• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN 1 : TINJAUAN UMUM RSUD

N/A
N/A
Andri Arifin7

Academic year: 2024

Membagikan "BAGIAN 1 : TINJAUAN UMUM RSUD "

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

DATA TEKNIS 3

A PRESIASI I NOVASI

3.1. P

RINSIP

P

ERANCANGAN

R

UMAH

S

AKIT

Rumah sakit merupakan tipe bangunan yang paling kompleks. Selain menyediakan berbagai fungsi dan memiliki cakupan pelayanan yang luas, rumah sakit juga harus mewadahi aktivitas berbagai konsumen / user dan stakeholders;

pemilik dan staff rumah sakit, pasien, pengunjung, staff servis/supp/yers, dll.

Desain rumah sakit harus dapat mengintegrasikan persyaratanpersyaratan fungsional, yang berkaitan dengan teknologi dan aktivitas, dengan kebutuhan - kebutuhan manusia dari berbagai jenis pengguna fasilitas.

Terlepas dari lokasi, dimensi ataupun budget, semua rumah sakit harus memiliki karakteristik berikut:

1. Efficiency and Effectiveness;

Untuk efektifitas dan efisiensi ruang, layout rumah sakit sebaiknya:

 Meminimalkan jarak antar ruangan-ruangan aktif yang sering digunakan untuk meningkatkan efisiensi kerja staf rumah sakit.

 Memungkinkan staf medis mengamati pasien dengan mudah.

 Memiliki seluruh ruangan yang dibutuhkan secara efektif. Untuk hal tersebut dibutuhkan pemrograman ruang yang tepat.

BAGIAN 1 : TINJAUAN UMUM

RSUD

(2)

 Memiliki sistern logistik yang efektif, termasuk didalamnya: lift, pneumatic tubes, box conveyors, cart manual atau otomatis, dan gravity or pneumatic chutes, untuk efektifitas proses penyediaan makanan, penanganan kebersihan, dan pembuangan sampah dan limbah.

 Menghasilkan efektifitas penggunaan ruang melalui peletakan ruang pendukung yang dapat digunakan bersama oleh fungsi-fungsi disekitarnya.

 Menyatukan fungsi-fungsi rawat jalan untuk efektifitas operasionainya.

Fasilitas tersebut sebaiknya ditempatkan di lantai dasar, untuk kemUdahan akses langsung bagi pasien rawat jalan.

 Pengelompokan dan pengombinasian area-area fungsional berdasarkan kemiripan sistem kebutuhan dan keterkaitan antar ruangnya.

2. Flexibility & Expandability;

Dikarenakan kebutuhan medis dan sistem perawatan akan terus berkembang, rumah sakit sebaiknya:

 Mengikuti konsep modular dalam perencanaan ruang dan layoutnya.

 Sedapat mungkin menggunakan ukuran dan denah ruang sesuai dengan standar generik yang umum, dibandingkan penggunaan pola yang terlalu spesifik.

 Memenuhi sistem modular, kemudahan akses, dan kemungkinan modifikasi sistem mekanikal dan elektrikal.

3. Therapeutic Environment;

Pasien pada rumah sakit seringkali merasa takut atau bingung berada didalamnya. Hal ini mampu menghambat proses penyembuhan. Untuk mengatasinya setiap perencanaan yang dilakukan harus dapat menciptakan lingkungan rumah sakit yang nyaman, dan tidak berkesan menakutkan yang menimbulkan perasaan stres. Dalam hal ini desainer interior memiliki peranan utama dalam menciptakan lingkungan yang mendukung proses penyembuhan.

Beberapa aspek penting dalam menciptakan interior ruang yang therapeutic dalah:

 Penggunaan material yang familiar dan relevan serta berkaitan dengan

(3)

sistem sanitasi dan kebutuhan fungsional lainnya.

 Penggunan tekstur dan warna-warna yang berkesan cerah, dan menenangkan.

 Penggunaan penerangan alami bila memungkinkan, atau penggunaan penerangan

 buatan pada ruang interior dengan intensitas dan aproksimasi cahaya yang mendekati penerangan alami.

 Pemandangan ke ruang luar dari dalam bangunan, terutama dari ruang tidur pasien. Gambar-gambar yang bertemakan alam bisa membantu apabila pemandangan keluar tidak memungkinkan didapatkan.

 Perancangan proses way-finding pada setiap bangunan. Seluruh pasien, pengunjung, dan staf perlu mengetahui dimana mereka berada, dimana daerah tujuan mereka, dan bagaimana cara mencapainya. Lalu bagaimana cara kembali ke tempat semula.

4. Deanliness & Sanitation;

Rumah sakit harus mudah dibersihkan dan dirawat. Hal ini dapat difasilitasi dengan:

 Material penutup yang tepat, mudah dibersihkan dan tahan lama.

 Memperhatikan setiap perancangan detail bangunan dengan seksama, seperti lubang pintu dan jendela, detail sambungan yang sulit dibersihkan, dan bagian-bagian pengumpul debu yang harus dihindari.

 Ruang servis bagian kebersihan yang cukup jumlah dan luasnya.

 Material, finishing, dan detail khusus untuk ruang-ruang yang steril.

5. Accessibility;

Semua area rumah sakit baik di dalam atau di luar bangunan harus:

 Mematuhi standar kebutuhan sirkulasi pada rumah sakit.

 Dapat diakses oleh setiap pengunjung yang memiliki keterbatasan.

Seperti manula dan pengguna kursi ruda.

 Memiliki jalur yang mudah dan nyaman dilalui, seperti kemiringan ramp yang cukup landai, serta koridor yang cukup Was untuk dilewati.

(4)

6. Controlled Circulation;

Setiap rumah sakit merupakan sistem fungsi-fungsi didalamnya yang terhubung secara kompleks, hal ini membutuhkan pergerakan sirkulasi yang teratur dan terkontrol, baik sirkulasi orang ataupun barang. Beberapa sirkulasi berikut ini perlu pengaturan dan pengontrolan:

 Sirkulasi menuju area perawatan dan diagnostik bagi pasien rawat jalan tidak boleh melewati atau memasuk area perawatan rawat inap.

 Tipikal jalur sirkulasi pasien rawat jalan harus sederhana dan mudah didefinisikan.

 Pengunjung pasien harus memiliki jalur yang mudah dan langsung menuju setiap ruang perawatan pasien, tanpa harus memasuki area fungsi- fungsi yang lain.

 Pemisahan jalur pasien dan pengunjung rumah sakit terhadap area servis.

 Pembuangan sampah dan limbah harus terpisah dari jalur makanan dan pengadaan alat-alat steril. Keduanya harus terpisah dengan jalur pasien dan pengunjung.

 Pemindahan jenazah menuju dan dari kamar jenazah tidak boleh terlihat oleh setiap pasien dan pengunjung rumah sakit.

 Penggunaan elevator servis khusus untuk pengantaran makanan atau servis perawatan bangunan.

7. Aesthetics;

Estetika berhubungan dengan penciptaan lingkungan therapeutic. (misalkan:

suasana yang homy, desain yang menarik, dll). Hal tersebut juga sangat penting dalam meningkatkan image sebuah rumah sakit.

Lingkungan rumah sakit yang lebih baik turut mendukung kinerja staf dan perawatan terhadap pasien menjadi lebih baik. Berikut beberapa pertimbangan estetis pada rumah sakit:

 Meningkatkan penggunaan pencahayaan alami dan material alam.

 Penggunaan artwork.

 Perhatian terhadap proporsi, skala, warna dan detail.

(5)

 Suasana yang cerah, lapang dan terbuka, serta memiliki ruang terbuka yang luas dan terdefinisi oleh skala manusia.

 Perancangan desain ruang luar yang terancang dengan baik beserta elemen-elemen fisik disekitarnya.

8. Security & Safety;

Untuk keamanan dalam bangunan, rumah sakit harus memperhatikan hal-hal berikut ini:

 Penjagaan terhadap properti dan aset rumah sakit, termasuk obat-obatan.

 Penjagaan terhadap pasien dan staf.

 Pengawasan kemanan khusus bagi pasien yang terlibat perbuatan kriminal dan berkondisi khusus/ kurang stabil.

 Ancaman terhadap kemungkinan tindak terorisme, dikarenakan Rumah Sakit merupakan fasilitas publik yang berpotensi sebagai target tindakan terorisme.

9. Sustainability;

Rumah sakit merupakan bangunan publik yang memiliki dampak signifikan tet- hadap perkembangan kualitas lingkungan dan ekonomi komunitas sekitarnya.

Didalamnya terdapat penggunaan energi dan air dalam jumlah yang sangat besar, begitu juga dengan pembuangan sampah dan limbah. Dikarenakan rumah sakit membutuhkan sumber daya yang cukup besar pada lingkungan komunitas tertentu, sebaiknya setiap rumah sakit menerapkan konsep sustainability design dalam perancangannya.

(6)

3.2. P

ENGERTIAN

R

UMAH

S

AKIT

Menurut American Hospital Association (1974), pengertian rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis profesional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Sementara itu, menurut Wolper dan Pena (1987), rumah sakit adalah tempat di mana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat di mana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat, dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rumah sakit adalah suatu tempat yang terorganisasi dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, baik yang bersifat dasar, spesialistik, maupun subspesialistik. Selain itu, rumah sakit juga dapat digunakan sebagai lembaga pendidikan bagi tenaga profesi kesehatan.

WHO memberikan pengertian mengenai rumah sakit dan peranannya sebagai berikut.

"The hospital is an integral part of social and medical organization, the function of which is to provide for population complete health care both curative and preventive, and whose out patient services reach out to the family and its home environment; the training of health workers and for bio-social research."

Sesuai batasan di atas, maka rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap juga perawatan di rumah. Di samping itu, rumah sakit juga berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan tempat penelitian. Oleh karena itu, agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, rumah sakit harus bisa bekerja sama dengan instansi lain di

BAGIAN 2 : TINJAUAN TENTANG

KERUMAHSAKITAN

(7)

wilayahnya, baik instansi kesehatan maupun nonkesehatan.

Rumah sakit sebagai sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan sekaligus sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian, ternyata memiliki dampak positif dan negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Rumah sakit dalam menyelenggarakan upaya pelayanan rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik, dan nonmedik menggunakan teknologi yang dapat memengaruhi lingkungan di sekitarnya.

Dari berbagai kegiatannya, rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat, dan gas. Hal ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit.

Upaya pengelolaan limbah rumah sakit dapat dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan, pedoman, dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit, yaitu:

1. pemprakarsa atau penanggung jawab rumah sakit;

2. pengguna jasa pelayanan rumah sakit;

3. para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran;

4. para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan.

Berbicara perumahsakitan di Indonesia, saat ini terdapat tuntutan yang semakin meningkat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu sehingga mengakibatkan persaingan yang semakin keras di antara semua provider pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas pelayanan.

(8)

3.3. A

KTIVITAS

U

MUM

R

UMAH

S

AKIT

Secara umum, aktivitas Rumah sakit terdiri dari : 1. Unit Kegiatan Pelayanan Medik

a. Unit Kegiatan Layanan Rawat Inap b. Unit Kegiatan Layanan Rawat Jalan c. Unit Kegiatan Layanan Gawat Darurat d. Unit Kegiatan Layanan Bedah/Operasi 2. Unit Kegiatan Penunjang Medik

a. Unit Kegiatan Laboratorium b. Unit Kegiatan Radiologi c. Unit Kegiatan Farmasi d. Unit Kegiatan Sterilisasi e. Unit Kegiatan Anestesi f. Unit Kegiatan Haemodialisis 3. Unit Kegiatan Penunjang Medik

a. Unit Kegiatan Layanan Perawatan Intensif b. Unit Kegiatan Dapur

4. Unit Kegiatan Diagnosis dan Unit Medik 5. Unit Kegiatan Penunjang Non-Medik

a. Unit Kegiatan Sanitasi b. Unit Kegiatan Logistik

c. Unit Kegiatan Linen dan Laundry

3.4. A

LUR

P

ROSES

P

ERAWATAN

K

ESEHATAN

Alur proses pasien dari awal sampai keluar rumah sakit. Dari diagram alir proses layanan dapat digambarkan mekanisme arus barang dan informasi yang mencakup unit-unit operasional yang ada. Contoh diagram alir proses layanan di RS seperti terlihat pada Gambar 3.1.

(9)

Gambar 3.1. Proses Perawatan Kesehatan

(10)

3.5. K

RITERIA DAN

A

ZAS

P

ERENCANAAN

R

UMAH

S

AKIT

1. KRITERIA UMUM

Pekerjaan perencanaan pembangunan gedung world class RSUD harus memperhatikan kriteria umum bangunan yang disesuaikan berdasarkan fungsi dan kompleksitas bangunan, yaitu :

a. Persyaratan Peruntukan dan Intensitas :

1) Menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan tata bangunan yang ditetapkan di daerah yang bersangkutan,

2) Menjamin bangunan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya, 3) Menjamin keselamatan pengguna, masyarakat, dan lingkungan, 4) Sesuai dengan prinsip-prinsip anggaran belanja negara :

a. hemat, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan,

b. terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/ kegiatan serta fungsi World Class Hospital RSUD,

c. semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan/potensi nasional, maka dalam perencanaan pembangunan gedung ini konsultan perencana dapat menterjemahkannya ke dalam tugas perencanaan konstruksi ini.

b. Persyaratan Arsitektur dan Lingkungan :

1) Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang didirikan berdasarkan karakteristik lingkungan, ketentuan wujud bangunan, dan budaya daerah, sehingga seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya,

2) Menjamin terwujudnya tata ruang hijau yang dapat memberikan keseimbangan dan keserasian bangunan terhadap lingkungannya, 3) Menjamin bangunan gedung dibangun dan dimanfaatkan dengan

tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

(11)

c. Persyaratan Struktur Bangunan :

1) Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia,

2) Menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan,

3) Menjamin kepentingan manusia dad kehilangan atau kerusakan benda yang disebabkan oleh perilaku struktur,

4) Menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh kegagalan struktur.

d. Persyaratan Ketahanan terhadap Kebakaran :

sesuai dengan persyaratan Hospital Safety baik dari segi struktur, non struktur dan fungsional

e. Persyaratan Sarana Jalan Masuk dan Keluar :

1) Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang mempunyai akses yang layak, aman dan nyaman ke dalam bangunan dan fasilitas serta layanan di dalamya,

2) Menjamin terwujudnya upaya melindungi penghuni dari kesakitan atau luka saat evakuasi pada keadaan darurat,

3) Menjamin tersedianya aksesibilitas bagi penyandang cacat, khususnya untuk bangunan fasilitas umum dan sosial.

f. Persyaratan Transportasi dalam Gedung :

1) Menjamin tersedianya sarana transportasi yang layak, aman, dan nyaman di dalam bangunan gedung;

2) Menjamin tersedianya aksesibilitas bagi penyandang cacat, khususnya untuk bangunan fasilitas umum dan sosial.

g. Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah Keluar, dan Sistem Peringatan Bahaya :

(12)

1) Menjamin tersedianya penandaan dini yang informatif didalarn bangunan gedung apabila terjadi keadaan darurat;

2) Menjamin penghuni melakukan evakuasi secara mudah dan aman, apabila terjadi keadaan darurat.

h. Persyaratan Instalasi Listrik, Penangkal Petir dan Komunikasi :

1) Menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman dalam menunjang terselenggaranya kegiatan didalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya;

2) Menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan penghuninya dari bahaya akibat petir;

3) Menjamin tersedianya sarana komunikasi yang memadai dalam menunjang terselenggaranya kegiatan didalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.

i. Persyaratan Instalasi Gas :

1) Menjamin terpasangnya instalasi gas secara aman dalam menunjang terselenggaranya kegiatan didalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya;

2) Menjamin terpenuhinya pemakaian gas yang aman dan cukup;

3) Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan gas secara baik.

j. Persyaratan Sanitasi dalam Bangunan .

1) Menjamin tersedianya sarana sanitasi yang memadai dalam menunjang terselenggaranya kegiatan didalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya;

2) Menjamin terwujudnya kebersihan, kesehatan dan memberikan kenyamanan bagi penghuni bangunan dan lingkungan;

3) Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan sanitasi secara baik.

(13)

k. Persyaratan Ventilasi dan Pengkondisian Udara :

1) Menjamin terpenuhinya kebutuhan udara yang cukup, baik alami maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya;

2) Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata udara secara baik.

l. Persyaratan Pencahayaan :

1) Menjamin terpenuhinya kebutuhan pencahayaan yang cukup, baik alami maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya;

2) Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan pencahayaan secara baik.

m. Persyaratan Kebisingan dan Getaran :

1) Menjamin terwujudnya kehidupan yang nyaman dari gangguan suara dan getaran yang tidak diinginkan;

2) Menjamin adanya kepastian bahwa setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak negatif suara dan getaran perlu dilakukan upaya pengendalian pencemaran dan atau mencegah perusakan lingkungan.

2. KRITERIA KHUSUS

Kriteria khusus dimaksudkan untuk memberikan syarat-syarat yang khusus dan spesifik berkaitan dengan bangunan gedung yang akan direncanakan, baik dari segi fungsi khusus bangunan serta segi teknis lainnya, misalnya :

a. Dikaitkan dengan upaya pelestarian atau konservasi bangunan yang ada;

b. Kesatuan perencanaan bangunan dengan lingkungan yang ada disekitar, seperti dalam rangka implementasi penataan bangunan dan lingkungan;

c. Solusi dan batasan - batasan kontekstual, seperti faktor sosial budaya setempat, geografi klimatologi dan lain - lain.

3. AZAS - AZAS

Selain dari kriteria diatas, hendaknya memperhatikan azas-azas bangunan

(14)

gedung negara sebagai berikut :

1. Bangunan gedung negara ini sebagai bangunan untuk pelayanan "World Class Hospital"

2. Dengan batasan tidak mengganggu produktivitas kerja, biaya investasi dan pemeliharaan bangunan sepanjang umurnya, hendaknya diusahakan serendah mungkin.

3. Bangunan gedung negara hendaknya dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan menjadi acuan tata bangunan dan lingkungan di sekitarnya.

3.6. S

TANDAR

-

STANDAR

A

CUAN

P

ERENCANAAN

R

UMAH

S

AKIT

1. STANDAR RUANG DAN KELENGKAPAN RUMAH SAKIT

Mengacu pada beberapa Standar Perencanaan Rumah Sakit antara lain ; a. Pokok-pokok pedoman rumah sakit umum kelas A,B,C,D, Depkes

RI, 1978.

b. Pedoman standardisasi Rumah Sakit Umum, Depkes RI, 1984 c. Pedoman Pelayanan Rehabilitasi medik dan pengembangan unit

Pelayanan medik di Rumah Sakit Umum, Depkes RI 1986.

2. STANDAR PENANGANAN INFEKSI NOSOKMIAL

Tinjauan infeksi nosokomial ini meliputi penyelenggaraan program penanganan infeksi nosokomial dan pencatatan angka kuman pada ruang perawatan dan ruang operasi. Angka kuman maksimal untuk ruang perawatan 700 koloni kuman/M3, udara sedangkan untuk ruang operasi

<350 koloni kuman/M3 udara.

Tabel 3.1 Batas Maksimal Angka Kuman No

.

Ruangan Batas Maksimum (kumanlM' udara)

1 Ruangan Perawatan 700

2 Ruang Operasi <350

(15)

Lebih jauh lagi, penyelenggaraan program harus sesuai dengan kebijakan dari:

1) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 986/Menkes/Per/XI/ 1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;

2) Keputusan Dirjen P2M PLP No. HK.00.06.6.64 tanggal 18 Februari 1993 tentang Persyaratan dan Petunjuk Teknis Tata Cara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit;

3) Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia;

4) Pedoman Teknis Pengelolaan Makanan dan Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit.

3. STANDAR PENANGANAN LIMBAH KIMIA BERBAHAYA

Limbah merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan. Limbah-limbah yang dihasilkan tersebut dapat merupakan limbah bahan berbahaya dan beracun yang disingkat limbah B3. Limbah B3 merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan merusak lingkungan hidup serta dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup manusia, serta makhluk hidup lain.

Mengingat risiko tersebut, maka setiap kegiatan yang menghasilkan limbah sebaiknya dapat meminimisasi limbah B3 sekecil mungkin. Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut.

Limbah B3 mempunyai perlakuan yang khusus dalam setiap kemasannya, yaitu wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3. Tinjauan pelaksanaan segregasi (pemisahan) antai'a limbah kimia dan berbahaya menggunakan kantong plastik dengan warna berbeda atau tanda yang berbeda. Pengolahan akhir dari limbah kimia dan berbahaya harus sesuai dengan peraturan dari:

(16)

1) Keputusan Dirjen P2M PLP No. HK.00.06.6.64 tanggal 18 Februari 1993 tentang Persyaratan dan Petunjuk Teknis Tata Cara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit;

2) Peraturan Pemcrintah RI No. 12 Tahun 1995 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

4. STANDAR MUTU UDARA, KEBISINGAN, SUHU DAN KELEMBAPAN, SERTA PENCAHAYAAN

Aspek peninjauan pada bagian ini terdiri atas tinjauan pencatatan secara berkala tentang mutu udara, tingkat kebisingan, suhu dan kelembapan, serta pencahayaan pada ruangan berdasarkan fungsinya. Masing-masing komponen tersebut tidak melebihi konsentrasi maksimum atau rentang nilai, sesuai dengan Keputusan Dirjen P2M PLP No. HK.00.06.6.64 tanggal 18 Februari 1993 tentang Persyaratan dan Petunjuk Teknis Tata Cara Penyehatan Lingkungan, Ruang dan Bangunan, serta Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit. Tingkat kebisingan untuk ruang perawatan, isolasi, radiologi, operasi maksimum 45dBA. Untuk poliklinik/poli gigi, bengkel/mekanis maksimum 80 dBA. Dan untuk ruang cuci, dapur, serta ruang penyediaan air panas dan air dingin maksimum 78 dBA. Kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum seperti tabel 3.2.

Sementara itu, batas kebisingan tidak melebihi konsentrasi maksimum seperti tabel 3.3. Batas kelembapan dan suhu tidak melebihi rentang nilai seperti tabel 3.4.

Sedangkan batas pencahayaan yang disarankan seperti pada tabel 3.5.

Tabel 3.2. Batas Maksimum Kadar Gas Dan Bahan Berbahaya Dalam Udara

No. Parameter Konsentrasi Maksimum Waktu

HIS 0,03 ppm (42 ug/m3) 30 menit

2 NH 3 2 ppm (1.360 ug/m3) 24 jam

3 CO 20 ppm (2.260 ug/m3) 8 jam

4 so, 0,10 ppm (260 ug/m3) 24 jam

5 HC 0,24 ppm (160 ug/m3) 3 jam

(17)

6 Pb 0,06 ug/m3 24 jam

7 Ete 400 ppm (1.200 ug/m3) _

8 Ozone 0,1 ppm (0,2 ug/m3) _

No. 0,003 ppm 24 jam

Tabel 3.3. Batas Kebisingan Maksimum

Ruangan Batas Maksimum (dBA)

1 Ruang perawatan 45

2 Ruang isolasi 40

4 Ruang farmasi 45

5 Ruang operasi, umum 45

6 Endoskopi, Laboratorium 65

7 Ruang cuci 78

8 Dapur 78

9 Ruang sinar x 40

10 Ruang kantor/loby, tangga 45

11 Ruang poliklinik gigi 80

12 Bengkel/mekanik 80

13 Koridor 40

Tabel 3.4. Batas Kelembapan Dan Suhu Maksimum

No. Ruang/Unit Suhu (°C) Kelembaban (%Rp)

1 Operasi 22-25 50-60

2 Bersalin 22-25 50-60

3 Pemulihan 24-25 50-60

4 Observasi bayi 26-27 40-50

5 Perawatan bayi 26-27 40-50

6 Perawatan prematur 26-27 50-60

7 ICU 26-27 50-50

Tabel 3.5. Batas Pencahayaan Yang Disarankan

No Ruang Pencahayaan (Lux) Keterangan

1 Ruang pasien

- saat tidak tidur 100-200 Warna cahaya sedang

- saat tidur Maksimal 50

2 Ruang operas umum 300-500

(18)

3 Meja operasi 10.000 s/d 20.000 Warna cahaya sejuk atau sedang tanpa bayangan 4 Anestesi/pemulihan/ ruang

balut

300-500 5 Endoscopy/laboratorium 75-100

6 X-ray Minimal 60

7 Koridor Minimal 100

8 Tangga Minimal 100 Malam

9 Kantor/Loby Minimal 100

10 Ruang alat/gudang Minimal 200 _

11 Ruang farmasi Minimal 200

12 Dapur Minimal 200

13 Ruang cuci Minimal 100 _

14 Toilet Minimal 100

15 Ruang isolasi khusus 0,1-0,5 Warna cahaya biru

16 Ruang luka bakar 100-200 ,

5. STANDAR MUTU EFFLUENT AIR LIMBAH

Tinjauan pengukuran dan pencatatan kualitas effluent yang dibuang ke lingkungan dan memenuhi NAB terdapat dalam:

1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air;

2) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit;

3) Keputusan Dirjen P2M PLP No. HK.00.06.6.64 tanggal 18 Februari 1993 tentang Persyaratan dan Petunjuk Teknis Tata Cara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit;

4) Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia.

Limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang kemungkinan mengandung mikroorganisme pathogen, bahan kimia beracun, dan radioaktivitas. Limbah cair mempunyai standar batas maksimal suatu limbah dapat dibuang ke lingkungan yang disebut Baku Mutu Limbah Cair. Bagi rumah sakit, Baku Mutu Limbah Cair berarti batas maksimal limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari suatu kegiatan rumah sakit dan mempunyai ketentuan seperti dalam tabel 3.6.

(19)

Tabel 3.6. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit

PARAMETER KADAR MAKSIMUM

Fisika 1. Suhu <_ 30°C

Kimia: 2. PH 3. BOD5

4. COD 5. TSS

6. NH3 BEBAS 7. P04

06-Sep 30 mg/L 80 mg/L 30 mg/L 0,1 mg/L 2 mg/L

Biologik : 8. MPN-Golongan

Koli/100ml 10.000

Radioaktivitas

9. 32P 7 x 102 Bq/L

10.35S 2 x 103 BqIL

11. 45Ca 3 x 102 Bq/L

12. 51Cr 7 x 104 Bq/L

13. 67Ga 1 x 103 Bq/L

14. 85Sr 4 x 103 Bq/L

15. 99Mo 7 x 103 Bq/L

16. 13Sn 3 x 102 Bq/L

17. 125I 1 x 101 Bq/L

18. 131I 7 x 101 Bq/L

19. 192 Ir 1 x 104 Bq/L

20. 201TI 1 x 105 Bq/L

6. STANDAR PENGELOLAAN SAMPAH PADAT

Standar pengelolaan sampah padat sesuai dengan peraturan yang terdapat dalam:

1) Keputusan Dirjen P2M PLP No. HK.00.06.6.64 tanggal 18 Februari 1993 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan, Ruang dan Bangunan, serta Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit;

2) Keputusan Dirjen P2M PLP No. HK.00.06.6.64 tanggal 18 Februari 1993 tentang Persyaratan dan Petunjuk Teknis Tata Cara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit; 3) Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia.

(20)

7. STANDAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

Berdasarkan Perpu No. 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radio Aktif, limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan atau bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat digunakan lagi.

Tinjauan pelaksanaan segregasi dan pengemasan khusus terhadap limbah radioaktif diserahkan kepada BATAN sesuai dengan ketentuan dari PP Nomor 13/1975. Rumah sakit juga harus melakukan pemantauan dan pemeriksaan radiasi secara rutin terhadap tingkat energi di ruang kerja, dan tingkat pemaparan pada pekerja, sesuai dengan:

1) Keputusan Dirjen P2M PLP No. HK.00.06.6.64 tanggal 18 Februari 1993 tentang Persyaratan dan Petunjuk Teknis Tata Cara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit;

2) Pedoman Proteksi dan Paparan Radiasi jilid I dan II.

8. STANDAR PENGELOLAAN LIMBAH MEDIK

Sebagian besar pengelolaan limbah medis (medical waste) dari rumah sakit, puskesmas, dan laboratorium masih jauh di bawah standar kesehatan lingkungan, karena umumnya dibuang begitu saja ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan sistem open dumping (tempat sampah terbuka).

Padahal, limbah medis semestinya dibakar menjadi abu di incinerator (tempat pembakaran) yang bersuhu minimal 1.200 derajat celcius. Tinjauan pengelolaan dan pemisahan limbah medik yang terbagi menjadi 5 golongan (A,B,C,D,E) dan limbah sudah ditangani dan dikelola sesuai dengan Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia.

(21)

3.7. G

REEN

D

EVELOPMENT SEBAGAI

L

ANDASAN

D

ASAR

P

ERENCANAAN

PEMBANGUNAN RSUD MATRAMAN

Perencanaan pembangunan RSUD Matraman diarahkan agar :

1. Selaras dan mendukung prinsip-prinsip perencanaan DED RSUD Matraman sebagai mana telah dijelaskan pada bagian 3.1, antara lain :

a. Efficiency and Effectiveness;

b. Flexibility & Expandability;

c. Therapeutic Environment;

d. Deanliness & Sanitation;

e. Accessibility;

f. Controlled Circulation;

g. Aesthetics;

h. Security & Safety;

i. Sustainability

2. Mendukung gerakan-gerakan pelestarian lingkungan internasional, khususnya tentang isu-isu tentang global warming dan green development. Dewasa ini, dengan tingginya kesadaran akan persyaratan pemilihan gedung termasuk gedung fasilitas kesehatan berkonsep “green” yang akan digunakannya maka pengembangan fasilitas sarana kesehan yang berkonsep “green” akan sangat menarik.

3. Pembangunan sumberdaya dan sarana kesehatan yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan (stakeholders) dan nilai kepuasan optimal bagi pengguna fasilitas dalam jangka panjang atau berkelanjutan

BAGIAN 3 : INOVASI PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RSUD

MATRAMAN

(22)

4. Meningkatkan kesadaran lingkungan dan kepekaan budaya di masyarakat (growing environmental awareness and cultural sensibility)

5. Memperkuat kesadaran bahwa pemanfaatan sumberdaya manusia dan alam secara berlebihan akan mengganggu keseimbangan lingkungan dan sosial- budaya. Fokus kepedulian di sini adalah dampak kegiatan rumah sakit, termasuk pengelolaan limbah rumah sakit yang sangat berpengaruh terhadap lingkungannya.

Mengacu pada pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka perencanaan pembangunan DED RSUD Matraman dilakukan melalui pendekatan Green Development yaitu suatu pendekatan pembangunan lingkungan binaan (kawasan dan/atau bangunan) yang berwawasan keberlanjutan lingkungan yang memperhitungkan keselarasan dengan alam dan kepentingan manusia penggunanya.

Pendekatan ini digunakan sebagai landasan dasar sekaligus arahan normatif bagi perencanaan, perancangan dan pembangunan Gedung RSUD Matraman. Dalam penerapannya, pendekatan green development menerapkan konsep 3-G yaitu Green Environment, Green Building dan Green Behavior dimana satu aspek dengan lainnya saling terkait dan tidak dapat terpisahkan.

Green Environment

Aspek ini tidak hanya diinterpretasikan sebagai upaya penghijauan suatu lingkungan rumah sakit, lebih dari itu aspek ini merupakan suatu gabungan dari beberapa kegiatan berkait dengan pengembangan lingkungan rumah sakit, yaitu :

a) Penataan ruang sebuah lingkungan rumah sakit. Hal ini terkait dengan formasi zoning plan, komposisi peruntukan dan pencapaian ke pusat kegiatan secara hemat energi dalam hal sistem transportasi, misalnya pedestrianisasi.

b) Penghijauan dari suatu lingkungan rumah sakit guna menghasilkan sebanyak mungkin O2 seperti upaya penanaman pohon pada setiap jengkal lahan yang memungkinkan, seperti pada median, taman-taman lingkungan, pelindung pedestrian, lahan-lahan yang belum dibangun, jalur tegangan tinggi sampai areal tepi sungai.

(23)

c) Penanganan sumber air bersih. Hal ini terkait dengan pengambilan sumber air secara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan berbagai kegiatan rumah sakit, dimana semaksimal mungkin menggunakan air permukaan guna mencegah terjadinya intrusi air laut dan penurunan muka tanah.

d) Penanganan air limbah. Hal ini terkait dengan bagaimana mengembalikan kualitas effluent sesuai standar dengan cara mendaur ulang (recycling) untuk keperluan tertentu seperti penyiraman dan lain-lain.

e) Penanganan persampahan. Cara bijak adalah tidak membuang 100% sampah ke TPA tetapi melakukan proses 3R (Reduce, Reuse dan Recycle). Sampah adalah input untuk proses selanjutnya, bukan hasil akhir untuk dibuang.

f) Penanganan drainase lingkungan rumah sakit dengan memperhatikan kemiringan, penyaluran, penyerapan dan perawatan yang memadai.

Green Building

Aspek ini pada intinya merupakan cara perancangan sebuah bangunan fasilitas rumah sakit yang membentuk bangunan sehat yang efisien dalam pemanfaatan sumber daya berdasarkan prinsip ekologi. Pada dasarnya ini merupakan suatu keterpaduan dari desain, pemilihan material, sistem bangunan, sistem HVAC, sistem utilitas dan operasi pengelolaan bangunan dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut :

1. Pemilihan material bangunan yang memenuhi persyaratan ekologi dan low energy embody. Sebaiknya bisa diketahui darimana asalnya, bagaimana proses recyclenya juga proses pengangkutannya.

2. Mewujudkan bangunan hemat energi (Conserving Energy), dengan cara : a. Pembangunan yang hemat energi dengan cara responsif terhadap iklim

setempat misalnya penggunaan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim setempat, orientasi terhadap sinar matahari dan angin dan penyesuaian pada perubahan suhu siang dan malam. Penghematan konsumsi energi, perlu diupayakan pengurangan masuknya panas ke dalam dan memaksimalkan pelepasan panas dari bangunan. Untuk itu perlu diperhatikan tata letak bangunan (termasuk di sini adalah penempatan ruang, orientasi dan bentuk bangunan), penggunaan fasade, greenroof,

(24)

sirkulasi udara dan ventilasi atap. Juga pemilihan bahan jalan serta ruang terbuka guna mengurangi efek urban heat island dan konfigurasi bangunan.

b. Menghemat sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dengan cara mensubstitusi sumber energi yang tidak dapat diperbaharui seperti meminimalisasi penggunaan energi untuk alat pendingin, Penggunaan electrical fixture yang sesedikit mungkin menimbulkan panas, optimalisasi penggunaan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui, usaha memajukan penggunaan energi alternatif dan penggunaan energi surya.

c. Menghemat sumber bahan mentah yang tidak dapat diperbaharui dengan cara menggunakan bahan bangunan yang dapat dibudidayakan dan menghemat energi dan melakukan pemilihan bahan bangunan menurut penggunaan energi, meminimalisasi penggunaan sumber bahan yang tidak dapat diperbaharui, penggunaan kembali sisa-sisa (limbah) bahan bangunan, dan optimalisasi penggunaan bahan bangunan yang dapat dibudidayakan.

d. Memelihara dan menghemat sumber-sumber daya alamiah lingkungan (tanah, air dan udara). Penggunaan sumber-sumber daya alamiah yang baru untuk kepentingan pembangunan fasilitas wisata harus dipastikan akan memberikan multiple effect yang positif untuk lingkungan yang lebih luas.

e. Menghemat hasil produk di bidang bangunan dengan cara penggunaan teknologi tepat guna yang manusiawi misalnya penggunaan teknologi bangunan tepat guna, mudah dirawat dan dipelihara serta memanfaatkan/menggunakan kembali bahan bangunan bekas pakai.

3. Merancang dan melaksanakan pembangunan bangunan fasilitas rumah sakit dengan menerapkan metoda konstruksi yang ramah lingkungan dan responsif terhadap kondisi dan karakteristik fisik lahan serta melindungi siklus ekosistem yang telah berlangsung di lingkungan tersebut.

4. Merancang bangunan rumah sakit yang memperhatikan norma dan kaidah- kaidah lokal.

5. Memiliki standard operation building yang mengacu pada penghematan- penghematan tersebut.

(25)

Green Behavior

Bentukan fisik dari penerapan green environment dan green building belumlah cukup memberi hasil bagi terwujudnya eco-architecture. Yang tidak kalah penting adalah perilaku masyarakatnya yang semestinya berkonsep “green” untuk itu upaya-upaya penyadaran secara terus menerus melalui media lokal, pembentukan serta penggalangan komunitas pecinta lingkungan serta perawatan infrastruktur, juga pelaksanaan standar.

Jika semua pengembangan lingkungan rumah sakit memperhatikan semua aspek tersebut, maka itu adalah kontribusi nyata pengembang (dan warganya) dalam upaya bersama mengurangi dampak pembangunan fisik lingkungan rumah sakit dan menjaga kelestarian lingkungan. Untuk itu, kesadaran akan hal tersebut harus muncul dari semua pelaku pembangunan. Salah satunya adalah dengan menerapkan standar seperti LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) yang tercermin di dalam sistem manajemen lingkungan rumah sakit.

Gambar 3.3. Trend Desain Bangunan Rumah Sakit Internasional

(26)

3.8. P

ERENCANAAN

P

EMBANGUNAN

RSUD M

ATRAMAN MELALUI

P

ENERAPAN

K

ONSEP

S

ISTEM

M

ANAJEMEN

L

INGKUNGAN

1. SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN

Mengacu pada paradigma dan prinsip-prinsip Green Development sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka inovasi dalam perencanaan world class hospital RSUD, selain mempertimbangkan seluruh pemenuhan kebutuhan fungsional rumah sakit dan standar perencanaan rumah sakit bertaraf internasional, lebih lanjut perencanaan akan dilandaskan dan difokuskan pada penerapan sistem manajemen lingkungan rumah sakit.

Konsep pengelolaan lingkungan dewasa ini telah berkembang pesat seiring dengan tuntutan terhadap keharmonisan dan sinergisme antara kualitas lingkungan dan laju pembangunan serta paradigma dunia tentang Green Development. Konsep lama yang lebih menekankan pengolahan limbah setelah terjadinya limbah (end-of-pipe approach) diakui membawa konsekuensi pada ekonomi biaya tinggi dan tidak membantu ke arah pembangunan yang lebih rasional terhadap kualitas lingkungan hidup dan keberlanjutan sumber daya alam. Kini telah berkembang pemikiran mengenai konsep pengelolaan lingkungan yang memandang pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen di dalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajamen Lingkungan (Environmental Management System). Sistem Manajemen Lingkungan selanjutnya diadopsi oleh International Organization for Standardization (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasional di bidang pengelolaan lingkungan dengan nomor seri ISO 14001.

Dengan pendekatan sistem tersebut, pengelolaan lingkungan rumah sakit nantinya tidak hanya meliputi bagaimana cara mengolah limbah sebagai byproduct (output), tetapi juga mengembangkan strategistrategi manajemen dengan pendekatan sistematis untuk meminimisasi limbah dari sumbernya dan meningkatkan efisiensi pemakaian sumber daya alam sehingga mampu mencegah pencemaran dan meningkatkan performa lingkungan. Hal itu berarti dapat menghemat biaya untuk pengolahan limbah, pembelian bahan baku dan menghemat biaya untuk remediasi pencemaran lingkungan serta tidak kalah pentingnya adalah sebagai strategi

(27)

pemasaran sosial. Hal-hal tersebut sudah diakui sangat menguntungkan dan dapat membawa perubahan yanlg positif dan lebih berarti dalam jangka waktu panjang.

Sistem manajemen lingkungan merupakan bagian dari struktur manajemen organisasi secara keseluruhan yang mengantisipasi dampak jangka pendek maupun jangka panjang dari produk, layanan, dan proses-proses dari organisasi ini yang memengaruhi lingkungan hidup. Dimasukkannya unsur pengelolaan lingkungan ke dalam bagian dari sertifikasi oleh ISO merupakan suatu hal yang sangat berarti bagi keadaan lingkungan, kegiatan organisasi, konsumen, pemerintah, dan komponen masyarakat lainnya. Bagi pelaku perdagangan internasional, sertifikasi ini menjadi sangat penting sebagai bentuk pengakuan masyarakat internasional terhadap mutu manajemen lingkungan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan. Namun, inti dari pene- rapan sistem manajemen lingkungan itu sendiri adalah usaha untuk meningkatkan kualitas lingkungan seiring dengan laju pertumbuhan produksi dengan berbagai keuntungan finansial secara langsung dan keuntungan tidak langsung berjangka panjang bagi pembangunan berkelanjutan.

Berbagai konsep tentang perencanaan lingkungan rumah sakit mempunyai arti dan tujuan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan dengan menghasilkan limbah yang ramah lingkungan dan aman bagi masyarakat sekitar. Ada beberapa konsep dalam pengelolaan lingkungan sebagai berikut.

1. Reduksi pada Sumber (Source Reduction)

Reduksi atau menghilangkan limbah dari sumbernya, biasanYa dilaksanakan dalam suatu proses. Pelaksanaan source reduction meliputi modifikasi proses operasional, mendesain ulang Produk yang dihasilkan, substitusi bahan, peningkatan kemurnian bahan, housekeeping yang baik dan perubahan praktik manajemen, meningkatkan efisiensi dan perubahan peralatan dan teknologi, serta pelaksanaan daur ulang.

2. Minimisasi Limbah

Minimisasi limbah merupakan suatu teknik yang memfokuskan kegiatannya pada reduksi sumbernya ataupun melakukan aktivitas daur ulang yang dapat

(28)

mereduksi baik volume ataupun toksisitas limbah yang dihasilkan. Minimisasi limbah ini juga mencakup pengembangan proses produksi yang lebih efisien.

3. Produksi Bersih dan Teknologi Bersih

Ini merupakan suatu strategi pencegahan yang menyeluruh dari manajemen lingkungan yang harus diterapkan secara terusmenerus dalam proses produksi. Hal ini lebih dari sekadar teknologi manufaktur, di mana termasuk di dalamnya konsep daur hidup suatu produk dalam rangka mereduksi risiko terhadap manusia dan lingkungan. Teknologi ini mempertimbangkan pengaruh/dampak suatu produkk sejak pertama kali produk tersebut dibuat sampai dengan akhir masa pakainya. Produksi bersih menetapkan cara untuk memproduksi suatu produk yang menghasilkan sedikit limbah dan ketika limbah tersebut dihasilkan, ada cara untuk meningkatkan kemampuan daur ulang limbah tersebut.

4. Pengelolaan Kual itas Li ngkungan Menyel uruh (Total Quality Environmental Management/ TQEM)

Pengelolaan Kualitas Lingkungan Menyeluruh (PKLM) merupakan konsep baru, tetapi semakin lama menjadi praktik yang penting dalam manajemen industri. PKLM dihasilkan melalui penerapan ide-ide dan Teknik Manajemen Kualitas Menyeluruh (Total Quality Management) ke dalam manajemen lingkungan, yang dipelopori oleh Global Environmental Management Initiative (GEMI), suatu organisasi yang dibentuk oleh perusahaan-perusahaan Amerika yang berhasil dalam manajemen lingkungan.

PKLM berkembang dari kesadaran bahwa terdapat hubungan timbal balik antara manajemen lingkungan dengan manajemen mutu. PKLM telah membantu mengembangkan sejum]ah inisiatif untuk menggabungkan semua masalah lingkungan di semua tingkat proses pengambilan keputusan. Inisiatif-inisiatif ini termasuk pengurusan produk, keamanan lingkungan dan inisiatif kesehatan, sistem manajemen lingkungan dan standar ISO 14000. Semua aspek ini serta inisiatif inovatif lainnya berkembang bersama-sama dengan konsep PKLM.

(29)

PKLM merupakan konsep yang mengawinkan ide dan Teknik Manajemen Kualitas Menyeluruh (Total Quality Management) dengan manajemen lingkungan.

Seperti halnya MKM, PKLM juga bertujuan untuk memenuhi kepuasan pelanggan, melakukan peningkatan secara terus-menerus dan pengukuran yang setepat- tepatnya. PKLM juga memerlukan kemudahan untuk mendapatkan informasi dan komunikxsi yang sangat Penting, khususnya yang memberikan gambaran mengenai kinerja manajemen lingkungan. Pada akhirnya, PKLM tetaplah merupakan suatu teknik manajemen yang membawa perusahaan ke arah tujuan bersih lingkungan dan implementasi praktik-praktik perusahaan yang lebih sukses.

Beberapa peneliti menyebutkan PKLM merupakan suatu Pendekatan untuk peningkatan kualitas lingkungan proses dan Produk secara terus-menerus melalui partisipasi semua tingkat dan fungsi dalam suatu organisasi. PKLM (seperti juga MKM) bertujuan mengikuti atau mungkin melampaui perubahan keinginan/harapan pelanggan akan suatu produk atau jasa pelayanan. Hal ini membutuhkan suatu proses pencarian terusmenerus untuk meningkatkan kesempatan tercapainya tujuan tersebut.

5. Countinous Quality Improvement (CQI)

Total Quality dimulai dengan menyadari bahwa kita tidak akan pernah sebaik yang kita harapkan. Peningkatan secara terus-menerus berdasarkan data dan pengukuran merupakan dasar dari Total Quality. Hal yang sama juga dilakukan dalam pencapaian performa lingkungan suatu organisasi yang lebih baik secara terus-menerus sehingga memberikan kepuasan bagi pelanggannya.

Untuk organisasi atau perusahaan di luar rumah sakit seperti organisasi yang bergerak di bidang manufaktur, pemenuhan pengelolaan lingkungan sesuai standar internasional (ISO 14001) bukan merupakan hal baru. Hal ini disadari dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia agar dapat bersaing di tingkat internasional yang menuntut dipenuhinya standar internasional yang berlaku di dunia. Dengan dipenuhinya unsurunsur dalam ISO 14001 terdapat kepastian bahwa perusahaan mempunyai kualitas pengelolaan lingkungan yang baik.

(30)

2. KONSEP SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN DI RUMAH SAKIT

Konsep manajemen lingkungan rumah sakit di Indonesia telah dikenal sejak lama sebagai bagian dari rutinitas internal kegiatan rumah sakit. Aplikasi konsep tersebut pada banyak rumah sakit dilaksanakan melalui praktik-praktik sanitasi lingkungan, seperti pencegahan infeksi nosokomial, penyehatan ruang dan bangunan, pengendalian vektor, dan pengolahan limbah rumah sakit. Selain itu, sebagai respons dari meningkatnya kesadaran dan kebutuhan akan kualitas lingkungan hidup yang lebih baik, rumah sakit di Indonesia juga telah diwajibkan untuk melakukan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sejak tahun 1986. AMDAL bagi industri rumah sakit menjadi sebuah alat bagi penentu kelayakan usaha rumah sakit tersebut dalam aspek perlindungan dan dampaknya terhadap lingkungan.

Pada banyak sektor, terutama sektor industri dan manufaktur di Indonesia, kini telah mulai mencoba menerapkan konsep sistem manajemen lingkungan yang telah terbukti memberikan manfaat lingkungan dan finansial. Namun, implementasinya pada sektor layanan kesehatan di rumah sakit sampai saat ini masih terbilang baru. Memasuki abad ke-21, rumah sakit khususnya di Indonesia dituntut untuk lebih proaktif dan antisipatif terhadap pergeseran tuntutan kebutuhan masyarakat pada manajemen lingkungan global. Oleh karena itu, pendekatan sistem manajemen lingkungan tampaknya sangat strategis untuk diterapkan sebagai strategi utama rumah sakit untuk melakukan pemasaran sosial, peningkatan citra, dan penampilan.

Sistem manajemen lingkungan di rumah sakit seperti halnya sistem manajemen lingkungan yang dilakukan oleh sektor industri barang dan manufaktur, merupakan bagian dari sistern manajemen terpadu yang meliputi pendekatan struktur organisasi, kegiatan perencanaan, pembagian tanggung jawab dan wewenang, praktik menurut standar operasional, prosedur khusus, proses berkelanjutan, dan pengembangan sumber daya manusia untuk mengembangkan, menerapkan, mencapai, mengkaji, mengevaluasi, dan menyinergikan kebijakan lingkungan dengan tujuan rumah sakit.

Dengan demikian, pengelolaan lingkungan rumah sakit bukan lagi merupakan satu bagian parsial yang konsumtif, tetapi merupakan satu rangkaian siklus dan strategi manajemen rumah sakit untuk mengembangkan kapasitas pengelolaan lingkungan

(31)

rumah sakit sehingga memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit secara menyeluruh.

Selama ini, rumah sakit di Indonesia melakukan peningkatan mutu pelayanan kesehatan melalui pemenuhan standar-standar akreditasi di antaranya rumah sakit yang dibuat oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan adalah perbaikan fisik bangunan rumah sakit, penambahan sarana, prasarana, penambahan peralatan dan ketenagaan, serta pemberian biaya operasional dan pemeliharaan. Namun, disadari dengan meningkatnya pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, permintaan akan mutu pelayanan pun semakin meningkat. Di lain pihak, dengan semakin berkembangnya asuransi, termasuk asuransi kesehatan, pelayanan rumah sakit yang sesuai standar akan menjadi penting. Dengan demikian, akreditasi merupakan salah satu cara agar mutu pelayanan dapat ditingkatkan dan dipertanggungjawabkan. Dengan adanya pelaksanaan akreditasi rumah sakit, maka pembinaan menjadi terarah dan rumah sakit akan terpacu untuk memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Akreditasi rumah sakit mempunyai pengertian suatu bentuk pengakuan dari pemerintah kepada rumah sakit yang telah memenuhi standar minimum yang ditentukan (Depkes. 1994). Secara umum standar pelayanan rumah sakit merupakan seperangkat kebijakan peraturan, pengarahan, prosedur, atau basil kerja yang ditetapkan untuk seluruh upaya kesehatan di rumah sakit yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk atau pedoman yang memungkinkan semua staf baik medik maupun nonmedik untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Standar pelayanan rumah sakit merupakan langkah awal dari pelaksanaan akreditasi. Buku standar pelayanan rumah sakit berisi tentang penerapan standar pelayanan rumah sakit dan standar pelayanan medik, di mana penerapan standar dapat dilakukan secara bertahap. Berdasarkan hal di atas, maka pada tahap awal akreditasi, standar yang akan digunakan adalah standar lima kegiatan pelayanan pokok, meliputi administrasi dan manajemen, pelayanan medik, pelayanan perawatan, pelayanan gawat darurat dan pelayanan rekam medik. Sementara itu, tujuh komponen lainnya adalah pelayanan perinatal risiko tinggi, pengendalian infeksi di rumah sakit, kamar operasi, laboratorium dan radiologi, pelayanan sterilisasi serta keselamatan kerja, kebakaran, dan

(32)

kewaspadaan bencana.

Masing-masing standar terdiri dari tujuh bagian, yaitu falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, staf dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan staf dan program pendidikan, serta terakhir evaluasi dan pengendalian mutu. Selama ini, salah satu cara rumah sakit di Indonesia melakukan peningkatan mutu adalah dengan memenuhi standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu melalui akreditasi rumah sakit. Akreditasi merupakan ketentuan yang diwajibkan bagi rumah sakit untuk memenuhi standar-standar pelayanan di rumah sakitnya. Namun, untuk lingkungan akreditasi mmah sakit belum memuat ketentuan yang mengharuskan rumah sakit memenuhi pedoman pengelolaan lingkungan. Pedoman pengelolaan lingkungan minimal akan terpenuhi jika memenuhi syarat AMDAL dan peraturan pemerintah lainnya tentang lingkungan pada saat menilai feasibility atau kelayakan dari rumah sakit tersebut. Lingkungan rumah sakit merupakan salah satu unsur yang penting dalam rumah sakit. Dalam akreditasi dimuat 20 standar pelayanan yang harus dipenuhi oleh rumah sakit. Dengan akreditasi, rumah sakit dapat bersaing di tingkat nasional, tetapi di tingkat internasional diperlukan pemenuhan standar yang saat ini berlaku global, khususnya di bidang lingkungan, yaitu audit lingkungan yang mengadopsi dari International Organization for Standardization (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasional di bidang pengelolaan lingkungan dengan nomor seri ISO 14001 (EMS-Environmental Management System).

Dalam standar akreditasi tersebut belum ada pedoman khusus tentang pengelolaan lingkungan bagi rumah sakit. Padahal rumah sakit merupakan salah satu penghasil limbah yang terbesar dan apabila tidak dikelola dengan baik akan membahayakan lingkungan. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan rumah sakit yang komprehensif merupakan hal yang sangat penting, baik bagi rumah sakit maupun bagi masyarakat yang merupakan pemakai jasa pelayanan kesehatan rumah sakit.

Dengan demikian, rumah sakit yang telah memenuhi standar akreditasi mungkin mampu bersaing di tingkat nasional, tetapi di tingkat internasional belum tentu akan mampu bersaing dan diakui memiliki produk jasa yang aman bagi lingkungan karena belum memenuhi standar internasional dalam bidang pengelolaan lingkungan, yaitu

(33)

ISO 14001.

Dengan menerapkan sistem manajemen lingkungan di rumah sakit yang memenuhi unsur-unsur ISO 14001, manfaatnya selain sebagai pemenuhan standar yang berlaku secara internasional juga sebagai tindakan antisipatif dari rumah sakit bila terjadi tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan segala aktivitas maupun pelayanan yang diberikan rumah sakit, khususnya di bidang pengelolaan lingkungan.

3. MANFAAT KONSEP SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN

Manajemen lingkungan rumah sakit merupakan manajemen yang tidak statis, tetapi sesuatu yang dinamis sehingga diperlukan adaptasi atau penyesuaian bila terjadi perubahan di rumah sakit, yang mencakup sumber daya, proses dan kegiatan rumah sakit, juga apabila terjadi perubahan di luar rumah sakit, misalnya perubahan peraturan perundang-undangan dan pengetahuan yang disebabkan oleh perkembangan teknologi.

Berbagai manfaat yang bisa didapat apabila menerapkan sistem manajemen lingkungan rumah sakit adalah yang terpenting perlindungan terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dengan mengikuti prosedur yang ada dalam sistem manajemen lingkungan rumah sakit, maka sekaligus akan membantu dalam mematuhi peraturan perundang-undangan dan sistem manajemen yang efektif.

Dengan demikian, sistem ini merupakan sistem manajemen praktis yang didesain untuk meminimalkan dampak lingkungan dengan cara yang efektifbiaya (cost- effective). Beberapa manfaat yang diperoleh bila kita menerapkan sistem manajemen lingkungan rumah sakit adalah sebagai berikut.

1. Perlindungan terhadap Lingkungan

Dampak positif yang paling bermanfaat untuk lingkungan dengan diterapkannya sistem manajemen rumah sakit adalah pengurangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3),termasuk di dalamnya limbah infeksius. Selain itu, minimisasi limbah sebagai bagian kunci dari penerapan sistem manajemen lingkungan rumah sakit melalui pendekatan 3 R (Reuse, Recyde, dan Recovery) dapat mengurangi pemakaian bahan baku sehingga jumlah limbah yang dihasilkan relatif lebih sedikit

(34)

yang berarti juga biaya pengolahannya relatif lebih murah.

Yang dimaksud dengan Reuse adalah penggunaan kembali barang yang telah digunakan untuk kepentingan yang sama, misalnya penggunaan kertas pada kegiatan administrasi di rumah sakit bisa digunakan kembali pada lembar kertas yang masih kosong atau belum digunakan. Recyde adalah bahan digunakan lagi untuk kegunaan yang lebih (recyde down = untuk kepentingan yang lebih rendah), seperti limbah cair dapat diolah kembali sehingga dapat digunakan untuk kegiatan menyiram tanaman rumah sakit. Recovery adalah proses pemulihan, misalnya obat- obatan yang tidak habis tidak dibuang begitu saja, karena obat adalah bahan kimia yang pembuangannya harus mengikuti aturan tata laksana pemusnahan bahan kimia.

2. Manajemen Lingkungan Rumah Sakit yang Lebih Baik

Sistem manajemen lingkungan rumah sakit akan membantu rumah sakit membuat kerangka manajemen lingkungan yang lebih konsisten dan dapat diandalkan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Spesifikasi sistem manajemen lingkungan rumah sakit akan memberikan garis-garis besar pengelolaan lingkungan yang didesain untuk semua aspek, yaitu operasional, produk, dan jasa dari rumah sakit secara terpadu dan saling terkait satu sama lain.

3. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Penerapan sistem manajemen lingkungan rumah sakit dapat membawa perubahan kondisi kerja di rumah sakit. Hal ini merupakan harapan yang cukup realistis karena sistem manajemen lingkungan rumah sakit menekankan peningkatan kepedulian, pendidikan, pelatihan, dan kesadaran dari semua karyawan sehingga mereka mengerti dan tanggap terhadap konsekuensi pekerjaannya. Keterlibatan karyawan dalam proses manajemen lingkungan juga akan meningkatkan budaya sadar dan kepedulian untuk bersama-sama memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan di sekitarnya.

4. Kontinuitas Peningkatan Performa Lingkungan Rumah Sakit

(35)

Sistem manajemen lingkungan rumah sakit tidak didesain untuk menilai tingkat lingkungan (misalnya tingkat teknologi pengelolaan lingkungan atau limbah).

Namun, dengan melakukan sistem manajemen lingkungan rumah sakit, manajemen rumah sakit dapat menjamin dan mengembangkan kemampuannya untuk memenuhi kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan. Dengan demikian, kinerja pengelolaan lingkungannya berjalan seperti spiral yang terus berputar ke atas dan mengarah ke kondisi yang lebih baik.

5. K e s e s u a i a n d e n g a n Peraturan P e r u n d a n g - undangan

Dengan menerapkan sistem manajemen lingkungan, maka ada peluang bagi rumah sakit untuk membuktikan kepatuhannya terhadap peraturan perundang-undangan dan atau menunjukkan kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Sebagian rumah sakit yang telah berdiri selama beberapa tahun kemungkinan telah dapat menyesuaikan diri dengan peraturanperaturan yang telah diterapkan.

Apabila tidak, saat ini rumah sakit tersebut pasti terkena tuntutan hukum dan publisitas negatif. Pemberian denda juga dapat menyebabkan bangkrutnya suatu rumah sakit. Dengan memiliki sertifikasi ISO untuk pengelolaan lingkungan, maka kesempatan semakin besar untuk memperoleh dokumen tertulis yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa rumah sakit tersebut telah bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pada saat ini banyak instansi lingkungan yang memerhatikan gerakan ISO' 14001, namun tidak ikut langsung terlibat sehingga bila suatu rumah sakit menunjukkan bahwa mereka telah memiliki sertifikat ISO dalam pengelolaan lingkungan, instansi-instansi lingkungan tersebut tidak akan menyelidiki secara mendalam. Karena hasil audit yang dilakukan ISO sudah sangat lengkap dan menghabiskan waktu yang cukup lama sehingga instansi-instansi tersebut tidak perlu menghabiskan waktunya untuk memastikan bahwa rumah sakit tersebut telah memenuhi peraturan yang berlaku.

6. Bagian dari Manajemen Mutu Terpadu

Manajemen mutu terpadu atau yang lebih dikenal sebagai Total Quality Management (TQM) merupakan strategi utama rumah sakit dalam mencapai tujuannya, meliputi pcrencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, dan pendokumentasian.

(36)

Sistem manajemen rumah sakit dalam hal ini juga mengandung berbagai teknik manajemen yang menggunakan pendekatan TQM sehingga implementasi sistem manajemen lingkungan rumah sakit secara langsung mendukung pelaksanaan manajemen mutu terpadu.

7. Pengurangan/Penghematan Biaya

Sistem manajemen lingkungan rumah sakit menawarkan keuntungan finansial baik jangka pendek maupun jangka panjang. Efisiensi pemakaian berbagai sumber daya dan minimisasi limbah yang dihasilkan berarti mengurangi biaya untuk pengadaan sumber daya dan biaya untuk pengolahan limbah. Penggunaan kembali dan pendaurulangan limbah dapat menjadi tambahan pemasukan finansial bagi rumah sakit. Setelah sejumlah biaya dikeluarkan untuk membuat dan menerapkan program- program lingkungan yang belum ada dalam rangka memperoleh sertifikasi, secara tidak langsung akan terjadi suatu penghematan biaya dalam jangka panjang, terutama dalam hal pembersihan dan pengawasan lingkungan. Sertifikasi tidak akan menghilangkan biaya untuk pembersihan polusi, namun sertifikasi akan mengurangi jumlah dan skala pembersihan yang harus dilakukan di masa datang. Biaya awal dan pemeliharaan sertifikasi apabila dikelola secara baik, maka seharusnya akan terjadi penurunan biaya lingkungan dalam jangka panjang dan peningkatan dalam kernampuan bersaing. Rumah sakit yang memperoleh sertifikasi ISO 14001, akan mendapatkan keuntungan dari meningkatnya kesan positifmasyarakat. Inovasi dan kecakapan dari para pekerja dalam bidang ini dapat membawa rumah sakit pada pengurangan biaya dalam mencapai standar yang ditentukan sehingga dalam merekrut pekerja yang baru hal tersebut perlu ditekankan dan para pekerja yang telah ada hal tersebut perlu ditanamkan.

Dasar utama dalam penghematan biaya adalah lebih sedikitnya bahan medik berbahaya dan limbah yang perlu ditangani atau dibersihkan. Berkurangnya bahan kimia berarti berkurang pula penggunaan bahan kimia dan tumpahan bahan kimia, dan berarti mengurangi limbah berbahaya yang harus dilacak dan dibuang. Sejalan dengan berkurangnya bahan medik berbahaya dan limbah berbahaya yang ada di lokasi dengan diberlakukannya sistem ini, jumlah pekerja yang cedera karena bahan-bahan tersebut akan berkurang. Hal tersebut akan menguntungkan

(37)

rumah sakit karena biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan berkurang, juga menurunkan biaya yang berkaitan dengan hilangnya produktivitas dan semangat kerja serta biaya penggantian peralatan yang rusak dan waktu yang hilang untuk memperbaiki alat tersebut.

Rumah sakit yang memiliki sertifikasi ISO 14001 telah menunjukkan bahwa rumah sakit tersebut benar-benar peduli pada lingkungan. Dengan telah memenuhi standar dalam ISO 14001, pasien akan merasa bahwa lingkungan rumah sakit tersebut telah terlindungi. Hal ini erat kaitannya dengan usaha rumah sakit meningkatkan hubungan baik dengan masyarakat melalui kepercayaan dan kepuasan pasien.

Perlindungan dan keamanan lingkungan akan didasarkan pada sertifikasi ISO 14001 yang lebih mudah diukur. Beberapa pernyataan tentang lingkungan yang tidak didukung oleh bukti-bukti yang cukup akan mengakibatkan rendahnya kepercayaan pasien. Dengan sertifikasi ISO 14001, suatu rumah sakit dapat meyakinkan para pasien mereka dan masyarakat luas bahwa rumah sakit benar-benar melakukan kegiatan perlindungan terhadap lingkungan dan mempunyai dokumen-dokumen yang cukup untuk mendukung pernyataan tersebut. Apa yang ingin diketahui oleh pasien sebenarnya adalah bahwa rumah sakit menjamin pelayanan yang mereka terima.

Di beberapa bagian dunia, hal ini bukan hanya menyangkut kepercayaan dan kepuasan pasien. Disyaratkan atau tidak, sertifikat ISO 14001 akan memberikan suatu keuntungan kompetitif yang berharga. Sistem manajemen lingkungan rumah sakit mensyaratkan tindakan lingkungan yang proaktif. Setiap tindakan proaktif yang melindungi lingkungan sudah dapat dipastikan akan mendapat respons, positif dari masyarakat dan hal ini tentunya dapat meningkatkan citra yang menjadi nilai tambah bagi rumah sakit yang berarti pula dapat menjadi preferensi masyarakat.

Kepercayaan dan citra yang terbentuk di masyarakat terhadap RS yang bersih dan bertanggung jawab terhadap lingkungan merupakan aset yang bernilai tinggi bagi aspek pemasaran sosial RS.

(38)

Pada tahap awal implementasi, sistem manajemen lingkungan rumah sakit membutuhkan biaya untuk substitusi dan modifikasi proses. Biaya ini akan terkesan sebagai suatu yang bersifat konsumtif dan manfaatnya tidak terlihat dalam waktu yang singkat.. Oleh karena itu, dibutuhkan informasi yang lengkap dengan perhitungan finansial yang cermat untuk meyakinkan Pimpinan dan manajemen RS mengenai manfaat dan keuntungan dari sistem manajemen lingkungan rumah sakit. Hambatan lain yang sering dijumpai dalam menyiapkan pelaksanaan penerapan dan pengembangan sistem manajemen lingkungan rumah sakit adalah terbatasnya waktu, kapasitas sumber daya manusia di rumah sakit, benturan dengan program lain, dan komitmen yang tidak disetujui bersama. Selain itu, hambatan yang mungkin terjadi dengan penerapan sistem manajemen lingkungan rumah sakit adalah dibutuhkannya sumber daya tambahan dalam pengembangan dan pengenalan sistem manajemen lingkungan rumah sakit dan meningkatnya birokrasi dengan bertambahnya instruksi kerja dan prosedur baru.

Gambar

Gambar 3.1. Proses Perawatan Kesehatan
Tabel 3.2. Batas Maksimum Kadar Gas Dan  Bahan Berbahaya Dalam Udara
Tabel 3.4. Batas Kelembapan Dan Suhu Maksimum
Tabel 3.3. Batas Kebisingan Maksimum
+3

Referensi

Dokumen terkait

PENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TAHUN ANGGARAN 2012. SKPD : Rumah Sakit Umum Daerah

Judul : Pengaruh leverage, ukuran perusahaan dan voluntary disclosure terhadap manajemen laba (Studi pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi

Informasi Manajemen Rumah Sakit yang terintegrasi ke seluruh bagian, sehingga jumlah barang dapat diketahui oleh pihak-pihak yang membutuhkaninformasi ini Dari latar belakang

Disarankan manajemen rumah sakit Idi untuk menentukan standar operasional pelayanan yang diberikan petugas kesehatan bagian pendaftaran kepada pasien rawat jalan, memberikan

Disarankan manajemen rumah sakit Idi untuk menentukan standar operasional pelayanan yang diberikan petugas kesehatan bagian pendaftaran kepada pasien rawat jalan, memberikan

Disarankan manajemen rumah sakit Idi untuk menentukan standar operasional pelayanan yang diberikan petugas kesehatan bagian pendaftaran kepada pasien rawat jalan, memberikan

Pengaruh Manajemen Laba Dan Media Exposure Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility ( CSR ) Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi Yang

Dalam pelaksanaan sistem manajemen lingkungan rumah sakit dibutuhkan pengelolaan lingkungan yang baik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, karena rumah