• Tidak ada hasil yang ditemukan

bab iii ruang lingkup perpajakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "bab iii ruang lingkup perpajakan"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

Jika kewajiban perpajakan tidak dipenuhi, pemerintah dapat mengambil tindakan hukum terhadap wajib pajak berdasarkan undang-undang. Undang-undang yang jelas, sederhana dan mudah dipahami akan memungkinkan wajib pajak dan fiskus mempunyai penafsiran yang sama.

Fungsi Mengatur (Regulerend)

Memberikan pajak impor yang tinggi terhadap barang tertentu untuk melindungi barang yang juga diproduksi di dalam negeri. Memberikan pembatasan terhadap barang-barang, misalnya minuman beralkohol dan pemberatan khusus pada pajak, agar masyarakat tidak mengkonsumsi minuman lebih banyak.

Fungsi Sosial

Cukai atas minuman yang mengandung alkohol (spirit) dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN dengan tarif 20% (dua puluh persen)), maksud pemerintah adalah untuk mencegah masyarakat membelinya, karena minuman tersebut dapat membahayakan kesehatan. Artinya barang/jasa yang sangat penting dibedakan dengan barang/jasa yang tidak dibutuhkan oleh masyarakat umum, misalnya barang mewah.

Cara Pemungutan Pajak

Sistem Fiktif

Asumsikan pendapatan yang diterima pada tanggal 1 Januari sebenarnya adalah pendapatan yang diterima. Akibatnya banyak wajib pajak yang dinilai berdasarkan penghasilan fiktif atau dinilai berdasarkan penghasilan tidak benar.

Sistem Nyata (Riil)

Besarnya penghasilan kena pajak adalah jumlah penghasilan yang diperoleh dari berbagai sumber pada tanggal 1 Januari setiap tahun, yang dapat berbeda dengan penghasilan sebenarnya apabila wajib pajak tidak mempunyai sumber penghasilan tetap.

Sistem Campuran

Kemudian, setelah berakhirnya tahun pajak, asumsi-asumsi yang semula digunakan fiskus disesuaikan dengan kenyataan dengan melakukan koreksi, sehingga pemungut pajak berpindah dari sistem fiktif ke sistem nyata. Fiskus dapat menaikkan atau menurunkan pajak yang awalnya dihitung berdasarkan sistem anggapan ini (Devano dan Rahayu.

Prinsip-prinsip Pemungutan Pajak

Prinsip Keadilan dan Pemerataan (Equality)

Menurut Adam Smith, kesetaraan berarti bahwa keadaan atau orang yang sama dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama. Orang atau badan dalam situasi ekonomi yang sama harus menanggung utang pajak yang sama.

Prinsip Kepastian Hukum (Certainty)

Prinsip kepastian yang dikemukakan oleh E.R.A. Seligman, ada pada asas pemungutan pajak yang kedua, yaitu pada asas administrasi. Menurut Victory Thuronyi yang dikutip Darussalam dan Danny Septriadi (2006), konstitusi suatu negara selalu mengharuskan pengenaan pajak harus berdasarkan undang-undang.

Jenis Pungutan di Indonesia

  • Pajak Negara (Pajak Pusat)
  • Pajak Daerah
  • Retribusi Daerah
  • Bea dan Cukai
  • Penerimaan Negara Bukan Pajak

Cukai adalah pajak negara yang dipungut atas barang-barang tertentu yang menurut undang-undang mempunyai sifat atau sifat tertentu, yaitu barang-barang yang penggunaannya perlu antara lain. Penerimaan tersebut berdasarkan penetapan pengadilan dan merupakan hasil pengenaan denda administrasi, termasuk lelang barang sitaan negara dan denda.

Penggolongan Jenis Pajak

  • Menurut Administrasi Perpajakan
  • Menurut Sifat Pajak
  • Menurut Titik Tolak Pungutannya
  • Menurut Kewenangan Pemungutannya

Pajak orang pribadi (pribadi) merupakan pajak yang memperhitungkan diri sendiri dan keluarga wajib pajak dalam penilaiannya. Pajak subjektif adalah pajak yang titik tolaknya dipungut pada orang/badan yang dikenai pajak, artinya pajak subyektif ini dimulai dari penentuan orang tersebut kemudian dicari keadaan objeknya. Pajak obyektif adalah pajak yang pengenaannya didasarkan pada objek yang dikenakan pajak dan untuk mengenakan pajak harus dicari subjeknya.

Pajak pusat/pajak negara adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang meliputi pajak pusat seperti pajak penghasilan (PPh), pajak bumi dan bangunan (LBT), pajak pertambahan nilai (PPN), bea materai, pajak lelang, bea masuk dan bea cukai. Pajak daerah adalah pajak yang pemungutannya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kabupaten.

Dasar Hukum Perpajakan

Dalam menjalankan fungsi perpajakannya, pemerintah harus mampu mengakomodir kebijakan perpajakan terkait dengan semakin meningkatnya pembangunan ekonomi dan sosial yang terjadi, serta perkembangan sosial ekonomi yang berubah dengan cepat dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang selalu tertinggal. Untuk itu pemerintah diberikan asas Freis Ermessen (kebebasan bertindak) yang dituangkan dalam bentuk peraturan kebijakan. Menurut Syacran Basah, Freis Ermessen adalah kebebasan bertindak atas inisiatif sendiri untuk menyelesaikan permasalahan penting dan mendesak yang muncul secara tiba-tiba dimana undang-undang (peraturan perundang-undangan) tidak mengaturnya, serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral.

Asas freis ermessen merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam negara kesejahteraan modern, namun harus dicegah dengan cara-cara menciptakan peraturan perundang-undangan (khususnya di bidang perpajakan) yang tidak memperhatikan sistem dan ketertiban hukum yang ada. Kalaupun terjadi, harus benar-benar memperhatikan prinsip-prinsip penerapan peraturan perundang-undangan yang baik, serta prinsip-prinsip penyelenggaraan negara yang baik.

Objek Pajak 1. Pengertian

Objek Pajak Penghasilan (PPh)

Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari para anggotanya yang terdiri atas wajib pajak yang menjalankan profesi atau wirausaha. Dalam hubungan ini, segala sesuatu yang diterima atau diperoleh wajib pajak, menurut Rochmat Soemitro (1986a:63), pada prinsipnya merupakan penghasilan kena pajak. Penggantian atau kompensasi atas pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura atau jasa dari wajib pajak atau pemerintah.

Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan, baik yang dibayarkan oleh pemberi kerja maupun pekerja. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh suatu perusahaan reksa dana selama lima tahun pertama sejak perusahaan tersebut didirikan atau diberikan izin usaha.

Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Penghasilan tersebut kena pajak, namun tidak dikenakan pajak penghasilan, mengingat penentuan apakah suatu barang kena pajak termasuk dalam golongan kena pajak atau tidak kena pajak harus berdasarkan undang-undang, kecuali ada pendelegasian hukum dalam peraturan di bawahnya. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan fasilitas pajak penghasilan yang tidak dikenakan pajak penghasilan dapat bertambah atau berkurang (Saidi.

Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPBM)

Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya dikenakan satu kali saja, yaitu pada saat penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah juga dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah selain Pajak Pertambahan Nilai. Artinya, objek Pajak Penjualan Barang Mewah juga merupakan impor Barang Kena Pajak yang tergolong barang mewah.

Ruang lingkup Pajak Penjualan Atas Barang Mewah meliputi penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong Barang Mewah dan impor Barang Kena Pajak yang tergolong Barang Mewah. Dapat dikatakan bahwa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah tergantung pada siapa yang mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong barang mewah.

Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Tidak semua tanah dan bangunan dapat dikenakan pajak bumi dan bangunan, karena terdapat pengecualian pada tanah dan/atau bangunan yang tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan. Mengenai tanah dan/atau bangunan yang digunakan negara untuk melakukan kegiatan, penetapan pajak atas tanah dan bangunan diatur lebih rinci dengan peraturan pemerintah. Meskipun pemerintah mempunyai kewenangan untuk menentukan pengenaan pajak bumi dan bangunan atas bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan negara, namun tetap terikat pada asas kelayakan dan kepatuhan terhadap hukum.

Dalam artian pemerintah harus memperhatikan pengklasifikasian tanah dan bangunan pada saat menentukan pajak bumi dan bangunan atas objek yang dikenakannya, mengingat tidak ada ketentuan yang memberikan pengecualian, sehingga tanah dan/atau bangunan yang diterapkan tidak dikenakan pajak. dikenakan pajak bumi dan bangunan. Sektor publik dengan demikian tetap mengenakan Pajak Bumi dan Bangunan atas bumi dan/atau bangunan.

Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Hak atas tanah dan bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan dan bangunan di atasnya, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Perolehan hak atas tanah dan bangunan tidak selalu merupakan objek yang dapat dikenakan pajak karena terdapat ketentuan yang menentukan bahwa benda tersebut bukan merupakan objek yang tercakup dalam Hak Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Selain itu, pengenaan pajak bumi dan bangunan atas biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diperoleh melalui pewarisan, warisan, dan pemberian hak pengelolaan didasarkan pada Pasal 3 ayat (2) UU BPHTB diatur dengan peraturan negara.

Artinya pemerintah berwenang mengatur tata cara atau tata cara pengenaan pajak atas warisan, hadiah wasiat, dan hak pengelolaan dalam bentuk peraturan pemerintah. Substansi yang terkandung dalam peraturan pemerintah ini antara lain meliputi tata cara penghitungan besarnya biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan atas objek pajak yang diperoleh melalui warisan, hibah wasiat, dan pembagian hak pengelolaan (Saidi.

Objek Bea Materai

Ketentuan dalam Pasal 1 ayat 2 huruf a UU BM memberikan batasan terhadap dokumen yang boleh dikenakan bea materai. Para pihak yang mempunyai surat perjanjian atau dokumen lain (termasuk surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan) wajib membayar bea materai atas surat tersebut. Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea materai berdasarkan peruntukannya apabila digunakan untuk tujuan yang berbeda atau digunakan oleh orang lain selain peruntukannya semula.

Siahaan bahwa besarnya bea materai yang harus dibayar sehubungan dengan surat-surat yang dijadikan alat bukti di muka pengadilan adalah sebesar Rp. 6.000,- sedangkan apabila dokumen yang dimaksud berkaitan dengan pengiriman uang, maka besaran materai yang harus dibayar didasarkan pada jumlah nominal pengiriman uang yang bersangkutan.

Objek Pajak Daerah

Wajib Pajak 1. Pengertian

  • Kewajiban Wajib Pajak
  • Hak Wajib Pajak

Dalam mengurus dokumen perpajakan, wajib pajak wajib memberikan nomor identifikasinya. Wajib Pajak yang tidak mendaftar untuk mendapatkan nomor pajak akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak wajib mengumpulkan sendiri pemberitahuannya di tempat-tempat yang ditentukan oleh petugas pajak dan mudah dijangkau oleh Wajib Pajak.

Pajak yang harus dibayar penuh oleh wajib pajak tidak bergantung pada adanya surat ketetapan pajak. Menerima bukti penyetoran pajak sebagai bukti bahwa Wajib Pajak telah melunasi pajak yang terutang.

Penanggung Pajak

Pada hakikatnya wajib pajak bukanlah wajib pajak, artinya yang berhutang pajak adalah wajib pajak, bukan wajib pajak. Keterlibatan penjamin pajak untuk melunasi utang pajak yang terutang oleh wajib pajak hanyalah sebuah tanggung jawab. Namun ketentuan dalam UU PPDSP yang menjadi sasaran pungutan paksa hanya wajib pajak, sedangkan memisahkan wajib pajak dari jangkauan hukum.

Ketentuan dalam UU PPDSP harus mencantumkan kata “wajib pajak atau penanggung pajak” pada setiap ketentuannya. Apa jadinya jika wajib pajak tidak mempunyai penanggung pajak, sedangkan ketentuan dalam UU PPDSP hanya menggunakan kata “penanggung pajak”.

Utang Pajak

Timbulnya Utang Pajak

Ketika timbul kewajiban pajak penghasilan, yaitu pada saat penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikenakan pajak. Padahal, utang pajak daerah muncul karena undang-undang PDRD yang mengaturnya, bukan tindakan hukum aparat pajak. Artinya Teori Material mengenai timbulnya utang pajak juga diamati pada bea materai, bea masuk, dan cukai.

Padahal menurut teori formal, utang pajak timbul akibat perbuatan hukum aparat pajak yang menerbitkan surat ketetapan pajak terhadap wajib pajak. Adapun teori formal, menurut Rochmat Soemitra, utang pajak timbul karena undang-undang perpajakan ketika petugas pajak menerbitkan surat ketetapan pajak.

Berakhirnya Utang Pajak

Penghapusan utang pajak secara tuntas merupakan suatu tindakan hukum yang dilakukan aparat pajak untuk menghilangkan seluruh utang pajak yang harus dibayar. Penghapusan utang pajak yang dilakukan oleh aparat pajak harus berdasarkan pertimbangan yang diatur dalam Undang-Undang Pajak. Pembebasan utang pajak terkait Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah tidak melibatkan intervensi aparat pajak.

Oleh karena itu, masa kadaluarsa juga merupakan salah satu cara untuk menghapus utang pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Batas waktu pemungutan pajak dihitung sejak petugas pajak yang membidangi administrasi pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan pajak penjualan atas barang mewah menerima permohonan tertulis dari wajib pajak.

Tarif Pajak

Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah yang dijadikan dasar perpajakan. Dengan tarif progresif, jumlah pajak yang terutang menjadi lebih besar sesuai dengan kenaikan tarif dan besarnya yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif degresif adalah tingkat pemungutan pajak, yang persentasenya menurun seiring dengan meningkatnya jumlah yang digunakan sebagai basis pajak.

Tarif proporsional adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase yang tetap tanpa memperhitungkan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besarnya nominalnya tetap, berapapun besarnya yang dijadikan dasar perpajakan.

Referensi

Dokumen terkait

Through HARS, anxiety level scores were obtained from 100 students of the University of North Sumatra who had watched Nessie Judge's YouTube crime content as many as 42 respondents