BAB IV
HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN MASALAH
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Dalam penulisan ini penulis menggunakan obyek MV. Oriental Ruby yang merupakan kapal container yang berfungsi untuk mengangkut peti kemas antar pulau. MV. Oriental Ruby merupakan kapal yang mempunyai trayek atau route yang tidak tetap atau tramper ship, dimana route atau trayek pelayaran yang ditempuh tergantung order dari Perusahaan untuk memuat dari suatu pelabuhan dan membongkar muatan di pelabuhan tujuan. MV. Oriental Ruby merupakan kapal yang dibuat pada tahun 1989, yang merupakan salah satu armada dari perusahaan PT. Salam Pacific Indonesia Lines yang beralamatkan di Jalan Kalianak No 51F Surabaya, dengan nama panggilan kapal “POGB“.
Sesuai dengan judul yang diangkat yakni “PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN SESUAI STANDAR ISM CODE DIKAPAL MV. ORIENTAL RUBY ” maka sebagai deskripsi data, akan dijelaskan tentang keadaan sebenarnya yang terjadi di kapal, sehingga dengan deskripsi ini penulis mengharapkan agar pembaca mampu dan bisa merasakan tentang semua hal yang terjadi selama penulis melaksanakan penulisan. Kapal MV. Oriental Ruby memiliki rute pelayaran dari Surabaya – Makassar, Makassar - Sorong, Sorong - Maruni, Maruni – Jayapura, Surabaya – Jakarta, Jakarta – Belawan, Belawan – Kuala Tanjung, Surabaya – Balikpapan, Balikpapan – Bitung. Berdasarkan hasil penelitian di kapal MV. Oriental Ruby didapatkan informasi bahwa spesifikasi kapal sebagai berikut:
1. Ship Partikular
Nama kapal : MT. ORIENTAL RUBY
Call sign : POGB
Port of Register : SURABAYA
Flag : INDONESIA
GRT / NRT : 18.000 RT/ 10.484 RT
DWT : 26.288 T
LOA : 176.572 M
LBP : 166.960 M
Depth Moulded : 14.3 M Breath Moulded : 27.500 M Tipe kapal : CONTAINER
Owner : PT. Salam Pacific Indonesia Lines Place/Year Built : BREMER VULCAN / 1989
Main Engine : BV/MAN B & W 7L60 MC Speed (Trial Max) : 13.5 Knots
Servis Speed : 13 Knots
Propeller :FIXED RIGHT-HANDED 4 – BLADE, ALCUNIC
2. Crew List MV. Oriental Ruby
Tabel 4. 1 Crew List
No Name Rank Nationality
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Arifin Isma Muchson Bobby Blessy Pangalila Agus Harianto
Fritsza Pradita Wisnu W.
Aris Munardi
Muhammad Husen B.P Wahyu Himawan Wahyu Efendi Moh Syaiful Yayang Mulyadi Sahrul Gunawan Ari mulyana Suyanto Akhmad khoiri Didik Styawan Simson Hutajulu Erwin Patitingan Riski Wardi
Dwi Irvan Aldimason Muhammad Jamal Ado Ardiono Nur Syafaat
Master Chief Officer 2nd Officer 3rd Officer Chief Engineer 2nd Engineer 3rd Engineer 4th Engineer Bosun AB AB AB
Electrician Mandor Oil Man Oil Man Oil Man Koki Cadet Deck Cadet Deck Cadet Elektro Cadet mesin
Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia
Selain data-data di atas, penulis juga memaparkan hasil penelitian yang lain yaitu tentang ISM Code yang di terapkan di atas kapal MV. Oriental Ruby.
Dari analisa statistik, diketahui bahwa sekitar 80% dari semua kecelakaan kapal disebabkan oleh kesalahan manusia (Rosadhi, 2006). Kenyataan ini menunjukkan bahwa 75-79% dari kesalahan ini, disebabkan oleh sistem manajemen yang buruk.
Kenyataan ini didukung oleh temuan dalam penelitian bahwa di kapal MV.
Oriental Ruby didapatkan data bahwa sebanyak 83,3% kecelakaan disebabkan oleh manusia (human error). Berdasarkan hal tersebut maka harus dibuat sistem manajemen yang mampu untuk menciptakan kerja sama untuk mengoperasikan dengan aman. Sistem manajemen yang dimaksud harus ditujang oleh pelaksana (SDM) yang berpengetahuan, memiliki keterampilan serta sarana penunjang yang cukup. Perlu kiranya disadari bahwa keputusan yang diambil di atas kapal, dimana keputusan tersebut harus menjamin bahwa setiap tindakan yang akan mempengaruhi keselamatan dan pencemaran, sudah memperhitungkan semua konsekuensi yang akan timbul.
Temuan lain dalam penelitian ini didapatkan bahwa penerapan sistem manajemen kurang optimal. Hal ini bertentangan dengan International Maritime Organization (IMO) yang mengeluarkan peraturan baru ISM Code sebagai alat untuk menstandarkan “Safe Management for Operation of Ship and Pollution Prevention“ dan menjadi BAB IX SOLAS 74/78, yaitu “Management for the Safe Operation of Ship”. ISM code adalah peraturan yang dihasilkan oleh IMO dengan revolusi A 741 (18) pada tanggal 4 November 1993, untuk keselamatan pengoperasian kapal dan pencegahan polusi. Dapat diinterpretasikan bahwa penerepan sistem manajemen yang kurang dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
B. Hasil Penelitian
Adapun permasalahan yang terjadi diatas kapal berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan penulis saat penelitian, sehingga berkaitan dengan rumusan masalah yang dibahas.
Penerapan sistem manajemen keselematan diatas kapal MV. Oriental Ruby melibatkan seluruh anggota crew kapal. Dalam hal penerapan sistem manajemen keselamatan diatas kapal MV. Oriental Ruby masih kurang optimal dalam menjalankan prosedur keselamatan saat pengoperasian kapal maupun saat bekerja diatas kapal sehingga menyebabkan kecelakaan yang sering terjadi kemudian peneliti juga menemukan awak kapal tersebut yang tidak melaksanakan prosedur keselmatan saat bekerja dan dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan diatas kapal.
1. Penyajian Data
Mengingat pola pikir ABK yang beraneka ragam, pada penelitian ini Penulis berpendapat bahwa penerapan sistem manajemen keselamatan di kapal banyak yang tidak sesuai dengan aturannya, hal ini sesuai pengamatan Penulis yang seringkali menyaksikan kejadian-kejadian dimana ABK yang sedang bekerja diatas kapal tidak menerapkan atau melaksanakan prosedur keselamatan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan serta pemahaman tentang ISM Code. Hal itu merupakan faktor lain yang berpengaruh dan memberikan andil yang besar penyebab terjadinya kecelakaan diatas kapal.
Imbas dari lemahnya penerapan manajemen keselamatan yang dilaksanakan di atas kapal MV. Oriental Ruby adalah terjadinya kecelakaan kerja
yang di alami oleh para crew. Hal ini sapat dibuktikan dengan data yang penulis dapatkan, data-data tersebut adalah :
Tabel 4. 2 Catatan Kasus lemahnya manajemen keselamatan dalam pengoperasian kapal di MV. Oriental Ruby
Periode Agustus 2019 – Agustus 2020
NO
Waktu Kejadian
Nama Jabatan Uraian Kasus Penyebab Keterangan
1 Oktober 2019 Ade
Rudiana Chief Oficer
Tercebur ke laut saat melintas ke dermaga
Tali tangga ke
gangway putus Instrumental error
2 Desember
2019 Febri A.B Kepalaterbentur
stick leashing
Korban tidak
memakai helm Human error
3 Januari 2020 Mulyadi A.B
Kaki tergelincir dan jatuh diatas ponton
Korban tidak memakai
safety shoes Human error
5 Maret 2020 Jamal Cadet Terpeleset ditangga luar saat cleaning
Korban memakai
sandal japit Human error
6 Juni 2020 Wahyu 2nd Engineer Kaki lecet terkena panas boiler
Korban tidak mengenakan wearpack dan safety shoes
Human error
Dari hasil data tersebut sekitar 80% dari kecelakaan diatas adalah faktor human error . Dan lebihnya merupakan faktor luar atau faktor pendukung saja.
Dimana ada kondisi yang dapat membahayakan dan permasalahan dalam penggunaan alat keselamatan.
2. Analisis Data
Beberapa permasalahan tentang tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur keselamatan yang berlaku dan bertentangan dengan ISM Code, maka hasil penelitian dapat memberikan gambaran tentang kejadian-kejadian yang penulis alami pada saat melaksanakan praktek laut diatas kapal MV. Oriental Ruby sebagai berikut:
a) Rendahnya kedisiplinan anak buah kapal dalam mentaati peraturan keselamatan dan kesadaran akan pentingnya memakai alat keselamatan kerja.
Dalam berbagai aktivitas atau kegitan kerja, masih banyak ditemukan anak buah kapal yang tidak menggunakan alat keselamatan kerja seperti helm, safety belt, safety shoes, sarung tangan, atau lainnya saat melakukan kerja di deck, di kamar mesin atau aktivitas lain yang mengandung resiko, yang dapat membahayakan keselamatan jiwa mereka. Selengkapnya ditunjukkan gambar 4.1.
Gambar 4.1 Aktivitas kerja berbahaya
Adapun mereka enggan menggunakannya dengan alasan risih, gatal atau menganggap remeh akan pentingnya menggunakan alat
keselamatan tersebut, dan hal inilah penyebab bertambah parah atau fatalnya korban jika terjadi kecelakaan. Kemudian pada saat bongkar muat dipelabuhan biasanya bosun dan AB jaga menyicil untuk melashing kontainer, Pada kegiatan tersebut penulis selalu menjumpai tidak dilaksankannya prosedur yang berlaku, yaitu tidak memakai safety shoes dan sarung tangan. Sama halnya dengan yang terjadi di deck, di kamar mesin juga penulis melihat bahwa crew yang melakukan aktivitas di kamar mesin tidak menggunakan alat keselamatan dengan baik dan benar, sebagai contoh, ada sebagian crew dan bahkan masinis tidak menggunakan helm, sarung tangan, wearpark, dan safety shoes. Hal ini bertentangan dengan ISM code poin 1.3 tentang aplikasi bahwa seharusnya persyaratan- persyaratan code ini dapat diaplikasikan untuk semua kapal.
b) Kurangnya keseriusan nakhoda dan perwira dalam pelaksanaan prosedur- prosedur berlaku yang berkaitan dengan ISM Code.
Dalam hal ini penulis melihat selam melaksanakan praktek di atas kapal sering penulis jumpai tidak dilaksanakannya drill-drill yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku sesuai aturan SOLAS, dalam hal ini penulis jumpai bahwa pelaksanaan drill-drill keselamatan hanya pada saat akan diadakan audit, baik itu internal audit dan external audit. Pelanggaran-pelanggaran terhadap keselamatan kerja, selengkapnya ditunjukkan pada gambar 4.2
Gambar 4. 1 Crew yang hanya formalitas dalam melaksanakan drill
Selain hal tersebut, penulis juga sering jumpai diabaikannya pengisian atau pelaksanaan chek list – chek list yang ada, penulis jumpai dalam pengisian chek list hanya dilakukan sebagai formalitas belaka.
Fakta lain yang penulis dapatkan adalah dalah hal safety meeting, yang seharusnya safety meeting tersebut diadakan setiap bulan sekali, tetapi dalam kenyataannya safety meeting tersebut tidak dilaksanakan dan hanya dibuat recordnya saja, seolah bahwa safety meeting tersebut telah dilaksanakan. Hal ini bertentangan dengan ISM code bagian A tentang implementasi poin 5 yang menerangkan tanggung jawab dan wewenang nahkoda.
c) Rendahnya pemahaman crew terhadap ISM Code dan kurangnya program familiarisasi ISM Code.
Untuk mengukur sejauh mana pemahaman crew kapal MV.
Oriental Ruby terhadap ISM Code, maka penulis mengadakan wawancara terhadap crew kapal secara orang per orang berkaitan dengan hal tersebut
di atas. Adapun data – data yang dapatkan, penulis dapat uraikan sebagai berikut :
Tabel 4. 3 Data Awak Kapal MV. Oriental Ruby yang Pernah Mengikuti Seminar ISM Code
No Jabatan
Pernah Mengikuti
Belum Pernah Mengikuti
Belum Pernah Mengikuti Seminar ISM Seminar ISM Code Seminar ISM Code
Code Tetapi Mengetahui dan Tidak Tahu Tentang ISM Code Mengenai ISM Code
1 Master √
2 Chief Officer √
3 2nd Officer √
4 3rd Officer √
5 Ch. Engineer √ 6 2nd Engineer √ 7 3rd Engineer √
8 4th Engineer √
9 Bosun √
10 A.B √
11 A.B √
13 A.B √
14 Electrician √
15 Mandor √
16 Oiler √
17 Oiler √
18 Oiler √
19 Cadet Deck √
No Jabatan
Pernah Mengikuti
Belum Pernah Mengikuti
Belum Pernah Mengikuti Seminar ISM
Code
Seminar ISM Code Tetapi Mengetahui
Seminar ISM Code dan Tidak Tahu Tentang ISM Code Mengenai ISM Code
20 Cadet Deck √
21 Cadet Elect √
22 Cadet Mesin √
Mengalisa data tersebut di atas dapat diperoleh indikasi bahwa familiarisasi ISM Code yang di buat oleh perusahaan belum mencapai hasil optimal karena dari 22 orang awak kapal MV. Oriental Ruby hanya sembilan orang dari keseluruhan awak kapal yang telah mengalami dan mempunyai sertifikat bahwa telah mengikuti seminar ISM Code yang dilaksanakan oleh instansi yang ditunjuk, sembilan orang awak kapal masih diragukan pemahamannya dan sisanya yaitu tiga orang awak kapal sama sekali tidak mengetahui tentang pelaksanaan ISM Code. Selengkapnya ditunjukkan pada gambar 4.3.
Gambar 4. 2 Rendahnya pemahaman crew
Hal ini bertentangan dengan ISM code bagian A tentang implementasi poin 4 yang menerangkan personil yang ditunjuk.
d) Perusahaan sengaja atau tidak sengaja terlambat mengirim peralatan keselamatan atau peralatan lain yang sangat penting dalam pengoperasian kapal. Dan biasanya pihak perusahaan akan mengirimnya apabila kapal akan di audit atau telah terjadi kecelakan. Hal ini bertentangan tentang ISM code bagian A tentang implementasi poin 3 yang menerangkan tanggungjawab dan wewenang perusahaan.
e) Pemahaman crew yang kurang dalam melaksanakan kerja. Ini diakibatkan karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman bekerja di kapal, atau rendahnya sumber daya yang dimiliki oleh crew tersebut. Selengkapnya ditunjukkan gambar 4.4.
Gambar 4. 3 Crew tidak menggunakan safety-beltdan helm
Hal ini bertentangan dengan ISM code bagian A tentang implementasi poin 6.3 yang menerangkan perusahaan harus menetapkan prosedur-prosedur untuk menjamin bahwa personil yang baru dan personil yang dipindahkan untuk tugas-tugas baru yang berhubungan dengan keselamatan dan perlindungan lingkungan diberikan pengenalan sebaik-baiknya sesuai tugas-tugasnya.
f) Peralatan keselamatan yang sudah tidak layak pakai memungkinkan besarnya terjadi resiko kecelakaan pada waktu bekerja dilapangan, dengan ketidak layakan peralatan tersebut maka pekerja enggan menggunakannya, ini juga merupakan salah satu pemicu terjadinya kecelakaan. Selengkapya ditunjukkan pada gambar 4.5.
Gambar 4. 4 Peralatan yang sudah tidak layak
Hal ini bertentangan dengan ISM code bagian A tentang implementasi poin 10 menerangkan pemeliharaan kapal dan perlengkapannya.
g) Rendahnya pemahaman crew terhadap pentingnya pengunaan alat-alat keselamatan dan cara pengunaannya alat-alat tersebut.Fakta yang penulis dapatkan, bahwa sebagian crew kapal tidak mengetahui atau tidak memahami alat, cara penggunaan, serta letak dari alat- alat keselamatan tersebut bekerja di kapal, atau rendahnya sumber daya yang dimiliki oleh crew tersebut. Selengkapnya ditunjukkan pada gambar 4.6.
Gambar 4. 5 Crew yang tidak menggunakan wearpack
Hal ini bertentangan dengan ISM code bagian A tentang implementasi poin 6 yang menerangkan tentang sumber-sumber dan personil.
h) Ketidak seriusan pada saat pelaksanaan familiarisasi pada crew yang baru naik atau kerja di kapal kurang.
Fakta yang penulis dapatkan adalah pada saat awak kapal baru naik kapal, familiarisasi jarang dilakukan oleh safety officer, yaitu mualim tiga, tetapi dalam checklist familiarisasi ditulis bahwa awak kapal yang bersangkutan telah melaksanakan / mengikuti familiarisasi oleh mualim tiga tersebut. Selain itu awak kapal yang bersangkutan malas untuk membaca manual book dari perusahaan tetapi dalam daftar awak kapal tersebut menandatanganinya sebagai tanda bahwa awak kapal tersebut telah membaca dan memahami isi dari manual book tersebut.
C. PEMBAHASAN
Dari hasil analisa data tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan awak kapal tentang ISM Code masih kurang dan belum optimal dalam menjalankan penerapan sistem manajemen keselamatan dikapal MV. Oriental Ruby. Pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan kecelakaan tersebut biasanya terjadi pada saat para ABK
maupun perwira melaksanakan manajemen keselamatan secara tidak sungguh- sungguh. Hanya sebagai syarat bahwa telah melaksanakan dan hanya sebagai formalitas belaka. Rendahnya tingkat pengetahuan ABK. Berdasarkan keterangan yang didapat dari beberapa crew, ABK masih belum mengerti dan memahami akan pentingnya penerapan sistem manajemen keselamatan yang berstandart ISM Code, disebabkan karena tidak ada pelaksanaan pelatihan (drill) dan pengarahan terhadap para perwira terhadap crew secara rutin diatas kapal. Maka penulis perlu membahas lebih lanjut mengenai penerapan International Safety Management Code diatas kapal sesuai dengan ketentuan dalam Konveasi SOLAS 1974, Bab IX tentang Manajemen Keselamatan Operasi Kapal-kapal. Para crew kapal harus mengerti terlebih dahulu mengenai aturan ini untuk selanjutnya penerapan diatas kapal secara langsung.
Sesuai dengan ISM Code tentang rancangan Manajemen Keselamatan Operasi Kapal-kapal harus menetapkan langkah-langkah agar pengoperasian kapal berjalan dengan aman, dimana hal-hal berikut dapat diterapkan secara benar:
1. Objektip
Objektip dari Code ini adalah utuk mejamin keselamatan dilaut, mencegah akan cidera atau kehilangan jiwa manusia dan menghindari kerusakan pada likungan.
2. Persyaratan fungsional untuk suatu SMS
Setiap perusahaan harus mengembangkan, menerapkan dan memelihara suatu sistem manajemen sistem
3. Sasaran manajemen keselamatan perusahaan
- Menyelenggarakan latihan-latihan keselamatan dalam pengoperasian kapal dan keselamatan lingkungan.
- Menetapkan usaha-usaha perlindungan/terhdap semua resiko.
- Secara terus menerus meningkatkan kecakapan menejemen keselamatan bagi semua personil.
4. Kebijaksanaan tentang keselamatan dan perlindungan lingkungan
Perushaan harus menetapkan suatu kebijakan keselamatan dan perlidungan ligkungan yang menguraikan tentang baimana sasaran-sasaran pengoperasian kapal dan keselamatan lingkungan kerja.
5. Tanggung jawab dan wewenang perusahaan
Perushaan harus menetapkan tanggung jawab, kewenangan dan hubungan timbal balik semua personil yang mengelola, menyelenggarakan dan memeriksa.
6. Personil yang ditunjuk
Setiap perusahaan sebagaimana disyaratkan untuk menunjuk sesorang didarat yang memiliki kemudahan untuk berhubungan langsung dengan manejemen puncak untuk menjamin keselamatan operasi setiap kapal.
7. Tanggung jawab dan wewenang nakhoda
Perushaan harus dengan jelas menetapkan dan mendokumentasikan tanggung jawab dan wewenang nakhoda.
8. Sumber-sumber dan personil
Perushaan harus menjamin bahwa setiap kapal diawaki dengan pelaut yang berkualitas, berijazah dan sehat sesuai dengan peryaratan-persyaratan nasional atau intenasional.
9. Pengembangan rencana-rencana untuk pengoperasian kapal
Perushaaan harus menetapkan prosedur-prosedur untuk persiapan perencanaan dan intruksi kerja termasuk checklist-checklist untuk operasi penting dikapal yang berhubungan dengan keselamatan kapal.
10. Kesiapan keadaan darurat
Perushaan harus menetapkan prosedur-prosedur untuk mengidentifikasi, menggambarkan dan memberi reaksi terhadap situasi darurat potensi diatas kapal.
11. Laporan dan analisis ketidak sesuaian, kecelakaan dan kejadian berbahaya
Perushaan harus menetapkan prosedur-prosedur untuk pengimplementasikan dari tindakan-tindakan perbaikan.
12. Pemeliharaan kapal dan perlengkapannya
Perushaan harus menetapkan prosedur-prosedur yang menjamin bahwa kapal tetap terpelihara sesuai dengan ketentuan-ketentuan.
13. Dokumentasi
Perushaaan harus menetapkan dan memelihara prosedur-prosedur untuk mengawasi semua dokumen-dokumen dan data yang ada hubunganya dengan SMS.
14. Verivikasi perusahaan, tinjauan ulang dan evaluasi
Perushaan harus menyelenggarakan Internal Safety Audits untuk mengadakan verifikasi kegiatan-kegiatan keselamatan dan pecegahan pencemaran.
Dari kejadian Chief Officer yang sampai terjatuh dan tercebur kelaut, dapat disimpulkan penerapan sistem manajemen keselamatan dikapal MV. Oriental Ruby kurang optimal. Disini pengetahuan crew menjadi faktor utama dari penyebab- penyebab kecelakaan yang pernah terjadi diatas kapal MV. Oriental Ruby. Dari rendahnya kedisiplinan anak buah kapal dalam menaati peraturan keselamatan dan kesadaran akan pentingnya memakai alat keselamatan adapun mereka enggan menggunakannya dengan alasan risih, gatal atau menganggap remeh akan
pentingnya menggunakan alat keselamatan dan juga pelatihan latihan darurat atau drill-drill jarang dilaksanakan diatas kapal MV. Oriental Ruby atau hanya dilakukan sebagai formalitas belaka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan crew kapal tentang International Safety Management Code masih kurang.
Dalam rangka pemahaman crew untuk meminimalisir kecelakan kerja diatas kapal MV. Oriental Ruby maka perlu dilaksanakannya kegiatan antara lain:
1) Safety manual book
Dimana buku ini harus dibaca, dimengerti, dan dipahami kemudian ditandatangani oleh crew yang telah melaksanakan ketentuan tersebut.
2) Safety meeting
Suatu pertemuan yang diadakan setelah dilaksanakannya latihan keselamatan, yang membahas atau mengevaluasi tentang pelaksanaan keselamatan oleh crew dan diadakan setiap satu bulan sekali.
3) Drill-drill emergency situation
Latihan kegiatan keadaan darurat diatas kapal dilaksanakan secara benar sesuai ketentuan prosedur darurat dan dilaksanakan secara rutin dan berkala.
4) Familiarisasi
Familiarisasi dilaksanakan secara serius pada crew yang baru naik.
5) Sosialisasi
Perusahaan harus melaksanakan sosialisasi terhadap seluruh crew kapal guna menunjang pemahaman awak kapal tentang keselamatan dalam bekerja dan pengawasan para perwira terhadap anak buah kapal.
BAB V PENUTUP
Berdasarkan atas uaraian-uaraian sebelumnya tentang pembahasan mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan dan penerapan International Management Code di atas kapal MV. Oriental Ruby, maka sebagai bagian akhir dari skripsi ini, penulis mencoba memberikan beberapa simpulan dan saran yang berkaitan dengan masalah tersebut, sebagai berikut :
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Sesuai Standar ISM Code dikapal MV. Oriental Ruby tempat penulis melaksanakan praktek layar adalah:
1) Perencanaan kerja dan pengorganisasian sistem manajemen keselamatan dikapal MV. Oriental Ruby masih perlu ditingkatkan dengan cara sosialisasi dan melaksanakan safety meeting dengan serius dan secara rutin tentang penerapan sistem manajemen sesuai standar ISM Code yang baik oleh seluruh crew kapal MV. Oriental Ruby.
2) Penerapan sistem manajemen keselamatan dikapal MV. Oriental Ruby sesuai standar ISM Code masih kurang optimal sehingga kecelakaan sering terjadi maka perlu ditingkatkan pemahaman crew tentang ISM Code.
B. Saran
Dalam hal ini penulis akan memberikan saran-saran yang sekiranya dapat bermanfaat dan sebagai masukan guna memperbaiki masalah tentang penerapan sistem manajemen yang sesuai standar ISM Code. Adapun saran-saran yang ingin penulis sampaikan sebagai berikut:
1) Penerapan sistem manajemen keselamatan dikapal MV. Oriental Ruby kurang optimal sebaiknya nahkoda dan perwira kapal benar-benar melaksanakan ketentuan-ketentuan yang berlaku di dalam ISM Code dan manajemen keselamatan agar dapat mengurangi dan meminimalisir kecelakaan yang sering terjadi.
2) Dikapal MV. Oriental Ruby diwajibkan seluruh crew harus memiliki kesadaran dan kedisiplinan yang tinggi akan pentingnya bekerja dengan aman dengan menggunakan peralatan keselamatan yang benar sesuai dengan International Safety Management Code.
3) Setiap crew kapal yang baru naik wajib mempelajari dan harus mengerti Safety Manual Bookdan melaksanakan familiarisasi terhadap alat-alat keselamatan dengan benar. Kemudian perusahaan juga harus menyeleksi terhadap crew yang akan bekerja diatas kapal sehingga tidak terjadi kesalahan atau kecelakaan diatas kapal.
4) Dengan adanya pengawasan para perwira terhadap keselamatan anak buah kapal secara rutin serta mengadakan pertemuan-pertemuan tentang keselamatan (Safety Meeting) akan membuat crew kapal lebih mengenal dan memahami aturan-aturan yang terdapat dalam ISM Code maupun SOLAS.