BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah Hukum Polsek Baguala
Kepolisian Sektor (disingkat Polsek) adalah struktur komando Kepolisian Republik Indonesia di tingkat kecamatan. Kepolisian sektor di perkotaan biasanya disebut sebagai "Kepolisian Sektor Kota" (Polsekta). Kepolisian Sektor dikepalai oleh seorang Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) dan Kepolisian Sektor Kota dikepalai oleh seorang Kepala Kepolisian Sektor Kota (Kapolsekta).
Wilayah Hukum Polsek Baguala mulai dari Negeri Halong, Desa Latta, Lateri, Negeri Passo, Desa Negeri Lama, Desa Nania dan berakhir pada Desa Waiheru yang semuanya itu termasuk dalam satu kecamatan yaitu, kecamatan Baguala.
Adapun visi, misi dan program prioritas dalam program Kapolri yang menjadi dasar bagi Polisi Sektor Baguala dalam menjalankan tugas masing-masing, yaitu :
Visi :
1) Profesional : Meningkatkan kompetensi SDM Polri yang semakin berkualitas melalui peningkatan kapasitas pendidikan dan pelatihan, serta melakukan pola-pola Pemolisian berdasarjan prosedur baku yang sudah dipahami, dilaksanakan dan dapat diukur keberhasilannya.
2) Modern : melakukan modernisasi dalam layanan publik yang didukung teknologi sehingga semakin mudah dan cepat diakses
oleh masyarakat, termasuk pemenuhan kebutuhan Almatsus dan Alpakam yang makin modern.
3) Terpercaya : melakukan reformasi internal menuju Polri yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme guna terwujudnya penegakan hukum yang obyektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan.
Misi :
1) Berupaya melanjutkan reformasi internal Polri.
2) Mewujudkan organisasi dan postur Polri yang ideal dengan didukung sarana dan prasarana kepolisian yang modern.
3) Mewujudkan pemberdayaan kualitas sumber daya manusia Polri yang profesional dan kompeten, yang menjunjung etika dan HAM.
4) Peningkatan kesejahteraan anggota Polri.
5) Meningkatkan kualitas pelayanan prima dan kepercayaan publik kepada Kepolisian RI.
6) Memperkuat kemampuan pencegahan kejahatan dan deteksi dini berlandaskan prinsip pemolisian proaktif dan pemolisian yang berorientasi pada penyelesaian akar masalah.
7) Meningkatkan Harkamtibmas dengan mengikutsertakan publik melalui sinergitas polisional.
8) Mewujudkan penegakan hukum yang profesional, berkeadilan, menjunjung tinggi HAM dan anti KKN.
Program prioritas :
1) Pemantapan reformasi internal Polri.
2) Peningkatan pelayanan publik yang lebih mudah bagi masyarakat dan berbasis IT.
3) Penanganan kelompok radikal prokekerasan dan intoleransi yang lebih optimal.
4) Peningkatan profesionalisme Polri menuju keunggulan.
5) Peningkatan kesejahteraan anggota Polri.
6) Tata kelembagaan, pemenuhan proporsionalitas anggaran dan kebutuhan Mis Sarpas.
7) Bangun kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap Kamtibmas.
8) Penguatan Harkamtibmas (pemeliharaan keamanan dan keterlibatan masyarakat).
9) Penegakan hukum yang lebih profesional dan berkeadilan.
10) Penguatan pengawasan.
11) Quick Wins Polri.
Stuktur organisasi Polsek Baguala adalah sebagai berikut :
Tugas dan tanggung jawab masing-masing unit pada Polsek Baguala Kota Ambon, yaitu :
a. Unit provos ialah melakukan pelaksanaan disiplin anggota, pelanggaran anggota, tingkah laku anggota dan kerapihan anggota.
WAKAPOLSEK
UNIT PROVOS
SIUM SIHUMAS
URRENMIN URTAUD URTA HTI
SPKT UNIT
INTELKAM
UNIT RESKRIM
UNIT BINMAS
UNIT SABHARA
UNIT LANTAS
POLSUBSEKTOR
b. Sium ialah menerima surat masuk seperti permintaan pengamanan, kejahatan kasus, surat perintah tugas, telegram dan membuat surat keluar.
c. Sihumas ialah melakukan konfrensi pers.
d. SPKT ialah melakukan pelayanan terhadap masyarakat 1x24jam, membuat laporan polisi, membuat tanda penerimaan laporan, membuat laporan segera yang dikirim kepada pimpinan.
e. Unit Intelkam ialah mencari dan mengumpulkan keterangan.
f. Unit Reskrim ialah melakukan lidik sidik/penanganan perkara, melakukan penyidikan dan penyelidikan laporan dari masyarakat.
g. Unit Binmas ialah melaksanakan kegiatan di Desa.
h. Unit Sabhara ialah pengaturan patroli, penjagaan dan pengawalan lalu lintas.
Berdasarkan wawancara dengan Bripka Marthin, fenomena kumpul kebo yang banyak terjadi namun tidak semua perbuatan itu dilaporkan ke Polisi.
Kalaupun ada, orang yang menjadi korban dari perbuatan tersebut, dia lah yang melaporkan kepada Polisi. Dan ada beberapa kasus kumpul kebo yang pernah ditangani oleh Polsek Baguala ialah yang pertama kumpul kebo satu pasangan di Desa Negeri Lama (kos-kosan) Kota Ambon yang terjadi pada tahun 2018.
Proses penanganan yang dilakukan ialah setelah polisi menerima pengaduan dari pihak perempuan berprofesi sebagai seorang pengajar (Guru) yang berdomisili di Desa Waai Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, polisi yang menggunakan mobil patroli pergi ke tempat kejadian di Desa Negeri Lama
tersebut dan setelah itu pasangan yang melakukan perbuatan tersebut diminta kesediaan agar dibawa ke Polsek Baguala untuk mengklarifikasi masalah. Sampai di Polsek Baguala, terjadi adu mulut dan upaya yang dilakukan oleh pihak penegak hukum dalam hal ini penyidik ialah melakukan mediasi terhadap pasangan tersebut dengan cara memberi peringatan kepada pasangan kumpul kebo tersebut untuk tidak lagi berhubungan dan tidak lagi berkomunikasi. Adapun efek jera bagi pasangan kumpul kebo itu sendiri tergantung dari pelaku, setelah mendapat pemahaman hukum dari polisi dan menyadari sungguh akan perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan yang salah terhadap agama dan hukum, dan bagaimana dia membenahi diri serta tidak lagi melakukan perbuatan tersebut.
Kasus kedua mengenai kumpul kebo yang terjadi di daerah Desa Waiheru dimana sepasang wanita dan pria yang tinggal bersama dalam sebuah kos-kosan yang mereka tempati, namun pria tersebut adalah suami dari wanita lain yang menjadi istrinya. Mereka tinggal bersama dan diketahui oleh warga sekitar dan memberitahukan hal tersebut kepada pihak polsek baguala dan ketua RT daerah tersebut.
Adapun langkah yang diambil dalam menyelesaikan masalah tersebut ialah dibicarakan secara kekeluargaan, sehingga kasus ini tidak perlu diperpanjang dan wanita yang menjadi selingkuhan dari pria tersebut diminta untuk segera meninggalkan kos-kosan yang dia tempati dan mencari tempat lain untuk dia tinggal. Sedangkan pria tersebut diminta untuk kembali pulang bersama dengan istrinya.
Kasus yang sama juga terjadi kepada sepasang wanita dan pria yang tinggal bersama di daerah Air Besar Passo. Dimana wanita tersebut yang masih memiliki suami namun hubungan dengan suaminya sudah tidak lagi harmonis sehingga dia memutuskan untuk menjalin hubungan dengan pria lain dan hidup bersama dengan anak-anak dari pria tersebut.
Suami dari wanita tersebut merasa tidak menerima baik perlakuan sepeeti ini dan pernah melaporkan hal ini pada tempat pria tersebut bekerja, lembaga keagamaan, ketua RT setempat bahkan Polsek Baguala sampai akhirnya diberikan peringatan. Dan tindakan akhir yang diambil oleh Polsek Baguala dan ketua RT setempat adalah wanita dan pria tersebut akan dinikahkan setelah putusan perceraian antara wanita tersebut dengan suaminya dinyatakan sah.
Dari banyak fenomena kumpul kebo yang terjadi, rentan usia pasangan yang melakukan perbuatan tersebut adalah kategori dewasa. Baik yang sudah memiliki pekerjaan tetap dan tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Pelaku utama perbuataan kumpul kebo ialah pria. Dari permasalahan ini jarang ditemukan ada siswa dan mahasiswa yang melakukan perbuatan tersebut. Pasangan yang melakukan kumpul kebo tidak pernah ditahan oleh polisi karena ancaman pidananya dibawah 5 tahun.
Solusi yang terbaik dari perbuatan kumpul kebo ialah penegak hukum maupun masyarakat diharapkan ikut bertanggung jawab untuk menyadarkan para pelaku kumpul kebo. Kumpul kebo menjadi suatu bentuk pelanggaran terhadap kaidah-kaidah peraturan hukum tertulis tentang perkawinan.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah dijabarkan bahwa Bab I Undang-Undang Perkawinan (Pasal 1) :
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Pertimbangannya ialah sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dimana sila pertama ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat dengan agama dan kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani, tetapi unsur batin atau rohani juga mempunyai peranan penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungannya dengan turunan, yang merupakan pula tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan yang menjadi hak dan kewajiban setiap orang tua.
Tujuan perkawinan seperti halnya tercantum dalam Pasal 1 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan ialah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Suatu perkawinan bukan hanya dilakukan demi kebutuhan sesaat belaka, namun diorientasikan kepada kepentingan masa depan dari kedua belah pihak.
Menurut Walgito, masalah perkawinan adalah hal yang tidak mudah, karena kebahagiaan adalah bersifat relatif dan subyektif. Subyektif karena kebahagiaan bagi seseorang belum tentu berlaku bagi orang lain, relatif karena sesuatu hal yang pada suatu waktu dapat menimbulkan kebahagiaan dan belum tentu dilain waktu yang juga dapat menimbulkan kebahagiaan1.
1Walgito. B, Bimbingan dan Konseling Perkawinan Edisi Kedua, Andi, Yogyakarta, 2000, hal. 10.
B. Teori kriminologi yang terkait dengan fenomena kumpul kebo di wilayah hukum Polsek Baguala
Fenomena kumpul kebo dapat dianalisis menggunakan teori-teori kriminologi. Teori-teori kriminologi yang berhubungan dengan fenomena kumpul kebo tersebut adalah :
1. Control theory (teori kontrol)
Yang menyatakan bahwa seseorang yang melakukan tindakan kriminal merupakan kegagalan dari kelompok sosial salah satunya adalah keluarga.
Jika dikaitkan dengan permasalahan kumpul kebo maka seseorang yang melakukan tindakan kriminal berupa kumpul kebo bisa disebabkan karna ada permasalahan yang timbul dalam kehidupan keluarganya sendiri.
Misalkan pelaku sebagai seorang istri, jika dia melakukan perbuatan kumpul kebo hal ini menunjukan bahwa hubungan bersama suaminya sudah mulai renggang sehingga timbul keinginan untuk melakukan hubungan dengan lelaki lain selain suaminya dan memutuskan hidup bersama namun masih terikat dengan pernikahan yang sebelumnya.
Teori kontrol juga terbagi menjadi dua macam yaitu personal control dan social control. Personal control menjelaskan bahwa kemampuan seseorang untuk menahan diri agar tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Hal ini juga dapat terjadi misalkan kepada seorang wanita yang belum mempunyai pekerjaan namun menginginkan kebutuhan hidup yang berkelebihan atau tidak mau tersaingi dengan orang lain sehingga memutuskan untuk menjalin
hubungan dengan pria yang bisa memenuhi seluruh keinginannya tanpa memikirkan dengan baik apa dampak yang akan timbul kedepan, dengan imbalan bahwa wanita tersebut harus hidup bersama dengan pria tersebut sebelum mereka melakukan ikatan perkawinan.
2. Culture conflict theory (teori konflik budaya)
Fokus utama teori ini mengacu pada dasar normal kriminal dan corak prinsip atau sikap. Konflik budaya timbul karena orang-orang yang hidup dalam budaya tertentu pindah ke budaya lain yang berbeda. Jika dikaitkan dengan perbuatan kumpul kebo, apabila seseorang yang hidup dan berkembang pada suatu budaya yang baik dan selalu mematuhi setiap norma dalam masyarakat dengan sikap dan perilaku yang sopan dan santun bisa saja terpengaruhi apabila ketika seseorang tersebut berpindah tempat tinggalnya ke daerah yang memiliki budaya yang sangat bertentangan dengan norma dan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Sehingga sikap dan perilakunya juga ikut berubah dari seseorang yang sopan dan santun menjadi seseorang yang tidak menghargai sesama misalnya, atau suka berlaku seenaknya terhadap orang lain, melihat dan mengikuti budaya hidup orang lain yang minoritasnya senang menjalin hubungan dengan pria lain yang mungkin saja pria tersebut sudah pernah menikah sebelumnya dan masih dalam status perkawinan dengan istirnya.
Dia tidak menghiraukan status pria tersebut yang penting bisa bersenang- senang demi keuntungan pribadi. Hal ini bisa saja terjadi apabila seseorang
itu hidup dan menetap dalam jangka waktu yang lama, dan mungkin saja hal seperti itu dapat menjadi suatu kebiasaan yang akan sulit untuk dihilangkan.
3. Teori Sigmund Freud Dalam Perspektif Psikoanalisa
Teori ini menjelaskan bahwa ketidakseimbangan Id, Ego, dan Superego dapat membuat manusia lemah dan akibatnya lebih mungkin untuk melakukan perilaku menyimpang atau tindakan kriminal. Adapun juga kesenangan yang dirasakan sehingga membuat manusia untuk berlaku menyimpang. Jika dikaitkan dengan perbuatan kumpul kebo, pada dasarnya manusia memiliki dasar biologis yang sifatnya mendesak dan bekerja untuk meraih kepuasan di dalamnya termasuk keinginan untuk makanan, seks, dan kelangsungan hidup. Jika hal ini tidak bisa diperoleh secara legal atau sesuai dengan aturan sosial dalam masyarakat, maka orang secara naluriah akan mencoba untuk melakukannya secara ilegal seperti halnya melakukan perbuatan kumpul kebo yang dimana perlakuan seperti ini tidak dipandang baik dalam kehidupan bermasyarakat.
Pemuasan kebutuhan biologis cenderung membuat seseorang secara tidak sadar melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan.
Bagaimanapun caranya akan dilakukan tanpa memikirkan berbagai pertimbangan dan apa dampak yang akan timbul kedepan untuk semua perbuatan yang dilakukannya.
C. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kumpul Kebo di Wilayah Hukum Polsek Baguala Kota Ambon
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bripka Marthin selaku Penyidik pada Polsek Baguala pada tanggal 09/05/2019, bahwa biasanya faktor yang mempengaruhi orang yang melakukan kumpul kebo yaitu :
a. Ketidaksiapan mental untuk menikah
Individu ingin membentuk hubungan yang romantis dengan pasangannya sehingga dapat menyalurkan kebutuhan seksual tanpa harus terikat dalam perkawinan yang sah. Mereka yang melakukan kumpul kebo umumnya tidak memiliki kesiapan mental untuk memasuki jenjang perkawinan walaupun dari segi usia, pekerjaan bahkan ekonomi yang sudah memenuhi syarat. Laki-laki yang melakukan kumpul kebo menganggap sebagai kesempatan melakukan hubungan seksual dengan pasangannya, sedangkan wanita kumpul kebo dianggap sebagai persiapan untuk memasuki perkawinan yang sah.
b. Ketidaksiapan secara ekonomis
Dari segi usia mungkin seseorang telah memenuhi syarat untuk menikah, namun dari segi ekonomi mungkin merasa belum siap untuk menikah. Mereka yang tergolong belum mandiri secara ekonomi misalnya, mereka yang masih duduk pada bangku perguruan tinggi , lulus universitas atau akademik tapi masih menganggur atau sudah bekerja tapi penghasilan belum mencukupi jika dipergunakan untuk hidup berdua dalam perkawinan, sementara dorongan seksual dari dalam
dirinya sudah seharusnya memperoleh penyaluran secara teratur dan sah dari segi hukum perkawinan. Dengan kondisi tersebut akhirnya mereka sering kali hanya berfikir dalam jangka pendek yaitu yang penting bagaimana kebutuhan biologis itu segera dapat terpenuhi dan tercapai tetapi dengan konsekuensi mengabaikan nilai-nilai agama, norma sosial dan etika. Akhirnya mereka memutuskan melakukan kumpul kebo sebagai alternative terbaik.
c. Pengalaman sebelum dan sesudah pernikahan
Bagi seseorang yang telah menjalani hubungan dengan lawan jenis tetapi putus. Akhirnya mengalami patah hati dengan perasaan yang sangat kecewa (frustasi), sedih, putus asa dan dendam individu memiliki niat untuk tidak menikah secara resmi. Akhirnya mereka pun melakukan kumpul kebo dan tinggal serumah dengan pasangan hidupnya. Mereka hidup bersama sehingga saling membagi cinta dan kasih sayang dan dapat saling menyalurkan hasrat seksual.
d. Runtuhnya hubungan perkawinan dari salah satu pihak
Kumpul kebo bisa terjadi dengan mudah ketika laki-laki atau wanita yang memiliki keretakan dalam hubungan rumah tangga.
Akibatnya tidak ada kesetiaan yang terjadi namun mencari jalan pintas sehingga terjadi perselingkuhan sampai akhirnya harus bercerai. Mereka yang merasa sakit hati kemudian memutuskan menjalin hubungan dengan orang lain dan juga memutuskan untuk hidup bersama tanpa didasari dengan perkawinan yang sah.