Jenis sampah yang dihasilkan antara lain sampah kering (serasah), sampah pekarangan, ranting, dedaunan, dan debu. Timbulan sampah adalah jumlah sampah yang berasal dari masyarakat dalam satuan volume atau berat per penduduk per hari, atau perluasan gedung atau perluasan jalan (SNI. Mengetahui jumlah sampah yang akan ditangani sangat penting karena setiap daerah dan jenis kegiatan yang dilakukan menghasilkan jumlah sampah yang berbeda-beda.
Pengelompokan sampah yang paling umum digunakan berdasarkan komposisinya, misalnya dinyatakan dalam % berat atau % volume kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, pakaian, makanan dan sampah lainnya (Damanhuri dan Padmi , 2019). Pengelolaan sampah adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian timbulan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pengolahan sampah dengan memperhatikan faktor lingkungan. Menurut undang-undang RI no. 18 Tahun 2008, pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta mengembalikan sampah pada sumbernya.
Kegiatan pengurangan sampah meliputi pembatasan timbulan sampah, daur ulang sampah; dan/atau pemanfaatan kembali sampah yang dikenal dengan istilah 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Teknik operasional pengelolaan sampah terdiri dari 6 aspek yaitu containerisasi, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan. 18 Tahun 2008, ruang lingkup aspek operasional non teknis pengelolaan sampah terdiri dari peraturan dan undang-undang, kelembagaan, peran serta masyarakat, dan pembiayaan.
Pengelolaan sampah melibatkan partisipasi masyarakat tidak hanya pada sumbernya, tetapi juga melalui sebagian masyarakat di TPS dan TPA, termasuk sebagian masyarakat yang memanfaatkan lokasi TPS dan TPA dengan memilah sampah yang masih dapat digunakan kembali, didaur ulang, dan dijual. barang berharga seperti karton, plastik, botol plastik, kaleng, dan lain-lain, sebagian besar masih dibuang begitu saja bersama TPS dan TPA.
Siklus Circular Economy
Konsep Zero Waste
Sistem pengelolaan sampah Zero Waste merupakan solusi terpadu untuk pengelolaan sampah dan sumber daya alam yang berkelanjutan di kota. Zero Waste terdiri dari banyak konsep yang dapat dikembangkan untuk sistem pengelolaan sampah berkelanjutan, antara lain menghindari, mengurangi, menggunakan kembali, mengubah, memperbanyak, mendaur ulang, memperbaiki, memproduksi ulang, menjual kembali, dan mendistribusikan kembali sumber sampah. Namun konsep zero waste tidak bisa sepenuhnya menghilangkan sampah, karena pada umumnya semua produk yang diproduksi pasti akan menghasilkan sampah.
Selain zero waste sebagai tujuan dan ekonomi sirkular sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut, keterkaitan kedua konsep ini juga tentang bagaimana mengubah cara pandang masyarakat dari yang memandang kota sebagai sistem ekonomi linier menjadi ekosistem kehidupan yang “tertutup”. loop" siklus manajemen. Dimana peran konsep zero waste dalam penerapan ekonomi sirkular adalah mengubah cara pandang sosial terhadap penggunaan sumber daya dan pengelolaan sampah agar lebih berkelanjutan (Sundana et al., 2019). Berdasarkan Zerowaste.com (2020), hierarki zero waste pada dasarnya mengacu pada sistem 3R, dimana pembentukannya berbentuk piramida yang memuat prioritas penggunaan material dari yang terbaik hingga yang terburuk.
Memikirkan kembali dan mendesain ulang produk dan bahan untuk mendorong produksi yang lebih sirkular selalu menjadi pilihan pertama dalam hierarki nihil limbah. Idenya adalah untuk memastikan terciptanya cara-cara baru dan lebih efisien untuk mewujudkan zero waste. Prioritas pada tingkat hierarki nihil limbah ini mencakup daur ulang tanpa kehilangan kualitas, serta desentralisasi fasilitas.
Selain itu, pemulihan energi dari material hanya boleh dilakukan melalui sistem alami yang tidak memerlukan masukan energi dan beroperasi pada suhu dan tekanan biologis. Intinya adalah mengulangi proses-proses sebelumnya seperti memikirkan kembali/mendesain ulang, mengurangi, menggunakan kembali, mendaur ulang untuk lebih meminimalkan produk dan bahan yang mencapai tahap nol hierarki. Stabilisasi bahan yang dapat difermentasi melalui stabilisasi biologis untuk mengurangi emisi dan pencucian serta dampak-dampak yang tidak diinginkan lainnya;.
Tingkat terakhir dari hierarki nihil limbah menyoroti praktik dan gagasan yang seharusnya dianggap tidak dapat diterima dalam kerangka konsep nol limbah. Sebagai kerangka konseptual, Hirarki Nol Limbah (Zero Waste Hierarchy) sangat penting dalam memberikan masukan kepada para pemimpin dan pengambil kebijakan mengenai penggunaan sumber daya kita secara paling efisien dan cara mengurangi penyebab limbah terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Kegunaannya terlihat jelas dalam strukturnya yang progresif dan sifatnya yang fleksibel; ini bukanlah seperangkat undang-undang yang kaku dan tidak dapat dilanggar, melainkan seperangkat prinsip-prinsip panduan terstruktur yang dapat dan harus diterapkan.
Penerapan Zero Waste di Berbagai Negara .1 Kamikatsu, Jepang
- Boras, Swedia
- Bandung, Indonesia
Tingginya kandungan air pada sampah organik menyebabkan perlunya bahan bakar tambahan untuk pembakaran sampah. Penerapan zero waste yang dilakukan kota Kamikatsu dapat menghemat sepertiga biaya awal pengelolaan sampah kota melalui insinerasi. Kota Boras yang merupakan salah satu kota menengah di Swedia dengan perkiraan jumlah penduduk sekitar 110.000 jiwa merupakan salah satu kota yang memelopori penerapan sistem pengelolaan sampah berkelanjutan.
Faktor penentu keberhasilan pengelolaan sampah di Boras dipengaruhi oleh masyarakat, pengambil kebijakan dan keputusan, penelitian dan pengembangan, serta anak-anak. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menyukseskan pengelolaan sampah di kota Bora, antara lain meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah melalui berbagai kegiatan sosial dan olah raga di kota tersebut, merumuskan kebijakan pengelolaan sampah sedemikian rupa agar masyarakat membayar pajak lebih sedikit. . jika tingkat pemilahan sampah semakin tinggi, tinggi dan sebaliknya, melakukan program penelitian di Universitas Boras tentang pemanfaatan sampah menjadi produk yang inovatif dan berharga, serta peran anak yang diajarkan sejak dini tentang klasifikasi dan pengelolaan sampah di sekolah masing-masing (Rajendran et al., 2013). Semua sampah organik dikumpulkan dalam kantong hitam dan kemudian diproses secara biologis untuk menghasilkan biogas.
Lebih dari 90% daur ulang botol PET dan aluminium telah dicapai di Swedia berkat sistem Pant yang dinilai menarik karena menjadikan pengelolaan sampah lebih mudah, efisien, dan ekonomis. Bagian dari sampah daur ulang yang dikumpulkan dalam mesin kemudian dikirim untuk diproses secara biologis dan termal (Rajendran et al., 2013). Peraturan ini bertujuan pengelolaan sampah 100% pada tahun 2025, 30% dengan pengurangan dan 70% sisanya harus diolah dengan aman (Fam, 2019).
Sampah organik dapat diolah di rumah atau di kota dengan cara dibuat kompos di TPST 3R, sedangkan sampah yang dapat didaur ulang dapat dijual ke pengepul untuk menambah penghasilan. Secara teoritis, Kota Bandung dapat mengurangi sampah sebesar 73% dari total sampah kota sebesar 450 ton per hari, yang berarti pengurangan biaya pengelolaan sampah sebesar 73% (Fam, 2019). Meski terdapat angka potensi pengurangan sampah, namun kenyataannya Kota Bandung hanya mampu mengurangi biaya pengelolaan sampah sebesar 23% atau sekitar $3 miliar (Rp per tahun).
Pendekatan tersebut terangkum dalam “10 Langkah Membangun Program Komunitas untuk Pengelolaan Sampah Secara Ekologis”, dalam hal ini Mother Earth Foundation fokus pada penguatan peran barangay atau komunitas dalam pengelolaan sampah (Fam, 2019). Terdapat 7 RW dari masing-masing kecamatan yang bertujuan untuk melaksanakan pemilahan sampah di sumbernya, pengumpulan sampah dari pintu ke pintu, dan pengomposan sampah organik. Hasil dari penggunaan pendekatan ini selama satu tahun adalah tingkat kepatuhan rumah tangga dalam pengelolaan sampah sebesar 44%, yang merupakan target tertinggi di Indonesia.
Salah satu kecamatan yang melaksanakan program Zero Waste Cities, yaitu Kecamatan Sukaluyu, mengelola jaringan fasilitas pengomposan yang menampung hampir seluruh sampah organik di kecamatan tersebut. Pengomposan sampah organik di Kecamatan Sukaluyu menunjukkan bahwa pengelolaan sampah tidak selalu menimbulkan bau tidak sedap jika dilakukan dengan baik.
Kawasan Komersial
Hotel
- Penerapan Zero Waste di Hotel
Berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor 37/PW.340/MPPT-86: Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian besar atau seluruh bangunan untuk menyediakan penginapan, makanan dan minuman serta jasa lainnya kepada publik, yang dikelola secara komersial. 1998), hotel adalah suatu bangunan yang menyediakan akomodasi, makanan, minuman, dan pelayanan lainnya kepada umum, yang dikelola secara komersial, khususnya bagi wisatawan. Maka dari beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa hotel adalah suatu tempat akomodasi yang menyediakan penginapan, makanan, minuman dan pelayanan umum serta fasilitas lainnya yang memenuhi syarat kenyamanan dan dikelola secara komersial. Sebagai penyedia akomodasi, makanan, minuman, dan fasilitas lainnya kepada masyarakat, aktivitas hotel tentu saja menghasilkan sampah.
Beberapa hotel di Indonesia sudah mulai mengubah pola pengelolaan sampah yang lama dan mengganti beberapa bahan sekali pakai dengan yang ramah lingkungan atau menggunakan bahan yang dapat digunakan kembali untuk mengurangi sampah yang masuk ke tempat pembuangan sampah. Salah satu hotel yang menerapkan zero waste ada di kota Bandung yaitu hotel Hilton Bandung. Kevin Girard selaku general manager hotel Hilton Bandung mengatakan bahwa jaringan Hilton telah menghilangkan penggunaan plastik dalam aktivitasnya selama 5 tahun terakhir.
Penerapan yang sudah selesai adalah dengan mengganti penggunaan alat makan plastik dengan alat makan yang dapat digunakan kembali atau sekali pakai dengan bahan kertas seperti pada gambar 2.10.