25 BAB II
GAMBARAN UMUM SETTING PENELITIAN
2.1 Gambaran Umum Desa Pacar dan Dadirejo
2.1.1 Letak Geografis Desa Pacar dan Dadirejo 1. Desa Pacar
Desa Pacar merupakan Desa yang menjadi perbatasan antar beberapa kecamatan diantaranya Kecamatan Pekalongan Barat, Kecamatan Wiradesa serta Kecamatan Tirto. Secara administrasi Desa Pacar masuk dalam Kecamatan Tirto.
Desa Pacar berbatasan dengan beberapa desa seperti:
a. Wilayah Utara :Desa Karangjompo Kecamatan Tirto b. Wilayah Selatan :Desa Tanjung Kecamatan Tirto
c. Wilayah Barat :Kelurahan Bener Kecamaatan Wiradesa d. Wilayah Timur :Kelurahan Tirto Kecamatan Pekalongan Barat Gambar 2.1 Peta Desa Pacar, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah
Sumber Data: Pemerintah Desa Pacar, 2020
2. Desa Dadirejo
Desa Dadirejo yaitu desa yang terletak di Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan. Desa Dadirejo berbatasan dengan beberapa desa seperti:
a. Wilayah Utara : Desa Pacar Kecamatan Tirto b. Wilayah Selatan: Desa Silirejo Kecamatan Tirto c. Wilayah Barat : Desa Warulor Kecamatan Wiradesa d. Wilayah Timur : Desa Tanjung Kecamatan Tirto
Gambar 2.2 Peta Desa Dadirejo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah
Sumber Data: Pemerintah Desa Daidrejo, 2020
2.1.2 Demografi Desa Pacar dan Dadirejo 1. Penduduk
Penduduk di Desa Pacar sampai akhir Desember 2020 sebanyak 4.251 yang terdiri dari laki-laki 2148 Jiwa dan Perempuan 2.103 jiwa. Masyarakat Desa Pacar mayoritas memeluk agama Islam (94%), Kristen (3%), Budha (2%) dan Hindu (1%). Sedangkan penduduk di Desa Dadirejo sampai akhir Desember 2020 sebanyak 9.446 yang terdiri dari laki-laki 4.822 Jiwa dan Perempuan 4.624 jiwa.
Masyarakat Desa Dadirejo mayoritas memeluk agama Islam (93%), Kristen (3%),
Budha (3%) dan Hindu (1%).
2. Mata Pencaharian
Mata Pencaharian penduduk di Desa Pacar dan Dadirejo sebagian besar bermata pencaharian sebagai buruh industri batik serta petani. Penduduk yang bekerja sebagai buruh batik di Desa Pacar sebanyak 814 orang sedangkan di Desa Dadirejo sebanyak 2.813 orang. Selain itu di sektor pertanian, banyaknya petani di Desa Pacar sebanyak 14 orang sedangkan di Desa Dadirejo sebanyak 362 orang selebihnya berkerja di bidang jasa seperti Pegawai Negeri, Pegawai Swasta, Ternak, Pedagang, Kerajinan, Industri Kecil.
2.1.3 Kondisi dan Potensi Ekonomi
Potensi unggulan dari Desa Pacar dan Dadirejo adalah batik dan hasil pertanian, hal ini sesuai dengan mata pencaharian penduduk. Desa Pacar menghsailkan banyak batik serta Desa Dadirejo menghasilkan banyak gabah dan padi dari hasil pertanian.
1. Populasi Industri
Letak Desa Dadirejo yang kurang strategi jauh dari pusat kota serta masyarakat desa yang masih agraris membuat perkembangan industri kalah dengan yang ada di Desa Pacar. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Pekalongan tahun 2020 berkembang industri di kedua desa sebagai berikut:
a. Desa Pacar : Satu Industri Besar serta tiga Industri Kecil . b. Desa dadirejo : Tidak adanya Industri yang berkembang.
2. Populasi Pertanian
Tersedianya lahan pertanian yang memadai, inovasi dari teknologi yang
ada serta didukung dengan sumber daya manusia yang cekatan dapat membuat kondisi pertanian menjadi maksimal. Adanya dukungan alam pada Desa Dadirejo membuat desa tersebut memiliki potensi maksimal dalam hal bertani. Hal berbeda terjadi pada Desa Pacar, dimana ketersediaan tanah untuk pertanian tidak ada sehingga rata-rata penduduk Desa Pacar bekerja sebagai buruh Industri Batik.
Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Pekalongan Tahun 2020 ketersediaan lahan pertanian di kedua desa sebagai berikut:
Tabel 2.1 Luas Tanah dan Penggunaan Tanah di Desa Pacar dan Dadirejo
Desa Penggunaan Tanah
Tanah Sawah Tanah kering Jumlah
Pacar - 52.121 m² 52.121 m²
51
Dadirejo 48.251 m² 155.429 m² 203.680 m²
Sumber: BPS Kab. Pekalongan, 2020
3. Sarana Ekonomi
Ketersediaan sarana ekonomi di Desa Pacar dan Dadirejo untuk menunjang perekonomian masyarakat sebagai berikut:
Tabel 2.2 Sarana dan Prasarana Ekonomi Desa Pacar dan Dadirejo
Desa Kelompok Pertokoan
Pasar dengan Bangunan Permanen
Pasar dengan Bangunan
Semi permanen
Pasar Tanpa Bangunanan
Koperasi
Pacar 0 0 0 1 2
Dadirejo 1 3 1 0 0
Sumber: BPS Kab. Pekalongan, 2020
Berdasarkan Tabel 2.2 dapat dijelaskan bahwa sarana dan prasarana ekonomi yang ada dapat digunakan untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat. Sarana dan prasarana ekonomi seperti pasar, bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menjual dagangan atau hasil pertanian mereka. Tidak adanya lahan pertanian menyebabkan sarana dan prasarana ekonomi di Desa Pacar tidak
berkembang, hal ini ditandai dengan jumlah sarana dan prasarana ekonomi yang hanya ada satu yaitu pasar tanpa bangunan.
Sedangkan di Desa Dadirejo karena adanya lahan pertanian serta banyak masyarakat desa bekerja sebagai petani menyebabkan sarana serta prasarana ekonomi seperti pasar berkembang disana. Sarana dan Prasarana ekonomi bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menjual hasil pertanian dan untuk dapat meningkatkan perekonomian. Selain itu adanya koperasi juga dapat membantu masyarakat dalam meminjam modal usaha. Letak Desa Pacar yang strategis dan dekat dengan Pemerintahan Kecamatan Tirto membuat setidaknya terdapat dua koperasi Simpan Pinjam.
2.2 Keadaan masyarakat Desa Pacar dan Dadirejo pada saat Pandemi COVID-19
1. Desa Pacar
Di saat Upah Minimum Kabupaten Pekalongan tahun 2020 sebesar Rp 2,072,000, upah buruh batik di Desa Pacar masih saja rendah. Terdapat 12 industri rumah batik di Desa Pacar pada tahun 2020. Buruh batik yang mengerjakan bagian nyolet (mewarnai batik) menerima pendapatan sebesar Rp 25.000 per hari atau Rp 600.000 sebulan dengan masa kerja 24 hari sedangkan buruh batik yang mengerjakan bagian nglorod (pencelupan kain batik pada air panas untuk melepaskan lilin malam) mendapatkan upah sebesar Rp 70.000 per- hari atau Rp 1.680.000 sebulan dengan masa kerja.
Upah yang diberikan tidak sebanding dengan upah minimum yang ditetapkan di wilayah Kabupaten Pekalongan sebagai standar kelayakan untuk
biaya hidup terlebih pada waktu pandemi COVID-19 seperti ini dimana sangat sulit untuk mencari tambahan penghasilan karena adanya berbagai kebijakan yang membatasi segala aktivitas masyarakat.
Juragan batik di Kabupaten Pekalongan lebih sering memberikan pekerjaan batik ke karyawannya untuk dikerjakan di rumah sendiri-sendiri.
Dampak dari adanya hal ini memberikan keuntungan kepada para juragan batik karena mereka tidak perlu mendirikan pabrik untuk mempekerjakan para karyawannya, tidak perlu adanya pemberian upah sesuai UMK, tidak perlu mengeluarkan biaya operasional perusahaan serta tidak perlu memberikan biaya asuransi tenaga kerja.
Padahal proses pengerjaan batik membutuhkan tahapan yang tidak sebentar. Mulai dari tahap menyediakan kain mori, menggambar sketsa batik, pewarnaan batik, pelorodan, penjemuran hingga tahap pengepakan. Semua pekerja yang dilakukan selalu bersentuhan dengan obat batik dimana memiliki bau yang begitu menyengat serta beresiko merusak kulit serta paru-paru.
Adanya pandemi COVID-19 memberikan dampak negatif kepada para pengusaha batik di Indonesia dimana menurut data dari detikfinance, 2020 sekitar 114.879 pengusaha batik memilih untuk menghentikan bisnisnya. Pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta adanya kebijakan Pembatasan Kegiatan Masyarakat membuat penjualan batik mengalami penurunan.
2. Desa Dadirejo
Selain bekerja sebagai buruh industri batik dengan penghasilan tidak
terlalu berbeda dengan Desa Pacar, masyarakat Desa Dadirejo juga bekerja pada sektor pertanian. Adanya Pandemi COVID-19 memberikan dampak negatif kepada hasil produksi, harga barang serta biaya produksi. Selain itu dampak negatif lain yang dirasakan adalah masyarakat sulit menjual hasil panennya ke pasar karena adanya kebijakan PSBB serta masyarakat kesulitan dalam membeli bahan baku pertanian karena suplay bahan yang terbatas yang disebabkan oleh terlambatnya proses pengiriman.
Berdasarkan data dari Pemerintah Desa Dadirejo tahun 2020 bahwa rata- rata produksi tanaman padi sawah sebelum Pandemi COVID-19 sebesar 794,87 Kg dengan rata-rata luas lahan 0,0048 Ha sedangkan rata-rata produksi tanaman padi sawah yang diperoleh petani selama Pandemi Covid-19 sebesar 624,61 Kg dengan luas lahan yang sama, artinya rata- rata produksi tanaman padi sawah mengalami penurunan selama Pandemi COVID-19.
Rata-rata pendapatan petani padi sawah per musim tanam sebelum Pandemi COVID-19 adalah sebesar Rp. 7.843.138 per musim tanam (dua kali dalam setahun) dan rata-rata pendapatan petani padi sawah selama Pandemi COVID-19 adalah Rp. 6.859.724 dalam sekali musim tanam. Artinya pendapatan petani padi sawah di Desa Dadirejo mengalami penurunan selama Pandemi COVID-19 dari pada sebelum Pandemi COVID-19.
Berkurangnya produksi padi sawah dan pendapatan petani disebabkan oleh penggunaan input yang kurang maksimal. Petani padi tidak lagi mendapatkan bantuan subsidi pupuk dari pemerintah karena anggaran yang ada dialihkan untuk membantu mengatasi permasalahan yang disebabkan karena adanya pandemi
COVID-19. Pemberhentian subsidi pupuk membuat petani meminimalisir penggunaan pupuk supaya biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar. Berikut gambaran perbedaan harga pupuk subsidi dan non-subsidi.
Tabel 3.1 Perbedaan Harga Pupuk Subsidi dan Non-Subsidi
Sumber: Pemerintah Desa Dadirejo, 2020
Pemerintah Indonesia melakukan pengurangan anggaran subsidi pupuk karena adanya pelemahan perekonomian akibat pandemi COVID-19. Anggaran yang ada dialihkan untuk menangani dampak karena adanya pandemi COVID-19.
Pengurangan subsidi pupuk mengakibatkan harga ecer pupuk mengalami peningkatan sehingga mengakibatkan menurunnya keuntungan yang didapatkan petani karena petani harus menambah biaya untuk pembelian pupuk. Pengurangan pengunaan pupuk dapat berimbas pada hasil produksi pertanian.
2.3 Program BLT Dana Desa di Desa Pacar dan Dadirejo Tahun 2020
Kebijakan penyaluran BLT Dana Desa untuk penanggulangan COVID-19 diatur dengan banyak regulasi. Regulasi yang mengatur tentang BLT Dana Desa selalu berubah,yakni, Peraturan Menteri Desa PDTT No. 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi No. 11 Tahun 2019 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020. Permasalahan yang kemudian muncul dari penyaluran bantuan sosial ini adalah masalah alokasi anggaran yang berbeda ditiap kementrian, masalah data penerima bantuan yang tidak terintegrasi, dan masalah sistem penyaluran bantuan
tersebut. Padahal seharusnya, pelaksanaan ini harus transparansi dalam pelaksanaa pemerintah karena apapun yang berkaitan dengan public haruslah terukur dan dapat bertanggungjawab secara terbuka .
Hasil penelitian menunjukkan banyaknya jenis bantuan dan sumber bantuan yang diterima warga tidak didukung oleh sistem informasi jarring pengaman sosial yang terintegrasi di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, dan desa sehingga perubahan anggaran yang fokusnya pada bantuan dana desa menjadi hal yang sangat sulit dialokasikan secara merata dikarenakan keterbatasan anggaran pemerintah desa. penerima BLT, transparansi penetapan. Permasalahan BLT Dana Desa yang lain seperti masalah penerima bantuan serta ketepatan waktu distribusi BLT. Program BLT Dana Desa yang diberikan pemerintah terhadap keluarga miskin di Desa Pacar dan Desa Dadirejo kurang optimal.
Hal ini dilihat dari masih banyaknya bantuan dari pemerintah kurang tepat sasaran karena masih ada keluarga yang masuk kategori mampu mendapatkan bantuan tetapi keluarga. yang seharusnya mendapatkan bantuan malah tidak sama sekali, masih banyak keluarga miskin yang seharusnya mendapatkan bantuan BLT Dana Desa tetapi tidak pernah menerima sama sekali, dan masih adanya keluarga yang mendapat dua jenis bantuan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan program BLT DD Tahun 2020 di Desa Pacar dan Dadjirejo harus dilaksanakan secara transparan dan optimal agar seluruh keluarga yang masuk kategori miskin dan tidak pernah mendapat bantuan pemerintah dapat dimasukkan atau terdaftar sebagai calon penerima BLT DD.