BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitihan terkait dengan evaluasi pengolahan air limbah dengan sistem Extended Aeration adalah sebagai berikut:
1. Nama Penelitih : Sri Sumiyati
Judul Penelitihan : Analisa kinerja Pengolahan Limbah Pavilyun Kartika RSP AD Gatot Soebroto Jakarta
Methode : Pengolahan LImbah menggunakan System Extended Aeration ( aerasi diperpanjang)
Hasil : berdasarkan hasil pemeriksaan efluen oleh laboratorium lingkungan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) propinsi DKI Jakarta, effluent IPAL Pavilyun Kartika sudah aman untuk dibuang ke badan air penerima yaitu saluran pembuangan kota.
Rumah sakit menghasilkan limbah padat dan juga air limbah, berbahaya dan tidak berbahaya. Pavilyun kartika sebagai bagian dari RSPAD Gatot Soebroto, menhasilkan air limbah yang memiliki karakteristik seperti air limbah domestic. Limbah berbahaya yang diproduksi oleh Pavilyun Kartika dikelola oelh RSPAD Gatot Soebroto. Di Pavilyun Kartika, air limbah dengan aliran 52 m3/hari bersala kamar mandi untuk pasien,
kartika berisi BOD, COD, dan Ammoniac yang tinggi, meskipun masih menyimpan angka, karena masih dibawah peraturan standart untuk air limbah dijakarta. Instalasi pengolahan air limbah Pavilyun Kartika menggunakan metode aerasi diperpanjang ( Extended Aeration), sebagai bagian dari perawatan biologis. Pokok dari perawatannya adalah aerasi, sedimentasi, dan klorinasi.
2. Nama Penelitih : Dwica Wulandari
Judul Penelitihan : Evaluasi Desain Instalasi Pengolahan Air LImbah Kantor Pusat Pertamina.
Methode : Pengolahan limbah menggunakan sistem activated sludge extended aeration.
Hasil : hasil dari evaluasi ini yaitu efisiensi pengolahaan sudah mencapai 77% untuk penghilangan Biochemical Oxygen Demand (BOD) namun tidaksesuai dengan kriteria desain dimana efisiensi dari proses activated sludge extended aeration adalah 85%-95%. Selain itu kosentrasi ammonia pada effluent tidak memenuhi baku mutu.
Instalasi Pengolahan air limbah kantor pusat pertamina beroperasi sejak 1988. Pengolahan air limbah berjalan dengan menggunakan sistem extended aeration. Selama masa pengoperasian ditemukan masalah pada proses pengolahan seperti karakteristik effluent yang tidak memenuhi baku mutu sehingga harus dilakukan dengan menghitung parameter-parameter
kinerja pada kondisi eksiting dan berdasarkan kriteria desain pada literature. Selain tu diperhitungkan juga kondisi perencanaan dengan debit air limbah dari beberapa gedung tambahan. Hasil dari evaluasi ini yaitu efisiensi pengolahan sudah mencaai 77% untuk penghilangan Biochemical Oxygen Demand (BOD) namun tidak sesuai dengan kriteria desain dimana efisiensi dari proses extended aeration adalah 85%-95%. Selain itu, kosentrasi ammonia pada effluent tidak memenuhi baku mutu. Pada kondisi eksiting parameter kinerja adalah Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) dengan nilai 178 mg/L, food to microorganism ratio (F/M ratio) 0,84, kebutuhan udara pada bak aerasi sebesar 2190mᶾ/hari. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan untuk kiondisi perencanaan yang sesuai dengan kriteria desain untuk mencapai nilai parameter kinerja MLSS 2.500 mg/L, F/M ratio 0,06 kebutuhan udara pada bak aerasi sebesar 2.196 mᶾ/hari.
Sludge retention time selama 24 hari nilai resirkulasi lumpur 0,15 mᶾ/hari.
3. Nama Penelitih :Rahmi Hidayati
Judul Penelitihan :Efektifitas Kombinasi Anaerobic Baffled Reactor- Anaerobic Filter (ABR-AF) terhadap penurunan kadar COD pada limbah cair PT XXX
Methode :Pengolahan Air limbah dengan Sistem Anaerobic Baffled Reactor-Anaerobic Filter dengan media Kerikil, arang tempurung kelapa, zeolite.
Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata
efektifitas pengolahan pada kombinasi ABR-AF media kerikil sebesar 44,20%, kombinasi ABR-AF media arang tempurung kelapa sebesar 64,92% dan kombinasi ABR-AF medaia Zeolit sebesar 45,72%. Hasil uji anovadiketahui perlakuan yang memiliki beda rata-rata adalah ABR-AF media arang tepurung kelapa dengan kerikil dan zeolite dengan p-value 0,000. Kombinasi ABR-AF yang memiliki nilai efektifitas paling tinggi adalah media arang tempurung kelapa. Kadar COD setelah perlakuan masih diatas baku mutu (150 mg/L) sehingga perlu dilakukan kajian ulang sistem IPAL dan sumber limbah cair serta pengolahan lanjut seperti dengan proses aerobic serta waktu operasi sebaiknya dibuat lebih lama sehingga penyisihan kadar COD lebih sempurna. Bagi perusahaan dapat menjadikan rujukan sebagaii alat tambahan pengolahan limbah dalam menurunkan kadar COD. Bagi penelitih lain, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang jenis komposit media serta pengaruh waktu tinggal, kosentrasi subtract terhadap kinerja reactor dalam menurunkan COD.
4. Nama Penelitih :Rahani Yuanda Kusumadewi
Judul Penelitihan :Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah Kegiatan Peternakan Sapi Perah dan Industri Tahu.
Methode :Teknologi Pengolahan Air limbah dengan Sistem Teknologi Upflow Aerobic Sludge Blanket
(UASB) dan Kombinasi Anaerobic Aerobic Filter.
Hasil : Kualitas air limbah kegiatan peternakan sapi diketahui mencapai 1.605,24 mgBOD/L, 4.134,35 mgCOD/L, dan TSS sebesar 1.170 mg/L. Kualitas air limbah untuk kegiatan industri tahu diketahui sebesar 2.387,06 mg/L untuk BOD5 dan COD sebesar 4.204,2 mg/L, serta TSS sebesar 240 mg/L.
Melihat karakteristik tersebut diperlukan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) agar limbah yang dibuang ke badan air memenuhi baku mutu.
Perencanaan didasarkan pada karakteristik air limbah yang diperoleh dari hasil uji laboratorium dan kondisi eksisting lokasi studi. Alternatife pengolahan yang direncanakan adalah
pengolahan dengan teknologi upflow anaerobic sludge blanket (UASB) dan kombinasi anaerobic aerobic filter. IPAL yang direncanakan membutuhkan luas lahan sebesar 297 m2. Luas lahan tersebut juga meliputi bak ekualisasi sebagai penunjang
pengolahan upflow anaerobic sludge blanket (UASB). Biaya yang dibutuhkan untuk membangun instalasi pengolahan air limbah sesuai perencanaan sebesar Rp. 1.663.183.000. Dengan Breakdowon sebagai berikut:
No 1 2
4 Pekerjaan Finishing Total Biaya
8.788.679
Rp. 1.663.183.000 Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan Kontruksi
Uraian Pekerjaan
Pekerjaan Pengadaan dan Pemasangan Pipa, Aksesories dan Perlengkapan Lainnya
3 35.324.802
Rencana Anggaran Biaya
Jumlah Harga 130.507.604
1.488.561.915
2.2 Air Limbah Secara umum
adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatife terhadap masyarakat jika tidak dikelola dengan baik. Limbah adalah sisa produksi, baik dari alam maupun hasil dari kegiatan manusia.
Beberapa pengertian tentang limbah:
1) Berdasarkan keputusan Menperindag RI No.231/MPP/Kep/7/1997 pasal 1 tentang prosedur impor limbah, menyatakan bahwa limbah adalah bahan/barang sisa atau bekas dari suatu kegiatan atau proses produksi yang fungsinya sudah berubah dari aslinya.
2) Berdasarkan Peratutan Pemerintah No. 18/1999 Jo.PP 85/1999 tentang Limbah bahan berbahaya dan beracun.
3) Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik(rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim,disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah,ada air kakus (blackwater), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Limbah padat lebih dikenal
sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik.
Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.Dengan demikan air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum (Sugiarto, 2005).
2.3 Macam-macam Air Limbah 2.3.1 Limbah Berdasarkan Sumber
Air limbah berasal dari berbagai sumber, secara garis besar air limbah dapat dikelompokkan menjadi :
a) Air limbah rumah tangga ( Domestic Waste Water)
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, yang dimaksud dengan Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
Sedangkan menurut (Sugiharto, 1987) air Limbah domestik atau air limbah rumah tangga merupakan air buangan manusia (tinja dan air seni) dan sullage, yaitu air limbah yang dihasilkan kamar mandi, pencucian pakaian dan alat-alat dapur serta kegiatan rumah tangga lainnya. Air limbah rumah tangga ini
berpotensi sebagai pencemar lingkungan apabila tidak dikelola dengan semestinya. Buangan rumah tangga, baik berupa sampah padat maupun air cucian kamar mandi serta buangan tinja yang dibuang ke badan air akan memengaruhi kondisi badan air tersebut. Semakin padat penduduk yang berada di suatu permukiman akan semakin banyak limbah yang harus dikendalikan.
Menurut Azwar (1995) Ada beberapa batasan yang telah dikemukakan mengenai limbah rumah, yang pada umumnya didasarkan pada komposisi serta darimana limbah tersebut berasal. Air limbah atau air kotor atau air bekas adalah air yang tidak bersih mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kesehatan manusia atau hewan dan lazimnya muncul karena perbuatan manusia.
Menurut Sugiarto (1987) pada umumnya bahan organik yang dijumpai pada limbah domestik terdiri atas 40 – 60% protein, 25 – 40% karbohidrat, dan 10% lainnya berupa lemak atau minyak. Untuk menghadapi masalah pencemaran akibat pembuangan limbah, maka Soetarto (1989) memberikan informasi adanya tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu : (a) seberapa besar nilai meracun suatu limbah terhadap lingkungan; (b) seberapa besar limbah masih dapat diterima oleh lingkungan sampai batas yang tidak membahayakan; dan (c) bagimana meningkatkan nilai ekonomi limbah sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut.
Menurut Tchobanoglous dan Elliassen (2003) limbah domestik merupakan sampah yang dapat menjadi penyebab munculnya penyakit.
Menurut Afandi, YV. (2013) konsep pengelolaan berbasis masyarakat dalam pembangunan sarana pengolahan air limbah domestik komunal disinyalir hanya mengendapkan pembangunan fisik saja tanpa memperhatikan kesiapan
sumber daya manusia di tingkat lokal sehingga sering kali pembangunan sarana tersebut gagal dan tidak berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status keberlanjutan sistem pengelolahan air limbah (IPAL) komunal berbasis masyarakat.
b) Air limbah industri
Air limbah yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses produksi.
Limbah industri lebih sulit pengolahannya karena mengandung pelarut minera, logam berat, dan zat-zat organic lain yang bersifat toksik.(Chandra,2006).
c) Air limbah kotapraja
Air buangan yang berasal dari daerah, perkantoran, perdagngan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat-tempat ibadah dan sebagainnya. Pada umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.
2.3.2 Limbah Berdasarkan Karakteristik
Secara Karakteristik air limbah dibedakan menjadi tiga bagian besar, yaitu karakteristik fisik, kimia dan biologi. Semua karakteristik air limbah tersebut mempunyai hubungan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain (Asmadi dan Suharno, 2012).
2.3.2.1 Karakteristik Fisik
Menurut Asmadi dan Suharno (2012), karakteristik limbah cair terkait dengan estetika karena sifat fisiknya yang mudah terlihat dan dapat diidentifikasi secara langsung. Karakteristik limbah cair meliputi :
a) Padatan Total (Total Solid)
Padatan total adalah padatan yang tersisa dari penguapan sampel limbah cair pada temperatur 103-105oC. Menurut Sugiharto (1987), bahan padat total terdiri dari bahan padat tak terlarut atau bahan padat terapung serta senyawa-senyawa yang terlarut dalam air (zat padat yang lolos filter kertas) dan bahan tersuspensi (zat yang tidak lolos saringan filter) (Asmadi dan Suharno, 2012).
b) Bau
Bau merupakan petunjuk adanya pembusukan air limbah. Penyebab adanya bau pada air limbah karena adanya bahan volatile, gas terlarut dan hasil samping dari pembusukan bahan organic. Bau yang dihasilkan oleh air limbah pada umumnya berupa gas yang dihasilkan dari penguraian zat organic yang terkandung dalam air limbah, seperti Hidrogen sulfide (H₂S).
c) Warna
Air murni berwarna tetapi sering kali diwarnai oleh benda asing. Karakteristik yang sangat mencolok pada air limbah cair adalah berwarna yang umumnya disebabkan oleh zat organic dan algae (Asmadi dan Suharno, 2012).. Air limbah yang baru biasanya berwarna abu-abu.
d) Temperatur
Limbah cair umumnya mempunyai temperature lebih tinggi dari pada temperatur udara setempat. Temperatur limbah cair dan air merupakan parameter sangat penting sebab efeknya pada kehidupan dalam air, meningkatkan reaksi
kimia, dan mengurangnya spesies ikan dalam air. suhu air limbah biasanya berkisar pada 13-24oC (Asmadi dan Suharno, 2012).
e) Kekeruhan (Turbidity)
Kekeruhan sifat optis air yang akan membatasi pencahayaan kedalam air.
Kekeruhan terjadi karena adanya zat-zat koloid yang melayang dan zat-zat yang terurai menjadi ukuran yang lebih (tersuspensi) oleh binantang, zat-zat organik, jasad renik, lumpur, tanah, dan benda-benda lain yang melayang. Tidak dapat dihubungkan secara langsung antara kekeruhan dengan kadar semua jenis zat suspense, karena tergantung juga kepada ukuran dan bentuk butir.
2.3.2.2 Karakteristik Kimia
Karakteristik kimia air limbah meliputi senyawa organic dan senyawa anorganik. Senyawa organik adalah karbon yang dikombinasi dengan satu atau lebih elemen-elemen lain (O, N, P, H). saat ini terdapat lebih dari dua juta jenis senyawa organik yang telah diketahui (sireger, 2005).
Sedangkan menurut Ginting (2008), karakteristik kimia air limbah antara lain;
a) Biochemical Oxygen Demand (BOD):
adalah oksigen bagi sejumlah bakteri untuk mengurai atau mengoksidasi semua zat-zat organic yang terlarut maupun sebagai tersuspensi dalam air menjadi bahan organic yang lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumlah bahan organic yang dikonsumsi bakteri. Aktifnya bakteri-bakteri menguraikan bahan- bahan organic bersamaan engannya habis pula terkonsumsi oksigen. Habisnya
oksigen terkonsumsi membuat biota lainnya yang membutuhkan oksigen menjadi kekurangan dan akibatnya biota yang memerlukan oksigen ini tidak dapat hidup semakin tinggi angka BOD semakin sulit bagi makhluk air yang membutuhkan oksigen bertahan hidup.
b) Chemical Oxygen Demand (COD):
adalah sejumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat anorganis dan organis sebagaimana pada BOD, angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat anorganik. Sedangkan menurut (Sri Sumestri Santika dan G. Alaerts, 1987) COD merupkaan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen dalam air.
c) pH (keasaman air):
Air buangan yang mempunyai pH tinggi atau rendah dapat membunuh mikroorganisme air yang diperlukan untuk keperluan biota tertentu. Air yang netral dapat mencegah terjadinya pelarutan logam berat, pH yang tidak netral dapat melarutkan berbagai element kimia yang dilaluinya (Slamet, 2000).
Sementara menurut Sanropie (1984), jika pH lebih kecil dari 6,5 atau lebih besar dari pada 9,2 maka akan menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air yang dibuat dari logam dan dapat mengakibatkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang dapat mengganggu kesehatan manusia.
d) Oksigen terlarut (DO):
Dissolved Oxygen atau DO tinggi menunjukkan keadaan air semakin membaik. Pengertian DO berlawanan dengan BOD. Semakin tinggi BOD
semakin rendah oksigen terlarut. Kondisi oksigen terlarut dalam air dapat dijadikan indicator kehidupan ikan dan biota dalam perairan. Kemampuan air untuk mengadakan pemulihan secara alami banyak tergantung pada tersedianya oksigen terlarut.
e) Amoniak.
Keberadaan ammonia merupakan indicator masuknya buangan permukiman (Sastrawijaya, 2000). Amoniak dalam air permukaan berasal dari air seni dan tinja serta oksidasi zat organis (HaObCcNd) secara mikrobiologis, yang berasal dari alam atau air buangan industry dan penduduk (Alaerts, G dan Santika, SS. 1987).
Amoniak pada kosentrasi rendah akan menimbulkan bau menyengat, sedangkan dalam kosentrasi tinggi sangat mempengaruhi pernafasan.
f) Nitrit.
Keberadaan nitrit merupakan salah satu indicator proses pengolahan berlangsung tidak sempurna. Nitrit tidak dapat bertahan lama dan merupakan keadaan sementara proses oksidasi antara amoniak dan nitrit. Nitrit tidak ditemukan dalam air limbah yang segar melainkan dalam limbah yang sudah basi atau lama. Nitrit bersumber dari bahan-bahan yang bersifat korosif dan banyak dipergunakan di pabrik-pabrik.
g) Nitrogen:
nitrogen dalam air limbah pada umumnya terdapat dalam bentuk organic dan oelh bakteri dirubah menjadi nitrogen ammonia.
h) Logam Berat:
Logam berat dalam air limbah seperti tembaga, cadmium, air raksa, timah, chromium, besi dan nikel, arsen, selenium, cobalt, mangan dan aluminium.
2.3.2.3 Karakteristik Biologi
Mikroorganisme ditemukan dalam jenis yang sangat bervariasi hamper dalam semua bentuk air limbah, biasanya dengan kosentrasi 10⁵-10⁸ organisme/ml.
kebanyakan merupakan sel tunggal yang bebas ataupun berkelompok dan mampu melakukan proses-proses kehidupan (Siregar, 2005).
Keberadaan bakteri dalam unit pengolahan air limbah merupakan kunci efisiensi proses biologis. Bakteri juga berperan penting untuk mengevaluasi kualitas air (Siregar, 2005).
Menurut Qasim (1985) menyatakan bahwa air limbah biasanya mengandung mikroorganisme yang memiliki peranan penting dalam pengolahan air limbah secara biologis, tetapi ada juga mikroorganisme yang membahayakan bagi kehidupan. Mikroorganisme tersebut antara lain bakteri, jamur, protozoa dan alga (Asmadi dan Suharno, 2012).
a) Bakteri
Bakteri merupakan mikroorganisme bersel tunggal dan biasanya tidak berwarna. Memiliki berbagai bentuk seperti batang, bulat dan spiral. Bakteria Escherichia coli merupakan bakteri yang dapat dijadikan indikator polusi buangan manusia (Asmadi dan Suharno, 2012).
b) Jamur
Jamur sangat penting dalam penjernihan air seperti halnya dengan bakteri, mereka menggunakan partikel organik terlarut. Jamur tidak melaksanakan fotosintesis dan dapat tumbuh pada daerah lembap dengan pH yang rendah (Sugiharto, 2005).
c) Protozoa
Protozoa adalah sekelompok binatang sebagaimana halnya dengan kelompok protista dan dijumpai pada air permukaan dan air tanah. Mereka memiliki ukuran 24 lebih besar dibandingkan dengan bakteri. Mereka memakan buangan koloid, bakteri dan binatang kecil lainnya (Sugiharto, 2005).
d) Alga
Alga dapat memberikan gangguan pada air, seperti timbulnya bau dan rasa yang tidak kita inginkan (Asmadi dan Suharno, 2012)
2.4 Apartement
Apartement memiliki beberapa pengertian, dibawah ini terlampir beberapa pengertian mengenai apartement
a) Berdasarkan kamus Oxford English definisi apartement adalah beberapa ruangan yang merupakan tempat tinggal, atau berbentuk flat.
b) Tetapi menurut kamus bahasa Indonesia apartement adalah tempat tinggal ( terdiri atas kamar duduk, kamar tidur, kamar mandi, dapur dsb) yang berada satu lantai bangunan bertingkat; rumah flat; rumah pangsa.
Bangunan bertingkat yang terbagi dalam beberapa tempat tinggal.
c) Menerut ahli bahasa lainnya apartement adalah suatu ruang atau rangkaian ruang yang dilengkapi dengan fasilitas serta perlengkapan rumah tangga dan digunakan sebagai tempat tinggal.
Limbah apartement termasuk dalam kategori limbah domestic dimana semua limbah merupakan buangan manusia seperti tinja dan air seni, sullage yaitu air limbah yang dihasilkan kamar mandi, pencucian pakaian dan alat-alat dapur serta kegiatan rumah tangga lainnya.
Sesuai dengan PERDA Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2016, tentang pengolahan kualitas air dan pengendalian air, maka pengolahan gedung khususnya melakukan treatment untuk mengolah air limbah melalui proses recycling. Proses recycling limbah domestic atau Sewage Treatment Plant (STP) dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain Rotor disk atau Konventional/Extended Aeration.
Rotor disk adalah sistem dimana pemberian oksigen bagi bakteri dengan cara membiakan bakteri yang menempel pada disk sehingga bakteri akan kontak dengan oksigen, sedangkan pada saat bakteri ada didalam cairan mereka akan makan kotoran yang ada pada cairan tersebut.
Sementara Konventional/Extended Aeration adalah suatu sistem dimana pemberian oksigen dilakukan dengan cara menyemburkan oksigen ke dalam cairan dengan menggunakan blower.
Sedangkan menurut Mara (1978) komposisi secara kualitatif limbah domestic terdiri atas bahan organic baik padat maupun cair. Pada tinja dan air seni, komposisi air dan bahan organik paling tinngi bila dibandingkan unsur lainnya.
Kandungan air pada tinja berkisar antara 60-80%, sedangkan pada urin berkisar
antara 93-96%. Sementara itu kandungan bahan organic pada tinja berkisar antara 88-97%, sedangkan pada urin berkisar antara 65-85%.
2.5 Karakteristik Air Limbah Apartement
Karakteristik air limbah apartement merupakan tipikal karakteristik limbah domestik. Kualitas suatu air limbah akan dapat terindikasi dari kualitas parameter kunci, dimana parameter kunci tidak melebihi dari standart baku mutu yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Komposisi bahan organic yang terdapat dalam air limbah domestik dilihat secara rinci pada gamabar diagram presentase komponen air limbah domestic berikut ini.
Gambar 2.1 Komposisi Komponen Penyusun Limbah Domestik Sumber: Tebbut dalam effendi H, 2003
Mengingat air limbah domestic memiliki kandungan yang terbesar adalah bahan organic, maka parameter kunci yang umum digunakan adalah BOD, COD dan lemak/minyak. Berdasarkan keputusan Mentri Lingkungan hidup nomor 112
Tahun 2003 tentang baku mutu air limbah domestic, maka parameter kunci untuk air limbah domestic adalah BOD, TSS, pH serta lemak dan minyak.
2.6 Masalah Air Limbah
Masuknya air limbah domestik ke dalam lingkungan perairan akan mengakibatkan perubahan-perubahan besar dalam sifat fisika, kimia, dan biologis perairan tersebut seperti suhu, kekeruhan, konsentrasi oksigen teralrut, zat hara, dan produksi dari bahan beracun. Tingkat dan luas pengaruh yang ditimbulkan terhadap organisme perairan tersebut sangat tergantung dari jenis dan jumlah bahan pencemar yang masuk ke perairan. Berubahnya keseimbangan antara faktor fisika-kimia dan biologis dalam suatu lingkungan akibat adanya senyawa pencemar dapat memengaruhi organisme dalam lingkungan tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi dua prinsip ekologi, yaitu prinsip toleransi dan kompetisi. Menurut prinsip toleransi Shelford tiap spesies organisme mempunyai batas ambang toleransi terhadap suatu faktor yang ada di suatu lingkungan.
2.7 Baku Mutu Air Limbah Domestik
Karakteristik air limbah apartement tergantung dari aktivitas dapur dan mandi cuci kakus (MCK) yang cenderung mirip air limbah domestic. Air limbah ini harus diolah dahulu sebelum dibuang ke lingkungan agar memenuhi baku mutu air limbah yang diizinkan. Baku mutu air limbah domestic mengacu pada peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 tahun 2013 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan indusrti dan usaha lainnya.
Adapun baku mutu air limbah apartement dimasukan kategori air limbah domestic peraturan tersebut. Parameter-parameter yang perlu diperhatikan meliputi: BOD₅, COD, TSS, minyak dan lemak dan pH dapat dilihat pada table 2.1 (lampiran).
2.8 Target Capaian SDGs 2019
Sedangkan target sanitasi berkelanjutan untuk semua berkaca dari pengalaman berbagai Negara mencapai tujuan Mellennium Development Goals (MDGSs), sanitasi termasuk sector yang sulit sekali merangkak mencapai target. Indonesia sendiri termasuk yang masih bekerja keras untuk memastikan MDGSs untuk sanitasi bisa tercapai. Data terakir 2014 menyebutkan capaian akses sanitasi di Indonesia telah mencapai 59,71% dan optimis bahwa di tahun 2015 target 62,41%
tercapai.Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) yang melibatkan berbagai kementrian dan menyasar berbagai lini pemerintahan secara intensif mengawal perencanaan dan pembangunan sanitasi di Indonesia sejak 2009 hingga saat ini. Percaya diri dengan modalitas yang telah terbangun dalam lima tahun kerjanya, program PPSP telah menetapkan target capaian yang lebih
SDGS, target akses universal sanitasi atau 100% cakupan akses sanitasi di akhir tahun 2019 telah ditetapkan.
Secara khusus dibahas pada tujuh enam SDGs walaupun tetap perlu menjadi catatan bahwa tujuan-tujuan yang ada ini sesungguhnya merupakan kesatuan.
Dalam penjelasan mengenai tujuh enam, ditetapkan target atau sasaran capaian sebagai berikut:
1) Pada tahun 2030, mencapai akses air minum universal dan layak yang aman dan terjangkau bagi semua.
2) Pada tahaun 2030, mencapai akses sanitasi dan kebersihan yang memadai dan layak untuk semua, dan mengakhiri buang air besar sembarangan (BABS), memberikan perhatian khusus pada kebutuhan perempuan dan anak perempuan dan orang-orang dalam situasi rentan.
3) Pada tahun 2030, meningkatkan kualitas air dengan mengurangi polusi, menghilangkan timbulan sampah serta mengurangi pembuangan kimia berbahaya, dan mengurangi hungga separuh proporsi air limbah yang tidak ditangani serta meningkatkan guna ulang dan daur ulang aman secara global;
4) Pada tahun 2030, secara substansial meningkatkan efisiensi penggunaan air di semua sector dan memastikan keberlangsungan pengambilan dan pasokan air tawar untuk mengatasi kelangkaan air dan secara substansial menurunkan jumlah masyarakat yang menderita kelangkaan air.
5) Pada tahun 2030, menerapkan pengolahan sumber daya air terpadu di semua tingkatan, termasuk melalui kerja sama lintas batas yang sesuai.
6) Pada tahun 2020, melindungi dan memperbaiki ekosistem yang terkait air, termasuk pegunungan, hutan, lahan basah, sungai, akuifer dan danau.
7) Pada tahun 2030, memperluas kerjasama dan pengembangan kapasitas dukungan internasional untuk Negara-negara berkembang dalam kegiatan ataupun program yang berhubungan dengan air bersih dan sanitasi, termasuk pemeliharaan sumber air, desalinasi, efisiensi air, pengolahan air limbah, teknologi daur ulang dan guna ulang.
8) Pada tahun 2030, mendukung dan memperkuat partisipasi masyarakat local dalam meningkatkan pengelolahan air dan sanitasi.
2.9 Pengolahan Air Limbah Domestik Apartement
Tujuan pengolahan air limbah adalah untuk memperbaiki kualitas air limbah, mengurangi BOD, COD dan partikel tercampur, menghilangkan bahan nutrisi dan komponen beracun, menghilangkan zat tersuspensi, mendekomposisi zat organik, menghilangkan mikroorganisme patogen (Asmadi dan Suharno, 2012).
Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi (Asmadi dan Suharno, 2012).
Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah/IPAL (Waste Water Treatment Plant/WWTP).
Di dalam IPAL, biasanya proses pengolahan dikelompokkan sebagai pengolahan pertama (primary treatment), pengolahan kedua (secondary treatment) dan pengolahan lanjutan (tertiary treatment) (Asmadi dan Suharno, 2012).
Menurut tingkatan perlakuan proses pengolahan limbah dapat digolongkan menjadi enam tingkatan :
1) Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment)
Sebelum mengalami proses pengolahan perlu kiranya dilakukan pembersihan-pembersihan agar mempercepat dan memperlancar proses pengolahan selanjutnya. Adapun kegiatan tersebut berupa pengambilan benda terapung dan pengambilan benda yang mengendap seperti pasir (Sugiharto, 2005). Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar, mengurangi ukuran padatan, memisahkan minyak atau lemak, dan proses menyetarakan fluktuasi aliran limbah pada bak penampung. Unit yang terdapat dalam pengolahan pendahuluan adalah (Soeparman dan Suparmin, 2002) :
a) Saringan (bar screen/bar racks) b) Pencacah (communitor
c) Bak penangkap pasir (grit chamber)
d) Penangkap lemak dan minyak (skimmer dan grease trap) e) Bak penyetaraan (equalization basin)
2) Pengolahan Pertama (primary Treatment)
Pengolahan pertama (primary treatment) bertujuan untuk memisahkan padatan dari air secara fisik. Hal ini dapat dilakukan dengan melewatkan air 36 limbah melalui saringan (filter) dan atau bak sedimentasi (sedimentation tank) (Asmadi dan Suharno, 2012). Kalau di
dalam pengolahan pendahuluan bertujuan untuk mensortir kerikil, lumpur, menghilangkan zat padat, memisahkan lemak, maka pada pengolahan pertama bertujuan untuk menghilangkan zat padat tercampur melalui pengendapan atau pengapungan (Sugiharto, 2005).
3) Pengolahan Kedua (Secondary Treatment)
Pengolahan kedua umumnya mencakup proses biologis untuk mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada proses ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jumlah air limbah, tingkat kekotoran, jenis kotoran yang ada dan sebagainya (Sugiharto, 2005). Khusus untuk limbah domestik, tujuan utamanya adalah mengurangi bahan organik dan dalam banyak hal juga menghilangkan nutrisi seperti nitrogen dan fosfor. Proses penguraian bahan organik dilakukan oleh mikroorganisme secara aerobik atau anaerobik (Asmadi dan Suharno, 2012). Proses biologis yang dipilih didasarkan atas pertimbangan kuantitas limbah cair yang masuk unit pengolahan, kemampuan penguraian zat organik yang ada pada limbah tersebut (biodegradability of waste) serta tersedianya lahan. Pada unit ini diperkirakan terjadi pengurangan kandungan BOD dalam rentang 35 % - 95 % bergantung pada kapasitas unit pengolahnya.
4) Pengolahan Ketiga (TertiaryTreatment)
Pengolahan ini adalah kelanjutan dari pengolahan-pengolahan terdahulu. Oleh karena itu, pengolahan jenis ini baru akan dipergunakan
apabila pada pengolahan pertama dan kedua masih banyak terdapat zat tertentu yang masih berbahaya bagi masyarakat umum (Sugiharto, 2005).
Beberapa standar efluen membutuhkan pengolahan tahap ketiga ataupun pengolahan lanjutan untuk menghilangkan kontaminan tertentu ataupun menyiapkan limbah cair tersebut untuk pemanfaatan kembali.
Pengolahan pada tahap ini lebih difungsikan sebagai upaya peningkatan kualitas limbah cair dari pengolahan tahap kedua agar dapat dibuang ke badan air penerima dan penggunaan kembali efluen tersebut (Soeparman dan Suparmin, 2002).
Pengolahan tahap ketiga, disamping masih dibutuhkan untuk menurunkan kandungan BOD, juga dimaksudkan untuk menghilangkan senyawa fosfor dengan bahan kimia sebagai koagulan, menghilangkan senyawa nitrogen melalui proses ammonia stripping menggunakan udara ataupun nitrifikasi-denitrifikasi dengan memanfaatkan reaktor biologis, menghilangkan sisa bahan organik dan senyawa penyebab warna melalui proses absorpsi menggunakan karbon aktif, menghilangkan padatan terlarut melalui proses pertukaran ion, osmosis balik maupun elektrodialisis (Soeparman dan Suparmin, 2002).
5) Pembunuhan Kuman (Desinfection)
Pembunuhan bakteri bertujuan untuk mengurangi atau membunuh mikroorganisme patogen yang ada di dalam air limbah. Mekanisme pembunuhan 40 sangat dipengaruhi oleh kondisi dari zat pembunuhnya dan mikroorganisme itu sendiri (Sugiharto, 2005). Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam memilih bahan kimia bila akan dipergunakan sebagai bahan desinfeksi antara lain :
1. Daya racun zat kimia tersebut.
2. Waktu kontak yang diperlukan.
3. Efektivitasnya.
4. Rendahnya dosis.
5. Tidak toksis terhadap manusia dan hewan.
6. Tetap tahan terhadap air.
7. Biaya murah untuk pemakaian yang bersifat masal.
6) Pembuangan Lanjut
Dari setiap tahap pengolahan air limbah, maka hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu diasakan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan kehidupan. Untuk itu perlu kiranya terlebih dahulu mengenal sedikit tentang lumpur tersebut.
Jumlah dan sifat lumpur air limbah sangat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:
1. Jenis air limbah itu sendiri.
2. Tipe/jenis pengolahan air limbah yang diterapkan.
3. Metode pelaksanaan (Sugiharto, 2005).
2.9.1 Pengolahan Air Limbah Menurut Karakteristiknya
Unit pengolahan air limbah pada umumnya terdiri atas kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi. Seluruh proses tersebut bertujuan untuk menghilangkan kandungan padatan tersuspensi, koloid dan bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut (Siregar, 2005).
2.9.1.1 Proses pengolahan Fisika
Proses pengolahan yang termasuk pengolahan fisika antara lain pengolahan dengan menggunakan screen, sieves dan filter, pemisahan dengan memanfaatkan gaya gravitasi (sedimentasi atau oil/water separator) serta flotasi, adsorpsi dan stripping (Siregar, 2005).
Pemisahan padatan-padatan dari cairan atau air limbah merupakan tahapan pengolahan yang sangat penting untuk mengurangi beban dan mengembalikan bahan-bahan yang bermanfaat serta mengurangi risiko rusaknya peralatan akibat adanya kebuntuan (clogging) pada pipa, valve dan pompa. Proses ini juga mengurangi abrasivitas cairan terhadap pompa dan alat-alat ukur, yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap biaya operasi dan perawatan peralatan (Siregar, 2005).
2.9.1.2 Proses Pengolahan Kimia
Proses pengolahan yang dapat digolongkan pengolahan secara kimia adalah netralisasi, presipitasi, oksidasi, reduksi dan pertukaran ion (Siregar, 2005). Proses pengolahan kimia biasanya digunakan untuk netralisasi limbah asam maupun basa, memperbaiki proses pemisahan lumpur, memisahkan padatan yang tak terlarut, mengurangi konsentrasi minyak dan lemak, meningkatkan efisiensi
instalasi flotasi dan filtrasi serta mengoksidasi warna dan racun (Siregar, 2005).
Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain dapat menangani hampir seluruh polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh polutan yang beracun atau toksik dan tidak tergantung pada perubahan-perubahan konsentrasi. Namun, pengolahan kimia dapat meningkatkan jumlah garam pada effluent dan meningkatkan jumlah lumpur (Siregar, 2005).
2.9.1.3 Proses Pengolahan Biologi
Unit proses biologi adalah proses-proses pengolahan air limbah yang memanfaatkan aktivitas kehidupan mikroorganisme untuk memindahkan polutan.
Proses-proses biokimia juga meliputi aktivitas alami dalam berbagai keadaan.
Misalnya proses self purification yang terjadi di sungai-sungai. Sebagian besar air limbah, misalnya air limbah domestik, mengandung zat-zat organik sehingga proses biologi merupakan tahapan yang penting (Siregar, 2005).
Pengolahan air limbah secara biologi bertujuan untuk membersihkan zat-zat organik atau mengubah bentuk (transformasi) zat-zat organik menjadi bentukbentuk yang kurang berbahaya. Misalnya, proses nitrifikasi oleh senyawasenyawa nitrogen yang dioksidasi (Siregar, 2005).
Proses pengolahan secara biologi juga bertujuan untuk menggunakan kembali zat-zat organik yang terdapat dalam air limbah. Hal ini dapat dilakukan secara langsung, misalnya dalam recovery gas metana, ataupun secara tidak langsung dengan menggunakan residu-residu yang berasal dari proses sehingga dapat digunakan untuk keperluan pertanian (Siregar, 2005).
Tujuan lain dari proses pengolahan secara biologi berkaitan dengan subproses biokimia. Tujuan masing-masing proses adalah menghilangkan atau membersihkan Carbonaeous Biochemical Oxygen Demand (CBOD), nitrifikasi, denitrifikasi, stabilisasi dan menghilangkan fosfor. Tujuan proses-proses tersebut dapat dicapai, jika proses diatur pada kondisi yang spesifik, antara lain meliputi waktu tinggal, konsentrasi oksigen atau perubahan kondisi-kondisi proses yang terkontrol seperti dalam kasus pembersihan fosfor (Siregar, 2005). Tujuan lebih lanjut tergantung pada media yang diolah. Pengolahan air limbah domestik pada umumnya bertujuan untuk membersihkan zat-zat organik, yang mula-mula diubah bentuknya menjadi lumpur, kemudian dibuang (Siregar, 2005).
2.10 Pengolahan Air Limbah Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeration) Pada system Extended aeration ini mengolah air limbah secara Biologi, dengan menciptakan suatu kondisi dimana mengembangbiakkan bakteri-bakteri yang terkandung di dalam air limbah tersebut menjadi lebih baik, dan melakukan proses dekomposisi/penguraian zat-zat pencemar secara optimal, dan aman untuk disalurkan ke drainase kota. Ada pula kelebihan system ini, air dari olahan bisa dipergunakan kembali (Recycle) untuk menyiram taman, yang tentunya air tersebut sudah aman.
Pengolahan air limbah biologis secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yakni proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan biakan melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam (Said, 2000).
Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada di dalam air dan mikroorganisme yang digunakan atau dibiakkan secara tersuspensi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standar atau konvensional (standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainnya (Said, 2000).
Menurut Tchobanoglous (2003), sistem extended aeration termasuk dalam proses pertumbuhan biomassa tersuspensi. Pada proses pertumbuhan biomassa tersuspensi, mikroorganisme bertanggungjawab atas kelangsungan jalannya proses dalam kondisi liquid dengan metode pengadukan atau pencampuran yang tepat. Biomassa yang ada dinamakan dengan lumpur aktif, karena adanya mikroorganisme aktif yang dikembalikan ke bak atau unit aerasi untuk melanjutkan biodegradasi zat organik yang masuk sebagai influen (Sumiyati, Sri dan Imaniar, 2007).
Gambar 2.2 Diagram Proses Pengolahan Air Limbah dengan System Extended Aeratin
Sistem pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif (activated sludge) salah satunya adalah dengan sistem aerasi berlanjut (extended aeration).
Sistem ini hampir sama dengan sistem lumpur aktif konvensional, tetapi biomassa menetap lebih lama di dalam sistem (bak aerasi lebih besar). Jumlah BOD yang tersedia untuk mikroorganisme lebih sedikit, sehingga mikroorganisme menggunakan material selularnya sendiri sebagai bahan material organik untuk perbaikannya. Kelebihan lumpur yang dibuang telah distabilisasi. Bak sedimentasi atau pengendapan primer biasanya tidak dibutuhkan pada sistem ini (Sperling, 2007).
Pada sistem lumpur aktif konvensional (conventional activated sludge), ratarata waktu tinggal yang dibutuhkan oleh lumpur adalah antara 4-10 hari sehingga pembuangan biomassa berupa kelebihan lumpur (excess sludge) masih
membutuhkan tahap stabilisasi pada pengolahan lumpur. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat zat organik yang dapat terurai (biodegradable) di dalam komposisi selularnya (Sperling, 2007).
Namun, apabila biomassa disimpan pada sistem untuk periode waktu yang lebih lama, dengan usia lumpur sekitar 18-30 hari (extended aeration) dan menerima beban BOD yang sama dengan sistem lumpur aktif konvensional, maka persediaan bahan makanan bagi mikroorganisme menjadi lebih sedikit. Oleh karena semakin lama usia lumpur, maka reaktor biasanya memiliki volume yang lebih besar dengan waktu tinggal liquid antara 16-24 jam. Oleh sebab itu, jumlah zat organik per satuan volume bak aerasi dan per satuan massa mikroba menjadi lebih sedikit. Akibatnya, mikroorganisme menggunakan material selularnya sendiri pada proses metabolisme untuk bertahan. Zat organik selular ini diubah menjadi karbondioksida dan air melalui proses respirasi. Hal ini terkait dengan proses stabilisasi (digesti) oleh biomassa yang terjadi di bak aerasi. Pada sistem lumpur aktif konvensional, proses stabilisasi dilakukan secara terpisah sedangkan pada sistem aerasi berlanjut (extended aeration) proses digesti sudah dilakukan secara bersamaan dengan proses stabilisasi di dalam reaktor (Sperling, 2007).
Oleh karena proses stabilisasi terhadap kelebihan lumpur biologis tidak diperlukan lagi, maka generasi dari jenis lumpur lain di dalam sistem yang membutuhkan pengolahan lanjutan juga dihindari. Sehingga sistem aerasi berlanjut (extended aeration) biasanya tidak memiliki bak sedimentasi primer.
Energi yang digunakan pada sistem aerasi berlanjut (extended aeration) tidak hanya digunakan untuk mengurangi penambahan BOD, tetapi juga untuk
proses digesti aerobik lumpur di dalam reaktor. Pengurangan ketersediaan makanan dan proses asimilasi lengkap oleh biomassa menjadikan sistem aerasi berlanjut (extended aeration) ini salah satu proses pengolahan limbah yang paling efisien dalam pengurangan BOD (Sperling, 2007).
Tabel 2.2 Tabel Keuntungan dan kerugian Penggunaan sistem aerasi berlanjut (Extended Aeration)
2.11 Perkembangan Teknologi Pengolahan Air Limbah
Seiring dengan perkembangan zaman, jumlah penduduk di sebagian Negara, termasuk Indonesia, semangkin meningkat. Hal ini memicu banyak industri, baik industri rumah tangga, maupun pabrik-pabrik yang dibangun guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Adanya industri yang beroperasi dapat menimbulkan dampak positif dan negatife. Salah satu dampak negatife adalah semakin banyak pula limbah yang diproduksi oleh industry-indsutri itu sehingga akan berpengaruh bagi lingkungan dan masyarakat sekitar jika tidak diolah dengan benar. Dalam beberapa tahun terakir, teknologi pengolahan air limbah menggunakan teknologi plasma telah menarik banyak perhatian. Teknologi ini dapat digunakan untuk mengoksida mengoksidasi dan membusukan polutan organik dalam air dengan menggunakan spesies aktif yang dihasilkan dari high voltage pulsed discharge. Teknologi inipun mampu menghilangkan polutan-polutan dengan tidak menghasilkan polutan sekunder. Plasma dalam air berperan dalam berbagai proses pengoksidasian senyawa organik. Plasma adalah gas terionisasi. Derajat ionisasi bisa dikontrol dengan tegangan yang diaplikasikan. Dengan membuat plasma dalam air akan dihasilkan berbagai macam spesies aktif yang hampir keseluruhan dari spesies aktif tersebut memiliki tingkat oksidasi potensial yang tinggi yang berpotensi dalam menguraikan kandungan senyawa organik di dalam air. Aksi reaksi yang terjadi pada ion dan elektron dalam plasma berlanjut dengan terbentuknya sinar ultraviolet dan shockwave. Akibat ion dan elektron yang dihasilkan teknologi plasma mempunyai energi yang sangat tinggi yang menyebabkan air (H 2 O) akan terurai dan menghasilkan spesies aktif seperti OH, O, H dan H 2 O 2. Dalam artikel ini dipaparkan penggunaan plasma sebagai teknologi untuk pengolahan air yang mencangkup tentang prinsip-prinsip dasar
dari pengolahan air menggunakan teknologi ini, beberapa metode pengolahan dana perkembangan-perkembangan teknologi yang sudah ada dari berbagai macam literatur.
2.12 Aspek Sarana dan prasana 2.12.1 Sarana
a) Bak saringan (Screen Chamber)
Di dalam proses pengolahan air limbah, screening (saringan) dilakikan pada tahap yang paling awal. Saringan untuk penggunaan umum (general purpose screen) dapat digunakan untuk memisahkan bermacam-macam benda padat yang ada di dalam air limbah, misalnya kertas, plastik, kain, kayu dan benda dari metal serta lainnya (Depkes RI, 2009).
b) Bak Pemisah pasir (Grit Chamber)
Berfungsi untuk memisahkan terlebih dahulu pasir, kerikil halus dan juga benda-benda lain misalnya kepingan logam, pecahan kaca, tulang dan lain-lain yang tidak dapat membusuk (Depkes RI, 2009).
c) Penangkap (Interceptor)
Air limbah yang keluar dari alat plumbing mungkin mengandung bahanbahan yang berbahaya yang dapat menyumbat atau mempersempit penampang pipa dan dapat mempengaruhi kemampuan IPAL. Untuk mencegah masuknya bahan-bahan tersebut ke dalam pipa perlu dipasang suatu penangkap (interceptor) (Depkes RI, 2009).
d) Equalizing Tank
Suatu bak yang digunakan untuk menyama-ratakan aliran air dan kualitas air limbah. Didalam bak ini juga disuplay udara dari “air blower” yang berfungsi sebagai pengaduk yang ditransfer menggunakan diffuser(tipe Air
Seal Diffuser), sehingga proses homogenisasi dapat tercapai. Kemudian akan dialirkan menggunakan equalizing pump yang bekerja secara automatic berdasarkan flow switch(pelampung).
e) Aeration Tank
Adalah komponen utama dalam system ini. Dimana pada bagian ini terjadi penguraian zat-zat pencemar(senyawa organic). Didalam aeration tank ini air limbah dihembus dengan udara sehingga mikroorganisme “aerob” yang ada akan menguraikan zat organic dalam air limbah energy yang diperoleh dari hasil penguraian tadi akan dipergunakan oelh mikro organisme untuk proses pertumbuhannya. Dengan demikian biomassa akan tumbuh dan berkembang dalam jumlah besar, yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air limbah.
f) Clariferi tank
Tempat untuk menjernihkan air baku yang keruh dengan melakukan pengendapan, untuk mempercepat pengendapan lazimnya ditambahkan chemical koagulan dan flokulan agar terjadi proses koagulasi dan flokulasi pada air.Koagulasi adalah pemisahan padatan yang tersuspensi dalam air melalui proses kimia.Flokulasi adalah proses penggabungan dari flok-flok kecil sehingga membentuk partikel yang lebih besar dengan harapan semakin besar gumpalan padatan maka kecepatan pengendapan yang dihasilkan akan besar.
g) Chlorination Tank
Air olahan yang berasal dari proses pengendapan di injeksikan
“kaporit”/chlorine terlebih dahulu untuk membunuh bakteri-bakteri pathogen, kemudian akan mengalir secara gravitasi ke dalam bak effluent.
h) Effluent Tank
adalah bak proses akhir dengan bantuan pompa submersible, air hasil pengolahan sebagaian akan dialirkan ke dalam saluran pembuangan.
i) Sludge Tank
Adalah merupakan bak penampung lumpur sementara sebelum dibuang oleh mobil tinja untuk mencegah terjadinya kondisi septic, maka dipergunakan udara untuk mengaduk sehingga kondisi aerob tetap terjaga. Bak ini apabila sudah hamper penuh harus dibuang dengan menggunakan mobil tinja.
j) Peralatan Pemasok Udara
Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif, harus dilengkapi dengan peralatan pemasok udara atau oksigen untuk proses aerasi di dalam bak aerasi. Sistem aerasi dapat dilakukan dengan menggunakan blowerataudiffuser atau dengan sistem aerasi mekanik misalnya dengan aerator permukaan (Depkes RI, 2009)
2.12.2 Prasarana
Menurut Soeparman dan Suparmin (2002), bangunan pelengkap diperlukan untuk memperlancar pengaliran serta membantu operasi dan pemeliharaan
sehingga tidak ada penyumbatan. Bangunan pelengkap yang diperlukan, antara lain:
a. Manhole
Lubang ini digunakan untuk memeriksa, memelihara dan memperbaiki saluran.
b. Ventilasi udara
Ventilasi udara diperlukan untuk beberapa hal, yaitu untuk mencegah :
Tertahannya gas dan udara hasil reaksi dalam air buangan yang membahayakan dan menimbulkan korosi.
Terbentuknya sulfat yang dapat menimbulkan korosi.
Timbulnya bau gas akibat pembusukan limbah cair.
c. Bak Kontrol
Pada saluran pembuangan di halaman dipasang bak kontrol. Untuk pipa yang ditanam dalam tanah, bak kontrol yang lebih besar akan memudahkan pekerjaan pembersihan pipa. Penutup bak kontrol harus rapat agar tidak membocorkan gas dan bau dari dalam pipa pembuangan (Depkes RI, 2009).
d. Pompa Air imbah
Ada dua tipe pompa yang sering digunakan untuk pengolahan air limbah yaitu tipe pompa celup/benam (submersible pump) dan pompa sentrifugal. Pompa celup/benam umumnya digunakan untuk mengalirkan air limbah dengan head yang tidak terlalu besar, sedangkan untuk head yang besar digunakan pompa sentrifugal (Depkes RI, 2009).