri tahun 1998, pemerintah Indonesia mempertahankan garis besar kebijakan luar negeri Soeharto yang moderat dan independen. Banyaknya masalah di dalam negeri tidak berhasil mencegah presiden-presiden selanjutnya untuk bepergian ke luar negeri serta partisipasi Indonesia dalam panggung internasional. Invasi ke Timor Leste oleh Indonesia pada bulan Desember 1975, aneksasinya tahun 1976, serta referendum kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia pada bulan Agustus 1999 memperkuat hubungan Indonesia dengan komunitas internasional.

Dalam menjalankan kegiatan politik internasional, Indonesia melakukan cara yaitu dengan melakukan kerjasama dengan negara yang ada di dunia, sehingga

32 ibid

(17)

Indonesia membuat konsep Lingkaran konsentris politik luar negeri. Lingkaran konsentris merupakan pembagian regional hubungan luar negeri yang dianggap mampu menjadi acuan Indonesia untuk melakukan hubungan internasional.

Lingkaran konsentris juga dapat didefinisakan sebagai dua lingkaran atau lebih yang memiliki pusat yang sama. Dua lingkaran atau lebih tersebut dapat diartikan bahwa Indonesia dapat menjalin kerjasama dengan dua negara atau lebih agar dapat mewujudkan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Dalam menjalankan konsep lingkaran konsentris ini, merupakan strategi Indonesia untuk dapat mewujudkan kepentingan nasional melalui menjalin kerjasama dengan negara yang ada di dunia.

Sebelum membentuk konsep lingkaran konsentris politik luar negeri, terdapat beberapa dasar yang menjadikan Indonesia menjalin kerjasama dengan beberapa negara di dunia. Dasar tersebut antara lain, ideologi, ekonomi, politik, dan keamanan. Dalam dasar ideologi, Indonesia menjalin kerjasama antar negara Asia-Afrika dimana negara tersebut adalah negara yang anti kolonialisme dan menjunjung tinggi perdamaian dunia. Keseriusan Indonesia yaitu ditunjukkan pada saat Indonesia berada pada pimpinan Soekarno, Indonesia merupakan negara yang melopori KAA (Konferensi Asia Afrika).

Selanjutnya, dalam dasar wilayah, Indonesia memprioritaskan kerjasama pada kawasan negara Asia Tenggara dan membentuk organisasi yaitu ASEAN. Dan yang terakhir adalah, dasar keamanan dan ekonomi. dalam dasar tersebut Indonesia menjalin kerjasama dengan China dan Amerika Serikat karena

(18)

dianggap dapat diandalkan untuk bekerjasama dan dapat memberikan keuntungan bagi Indonesia dan dapat menjadikan Indonesia menjadi bangsa yang kuat dan dapat bersaing dengan negara lain.

Singapura adalah negara sahabat dan salah satu negara tetangga terdekat yang memiliki arti penting bagi kepentingan nasional indonesia maupun kepentingan kawasan. Secara fisik geografis, kedua negara mempunyai perbatasan langsung, sehingga mendorong terwujudnya hubungan dan kerja sama diberbagai bidang. Di sisi lain, kedekatan posisi geografis tersebut juga menimbulkan berbagai tantangan yang secara langsung dapat mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia.

Sejak hubungan diplomatik Indonesia Singapura secara resmi dibuka pada tingkat duta besar, tanggal 7 september 1967, hubungan bilateral kedua negara telah berkembang secara baik, positif, dan konstruktif. Hal ini tercermin dari insentitas saling kunjung anatara pemimpin dan pejabat tinggi kedua negara yang meningkat sejak 2004. Di samping itu, Indonesia dan Singapura memiliki mekanisme hubungan bilateral yang solid dalam bentuk pertemuan tahunana tingkat kepala negara untuk meriview dan mengarahkan hubungan bilateral, pertemuan tingkat manteri, dan mekanisme working groups untuk meningkatkan hubungan kerjasama kedua negara.

Dari segi kepentingan kawasan, Indonesia dan Singapura merupakan dua negara penting dikawasan asia tenggara sebagai pendiri ASEAN. Indonesia perlu memberikan prioritas dan perhatian pada pembinaan dan penguatan hubungan,

(19)

kerja sama, maupun solidaritas ASEAN, khususnya dalam memperkuat proses transformasi ASEAN menjadi suatu komunitas pada tahun 2015.

Sebagai salah satu negara tetangga terdekat hubungan kerja sama antara kedua negara terwujud dalam berbagai bidang kehidupan, terutama yang sempat menonjol adalah dalam bidang ekonomi. Singapura merupakana mitra dagang utama , sumber investasi asing terbesar dan juga asal wisatawan asing terbesar bagi Indonesia. Hubungan baik anatara kedua negara juga tercermin dalam solidaritas pemerintah dan rakyat Singapura membantu Indonesia dalam menangani dampak bencana, seperti tsunami dan gempa, mulai dari tanggap darurat sampai tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.

Bidang Politik dan Keamanan

Hubungan bilateral Indonesia - Singapura secara umum berjalan baik dan memperlihatkan kemajuan yang lebih positif dan konstruktif ke arah pengembangan sektor-sektor kerja sama baru yang saling menguntungkan dan proses penyelesaian beberapa outstanding issues. Hal ini didorong oleh komunikasi yang intensif dan hubungan people to people yang dinamis. Sejak 2007 tercatat telah terdapat beberapa kali pertemuan antara kedua kepala Negara, kunjungan antar parlemen serta pertemuan pejabat tinggi antara kedua Negara.

Hal ini pada gilirannya akan mempererat hubungan, meningkatkan saling pengertian, serta menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan secara timbal balik.

Peningkatan comfort level tersebut tercermin dalam capaian substantif antara lain, diselesaikannya batas maritim antara kedua negara di wilayah Barat Selat Singapura (P. Nipah–Tuas).

(20)

Bidang Ekonomi

Hubungan ekonomi Indonesia - Singapura terus berkembang berkat adanya komplementaritas kepentingan ekonomi kedua negara yang sangat besar.

Indonesia memiliki sumber daya alam dan mineral yang melimpah serta tersedianya tenaga kerja yang kompetitif, sedangkan Singapura mempunyai keunggulan di sektor knowledge, networking, financial resources dan technological advance. Hal ini antara lain ditandai dengan semakin meningkatnya volume perdagangan, investasi dan pariwisata.

Produk-produk ekspor unggulan Indonesia ke Singapura antara lain komponen dan barang elektronik, kapal dan suku cadang kapal, suku cadang pesawat, baja, petrokimia dan bahan bahan kimia. Sementara itu, peluang yang masih dapat ditingkatkan pasarnya adalah komponen elektronik, suku cadang kapal, bahan kimia, produk pertanian terutama sayur dan buah-buahan, produk makanan olahan, produk perikanan, dan peralatan perhotelan.

Singapura juga memiliki arti yang sangat strategis di bidang investasi karena merupakan referensi bagi lebih dari 5000 kantor perwakilan perusahaan multinasional yang akan mengembangkan usaha di kawasan Asia Tenggara.

Sementara itu, kalangan dunia usaha di Singapura juga mulai menjajaki perluang- peluang investasi “beyond Jakarta”, antara lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan tentunya Kepulauan Riau serta Riau daratan.

Di bidang ekonomi, Indonesia merupakan mitra dagang ke 4 bagi Singapura.

Sedangkan Singapura merupakan mitra dagang ke 3 bagi Indonesia, setelah

(21)

Jepang dan Amerika Serikat. Pada tahun 2010, total nilai perdagangan kedua negara mencapai US$ 33.9 milyar, naik 31.5% dari total nilai perdagangan tahun 2009 yang mencapai US$ 25.8 milyar. Sementara pada Jan –Nov 2011 total nilai peerdagangan kedua negara mencapai US$ 41.08 milyar, naik menjadi 33%

dimana Indonesia mengalami defisit US$ -6.63 milyar.

Di bidang investasi, bagi Singapura, Indonesia merupakan tujuan investasi keempat terbesar setelah RRT, Inggris dan Malaysia. Sementara bagi Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir Singapura merupakan sumber investasi asing terbesar. Pada tahun 2010, nilai investasi mencapai lebih dari US$ 5,1 milyar dalam 537 proyek. Pada tahun 2011, Singapura tetap menjadi sumber investasi asing terbesar dengan nilai investasi sebesar US$ 5.1 milyar dalam 754 proyek.

Di bidang pariwisata, Singapura merupakan negara asal wisatawan asing terbesar di Indonesia. Pada tahun 2010 dari total 7 juta wisatawan yang berkunjung ke Indonesia, 1.2 juta merupakan wisatawan asal Singapura.

Di bidang ketenagakerjaan, Singapura merupakan salah satu tujuan utama bagi penempatan tenaga kerja Indonesia, bukan hanya dari sektor informal, namun juga sektor formal. Saat ini dari 197.970 WNI yang tercatat di Singapura, sekitar 117.146 TKI, 16.909 ABK, 14.767 tenaga profesional Indonesia yang bekerja di berbagai perusahaan dan mahasiswa/pelajar 24.560 orang.

Kedua negara diharapkan dapat meningkatkan investment promotion trips dan kerja sama pengembangan kapasitas. Hal ini dapat dipromosikan sebagai salah

(22)

satu upaya untuk mempercepat terwujudnya ASEAN Connectivity yang juga merupakan fokus utama kebijakan luar negeri Singapura.

Bidang Sosial Budaya

Pengembangan hubungan di bidang sosisal budaya perlu terus dilakukan bagi tercapainya suatu perspektif yang lebih baik antara kedua negara dengan spektrum yang lebih luas. Hal ini diharapkan dapat mengurangi persepsi yang tidak tepat mengenai masing-masing negara dan dapat menjembatani common interests antara masyarakat di kedua negara.

Peningkatan hubungan sosial budaya akan terus didorong melalui kerangka Indonesia-Singapore Friendship Association (ISFA) yang dibentuk pada bulan April 2005, yang telah tercatat memberikan bantuan rekonstruksi sekolah di Padang yang runtuh akibat gempa bumi. Dalam bidang kerja sama pendidikan, Indonesia dan Singapura telah memiliki MoU di bidang kerja sama pendidikan pada tahun 2005, yang diperbaharui dengan ditandatanganinya MoU dalam bidang pendidikan pada Leader’s Retreat di Bogor pada awal bulan Maret 2012.

Bidang Pelayanan dan Perlindungan WNI

Peningkatan kualitas pelayanan dan perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia di Singapura menjadi prioritas utama KBRI. KBRI harus secara konsisten melaksanakan prinsip-prinsip dasar pelayanan publik yang mengedepankan sistim pelayanan yang ramah, murah, cepat dan transparan serta perlindungan WNI yang berpegang pada prinsip kepedulian dan keberpihakan.

(23)

Memperhatikan besarnya jumlah WNI di Singapura, KBRI Singapura telah melakukan langkah-langkah kongkrit dalam upaya meningkatkan pelayanan publik dan perlindungan, antara lain sertifikasi ISO 9001:2008 untuk tiga pelayanan utama yaitu di bidang imigrasi yang menyangkut pelayanan pemberian paspor dan visa; di bidang perhubungan yang terkait dengan pelayanan sign on dan sign off bagi para pelaut Indonesia dan fasilitasi perpanjangan kontrak kerja para PLRT; mengedepankan prinsip kepedulian dan keberpihakan dalam upaya perlindungan dalam bentuk fasilitas hotline 24 jam untuk menampung berbagai keluhan dan permasalahan masyarakat yang memerlukan tindakan perlindungan;

penyediaan penampungan sementara bagi PLRT yang menghadapi masalah dengan fasilitas yang memadai, pendampingan hukum bagi WNI yang terancam hukuman mati.

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini, Bhutan memiliki Bhutan Computer Incident Response Team (BtCIRT), yang dikembangkan pada tahun 2016.. 544 Niswatul Harisa yang telah menangani lebih dari 250 insiden