• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
reza Dewi

Academic year: 2024

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA "

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian terdahulu adalah upaya penulis untuk menemukan analogi dan i nspirasi baru untuk penelitian berikutnya. Penelitian terhadulu dapat digunakan un tuk melihat kesamaan dan perbedaan dalam berbagai hal. Ini juga berguna untuk mengidentifikasi apakah penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah plagiat. Pa da bagian ini, peneliti membuat ringkasan dan kesimpulan dari penelitian sebelum nya yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Ini adalah penelitian y ang terkait dengan tema peneliti:

Penelitian terdahulu yang pertama berjudul “Kepercayaan Masyarakat Terhadap IR.H. Muchlis A. Misbah Dalam Pemilu Legislafof Di Kota Makassar”.

Penelitian ini dilakukan oleh Risda Amalia Ramadani pada tahun 2023. Adapun m etode penelitian yang dilakukan adalah menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan jenis deskripsi, mencari dan menganalisis data melalui hasil wawancara da n dokumentasi. Teori penelitian ini adalah kepercayaan masyarakat terhadap upaya yang dilakukan Ir. H. Muchlis A Misbah dalam melakukan membangun kepercayaan di tengah masyarakat Kelurahan Maccini .

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ir. H. Muchlis A. Misbah menjaga kepercayaan masyarakat melalui 3 cara. Pertama, kemampuan dalam mewujudkan kebutuhan masyarakat Kelurahan Maccini. Kedua, kemampuan untuk peduli dan dekat terhadap masyarakat Kelurahan Maccini. Ketiga, kemampuan melaksanakan tanggung jawab sebagai anggota DPRD melalui sosialisasi.

(2)

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan diteliti oleh penulis a dalah di pembahasan yang mana sama-sama membahas tentang kepercayaan masyarakat terhadap calon legislatif. Kemudian untuk perbedaannya adalah disegi subjeknya dimana penelitian terhaduhulu haya melihat kepercayaan masyarakat terhadap calon legislative saja, sedangkan peneliti menganalisis kepercayaan masyarakat berdasarkan strata pendidikan.

Penelitian terdahulu yang kedua berjudul “Kepercayaan Politik dan Partisipasi Politik Pemilih Pemula”. Penelitian ini dilakukan oleh Lusy Akhrani pada Tahun 2018. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif menggunakan teknik non probability sampling (purposive sanpling) di mana data dikumpulkan dengan menggunakan skala kepercayaan politik dan skala partisipasi politik.

Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan yang siginifikan antara kepercayaan politik dengan partisipasi politik (r = 0.296, n = 105, p = 0.002).

Artinya semakin tinggi kepercayaan politik maka akan semakin tinggi pula partisipasi politiknya. Karena mereka mewakili 20% dari suara pemilih, penelitian ini menunjukkan bahwa suara pemilih pemula sangat penting bagi partai politik.

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penel iti adalah metode penelitian sama-sama menggunakan metode kuantitatif. Perbeda an penelitian ini adalah pada subjeknya yaitu kepercayaan politik dan partispasi polik pemilih pemula, sedangkan peneliti yaitu analisis kepercayaan masyarakat terhadap calon legislatif pada strata pendidikan.

(3)

Penelitian terdahulu yang ketiga berjudul “Pengaruh Kesadaran dan Kepercayaan Politik Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat Dharmasraya pada Pilkada 2015”. Penelitian ini dilakukan oleh Anggraini Merry, Asrinaldi, Aidinil Zetra pada Tahun 2018. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Explanatory Reseacrh. Penelitian ini menganalisis pengaruh kesadaran politik terhadap partisipasi masyarakat. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Tingkat kesadaran politik dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan kabupaten Dharmasraya sangat tinggi. Koefisien korelasi sebesar 0,462 dihasilkan dari hasil analisis menggunakan uji kendali Tau. Pada Pilkada Serentak 2015 di Kabupaten Dharmasraya, ada korelasi positif antara kesadaran politik dan kepercayaan terhadap sistem pemerintahan.

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penel iti adalah hal yang mengenai bagaimana tentang kepercayaan masyarakat terhadap politik, sementara itu perbedaannya adalah penelitian terdahulu menggunakan pen elitian Explanatory Reseacrh, sedangkan peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif.

(4)

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu

No JUDUL PENELITI METODE HASIL PENELITIAN PERSAMAAN & PERBEDAAN

1. Kepercayaan

Masyarakat Terhadap IR.H. Muchlis A.

Misbah Dalam

Pemilu Legislatif Di Kota Makassar

Risda Amalia Ramadani

Metode Deskriptif kualitatif

Hasil penelitian ini menunjukkan b ahwa Ir. H. Muchlis A. Misbah menjaga kepercayaan masyarakat melalui 3 cara. Pertama, kemampuan dalam mewujudkan kebutuhan masyarakat Kelurahan Maccini. Kedua, kemampuan untuk peduli dan dekat terhadap masyarakat Kelurahan Maccini.

Ketiga, kemampuan melaksanakan tanggung jawab sebagai anggota DPRD melalui sosialisasi.

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan diteliti oleh penulis adalah di pembahasan yang mana sama-sama membahas tentang kepercayaan masyarakat terhadap calon legislatif. Kemudian untuk perbedaannya adalah disegi subjeknya dimana penelitian terhaduhulu haya melihat kepercayaan masyarakat terhadap calon legislative saja, sedangkan peneliti menganalisis kepercayaan masyarakat berdasarkan strata pendidikan.

2. Kepercayaan Politik dan Partisipasi Politik Pemilih Pemula

Lusy Akhrani

MKuantitatif Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan yang siginifikan antara kepercayaan politik dengan partisipasi politik (r = 0.296, n = 105, p = 0.002). Artinya semakin

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah metode penelitian sama-sama menggunakan metode kuantitatif. Perbedaan penelitian ini adalah pada subjeknya yaitu kepercayaan politik dan

(5)

akan semakin tinggi pula partisipasi politiknya. Karena mereka mewakili 20% dari suara pemilih, penelitian ini menunjukkan bahwa suara pemilih pemula sangat penting bagi partai politik.

liti yaitu analisis kepercayaan masyarakat terhadap calon legislatif pada strata pendidikan.

3. Pengaruh Kesadaran dan Kepercayaan Politik Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat

Dharmasraya pada Pilkada 2015

Anggraini Merry, Asrinaldi, Aidinil Zetra

Metode Explanatory Reseacrh

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Tingkat kesadaran politik dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan kabupaten Dharmasraya sangat tinggi. Koefisien korelasi sebesar 0,462 dihasilkan dari hasil analisis menggunakan uji kendali Tau.

Pada Pilkada Serentak 2015 di Kabupaten Dharmasraya, ada korelasi positif antara kesadaran politik dan kepercayaan terhadap sistem pemerintahan.

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah metode penelitian sama-sama menggunakan metode kuantitatif. Perbedaan penelitian ini adalah pada subjeknya yaitu kepercayaan politik dan partispasi polik pemilih pemula, sedangkan pene liti yaitu analisis kepercayaan masyarakat terhadap calon legislatif pada strata pendidikan.

(6)
(7)

II.2 Konsep Kepercayaan Politik 2.2.1 Pengertian Kepercayaan Politik

Menurut Rabiatul & Andreas (2022) mengatakan bahwa Kepercayaan politik adalah kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik seperti eksekutif, legislatif, yudikatif, birokrasi, dan kepolisian untuk bertindak sesuai dengan kewajibannya. Rasa percaya masyarakat sangat penting karena menjadi dasar yang menopang dan mendukung sistem politik yang telah dibuat oleh pemerintah.

Oleh karena itu, ketika rasa percaya masyarakat tidak dibentuk dengan baik, itu akan berdampak negatif pada pengelolaan negara dan pemberdayaannya.

Terjadinya penurunan kepercayaan masyarakat terhafap politik dan para pelakunya dpat disebabkan karena masyarakat tidak terdidik dengan buday politik yang sehat. Harapan masyarakat terhadap politik yang bersih dan pemerintahan yang terpercaya telah dirusak oleh politik uang, elektabilitas kandidat yang buruk, dan pengakuan atas segala cara untuk mendapatkan kekuasaan. Proses penilaian individu menyebabkan persepsi, yang dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap elit politik (Haryanto, 2015)

Menurut Wahyudi, dkk (2013) mengatakan bahwa kepercayaan politik, di sisi lain, memiliki potensi untuk meningkatkan partisipasi politik individu serta berfungsi sebagai penghalang bagi kepuasan demokrasi. Mereka yang sangat percaya pada politik cenderung bersedia mengambil risiko dalam pengambilan keputusan yang diharapkan dari proses politik. Kepecayaan berfungsi sebagai variabel yang mendorong kesiapan seseorang untuk menghadapi semua bahaya yang terkait dengan partisipasi politik. Kestabilan didukung oleh kepercayaan

(8)

politik, yang juga memberikan legitimasi kepada masyarakat terhadap sistem politik yang berlaku.

Menurut Paige (1991) menyatakan bahwa kesadaran politik yang rendah dan kepercayaan terhadap sistem politik atau pemerintah adalah dua faktor yang berkontribusi pada tingkat partisipasi politik yang rendah. Menurut Hetherington (1998), kepercayaan politik adalah suatu orientasi evaluatif masyarakat terhadap sistem politik, atau bagian dari sistem politik, yang didasarkan pada harapan normatif (Lusy Asa Akhrani, 2018).

Miller dan Listhaug (1990) juga menyatakan bahwa inti dari teori demokrasi adalah kepercayaan politik, yang menunjukkan apakah otoritas politik dan lembaga yang menjalankannya sesuai dengan kepercayaan normatif publik.

Ramlan Surbakti juga setuju, mengatakan bahwa kesadaran politik dan kepercayaan pada pemerintah (sistem politik) adalah komponen yang dianggap memengaruhi tingkat partisipasi politik yang rendah. Sementara yang dimaksud dengan sikap dan kepercayaan kepada pemerintah adalah penilaian seseorang terhadap pemerintah, kesadaran politik adalah kesadaran akan hak dan kewajiban seseorang sebagai warga negara (Ramlan Surbakti, 1999, hal. 184).

II.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan Politik

Menurut Bourne,P,.A (2010) ada dua faktor yang mempengaruhi pekercay aan politik, yaitu :

a. Faktor Institusi

Faktor institusi mencakup faktor ekonomi dan kinerja pemerintah dan lembaga politik.

(9)

b. Faktor Budaya

Menurut Bourne (2010 : 84-98) Faktor budaya termasuk kondisi sosiologis dan psikologis. Variabel sosio, seperti umur, pendidikan, dan pekerjaan, serta pengalaman, membentuk kepercayaan politik. Selain faktor-faktor di atas, ada dimensi yang mempengaruhi pembentukan kepercayaan politik di masyarakat.

Dimensi kepercayaan politik adalah sebagai berikut:

1) Kemampuan

Dalam hal ini, kemampuan, kompetensi, dan sifat yang dimiliki oleh calon anggota legislatif.

2) Kebijakan

Dalam kasus ini, kebajikan adalah sejauh mana orang mempercayai calon anggota legislatif yang baik hati dan tidak mementingkan diri sendiri.

3) Integritas

Dalam hal ini, integritas terkait dengan kemampuan calon anggota legislatif untuk mematuhi peraturan, termasuk undang-undang. Dalam bidang sosial dan politik, kepercayaan adalah syarat yang harus ada. Selain itu, kepercayaan juga penting untuk keberlangsungan politik agar mencapai tujuan dan visi yang diharapkan dan sesuai dengan bentuk pemerintahan demokratis.

Kepercayaan juga merupakan dasar yang harus dimiliki dalam bersosial dan berpolitik agar politik dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan pemerintahan demokratis.

Kebebasan masyarakat untuk memilih siapa yang mereka percayai sebagai pemerintah adalah salah satu ciri negara yang memiliki demokrasi. Jika sebuah negara dapat memberikan masyarakatnya lebih banyak kebebasan berdemokrasi,

(10)

rakyat akan lebih percaya pada pemerintahnya (Layton 2010). Miller et al. (1979) menunjukkan bahwa kepercayaan memengaruhi intensi yang menghasilkan sikap, seperti partisipasi politik. Menurut Heatherington (1999), kepercayaan politik sangat bermanfaat dalam kasus di mana pemilihan diikuti hanya oleh dua calon.

Menurut konsep kepercayaan yang dikemukakan oleh Rotter dalam Ainurrofiq (2007: 31-32), ada upaya yang dapat dilakukan untuk membangun dan mempertahankan kepercayaan. Upaya-upaya tersebut meliputi:

a) Menjaga Public Relationship

Dalam manajemen, public relations bertujuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang baik antara organisasi dan masyarakat umum.

Aktor politik mendapat kepercayaan masyarakat karena mereka mampu menjaga hubungan baik dengan masyarakat dan dengan pejabat publik lainnya.

b) Pendekatan Edukatif dan Persuasif

Metode ini menekankan fungsi komunikasi dua arah, yaitu menginformasikan (memberi tahu) hal-hal yang mendidik kepada publiknya dengan menggunakan strategi persuasif sehingga terjadi pemahaman satu sama lain. Untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat, aktor politik berusaha membangun ikatan antara satu sama lain dengan menciptakan cara untuk saling memahami. Kedua belah pihak menggunakan pendekatan edukatif untuk saling memahami.

c) Kehandalan dan Kemampuan

Kehandalan dalam artian bahwa aktor dapat bergantung pada mereka untuk menyelesaikan tugas negara dan kebutuhan masyarakat, sementara kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan aktor untuk memenuhi tanggung

(11)

jawab yang diberikan kepada mereka. Penulis menyatakan bahwa konsep kepercayaan politik digunakan dalam penelitian karena masyarakat sangat penting dalam pemilihan umum. karena masyarakat memiliki hak untuk memilih anggota parlemen mereka. Oleh karena itu, seseorang yang ingin menang dalam pemilihan umum harus mendapatkan kepercayaan masyarakat.

II.3 Teori Perilaku Pemilih

Perilaku pemilih, juga dikenal sebagai "perilaku memilih", adalah cara seseorang mengambil keputusan yang dianggap paling sesuai atau paling disukai.

Namun, perilaku memilih (voting behavior) didefinisikan sebagai: "Kegiatan warga negara yang mempunyai hak untuk memilih dan didaftar sebagai seorang pemilih, memberikan suaranya untuk memilih atau menentukan wakil-wakilnya", menurut Haryanto (2000). Menurut Jack C. Plano, perilaku memilih (voting behavior) didefinisikan sebagai: "Kegiatan warga negara yang mempunyai hak untuk memilih dan didaftar sebagai seorang pemilih, memberikan suaranya untuk memilih.

Budiarjo (2001) mendefinisikan voting behavior sebagai kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan politik, seperti memilih pemimpin negara dan mempengaruhi kebijakan pemerintah secara langsung atau tidak langsung (public policy). Ini termasuk tindakan seperti menghadiri rapat umum, memberikan suara dalam pemilihan umum, dan berhubungan dengan pejabat atau anggota pemerintah. Dalam teori voting behavioral, perilaku pemilih didefinisikan sebagai keterikatan seseorang untuk memberikan suara dalam proses pemilihan umum berdasarkan faktor rasional pemilih (voting behavioral theory). (Kristiadi J, 1996, hal. 76)

(12)

Menurut Asfar (2006) pendekatan perilaku memilih (Voting Behavior ) sel ama ini selain didasarkan dua model atau pendekatan, yaitu pendekatan sosiologi dan pendekatan psikologi, ada pula pendekatan rasional. Adapun model-model per ilaku memilih yaitu :

1) Pendidikan Sosiologis

Teori sosiologi awalnya berasal dari Eropa sebelum berkembang di Amerika Serikat. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Biro Penerapan Ilmu Sosial Universitas Colombia (Biro Ilmu Sosial Universitas Colombia), yang lebih dikenal dengan nama kelompok Colombia. Pada tahun 1948 dan 1952, kelompok ini menyelidiki The People's Choice dan Voting. Di dua karya tersebut, ditunjukkan bahwa perilaku memilih seseorang dipengaruhi oleh berbagai hal, termasuk status sosial ekonomi, afiliasi etnis, tradisi keluarga, keterlibatan dalam organisasi, usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tinggal, dan lainnya. Dalam pendekatan sosiologis, peta kelompok masyarakat dibuat, dan setiap kelompok dianggap mewakili partai tertentu. Mereka dapat dikelompokkan berdasarkan usia atau gender (perempuan dan laki-laki).

2) Pendekatan Psikologis

Efriza (2012) adalah mahasiswa Michigan yang mengembangkan pendekatan psikologis. Ann Arbor Survey Center berfokus pada individu.

Pendekatan psikologis-sering disebut sebagai Mazhab Michigan - lebih menekankan bagaimana faktor psikologis memengaruhi perilaku politik seseorang. Metode psikologi ini menciptakan gagasan psikologi, terutama gagasan tentang sikap dan sosialisasi, yang digunakan untuk menjelaskan perilaku individu. Metode mazhab psikologis ini berfokus pada variabel psikologis,

(13)

menurut Richard Rose dan Lan MC. Alliser (1977). Faktor-faktor psikologis ini termasuk hubungan emosional dengan partai politik (juga dikenal sebagai identitas partai), fokus pada masalah yang sedang berkembang, dan fokus pada kandidat.

3) Pendekatan Rasional

Ketidakpuasan terhadap pendekatan sosiologis dan psikologis mendorong pengembangan pendekatan ini. Pemikiran inovatif ini menggunakan metode ekonomi yang dikenal sebagai rasionalisme. Orang-orang seperti Downs, yang menulis "An Economic Theory of Democracy" (1957) dan Riker & Ordeshook, yang menulis "A Theory of the Calculus Voting" (1962). Para pendukung aliran ini berusaha menjelaskan bahwa perilaku pemilih terhadap partai politik tertentu didasarkan pada pertimbangan tentang apa yang diperoleh pemilih saat memilih calon presiden dan anggota parlemen.

Schumpeter berpendapat bahwa pemilih mendapatkan informasi politik yang sangat beragam dan beragam dalam jumlah besar, seringkali berasal dari berbagai sumber yang mungkin bersifat kontradiktif. Pemilih menghadapi situasi yang sangat sulit untuk memilih informasi di tengah-tengah banyaknya informasi ini. Misalnya, apakah informasi yang diterima berasal dari sumber yang dapat dipercaya atau hanya rumor politik yang tanpa dasar dan hanya berdasarkan persepsi dan kesimpulan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika diskusi tentang perilaku pemilih bermuara pada perdebatan tentang rasionalitas pemilih dalam pemilu (Schumpeter, A, 1996, hal. 43)

Menurut Firmanzah, perilaku pemilih diklasifikasikan dalam empat jenis.

Adapun empat jenis perilaku pemilih tersebut adalah sebagai berikut:

(14)

1) Pemilih Rasional

Konfigurasi pertama menghasilkan pemilih rasional yang berfokus pada penyelesaian masalah politik dan kurang berfokus pada ideologi. Dalam hal ini, pemilih lebih memperhatikan seberapa baik partai politik atau calon kontestan menjalankan program kerjanya. Pemilih jenis ini tidak terlalu memperhatikan afiliasi ideologis mereka dengan partai politik atau kandidat yang mereka pilih.

Faktor-faktor seperti faham, asal usul, nilai tradisional, budaya, agama, dan psikografis juga dipertimbangkan, tetapi tidak begitu penting. Yang paling penting bagi jenis pemilih adalah kemampuan dan tindakan partai atau kontestan dibandingkan dengan pemahaman dan prinsip partai dan kontestan.

2) Pemilih Kritis

Pemilih jenis ini berfokus pada kemampuan partai politik atau kandidat untuk menyelesaikan masalah bangsa dan juga berfokus pada ideologi.

Keterlibatan ideologis sangat penting karena membuat pemilih setia terhadap partai atau kontestan tertentu. Memilih partai lain tidak semudah yang dipikirkan.

Dua mekanisme dapat digunakan oleh pemilih jenis ini untuk memilih. Pertama, mereka menggunakan nilai ideologis sebagai dasar untuk memilih partai politik dan kandidat mana mereka akan memberikan dukungan mereka. Setelah itu, mereka akan mengkritik kebijakan yang akan atau sudah diterapkan. Kedua, itu juga bisa terjadi sebaliknya: pemilih mungkin terlebih dahulu tertarik dengan program kerja yang ditawarkan oleh partai atau kandidat baru, sebelum mereka mencoba memahami prinsip-prinsip yang mendasari kebijakan.

(15)

3) Pemilih Tradisional

Pemilih jenis ini sangat terorientasi dan tidak menganggap kebijakan partai politik atau kontestan sebagai faktor penting dalam membuat keputusan. Pemilih tradisional mengutamakan hubungan sosial budaya, nilai, asal usul, faham, dan agama mereka sebagai ukuran dalam memilih partai politik. Parameter kedua dianggap sebagai kebijakan seperti pembangunan, ekonomi, kesejahteraan, pemerataan pendapatan, dan pendidikan. Pemilih jenis ini biasanya lebih mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin, mitos, dan prinsip historis partai politik atau kandidat. Salah satu ciri khas jenis pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam keyakinan dan prinsip mereka.

4) Pemilih Skeptis

Pemilih keempat adalah mereka yang tidak terlalu terikat dengan partai politik atau kandidat, dan tidak menganggap kebijakan sebagai hal penting.

Karena kurangnya ikatan ideologis, partai politik tidak ingin terlibat dalam pemilihan model ini. Selain itu, mereka tidak terlalu memperhatikan "platform"

dan kebijakan partai politik. Jenis pemilih ini didominasi oleh golongan putih, atau golput, di seluruh dunia. Mereka biasanya berpartisipasi dalam pemungutan suara secara acak atau secara kebetulan. Mereka percaya bahwa kemenangan apapun dalam pemilu tidak dapat mengubah negara seperti yang mereka harapkan.

Selain itu, mereka tidak terikat secara emosional dengan seorang kandidat atau partai politik. (Firmanzah, 2008, Hal. 134)

(16)

II.4 Pendidikan

II.4.1 Pengertian Pendidikan

Menurut Undang-undang Nomor 20 Pasal 1 yang membahas definisi dan pentingnya pendidikan, proses pendidikan dirancang secara sistematis untuk memungkinkan siswa untuk belajar dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran secara aktif. Ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan nilai ketakwaan, kontrol diri, karakter, tingkat intelektual, akhlak, dan keterampilan yang akan membantu mereka hidup di masyarakat. Dalam menentukan arah perkembangan bangsa, pendidikan berfungsi sebagai dasar atau pondasi.

Selain teori pendidikan (Notoatmodjo, 2003), pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses kognitif individu dan bagaimana mereka meningkatkan pengetahuan mereka. Tidak hanya itu, tingkat pendidikan seseorang juga dapat mempengaruhi seberapa baik mereka menguasai materi.

Dengan demikian, pengetahuan, wawasan, dan informasi yang didapat seseorang dengan jenjang pendidikan yang tinggi akan lebih banyak dan lebih berkualitas.

Salah satu metrik penting dalam mendapatkan informasi adalah sumber informasi yang dapat diakses. Tingkat pendidikan seseorang sebanding dengan sumber informasi yang dapat digunakan sebagai rujukan.

II.4.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat didefinisikan dalam KBBI sebagai tumpuan pada tangga, tinggi rendahnya mertabat (jabatan, kedudukan, pangkat, dan sebagainya). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tingkat adalah ukuran, dan dalam konteks penelitian ini, tingkat adalah jenjang atau tahapan. Proses atau tahapan pendidikan yang disebut tingkat pendidikan dilakukan oleh siswa untuk meningkatkan kapasitas

(17)

mereka sendiri. Mencapai tingkat pendidikan yang tinggi berdampak pada proses penerimaan informasi, yang kemudian dapat dianalisis sebelum diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.

II.4.3 Indikator Tingkat Pendidikan

Menurut Lestari (Astuti et al., 2018) indikator dalam tingkat pendidikan di bagi menjadi dua yaitu :

1) Pendidikan formal

Pendidikan formal adalah jenis pendidikan yang disusun secara sistematis dan terdiri dari pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Pendidikan ini diberikan di lembaga pendidikan yang bersifat akademis. Istilah "pendidik tidak dapat melakukan kesalahan" sering digunakan untuk menggambarkan konsep pendidikan formal sebagai sesuatu yang "serba tahu". Baik itu di sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah menengah, atau perguruan tinggi, indikator terakhir dalam pendidikan formal adalah tingkat pendidikan yang diterima setiap siswa.

2) Pendidikan Informal

Pendidikan informal adalah jenis pendidikan di mana keluarga dan lingkungan anak bertanggung jawab atas pendidikan mereka sendiri. Seseorang memperoleh pendidikan informal sepanjang hidupnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, sejak lahir hingga meninggal dunia. Indikator yang dapat dilihat dari siswa dalam pendidikan informal adalah sifat dan kepribadian yang dibangun dari keluarga dan lingkungan mereka (Astuti, 2018, hal. 103-11).

(18)

II.4.4 Tingkat Pendidikan Sekolah di Indonesia 1) Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar berarti memberikan pengetahuan dan sikap dasar kepada siswa yang akan berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Secara prinsip, pendidikan dasar memberikan pondasi yang kuat untuk kemajuan, baik bagi siswa sendiri maupun bagi masyarakat sekitarnya.

2) Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah memiliki potensi untuk mendukung dunia kerja dan pendidikan tinggi dengan menekankan pada kemampuan siswa untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan lingkungan mereka, baik secara sosial, budaya, maupun alam sekitar. Jenjang pendidikan pada pendidikan menengah adalah SMP, SMA, dan SMK.

3) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah tingkat pendidikan di mana siswa dididik untuk menjadi sub-anggota masyarakat dengan tingkat intelektual yang lebih tinggi, yang diharapkan dapat digunakan untuk pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jenjang Pendidikan tinggi dianataranya strata 1, strata 2 dan strata 3.

II.4.5 Perbedaan Tingkat Pendidikan

Setiap orang memiliki tingkat pendidikan yang berbeda, tergantung pada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya diantaranya:

1) Motivasi Individu

(19)

Motivasi sendiri didefinisikan sebagai keadaan yang ada dalam diri seseorang yang secara spontan mendorongnya untuk melakukan sesuatu dengan tujuan untuk mencapai tujuannya (Suryabrata, 2006).

Adapun beberapa bentuk motivasi dalam mendapatkan pendidikan seseora ng dapat dilihat berbagai hal, diantaranya:

c. Kemauan untuk mendapatkan pendidikan

Pada dasarnya keinginan merupakan aspek dasar seseorang untuk mau berj uan dalam hal mendapatkan pendidikan.

d. Cita-cita atau tujuan

Cita-cita yang ada adalah komponen yang akan mempengaruhi motivasi dan tujuan seseorang untuk menyelesaikan jenjang pendidikannya.

2) Kondisi Sosial

Kondisi sosial adalah kondisi kemasyarakatan yang seringkali berubah sebagai akibat dari proses sosial yang terjadi. Interaksi sosial menciptakan proses sosial ini. Interaksi sosial ini dapat membentuk norma dalam kelompok masyarakat tertentu.

3) Kondisi Ekonomi Keluarga

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keinginan seseorang untuk pergi ke sekolah adalah tingkat keuangan keluarga mereka. sesuai dengan keinginan seseorang untuk belajar. Menurut Triwiyanto (WF & Lesmana, 2017), kemampuan finansial orang tua untuk membayar semua kebutuhan pendidikan anak, termasuk biaya fasilitas pendidikan, sangat menentukan kualitas pendidikan seseorang.

4) Motivasi Orang Tua

(20)

Orang tua sangat berperan sebagai pendidik dan motivasi yang mereka berikan kepada anaknya sangat berpengaruh terhadap motivasi diri seseorang.

Motivasi dapat berasal dari alasan moral atau materil.

5) Akses

Akses ke pendidikan juga penting untuk membantu seseorang mendapatkan pendidikan. Jarak dari rumah ke sekolah dan kemudahan transportasi akan membantu seseorang mendapatkan pendidikan.

II.5 Kerangka Berpikir

Keterangan :

X : Analisis Kepercayaan Masyarakat

Y : Kepercayaan Masyarakat Terhadap Calon Legislatif Berdasarkan Srata Pendidikan.

ANALISIS KEPERCAYAAN

MASYARAKAT

KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP CALON

LEGISLATIF BERDASARKAN STRATA PENDIDIKAN.

(21)

Firmanzah. 2008. Marketing Politik (Antara Pemahaman dan Realitas). Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia. Hal. 134

Kristiadi J. (1996). Pemilihan Umum dan Perilaku Pemilih di Indonesia. (Jakarta:

LP3ES). Hal. 76

Ramlan Surbakti. (1999). Memahami Ilmu Politik. (Jakarta: Grasindo, 1999), hlm.

184

Schumpeter, A. (1966). Capitalism Socialism and Democracy. London: Unwin University Books. hlm. 43

Surybata, S. (2016). Perilaku Pemilih Teori dan Praktek )S. Anwar (ed); 1). Alaf Riau

JURNAL:

Astutu, S.I., Arso, S. P., & Wigari, P. A. (2018). Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja. Vol. 3. No. 1. Hal.

103-111

Bourne,P,.A (2010). Modelling Political Trust individu yang pada akhirnya meningkat in a Developing Country Current kepercayaan. Kepuasan demo krasi merupa kan pengalaman positif yang dirasakan - Research Journal o f Social Sciences 2(2): 84-98

Haryanto, H. C., Rahmania, T., Mubarok, A. R., Dopo, A. B., Fauzi, H., & Fajri, E. (2015). Bagaimanakah persepsi keterpercayaan masyarakat terhadap elit politik? Jurnal Psikologi, 42(3), 243–258. https://doi.org/10.22146/jpsi.99 13

Lusy Asa Akhrani, Fitsabilla Imansari, Faizahlusyasa. 2018. Kepercayaan Politik dan Partisipasi Politik Pemilih Pemula. Jurnal Psikologi Universitas Braw ijaya. Vol 4. No 1

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Byumi Aksara.

Rabiatul, M & Andreas, A. K. (2022). Alienasi Pemuda dalma Politik: Peran Nilai dan Kepercayaan Pada Partisipasi Politik Pemilih Pemula. Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol. 10. No.1

(22)

Riau, 9(2), 94–99.

Gambar

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Partisipasi politik rendah, dipunyai seseorang yang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan terhadap pemerintah tinggi.. Kecenderungan partisipasi apatis, mereka yang

Sebagai definisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan

Peran pemerintah dalam pembangunan dapat ditingkatkan antara lain melalui: (1) pengurangan hambatan dan kendala- kendala bagi kreativitas dan partisipasi masyarakat, (2)

Menunjukan adanya kesadaran bermasyarakat dan bernegara yang tinggi dengan tidak menyerahkan penentuan nasib kepada orang lain, (seperti kepada pemimipin, tokoh masyarakat,

Menurut Mulyadi (2002;50), dasar pikiran yang melandasi penyusunan etika profesional setiap profesi adalah kebutuhan profesi tersebut tentang kepercayaan masyarakat

1) Wibowo, Rosmauli dan Suhud (2015) dengan judul Pengaruh persepsi manfaat, persepsi kemudahan, fitur layanan dan kepercayaan terhadap minat menggunakan E-money Card

Pilar Edukasi Keuangan Edukasi keuangan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai lembaga keuangan formal, produk dan jasa keuangan termasuk fitur,

No Judul Penelitian Lokasi Tahun Tujuan Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Kesimpulan 5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan