• Tidak ada hasil yang ditemukan

bab ii tinjauan pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "bab ii tinjauan pustaka"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

A.Metode Resitasi

Metode pemberian tugas dan resitasi adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberikan tugas agar murid melakukan kegiatan belajar, kemudian harus dipertanggungjawabkannya (Sagala, 2013:219). Sedangkan menurut Djamarah (2006:96) metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.

Sedangkan Verawati (2009: 8) metode resitasi (penugasan) metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.

Metode resitasi merupakan suatu metode mengajar dengan cara memberikan suatu tugas, kemudian siswa harus mempertanggungjawabkan hasil tugas tersebut. Resitasi sering disamakan dengan Pekerjaan Rumah (PR), padahal sebenarnya berbeda. Pekerjaan Rumah (PR) mempunyai pengertian yang khusus yaitu tugas-tugas yang diberi guru, dikerjakan di rumah. Sedangkan resitasi, tugas yang diberikan oleh guru tidak sekedar dilaksanakan di rumah, melainkan dapat dikerjakan di perpustakaan atau tempat-tempat lain

6

(2)

yang ada hubungannya dengan tugas yang diberikan. Jadi resitasi lebih luas dari pekerjaan rumah (PR). Akan tetapi keduanya memiliki kesamaan yaitu mempunyai unsur tugas, dikerjakan oleh siswa dan dilaporkan hasilnya (Sundari, 2009:13).

Metode drill atau metode latihan sering disamakan juga metode resitasi padahal sebenarnya berbeda. Metode resitasi merupakan suatu metode mengajar dengan cara memberikan suatu tugas, kemudian siswa harus mempertanggungjawabkan hasil tugas tersebut pada proses mempertanggungjawabkan tugas tersebut itulah disebut resitasi. Sedangkan Metode dril atau metode latihan adalah suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Selain itu, metode ini dapat juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan, dam keterampilan (Sagala, 2013:217). Sedangkan metode resitasi menurut Sudjana (1989:86) Metode drill adalah satu kegiatan melakukan hal yang sama, berulang-ulang secara sungguh-sungguh dengan tujuan untuk memperkuat suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu keterampilan agar menjadi bersifat permanen. Ciri yang khas dari metode ini adalah kegiatan berupapengulangan yang berkali-kali dari suatu hal yang sama.

B. Pelaksanaan Metode Resitasi

(3)

Menurut Djamarah (2006:97) ada beberapa langkah-langkah yang harus diikuti dalam penggunaan metode pembelajaran tugas antara lain :

1. Fase Pemberian Tugas

Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan : a) Tujuan yang akan dicapai

b) Jenis tugas jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut

c) Sesuai dengan kemampuan siswa

d) Ada petunjuk atau sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa e) Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut.

Dalam fase ini tugas yang diberikan kepada setiap anak didik harus jelas dan petunjuk-petunjuk yang diberikan harus terarah.

2. Fase Pelaksanaan Tugas

a) Tugas dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain b) Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja

c) Diberikan bimbingan atau pengawasan oleh guru

d) Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang dia peroleh dengan baik dan sistematik

Dalam fase ini anak didik belajar (melaksanakan tugas) sesuai tujuan dan petunjuk-petunjuk guru.

3. Fase Mempertanggungjawabkan Tugas Hal yang harus dilakukan pada fase ini:

(4)

a) Laporan siswa baik lisan atau tertulis dari apa yang telah dikerjakannya

b) Ada tanya jawab diskusi kelas

c) Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun non tes atau cara lainnya

Dalam fase ini anak didik mempertanggungjawabkan hasil belajarnya baik berbentuk laporan lisan maupun tertulis.

Karena tugas yang dikerjakan pada akhirnya akan dipertanggung jawabkan maka siswa akan terdorong untuk mengerjakan secara sungguh- sungguh. Dengan metode ini sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu lebih mendalam.

C. Kelebihan dan Kekurangan Metode Resitasi

Menurut Roestiyah (2012:135), ada beberapa kelebihan dan kekurangan metode resitasi, antara lain yaitu:

a) Kelebihan

Metode resitasi mempunyai beberapa kelebihan yaitu:

siswa mendalami dan memahami sendiri pengetahuan yang dicarinya, maka pengetahuan itu akan tinggal lama di dalam jiwanya. Apa lagi dalam melaksanakan tugas ditunjang dengan minat dan perhatian siswa, serta kejelasan tujuan mereka bekerja.

b) Kekurangan

(5)

Kekurangan metode resitasi yaitu bila guru tidak mengawasi langsung maka siswa kemungkinan hanya meniru pekerjaan temannya, kemungkinan lain orang lain yang mengerjakan tugas siswa.

Langkah-langkah untuk mengatasi kelemahan pada metode resitasi, yaitu:

1) Jika tugas dikerjakan di rumah, guru perlu memberitahukan kepada orang tua bahwa anaknya mempunyai tugas yang harus dikerjakan di rumah dengan cara menyertakan tanda tangan orang tua di atas jawaban tugas siswa tersebut.

2) Jika tugas dikerjakan di lingkungan sekolah (misal:

perpustakaan, laboratorium) guru perlu mengawasi dan menilai pelaksanaan tugas tersebut, sehingga tugas dikerjakan dengan baik, dikerjakan oleh siswa sendiri.

3) Dalam memberikan tugas harus sesuai dengan tugas yang dikerjakan oleh perorangan (tugas individual) dengan tugas kelompok.

.

.

D. Aktivitas Belajar Siswa 1. Pengertian Aktivitas Siswa

Aktivitas yang dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran merupakan salah satu faktor penting yang sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Djamarah (2008: 38) aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan.

Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.

(6)

Menurut Sagala (2011: 124) mempelajari psikologi berarti mempelajari tingkah laku manusia, baik yang teramati maupun yang tidak teramati. Segenap tingkah laku manusia mempunyai latar belakang psikologis, karena itu secara umum aktivitas-aktivitas manusia itu dapat dicari hukum psikologis yang mendasarinya.

Menurut Sardiman (2011: 22) belajar adalah merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori. Dapat di jelaskan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

Berdasarkan pengertian tersebut yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh siswa baik fisik maupun mental/non fisik dalam proses pembelajaran atau suatu bentuk interaksi (guru dan siswa) untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor dalam rangka untuk mencapai tujuan belajar

Dalam konsep belajar aktif pengetahuan merupakan pengalaman pribadi yang diorganisasikan dan dibangun melalui proses belajar bukan merupakan pemindahan pengetahuan yang dimiliki guru kepada anak didiknya. Sedangkan mengajar merupakan upaya menciptakan lingkungan agar siswa dapat memperoleh pengetahuan melalui keterlibatan secara aktif dalam kegiatan belajar. Menurut Hamalik (2007:91) menyebutkan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa oleh karena: 1) para siswa mencari pengalaman

(7)

sendiri dan langsung mengalami sendiri, 2) berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral, 3) memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa, (4) para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri, (5) memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis, (6) mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dengan guru, (7) pengajaran dilaksanakan secara realistis dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis, dan (8) pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat.

Jadi dalam proses belajar mengajar, siswalah yang harus membangun pengetahuannya sendiri. Sedangkan guru berperan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan mendukung bagi terciptanya pembelajaran yang bermakna.

Siswa (peserta didik) harus mengalami dan berinteraksi langsung dengan objek yang nyata. Jadi belajar harus dialihkan yang semula berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dan karena sekolah merupakan sebuah miniatur dari masyarakat maka dalam proses pembelajaran harus terjadi saling kerja sama dan interaksi antar berbagai komponen yang terbaik. Pendidikan modern lebih menitikberatkan pada aktivitas sejati, di mana siswa belajar dengan mengalaminya sendiri. Dengan mengalaminya sendiri, siswa memperoleh pengetahuan pemahaman dan keterampilan serta perilaku lainnya, termasuk sikap dan nilai.

Keaktifan siswa dapat dilihat melalui beberapa indikator yang muncul dalam proses pembelajaran. Indikator tersebut pada dasarnya adalah ciri-ciri

(8)

yang tampak dan dapat diamati serta diukur oleh siapa pun yang tugasnya berkenaan dengan pendidikan dan pengajaran, yakni guru dan tenaga kependidikan lainnya. Indikator tersebut berupa tingkah laku siswa yang muncul pada umumnya sebagai berikut: (1) adanya keaktifan belajar siswa secara individual untuk penerapan konsep dan prinsip, (2) adanya keaktifan belajar siswa dalam bentuk kelompok untuk memecahkan masalah, (3) adanya partisipasi setiap siswa dalam melaksanakan tugas belajarnya melalui berbagai cara, (4) adanya keberanian siswa dalam mengajukan pendapat, (5) adanya keaktifan belajar siswa untuk menganalisis, mensintesis, penilaian dan kesimpulan, (6) adanya hubungan sosial antar siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, (7) setiap siswa dapat mengamati dan memberikan tanggapan terhadap pendapat siswa lainnya, (8) adanya kesempatan bagi setiap siswa untuk menggunakan berbagai sumber belajar yang tersedia, dan (9) adanya upaya siswa untuk bertanya dan meminta pendapat dari guru.

Indikator keaktifan siswa berdasarkan jenis aktivitasnya dalam proses pembelajaran menurut Paul D. Deirich (Hamalik, 2007: 172) yaitu sebagai berikut:

1. Aktivitas visual (visual activities), antara lain: membaca, mengamati, demonstrasi dan mengamati eksperimen.

2. Aktivitas lisan (oral activities), antara lain: mengemukakan fakta/prinsip, menghubungkan suatu kejadian, diskusi, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan dan mengemukakan pendapat.

(9)

3. Aktivitas audio (listening activities), antara lain: menyimak penyajian materi/informasi dan mendengarkan percakapan/diskusi kelompok.

4. Aktivitas menulis (writting activities), antara lain: mengerjakan soal tes atau problem solving, mencatat hasil percobaan/pengukuran dan mencatat hasil diskusi.

5. Aktivitas menggambar, antara lain: membuat grafik atau sketsa.

6. Aktivitas metrik/motorik (motor activities), antara lain: memilih alat, merangkai alat, dan melakukan pengukuran.

7. Aktivitas mental, antara lain: merenungkan, memecahkan masalah, menganalisis, dan membuat keputusan.

8. Aktivitas emosional, antara lain: keberanian dan ketenangan siswa dalam merespons pertanyaan atau mengajukan pertanyaan serta mengemukakan pendapat.

Indikator-indikator tersebut masih bisa diperkaya dengan merinci setiap jenis menjadi lebih khusus lagi dalam bentuk perilaku yang dapat diamati.

Rincian tersebut, tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain jenis mata pelajaran atau bidang studi yang dipelajari siswa, bahan ajar, waktu yang tersedia, serta pendekatan yang digunakan dalam strategi belajar mengajar.

Berdasarkan uraian di atas, dari sekian banyak keaktifan (aktivitas) siswa yang dikemukakan oleh Paul D. Deirich (Hamalik, 2007) dalam penelitian ini keaktifan (aktivitas) siswa yang akan diamati adalah keaktifan atau aktivitas lisan (oral activities), yang meliputi: keaktifan siswa dalam bertanya,

(10)

menjawab pertanyaan, mengemukakan gagasan/pendapat, dan mengungkapkan pengetahuan awalnya.

2. Prinsip-prinsip Aktivitas Siswa

Prinsip aktivitas dalam belajar dapat dilihat dari perkembangan konsep jiwa menurut ilmu jiwa. Berdasarkan unsur kejiwaan subjek belajar akan diketahui prinsip belajar yang terjadi. Untuk melihat prinsip aktivitas belajar dari sudut pandangan ilmu jiwa ini secara garis besar dibagi menjadi dua pandangan yaitu:

a) Menurut pandangan ilmu jiwa lama

John Locke dengan konsepnya Tabularasa, mengibaratkan jiwa seseorang bagaikan kertas putih yang tidak bertulis. Kertas putih ini kemudian akan mendapatkan coretan atau tulisan dari luar. Terserah kepada unsur dari luar yang akan menulis, mau ditulis merah atau hijau, kertas ini akan bersifat reseptif. Konsep semacam ini kemudian ditransfer ke dalam dunia pendidikan (Sardiman, 2011 : 98)

Berdasarkan konsep tersebut siswa ibarat botol kosong yang diisi air oleh sang guru. Gurulah yang menentukan bahan dan metode, sedangkan siswa menerima begitu saja. Aktivitas anak terutama terbatas pada mendengarkan, mencatat, menjawab pertanyaan bila guru memberikan pertanyaan. Mereka para siswa hanya bekerja karena atas perintah guru, menurut cara yang ditentukan guru, begitu juga berpikir menurut yang digariskan oleh guru.

Dalam proses belajar mengajar semacam ini tidak mendorong siswa untuk berpikir dan beraktivitas. Tetapi yang banyak beraktivitas adalah guru yang

(11)

dapat menentukan segala sesuatu yang dikehendaki. Hal ini sudah tidak sesuai dengan hakikat pribadi anak didik sebagai subjek belajar.

b) Menurut ilmu jiwa lama

Menurut pandangan ilmu jiwa modern menerjemahkan jiwa manusia sebagai suatu yang dinamis, memiliki potensi dan energi sendiri. Oleh karena itu, secara alami anak didik akan menjadi aktif, karena adanya motivasi dan didorong oleh bermacam-macam kebutuhan. Anak didik dipandang sebagai organisme yang mempunyai potensi untuk berkembang. Oleh sebab itu, tugas pendidik adalah membimbing dan menyediakan kondisi agar anak didik dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Dalam hal ini, anaklah yang beraktivitas, berbuat dan harus aktif sendiri (Sardiman, 2011: 99).

Pada hakikatnya berdasarkan pandangan ilmu jiwa modern dapat diketahui bahwa siswa sudah memiliki potensi untuk melakukan sesuatu.

Sehingga dalam proses pembelajaran guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan aktivitas dalam proses pembelajaran dengan cara memfasilitasi dan menciptakan kondisi belajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan aktivitas sebanyak mungkin guna membantu siswa mengembangkan potensi yang dimilikinya.

E. Pembelajaran Matematika 1.Pengertian Belajar

Dalam proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan salah satu kegiatan yang pokok. Karena berhasil tidaknya pendidikan tergantung pada proses belajar. Menurut Muhibbin (2006:68) secara umum belajar dapat

(12)

diartikan sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman atau tingkah laku dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

Dari pengalaman seseorang dapat mengembangkan dan merubah cara dan gaya melihat, mendengar, merasakan, dan mengerjakan sesuatu perbuatan.

Dan dari pengalaman itu pula seseorang bisa mendapatkan dan membentuk pengetahuan, pengertian, nilai-nilai, sikap-sikap tertentu dan gambaran- gambaran tentang dunia sekitar dan lingkungannya serta kedudukannya dalam lingkungan tersebut. Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli tentang definisi belajar. Hal ini disebabkan adanya bermacam-macam perbuatan dalam belajar, berikut ini beberapadefinisi tentang belajar

a) Menurut Slameto (1995: 02), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

b) Menurut Winkel (2004:59), belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara konstan dan berbekas

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap berupa pengetahuan, pemahaman, dan kreasinya

(13)

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

2. Pengertian Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya

NCTM (National Coucil of Teachers of Mathematics) merekomendasikan 4 (empat) prinsip pembelajaran matematika, yaitu :

a. Matematika sebagai pemecahan masalah.

b. Matematika sebagai penalaran.

c. Matematika sebagai komunikasi, dan d. Matematika sebagai hubungan

(14)

Matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan

(

Depdiknas, 2006:346) menyebutkan pemberian mata pelajaran matematika

bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

a.

Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasi konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

b.

Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c.

Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d.

Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan/masalah.

Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu: memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam pelajaran matematika serta sikap ulet dan

(15)

percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan umum pertama, pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah memberikan penekanan pada penataan latar dan pembentukan sikap siswa. Tujuan umum adalah memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya

F. Kajian Materi Sistem Persamaan Lineir Dua Variabel (SPLDV)

Pokok bahasan yang terkait dengan pelaksanaan penelitian ini adalah sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Selanjutnya akan diuraikan materi pokok bahasan tersebut diatas.

Sistem Persamaan Linier Dua Variabel adalah dua persamaan linier yang mempunyai hubungan antara keduanya dan mempunyai satu penyelesaian.

Bentuk Umum SPLDV : ax + by = c px + qy = r

dengan x, y disebut variabel. a, b, p, q disebut koefisien. c, r disebut konstanta.

Penyelesaian sistem persamaan linier dua variabel dapat di lakukan dengan 3 cara yaitu:

(16)

1. Metode Substitusi

Artinya ‘mengganti”. Metode subtitusi adalah suatu metode menyelesaika sistem persamaan linier dua variabel menggantikan satu variabel dengan variabel dari persamaan yang lain.

2. Metode Eliminasi

Artinya ‘menghilangkan’. Metode Eliminasi adalah menghilangkan salah satu variabel dengan cara menyamakan koefisien untuk variabel yang akan dihilangkan.

3. Metode Grafik

Penyelesaian sistem persamaan linier dua variabel dengan metode grafik dapat digambarkan dalam sistem koordinat cartesius sehingga titik potongya terlihat langsung.

G. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Adapun penelitian terdahulu yang relevan di antaranya:

1. Tahun 2008, Ana Virgowati melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Metode Resitasi Pada Pelajaran Matematika Di SMP Darma Bhakti Palembang”. Hasil belajar siswa setelah diterapkannya metode resitasi pada materi segitiga adalah 74,64%, ini berarti hasil belajar siswa dikategorikan baik.

2. Tahun 2012, Maisaroh melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Metode Pembelajaran Resitasi

(17)

Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Kelas VII SMP Negeri 52 Palembang”. Ada pengaruh terhadap tingkat kemampuan pemahaman matematika siswa rata-rata 83,68%.

3. Tahun 2009, Mustikawati melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Teknik Pemberian Tugas dan Resitasi Pada Pembelajaran Matematika di SD Islam Darussalam Palembang”. Hasil belajar siswa dengan diterapkannya teknik pemberian tugas dan resitasi di kategorikan baik dengan rata-rata78,4%.

H. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada peningkatan aktivitas dalam pembelajaran matematika pada materi sistem persamaan linier dua variabel setelah diterapkan metode resitasi di SMP Adabiyah Palembang.

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas community relations adalah segala sesuatu kegiatan atau usaha yang dilakukan secara terencana baik secara jasmani maupun rohani untuk mencapai suatu tujuan yaitu

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam

Beban kerja yang berlebihan dapat menimbulkan stres, karena kebutuhan untuk bekerja dengan jumlah jam yang sangat banyak, baik secara fisik maupun mental,

Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis maupun sosial yang berada di sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan

1) Fase perencanaan adalah tahap ketika seseorang masih berada pada kondisi asalnya dan menyiapkan segala sesuatu, mulai dari ketahanan fisik sampai kepada mental,

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan individu baik fisik maupun non- fisik dengan

Dari beberapa pengertian tersebut diatas, lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar lingkungan internal dan eksternal dimana pegawai bekerja, baik

Atas dasar pasal 72 UU tentang Perlindungan Anak jika terjadi tindakan kekerasan baik yang berupa kekerasan verbal, fisik, mental maupun pelecehan seksual terhadap anak