• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository UNISBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository UNISBA"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

Hasil wawancara yang dilakukan dengan masyarakat Cireundeu mengenai tanaman yang digunakan pada masa kehamilan dan nifas disajikan pada Tabel V.3. Manfaat tanaman yang digunakan di desa Cikondang dapat digolongkan menjadi lima kategori, yaitu untuk memperlancar proses persalinan, meningkatkan daya tahan tubuh setelah melahirkan dan meningkatkan produksi ASI. Tanaman yang digunakan masyarakat Desa Cikondang untuk memperlancar persalinan antara lain pisang ambon (Musa

Tanaman yang dimanfaatkan masyarakat Desa Cikondang untuk meningkatkan stamina antara lain sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.), koneng gede (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), tulang rahang (Colleus scuttelarioides (L.) Bth.) dan kunyit (Curcuma domestica Val.). Tanaman sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.) dan sirih (Piper betle L.) sering dimanfaatkan untuk melancarkan aliran darah. Tanaman yang digunakan sebagai perangsang ASI dan umum digunakan masyarakat Desa Mahmud adalah pepaya (Carica papaya L.), kelapa (Cocos nucifera L.), katuk (Sauropus androgynus L.) dan labu/lejet (Sechium edule SW). .).

Pemanfaatan tumbuhan penunjang masa kehamilan dan masa nifas di Desa Cireundeu secara garis besar terbagi dalam enam kategori, yaitu tumbuhan yang digunakan untuk memperlancar proses persalinan, memperlancar ASI, mengurangi pembengkakan pasca melahirkan, memperlancar aliran darah. Tanaman yang digunakan untuk mengurangi pembengkakan pada area kewanitaan antara lain belacu (Ricinus communis L.) dan jahe (Zingiber officinale Roscoe.). Untuk mengembalikan stamina dan menyegarkan badan yang lemah pasca melahirkan, ramuan yang digunakan narasumber antara lain ramuan yang berasal dari tanaman sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.), koneng gede (Curcuma xanthorriza Roxb.), dan jawer kotok. (Coleus scutellarioides (L.) Bth.).

Bagian tanaman yang umum dimanfaatkan di Desa Mahmud tidak jauh berbeda dengan di Desa Cikondang yaitu daunnya.

Tabel V.1 Etnobotani Kampung Cikondang
Tabel V.1 Etnobotani Kampung Cikondang

Etnofarmasetika masa kehamilan dan pasca melahirkan a. Etnofarmasetika Kampung Cikondang

Jawer kotok (C. scutellaioides) digunakan dengan cara mengkonsumsi air rebusan tujuh lembar daun jawer kotok dalam tiga gelas air, direbus hingga tersisa satu gelas dan dikonsumsi dua kali sehari selama 40 hari. Daun sembung (B. balsamifera) dikonsumsi dengan cara meminum air rebusan empat lembar daun sembung dalam tiga gelas air matang hingga tersisa dua gelas. Cara penggunaan keduanya sama yaitu dengan mencampurkan bumbu dengan sedikit kapur sirih dan garam, lalu kukus bumbu tersebut hingga layu.

Daun sembung tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan stamina, namun juga bermanfaat untuk mengeluarkan darah najis. Daun sembung (B. balsamifera) dikonsumsi dengan cara merebus lima lembar daun sembung dalam tiga gelas air, direbus hingga air tersisa dua gelas, dikonsumsi dua kali sehari. Beras ketan hitam (O. sativa) sendiri penggunaannya dengan cara merendam dua hingga tiga sendok makan tepung ketan hitam dalam segelas air semalaman.

Jahe (Z. officinale) digunakan dengan cara memarut beberapa ruas rimpang, lalu membungkus parutan tersebut dengan selembar kain lalu menggunakannya dengan cara ditempelkan kain tersebut pada area kewanitaan. Menurut informasi dari bidan, bengkaknya bisa berkurang dengan cara ini dalam waktu tiga hari. Masyarakat Desa Mahmud biasanya memanfaatkan lada (Piper nigrum L.) yang dicampur ragi sebagai alat kontrasepsi.

Wanita yang hendak melahirkan sering mengkonsumsi lendir daun lalapuan (H. schizopetalus) yang dibuat dengan cara meremas 10-15 lembar daun hingga keluar lendirnya, lendir yang dihasilkan dicampur dengan segelas air. Rimpang jahe (Z. officinale) digunakan dengan cara membungkus rimpang jahe yang telah dicincang dengan selembar kain kemudian ditempelkan pada area kewanitaan. Daun sirih (Piper betle L.) dan kunyit (Curcuma domestica Val.) dimanfaatkan masyarakat Desa Cireundeu untuk mengeluarkan darah kotor.

Daun sirih (Piper betle L.) digunakan dengan cara merebus 10 lembar daun sirih dalam tiga gelas air hingga tersisa satu gelas air. Cukup digunakan selama 40 hari setelah melahirkan, karena jika dilakukan terlalu sering diyakini akan menimbulkan masalah. rahim menyusut, mengurangi kemungkinan kelahiran lagi. Daun pepaya (C. pepaya) dan daun katusba (E. pulcherrima) dikonsumsi dengan cara dikukus daunnya selama 10-15 menit, setelah itu daun kukus tersebut dimakan. Menurut warga Desa Cireundeu, jukut ibun (Drymaria cordata L.) dapat dijadikan ramuan kontrasepsi alami dengan cara dimasak.

Perhitungan indeks kesamaan

Indeks kesamaan etnobotani

Dengan demikian berdasarkan data yang tersaji pada tabel V.7 terlihat bahwa ketiga desa adat tersebut mempunyai kesamaan pada aspek etnobotani, karena nilai indeks kemiripan dari perbandingan masing-masing desa adat lebih dari 50%.

Indeks kesamaan etnofarmakologi

Indeks kesamaan etnofarmakognosi

Etnofarmakognosi Desa Cikondang-Cireundeu dan Desa Cireundeu-Mahmud dapat dikatakan sama karena mempunyai nilai indeks kesamaan. Sedangkan etnofarakognosi di Desa Mahmud-Cikondang dapat dikatakan berbeda karena mempunyai nilai indeks kesamaan <50% yaitu 46,15. Indeks kesamaan etnobotani, etnofarmakologi, dan etnofarmakognosi dapat dijadikan data etnofarmasi karena ketiganya merupakan bagian dari etnofarmasi (Moelyono, 2012: 13).

Data lengkap indeks kesamaan etnobotani, etnofarmakologi, dan etnofarmakognostik dari masing-masing desa perbandingan dapat dilihat pada Gambar V.2. Kemiripan tersebut dapat disebabkan oleh kesamaan kondisi lingkungan dimana keduanya merupakan daerah panas, hal ini terlihat dari ketinggian kedua daerah tersebut yaitu sekitar 700 meter diatas permukaan laut. Berbeda dengan Desa Cikondang yang terletak di dataran tinggi Bandung Selatan sehingga lingkungannya cukup dingin.

Tabel V.9 Indeks kesamaan etnofarmakognosi
Tabel V.9 Indeks kesamaan etnofarmakognosi

Penentuan indeks Use Value (UV)

Dari tabel V.10 terlihat bahwa tanaman dengan nilai guna tertinggi dimiliki oleh tanaman sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.), masing-masing sebesar 0,300; jahe (Zingiber officinale Roscoe.) sebesar 0,217; sirih (Piper betle L,) 0,200; dan jarak (Ricinus communis L.) sebesar 0,200.

Tabel V.10 Indeks Use Value (UV) tumbuhan yang digunakan pada masa kehamilan dan pasca melahirkan di tiga kampung adat
Tabel V.10 Indeks Use Value (UV) tumbuhan yang digunakan pada masa kehamilan dan pasca melahirkan di tiga kampung adat

Saintifikasi tumbuhan berguna terpilih

  • Pengambilan dan persiapan bahan
  • Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik
  • Pengukuran Kadar Sari
  • Penapisan Fitokimia

Daun sembunga (Blumea balsamifera(L.) DC.) berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi dan tekstur permukaan penuh bulu-bulu halus, serta aroma daun yang khas. Daun sirih (Piper betle L.) berbentuk lonjong dengan bagian bawah agak membulat dan ujung lancip sehingga menyerupai bentuk hati. Sedangkan rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe.) berwarna kuning keemasan dengan struktur berserat dan berbau aromatik.

Analisis mikroskopis dilakukan pada jaringan segar untuk mengetahui struktur organ dan pada simplisia untuk mengetahui komposisi simplisia. Dari hasil pengamatan terlihat komponen jaringan daun sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.) meliputi rambut, rambut kelenjar, epidermis atas, kolenkim, ikatan pembuluh, sklerenkim, saluran getah (laticifer), epidermis bawah dan stomata. tipe anomositik. Analisis jaringan daun caliki (Ricinus communis L.) menunjukkan adanya kutikula, jaringan epidermis atas dan bawah.

Penampang daun sirih (Piper betleL.) menunjukkan adanya kutikula yang menempel pada epidermis atas dan bawah, sel-sel pada lapisan luar epidermis atas dan bawah mengandung tanin dan minyak. Kristal dan cadangan minyak terdapat pada sel sub-epidermal. Jaringan polar terdiri dari dua lapisan sel yang pendek dan padat, mesofil terdiri dari tiga sampai empat lapisan. Jaringan yang terlihat pada potongan melintang jahe (Zingiber officinale Roscoe.) meliputi epidermis, hipodermis, periderm, sel sekretorik, parenkim, ikatan pembuluh, endodermis, serabut sklerenkim, dan parenkim silindris sentral. Dari pemeriksaan mikroskopis terlihat beberapa jaringan khas tanaman ini, antara lain adanya bulu penutup pada daun sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.), kristal kalsium oksalat pada daun caliki (Ricinus communis L.) , sel minyak pada daun, sirih (Piper betle L.), dan butiran pati pada rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe.).

Dari tabel diatas terlihat bahwa kandungan sari yang larut dalam air pada keempat hasil simplisia lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan sari yang larut dalam etanol. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan senyawa lebih polar yang dapat larut dalam air lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa kurang polar yang larut dalam etanol. Hal ini mendukung pemanfaatan tanaman obat oleh masyarakat adat di tiga desa adat tersebut, dimana masyarakat memperoleh manfaat obat dengan cara merebus tanaman obat dengan air, khususnya daun sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.

Skrining fitokimia dilakukan sebagai langkah awal untuk mengetahui kandungan kimia suatu tanaman. Penapisan kimia yang dilakukan meliputi pengujian kandungan alkaloid, flavonoid, polifenol, tanin, saponin, kuinon, monoterpen-seskuiterpen dan terpenoid-steroid. Hasil skrining fitokimia digunakan untuk mengetahui hubungan antara kandungan kimia tanaman dengan efek farmakologis yang disebutkan oleh sumber.

Gambar V.3 Pengamatan makroskopik tumbuhan (a) Sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.) (b) Kaliki (Ricinus communis L.) (c) Sirih (Piper betle L.) (d) Jahe (Zingiber officinale Roscoe.))
Gambar V.3 Pengamatan makroskopik tumbuhan (a) Sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.) (b) Kaliki (Ricinus communis L.) (c) Sirih (Piper betle L.) (d) Jahe (Zingiber officinale Roscoe.))

Studi pustaka tumbuhan dengan indeks Use Value (UV) tertinggi

  • Sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.) sebagai peningkat stamina dan pelancar aliran darah kotor
  • Kaliki beureum (Ricinus communis L.) sebagai pereda inflamasi pasca melahirkan
  • Sirih (Piper betle L.) sebagai pelancar aliran darah kotor dan anti infeksi
  • Jahe (Zingiber officinale Roscoe.) sebagai pereda inflamasi pasca melahirkan

Di Cina, minyak kamper, minyak esensial yang diperoleh melalui penyulingan uap daun sembung muda (B. balsamifera) banyak digunakan dalam pengobatan dan ritual. Di Asia Tenggara, tanaman ini merupakan tanaman yang paling umum digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, antara lain penyakit lambung, obat cacing, dan obat ekspektoran. Daun sembung digunakan untuk mengobati penyakit perut, sebagai obat yang mengeluarkan keringat, sebagai ekspektoran dan untuk memperlancar haid, sedangkan rebusan daun sembung (B. balsamifera), baik digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan tanaman lain, digunakan untuk memandikan wanita setelah melahirkan dan untuk anak kecil. .

Daunnya mengandung minyak atsiri 0,5% yang terdiri dari komponen borneol (sampai 25%), komponen yang sangat mirip dengan kapur barus dan mudah tergantikan jika teroksidasi. Kamper merupakan komponen yang sangat penting dan menjadi ciri khas daun sembung (B. balsamifera), namun variasi keberadaannya sangat bergantung pada kondisi lingkungan (Aguilar, 1999: 68). Tumbuhan yang dapat digunakan untuk melancarkan aliran darah saat melahirkan dan menstruasi antara lain yang mempunyai khasiat menghangatkan dan bersifat herbal pedas.

Daun sembung (B. balsamifera) mempunyai senyawa antispasmodik berupa borneol dan limonene. Kaliki berudu (R. communis) di tiga desa adat yang diteliti secara tradisional digunakan untuk membungkus abu panas yang digunakan untuk mengurangi pembengkakan yang terjadi pada wanita setelah melahirkan. Aktivitas anti inflamasi daun kaliki (R. communis) yang digunakan secara tradisional dengan cara ditempelkan pada bagian yang bengkak diduga disebabkan oleh adanya minyak atsiri yang menguap dengan adanya abu panas.

Hal ini berdasarkan pernyataan Santos dan Rao (2000) yang menyatakan bahwa minyak atsiri telah banyak digunakan untuk mengatasi hal tersebut. Daun sirih (P. betle) juga diketahui secara tradisional digunakan untuk pengobatan saluran pernapasan, maag, konjungtivitis, sembelit, sakit kepala, mastitis, keputihan, rematik, dll. (Guha. Dekokta daun sirih digunakan untuk menyembuhkan luka bakar. impektigo, eksim dan limfangitis (Vasuki.

Cavicol, alipirocatechol, carvacrol, safrole, eugenol dan chavibetol merupakan senyawa fenol yang terdapat pada daun sirih (Pradhan. Berdasarkan hasil pemeriksaan fitokimia yang dilakukan diketahui bahwa komponen kimia yang terkandung pada daun sirih antara lain flavonoid, polifenol, tanin, saponin. .kuinon dan terpenoid -steroid Aktivitas antiseptik daun sirih (P. betle) diduga karena adanya senyawa minyak atsiri yang terkandung di dalam daun tersebut.

Minyak atsiri dari daun sirih (P. betle) dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat, sehingga memiliki aktivitas mikroba seperti C. Lebih dari 50 komponen minyak atsiri jahe telah dikarakterisasi, berikut beberapa jenis monoterpen yang telah dikarakterisasi. teridentifikasi [β- felandrin, (+)-camphen, cineole, geraniol, curcumin, citral, terpineol, borneol] dan beberapa jenis seskuiterpen yang telah teridentifikasi antara lain [α-zingiberine, β-sesquifelandrin, β-bisabolen, (E-E) -α-farnesen, ar -kurkumin, zingiberol] (Langneret al Evans.

Gambar

Gambar V.1 Peta lokasi penelitian di Kampung Adat yang berada di wilayah Bandung (Sumber : Peta Rupabumi Digital Indonesia, Bandung 2015)
Tabel V.1 Etnobotani Kampung Cikondang
Tabel V.2 Etnobotani Kampung Mahmud
Tabel V.3 Etnobotani Kampung Cireundeu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel V.2 Hasil penetapan parameter standar simplisia Keterangan : FHI = Farmakope Herbal Indonesia - = Tidak ditemukan persyaratan dalam pustaka FHI Penetapan parameter kadar

Dari hasil perhitungan tabel IV.1 persamaan regresi linier tersbut x0 adalah dan koefisien variansi V k memenuhi syarat, karena melebihi 5 konsentrasi yang didapatkan kurang baik