• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

Bahan utama yang digunakan dalam percobaan ini adalah batubara sub-bituminus yang bersumber dari PT Bukit Asam Persero tbk Tanjung Enim dan tempurung kelapa yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif. Selanjutnya produk semi kokas/arang kelapa dilakukan analisis langsung yang meliputi kadar air, kadar abu, zat volatil dan karbon padat (fixed carbon). Arang semi coking atau tempurung kelapa ditempatkan pada rotary kiln dengan ukuran tertentu pada suhu 900°C, dengan uap mengalir selama proses tersebut.

Kemudian turunkan alat pengering berkapasitas 5 liter ke dalam tangki penyimpanan sampah dengan menggunakan tali dan kayu. Kemudian diambil sampel limbah pertama untuk dibersihkan (dibilas) desiccant, pembilasan dilakukan sebanyak 3 kali. Setelah alat pengering bersih diambil sampel kedua yang akan digunakan untuk proses adsorpsi, alat pengering ditutup.

Kemudian filtratnya dipipet sebanyak 50 ml, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer bersih dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N sampai warna larutan berubah menjadi bening (tidak berwarna). Penentuan kapasitas serapan karbon aktif (bilangan iodium) merupakan syarat utama untuk menilai kualitas karbon aktif yang dihasilkan. Dinginkan hingga suhu ruang, tambahkan 2 sampai 3 tetes indikator ferroin, titrasi dengan larutan ferrous amonium sulfat (FAS) 0,1 N hingga berwarna merah kecoklatan, perhatikan kebutuhan larutan FAS.

Kegiatan Penelitian

Pembuatan karbon aktif di pilot plant Palimanan

Pembuatan karbon aktif diawali dengan penyiapan batu bara dan tempurung kelapa, hingga diperoleh ukuran 1-3 cm. Proses pembuatan karbon aktif tempurung kelapa sama dengan cara pembuatan karbon aktif arang dengan menggunakan peralatan yang sama, yang membedakan hanya pada bahan baku yang digunakan. Proses karbonisasi ini merupakan proses pengubahan bahan organik menjadi karbon, melalui pemanasan dalam ruang tungku berputar dengan oksigen terbatas pada suhu 500 – 6000C.

Rotary kiln merupakan reaktor horizontal yang beroperasi secara berputar dengan kemiringan dan kecepatan putaran tertentu. Selama proses karbonisasi, terjadi perubahan struktural awal, termasuk proses dehidrasi dan pirolisis, serta terjadi dekomposisi komponen. Struktur pori awal ini menentukan terbentuknya struktur pori, kekuatan porositas dan luas permukaan karbon aktif.

Untuk memperoleh struktur pori awal yang dapat menghasilkan pori-pori dan luas permukaan yang besar, pemilihan jenis bahan baku, persiapan dan kondisi proses karbonisasi harus diperhatikan. Proses karbonisasi terjadi secara bertahap yang meliputi, pada suhu di atas 1000C, penghilangan air dan zat-zat yang mudah menguap dari permukaan dan dari dalam padatan. Kemudian pada suhu di atas 2000C mulai terjadi degradasi atau pelarutan bahan atau jaringan polimer induk, seperti hilangnya sejumlah molekul karbon dioksida, asam alifatik, karbonil dan alkohol, serta produk seperti air, metanol, fenol dan terbentuk lainnya yang merupakan komposisi dengan perbandingan C/H dan C/O yang dihasilkan, menjadi lebih besar karena hilangnya hidrogen dan oksigen.

Pada suhu 4000C struktur awal terbentuk, semakin tinggi suhu maka semakin besar pembentukan struktur karbon akibat penguraian molekul-molekul utama pada jaringan polimer. Terdapat persyaratan arang tempurung kelapa atau semicoke untuk karbon aktif yang ditentukan dalam SNI seperti pada tabel di bawah ini. Spesifikasi arang tempurung kelapa pada Tabel 4.1 menjadi acuan dalam memperoleh spesifikasi arang batubara (semicoke) untuk karbon aktif.

Aktivasi berlangsung pada suhu 9000C, ketika suhu 9000C tercapai, arang tempurung kelapa atau pakan setengah masak dimasukkan ke dalam rotary kiln dengan feed rate 35 kg/jam memerlukan waktu tinggal di dalam kiln 4- 5. jam. Tar merupakan bahan yang berbentuk gas pada suhu tinggi dan berubah menjadi padat pada suhu kamar. Spesifikasi karbon aktif yang diinginkan mengacu pada spesifikasi karbon aktif komersial yang ditetapkan dalam SNI 1987 dengan uraian seperti pada Tabel 4.2.

Di perusahaan ini proses pengolahan limbah cair dilakukan dengan sistem biologis dengan menggunakan mikroorganisme, berikut proses pengolahannya di PT INDORAMA. Limbah cair PT INDO-RAMA Syhntetic tbk Purwakarta selanjutnya akan diuji menggunakan karbon aktif untuk menurunkan COD dan pH. Berikut skema prosedur pengambilan sampel limbah cair.

Foto 4.1  Rotary kiln
Foto 4.1 Rotary kiln

Penelitian Pengaruh Penggunaan Karbon Aktif Terhadap Penurunan COD dan pH Limbah Cair Tekstil

Menurut Metcalf dan Eddy (1991), COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam air, sehingga parameter COD mencerminkan jumlah senyawa organik yang teroksidasi secara kimia. Uji COD digunakan untuk menghitung kadar bahan organik yang dapat dioksidasi dengan menggunakan bahan kimia pengoksidasi kuat dalam media asam. Bahan yang tidak dapat terdegradasi secara biologis akan terdegradasi secara kimia melalui proses oksidasi. Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi dikenal sebagai kebutuhan oksigen kimia.

Angka COD merupakan ukuran pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alami dapat teroksidasi dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Seperti halnya BOD (Biological Oxygen Demand), perairan dengan nilai COD yang tinggi tidak diinginkan untuk keperluan penangkapan ikan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan yang tercemar biasanya dapat lebih dari 200 mg/L dan pada perairan industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO, WHO/UNEP, 1992).

Pada pengujian ini dilakukan pengujian bilangan iod pada karbon aktif yang digunakan, dan limbah cair diuji sebelum proses. Uji adsorpsi ini dipengaruhi oleh beberapa parameter yaitu persentase karbon aktif yang digunakan dalam 100 ml limbah tekstil cair, waktu tinggal, jenis karbon aktif yang digunakan dan besarnya agitasi. Selain pengujian COD juga dilakukan pengujian nilai pH limbah cair, sehingga dapat diketahui keadaan pH limbah cair tekstil sebelum dan sesudah penambahan karbon aktif.

Sampel proses adsorpsi kemudian dikirim ke laboratorium lingkungan di Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Bandung.

Foto 4.2  pH meter
Foto 4.2 pH meter

Hasil Penelitian

Pengaruh penggunaan karbon aktif tempurung kelapa dan karbon aktif batubara dengan komposisi 5 gram terhadap penurunan COD

Hasil proses adsorpsi menggunakan karbon aktif tempurung kelapa dan karbon aktif batubara dengan komposisi 5 gram terhadap COD tereduksi dapat dilihat pada tabel 4.9 dan Grafik 4.11 dibawah ini. Namun nyatanya pada waktu kontak 120 menit, KABB 347 mempunyai daya serap lebih baik dibandingkan KATK 791. Jika dibandingkan daya serap kedua jenis karbon aktif tempurung kelapa, terlihat bahwa KATK 791 lebih baik dibandingkan KATK 104.

Selain waktu kontak 240 menit, daya serap KATK 104 lebih baik dibandingkan KATK 791, juga dibandingkan karbon aktif karbon.

Pengaruh penggunaan karbon aktif tempurung kelapa dan karbon aktif batubara dengan komposisi 10 gram terhadap penurunan COD

Gambar 4.14 diatas menunjukkan bahwa dengan menggunakan karbon aktif 10 gram, KATK 791 mempunyai daya serap COD yang lebih tinggi dibandingkan KATK 104 dan KABB 347, kecuali pada waktu kontak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi bilangan iod maka serapan COD akan semakin meningkat. Jika kita bandingkan karbon aktif tempurung kelapa (KATK 104) dan karbon aktif batubara (KABB 347), secara umum terlihat KABB 37 memiliki daya serap yang lebih baik dibandingkan KATK 104, kecuali pada waktu kontak 30 menit.

Secara keseluruhan grafik 5.2 menunjukkan pola adsorpsi yang sama kecuali pada waktu kontak 30 menit dan 240 menit, jika mengacu pada lamanya penggunaan karbon aktif pada industri (bisa mencapai berbulan-bulan), maka dimungkinkan setelah waktu kontak sebesar kira-kira. 240 menit muncul pola adsorpsi yang sama dalam jangka waktu yang lebih lama. Sekaligus adsorpsi akan mengalami kejenuhan tanpa terjadi penurunan COD lagi, atau COD meningkat ke nilai semula sebelum proses adsorpsi. Penyerapan COD maksimum pada grafik 5.2 di atas mencapai 56,3% yaitu pada waktu kontak 60 menit dengan KATK 791.

Grafik COD Sebelum dan Sesudah Proses Adsorbsi dengan Karbon Aktif Sebanyak 10  gram
Grafik COD Sebelum dan Sesudah Proses Adsorbsi dengan Karbon Aktif Sebanyak 10 gram

Pengaruh penggunaan karbon aktif tempurung kelapa dan karbon aktif batubara dengan komposisi 20 gram terhadap penurunan COD

COD (ppm)

Pada kondisi ini KATK 791 yang mempunyai daya serap paling tinggi (bilangan iod tertinggi) mempunyai laju adsorpsi yang sangat rendah. Bandingkan KABB 347 dengan KATK 791, walaupun KABB 347 mempunyai daya serap tertinggi, ternyata KATK 791 mempunyai daya serap lebih tinggi dibandingkan KABB 347. Sedangkan KATK 104 merupakan karbon aktif yang digunakan dan dijual untuk penjernihan air pada ikan hias. pertanian memiliki tingkat adsorpsi yang paling rendah sepanjang waktu kontak.

Namun perlu diperhatikan momen kontaknya, tidak selalu penggunaan karbon aktif memiliki tingkat penyerapan yang tinggi. Peristiwa ini mengalir di atas permukaan karbon aktif dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses difusi, seperti agitasi (tekanan), ukuran partikel, suhu dan sebagainya. Selama proses adsorpsi, zat adsorbat akan terus mengalir ke pori-pori disekitarnya hingga suatu saat pori-pori tersebut terisi oleh adsorbat dan menjadi jenuh.

Hasil penelitian pH sebelum dan sesudah proses adsorbsi

Gambar

Gambar  4.4  Proses Adsorbsi
Foto 4.1  Rotary kiln
Foto 4.2  pH meter
Gambar 4.9  Proses Adsorbsi Karbon aktif TK Iod 104 5gr, 10gr, 20 gr
+3

Referensi

Dokumen terkait

1 April 2023 – pISSN: 2827-8852, eISSN: 2827-8860 Received Februari 30, 2023; Revised Maret 02, 2023; Accepted April 04, 2023 JURNAL PENDIDIKAN DAN SASTRA INGGRIS Halaman